0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
7 tayangan9 halaman
Dokumen tersebut membahas konsep biaya volume dan laba sebagai alat perencanaan laba. Secara singkat, biaya adalah pengorbanan yang diukur dalam satuan uang untuk memperoleh barang dan jasa, volume adalah jumlah unit yang dihasilkan, dan laba adalah selisih antara pendapatan dan biaya. Konsep-konsep ini penting untuk perencanaan dan pengambilan keputusan manajemen.
Dokumen tersebut membahas konsep biaya volume dan laba sebagai alat perencanaan laba. Secara singkat, biaya adalah pengorbanan yang diukur dalam satuan uang untuk memperoleh barang dan jasa, volume adalah jumlah unit yang dihasilkan, dan laba adalah selisih antara pendapatan dan biaya. Konsep-konsep ini penting untuk perencanaan dan pengambilan keputusan manajemen.
Dokumen tersebut membahas konsep biaya volume dan laba sebagai alat perencanaan laba. Secara singkat, biaya adalah pengorbanan yang diukur dalam satuan uang untuk memperoleh barang dan jasa, volume adalah jumlah unit yang dihasilkan, dan laba adalah selisih antara pendapatan dan biaya. Konsep-konsep ini penting untuk perencanaan dan pengambilan keputusan manajemen.
Nim : 66190067. Kelas : Manajemen 5A Mata Kuliah : Akuntansi Manajemen
Resume pertemuan 5 memahami tentang konsep biaya volume dan laba sebagai alat perencanaan laba.
A. Biaya, Volume dan Laba.
a. Landasan teori biaya Dalam pemenuhan keinginan, manusia selalu disertai oleh pengorbanan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Begitupun pula dengan perusahaan yang dalam kegiatan utamanya untukmenghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh manusia dari adanya pengorbanan faktor-faktor produksi. Nilai dari pengorbanan yang dilakukan inilah yang dinamakan dengan biaya. Menurut Polimeni (1991 : 22)Cost Accounting : Concept and Applications forManagerials Decisions Makingmengatakan bahwa: Biaya merupakan manfaat yang dikorbankan untuk memperoleh barang dan jasa. Selanjutnya mereka menjelaskan bahwa biaya (cost) menjadi beban (expense) ketika biaya tersebut telah memberi manfaat dan sekarang telah habis. Dan menurut Kamaruddin (1996 : 34) yang dikutip dari American Accounting Association mengemukakan bahwa:, Pengertian biaya adalah pengeluaran yang diukur dalam moneter yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tertentu. Dapat disimpulkan bahwa biaya adalah segala sesuatu yang berbentuk satuan hitung yang dikeluarkan untuk menghasilkan sesuatu untuk lebih berguna. Biaya dalam arti luas adalah penggunaan sumber-sumber ekonomi yang diukur dengan satuan uang, yang telah terjadi atau kemungkianan akan terjadi untuk obyek atau tujuan tertentu. Misalnya biaya tenaga kerja merupakan penggunaan sumber ekonomi atau berupa tenaga kerja yang dinyatakan dalam satuan uang dengan tujuan untuk menghasilkan suatu produk (jasa) atau kegunaan produk (Mardiasmo, 1990 : 9). Menurut Mulyadi (1997), biaya adalah satu-satunya faktor yang memiliki kepastian relatif tinggi yang berpengaruh dalam penentuan harga jual. Jadi biaya merupakan hal penting bagi industri, sebab dengan berbagai macam biaya dapat diketahaui atau dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan mengenai harga jual dan produk tersebut. Biaya diukur dengan satuan uang, sehingga biaya merupakan modal berdirinya suatu industri atau organisasi. Adanya sistem pembiayaan yang terarah maka perolehan laba akan berjalan dengan lancar. Penyajian dan analisa dari data-data biaya akan memberikan kegunaan atau maksud maksud berikut: 1. Perencanaan laba dengan menggunakan budget-budget sebagai alat. 2. Pengendalian biaya-biaya melalui akuntansi tanggung jawab. 3. Pengukuran laba tahunan atau laba berkala termasuk penilaian persediaan. 4. Memberi bantuan dalam menetapkan harga jual dan suatu kebijaksanaan harga. 5. Memberikan data-data biaya yang bersangkut-paut untuk proses analisa untuk pengambilan keputusan. b. Klasifikasi biaya Laporan keuangan pada perusahaan manufaktur lebih kompleks daripada laporan keuangan perusahaan dagangkarena perusahaan manufaktur harus melakukan proses produksi dan memasarkannya. Proses produksi memunculkan berbagai macam biaya yang tidak ada dalam perusahaan dagang dan bagaimanapun biaya-biaya ini harus diperhitungkan dalam laporan keuangan perusahaanmanufaktur. (Garrison dkk, 2006 : 56). Dalammelakukan pencatatan serta analisis terlebih dahulu kita harus untuk menggolongkan biaya. Penggolongan tersebut harus selalu diperhatikan menurut ujuan keperluan digunakannya informasi tersebut. Klasifikasi biaya yang tepat merupakan hakekat bagi manajemen untuk mengumpulkan dan menggunakan informasinya dengan cara seefektif mungkin. Polimeni dkk (1991 : 23) mengklasifikasikan biaya sebagai berikut : 1. Unsur biaya Suatu produk, atau komponen yang utuh terdiri dari bahan-bahan, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. Penggolongan ini menyediakan manajemen dengan keperluan informasi untuk mengukur suatu pendapatan dan menetapkan harga suatu produk. Biaya bahan-bahan terbagi lagi menjadi bahan baku dan bahan penolong. Sedangkan tenaga kerja terdiri atas tenga kerja langsung dan tenga kerja langsung. Sedangkan biaya overhead pabrik merupakan keseluruhan biaya selain dari bahan baku dan tenaga kerja. 2. Kaitannya dengan produksi Penggolongan menurut produksi sangat erat kaitannya dengan unsur biaya suatu produk dan tujuan pengawasan. Kategori ini terdiri atas biaya utama dan biaya konversi. Biaya utama adalah biaya yang berhubungan langsung dengan produksi sedangkan biaya konversi adalah biaya yangberkaitan dengan pengolahan bahan-bahan ke dalam produk jadi. 3. Kaitanya dengan volume Biaya akan berubah-ubah sejalan dengan perubahan volume produksi. Memahami perilakunya merupakan hal yang sangat penting bagi penyiapan anggaran dan analisa pelaksanaan.Menurut kategori ini, biaya dikelompokkan ke dalam biaya variabel, biaya tetap, biya semi variabel, dan biaya penutupan. Biaya variabel adalah total biaya yang cenderung berubah sesuai dengan perubahan volume atau hasil, sedangkan biaya per unit tidak berubah (konstan). Contoh biaya variabel adalah bahan baku, buruh langsung, serta biaya listrik mesin. Biaya tetap adalah total biaya yang cenderung tetap sampai dengan tingkat output tertentu, sedangkan biaya per unit berubah-ubah menurut outputnya. Contoh biaya tetap adalah biaya pemeliharaan gedung, biaya penyusutan, biaya pajak dan asuransi, dan biaya sewa gedung. Biaya semi variabel adalah biaya yang memiliki sifat tetap dan sifat variabel. Contohnya jasa utility (telepon, listrik, dan air). Biaya penutupan merupakan biaya tetap yang masih terus dibebankan meskipun tidak ada produksi, misalnya pajak dan asuransi gabungan.
c. Landasan teori volume
Jika mendengar istilah volume, maka yang terbayang adalah kata jumlah. Menurut Sudarsono (2001 : 253) bahwa volume merupakan tingkat kegiatan suatu perusahaan dalam bidang produksi serta penjulaan berapa banyaknya satuan. Sedangkan menurut Tunggal (1995 : 140) bahwa volume adalah ukuran fisik unit atau rupiah dari pendapatan penjulaan (sales revenue). Fisik unit dapat berupa unit keluaran atau unit yang dijual. Dapat disimpulkan bahwa volume yaitu banyaknya unit yang terjual sesuai dengan keperluan analisis cost-volume-profit. Volume penjualan menurut Mulyadi (2001 : 49) adalah jumlah produksi yang dihasilkan perusahaan dimana penghasilan penjualan perusahaan akan memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan mengetahui seberapa peningkatan hasil dari penjualan, yang kemudian bisa menutupi biaya total dan dapat juga terhindar dari kerugian. Volume penjualan menurut Rangkuti (2009:207) bahwa volume penjualan adalah pencapaian yang dinyatakan secara kuantitatif dari segi fisik atau volume atau unit suatu produk. Volume penjualan merupakan suatu yang menandakan naik turunnya penjualan dan dapat dinyatakan dalam bentuk unit, kilo, ton, atau liter. Volume penjualan merupakan jumlah total yang dihasilkan dari kegiatan penjualan barang. Semakin besar jumlah penjualan yang dihasilkan perusahaan, semakin besar kemungkinan laba yang akan dihasilkan perusahaan, karena itu volume penjualan merupakan salah satu hal penting yang harus dievaluasi untuk kemungkinan perusahaan agar tidak rugi, jadi volume penjualan yang menguntungkan harus menjadi tujuan utama perusahaan. d. Landasan teori laba. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa laba merupakan main goals atau tolak ukur keberhasilan manajemen perusahaan berbasis bisnis atau profit seeking terlebih pada bagian manajemen keuangan. Salvatore (2005 : 15) membedakan antara laba bisnis dan laba ekonomi. Laba bisnis (business profit) mengacu pada penerimaan perusahaan dikurangi biaya eksplisit atau biaya akuntansi perusahaan. Biaya eksplisit merupakan biaya yang benar-benar dikeluarkan dari kantong perusahaan untuk membeli atau menyewa input yang dibutuhkan dalam produksi. Sedangkan laba ekonomi merupakan penerimaan perusahaan dikurangi oleh biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya implisit megacu pada nilai input yang dimiliki perusahaan dan dipergunakan untuk proses produksinya sendiri. Menurut Tunggal (1995 : 140) terdapat dua definisi dari pendapatan atau laba yaitu : 1. Pendapatan operasi didefinisikan sebagai pendapatan operasi dikurangi semua biaya selain bunga (interest) dan pjaak penghasilan. 2. Laba bersih didefinisikan sebagai total pendapatan dikurangi semua biaya dan pengeluaran. Dari kedua pendapat tersebut, maka pengertian laba adalah ganjaran atas selisih pendapatan dan pengeluaran. Dalam analisis cost-volume-profit yaitu total penjualan (price per unit times quantities of sales) dikurangi total cost (fixed cost plus variable cost). Sebelum laba diperoleh maka terlebih dahulu diadakan perencanaan laba untuk menargetkan berapa besar laba tersebut akan dihasilkan oleh organisasi itu. Perencanaan laba merupakan perencanaan kerja yang telah diperhitungkan dengan cermat dimana implementasi keuangannya dalam bentuk proyeksi perhitungan laba- rugi, neraca, kas, dan modal kerja untuk jangka panjang dan jangka pendek. Perencanaan laba yang baik dan cermat tidaklah mudah karena teknologi berkembang dengan cepat dan faktor-faktor sosial, ekonomi dan politik berpengaruh kuat dalam dunia usaha (Milton F. Usrey and Matz Adolf, 1990 : 3), dengan melihat perkembangan faktor-faktor tersebut maka seorang manajer harus berhati-hati dalam setiap pengambilan keputusan yang sebelumnya telah direncanakan terlebih dahulu. Adapun manfaat perencanaan laba menurut M. Usrey dan Adolf meliputi: 1. Memberikan pendekatan yang terarah dalam memecahkan permasalahan. 2. Menciptakan suasana organisasi yang mengarah pada pencapaian laba dan mendorong timbulnya perilaku yang sadar akan penghematan biaya dan pemanfaatan sumber daya maksimal. 3. Mengerahkan penggunaan modal dan daya upaya pada kegiatan yang paling menguntungkan. Jenis – Jenis Laba : Menurut Kasmir (2011:303) mengemukakan bahwa jenis-jenis laba dalam hubungannya dengan perhitungan profit, yaitu: 1. Profit Kotor (Gross Profit): perbedaan antara pendapatan bersih dan penjualan dengan harga pokok penjualan. 2. Profit dari Operasi: selisih antara laba kotor dengan total beban operasi. 3. Profit Bersih (Net Profit): angka terakhir dalam perhitungan laba atau rugi dimana untuk mencarinya laba operasi ditambah pendapatan lain-lain dikurangi dengan beban lain-lain B. Titik Impas a. Landasan teori titik impas Menurut Rudianto (2013: 30) menyatakan bahwa titik impas adalah volume penjualan yang harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami kerugian tetapi juga tidak memperoleh laba sama sekali. Titik impas dapat diketahui dengan membagi total biaya tetap dengan rasio margin kontribusi. Jadi, ketika titik impas tercapai, perusahaan telah mampu menutup seluruh biaya tetap yang dibebankan selama periode tersebut beserta biaya variabel yang harus dikeluarkan untuk volume produk pada titik impas. Titik impas dapat dihitung dengan menggunakan metode margin kontribusi.Metode margin kontribusi pada dasarnya adalah metode singkat dari metode-metode persamaan yang telah dijelaskan diatas. Pendekatan 18 ini memusatkan pada ide bahwa setiap unit yang terjual memberikan margin kontribusi tertentu yang dapat digunakan untuk menutupi biaya tetap. Titik impas (break event point) adalah keadaan yang menunjukkan bahwa jumlah pendapatan yang diterima perusahaan (pendapatan total) sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan (biaya total) (Siregar et al., 2013). Mulyadi (2015) mendefinisikan titik impas (break-even) sebagai keadaan suatu usaha yang tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi. Dengan kata lain, suatu usaha dikatakan impas jika jumlah pendapatan (revenues) sama dengan biaya, atau apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja. Titik impas dapat ditentukan secara matematis atau secara grafis, dan dapat pula dinyatakan dalam unit penjualan maupun rupiah penjualan. Terdapat tiga pendekatan dalam menentukan titik impas (break even point), diantaranya: 1. Pendekatan laba operasi (metode persamaan) Ancangan matematis dengan menggunakan pendekatan laba operasi adalah berdasarkan pada laporan laba rugi dengan format margin kontribusi. Dengan menggunakan format margin kontribusi, laporan laba rugi dapat mempermudah pengorganisasian biaya- biaya perusahaan dalam kategori biaya tetap dan variabel. Formulasi penentuan titik impas dengan pendekatan laba rugi menurut Hansen dan Mowen (2009) adalah sebagai berikut: 1) Laba Operasi = Penjualan – Biaya variabel – Biaya tetap. 2) Laba Operasi = (Harga x Jumlah unit terjual) – (Biaya variabel per unit x Jumlah unit terjual) – Biaya Tetap 2. Pendekatan margin kontribusi Metode kontribusi unit (unit contribution method) sebenarnya merupakan variasi metode persamaan. Metode ini terfokus pada gagasan bahwa setiap unit atau satuan produk yang terjual memberikan sebuah jumlah margin kontribusi tertentu yang akan menutup biaya tetap (Simamora, 2012). Penentuan titik impas dengan pendekatan margin kontribusi dapat menggunakan formulasi sebagai berikut (Siregar et al., 2013) 1) Unit Impas 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡
2) Penjualan impas (Rp)
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑚𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖
3. Pendekatan grafis Perhitungan impas dapat dilakukan juga dengan menentukan
titik pertemuan antara garis pendapatan penjualan dengan garis biaya dalam suatu grafik. Titik pertemuan antara garis pendapatan penjualan dengan garis biaya merupakan titik impas (Mulyadi, 2015). Berikut ilustrasi grafik break even point menurut Mulyadi (2015):
Gambar 1.1 Grafik titik impas (break event point)
4. Margin Pengaman (Margin of Safety) Margin pengaman atau margin of safety
memberikan informasi tentang sampai sejauh mana volume penjualan boleh turun dari penjualan yang telah dianggarkan, namun tidak sampai merugikan perusahaan. Selisih antara volume penjualan yang dianggarkan dengan volume penjualan impas merupakan angka margin of safety (Mulyadi, 2015). Salman dan Farid (2016) menyatakan bahwa margin pengaman adalah kelebihan penjualan yang dianggarkan atas volume penjualan impas. Margin pengaman dapat dinyatakan dalam unit penjualan, rupiah penjualan dan, persentase terhadap penjualan yang dianggarkan. Berikut merupakan formulasi dalam menentukan margin pengaman menurut Simamora (2012): 1) Margin Pengaman = Penjualan dianggarkan – Penjualan impas. 2) Persertase margin pengaman, Margin pengamanan = margin penjualan
Asumsi – Asumsi dalam break event point
Dalam analisis BEP terdapat beberapa asumsi-asumsi dasar yang harus dipenuhi. Munawir (2015: 197) menjelaskan asumsi-asumsi dasar yang digunakan dalam analisis BEP, yaitu: 1. Bahwa biaya harus dapat dipisahkan atau diklarifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel dan prinsip variabilitas biaya dapat diterapkan dengan tepat. Terhadap biaya semivariabel harus dilakukan pemisahan menjadi unsur tetap dan unsur variabel secara teliti baik dengan menggunakan pendekatan analitis maupun historis. 2. Bahwa biaya tetap secara total akan selalu konstan sampai tingkat kapasitas penuh. Pada umumnya perusahaan yang dapat berproduksi dalam jumlah besar (tanpa melampaui kapasitas penuh) akan dapat bekerja dengan efisien dan akan dapat menekan biaya yang terjadi termasuk biaya tetapnya. 3. Bahwa biaya variabel akan berubah secara proposional (sebanding) dengan perubahan volume penjualan dan adanya sinkronisasi antara produksi dan penjualan. 4. Harga jual per satuan barang tidak akan berubah berapapun jumlah satuan barang yang dijual atau tidak ada perubahan harga secara umum. 5. Bahwa hanya ada satu macam barang yang diproduksi atau dijual atau lebih dari satu macam, maka kombinasi atau komposisi penjualan (sales mix) akan tetap konstan.