Must To Know TORCH, THYPOID - Celine
Must To Know TORCH, THYPOID - Celine
Must To Know TORCH, THYPOID - Celine
406192068
FK UNTAR
TORCH
1. Apa sindrom klinis CMV kongenital, toxo kongenital, rubella kongenital?
CMV kongenital
Kebanyakan neonatus dengan CMV kongenital tidak bergejala. Pada
neonates yang bergejala, dapat ditemukan manifestasi klinis, mulai dari
ringan hingga berat yang terutama menyerang organ-organ
retikuloendotelial dan system saraf pusat. Yang paling sering
ditemukan ialah petekie, jaundice, hepatosplenomegaly dengan
kelainan neurologis seperti mikrosefali dan letargi. Pada pemeriksaan
mata, dapat ditemukan chorioretinitis dana tau atrofi pupil pada sekitar
10% infan yang bergejala. Setengah dari infan bergejala ditemukan
kecil usia gestasi dan sepertiga mengalami kelahiran premature. Studi
terbaru menyebutkan sekitar setengah dari infan bergejala dapat
mengalami SNHL, retardasi mental dengan ID <70, dan mikrosefali di
kemudian hari. Sekitar 10% anak yang asimtomatis dapat mengalami
SNHL, yang dikemudian hari dapat mengalami defisit bilateral, yang
dapat bervariasi dari gangguan frekuensi tinggi ringan hingga
gangguan berat.
Toxo kongenital
Tingkat keparahan penyakit klinis pada bayi yang terinfeksi secara
kongenital berbanding terbalik dengan usia kehamilan saat infeksi ibu
primer—dengan infeksi ibu pada trimester pertama menyebabkan
manifestasi yang lebih parah. Dalam sebagian kasus, aborsi spontan,
prematuritas, atau lahir mati dapat terjadi. Keterlibatan SSP merupakan
ciri infeksi Toksoplasma kongenital. Adanya korioretinitis, kalsifikasi
intrakranial, dan hidrosefalus dianggap sebagai trias klasik
toksoplasmosis kongenital. Demam, hidrosefalus atau mikrosefali,
hepatosplenomegali, ikterus, kejang, korioretinitis (seringkali
bilateral), kalsifikasi serebral, dan cairan serebrospinal yang abnormal
merupakan gambaran klasik dari toksoplasmosis kongenital yang
parah. Temuan sesekali lainnya termasuk ruam (makulopapular,
petechial, atau keduanya), miokarditis, pneumonitis dan gangguan
pernapasan, cacat pendengaran, gambaran seperti eritroblastosis,
trombositopenia, limfositosis, monositosis, dan sindrom nefrotik.
Beberapa anak yang terinfeksi tanpa penyakit yang jelas
sebagai neonatus dapat lolos dari gejala sisa infeksi yang serius;
namun, sejumlah besar (14 hingga 85%) mengalami korioretinitis,
strabismus, kebutaan, hidrosefalus atau mikrosefali, kalsifikasi
serebral, keterlambatan perkembangan, epilepsi, atau tuli beberapa
bulan atau tahun kemudian.
Rubella kongenital
Sedikit atau tidak ada manifestasi klinis yang jelas terjadi saat lahir
dengan bentuk penyakit yang ringan. Insiden infeksi kongenital rubella
tinggi selama minggu-minggu awal dan akhir kehamilan (distribusi
berbentuk U), dengan kemungkinan cacat lahir jauh lebih tinggi jika
infeksi terjadi pada awal kehamilan. Trias klasik: tui sensorineural,
kelainan mata, dan kelainan jantung.
Cacat bawaan terjadi pada hingga 85% neonatus jika infeksi ibu terjadi
selama 12 minggu pertama kehamilan, pada 50% neonatus jika infeksi
terjadi selama 13 hingga 16 minggu pertama kehamilan, dan 25% jika
infeksi terjadi selama paruh kedua. dari trimester kedua.
Cacat lahir yang serius termasuk yang berikut:
Cacat jantung bawaan (patent ductus arteriosus, stenosis arteri
pulmonalis perifer, defek septum ventrikel, defek septum atrium)
Auditori (gangguan pendengaran sensorineural)
Oftalmologi (katarak, retinopati pigmen, mikroftalmos,
korioretinitis)
Neurologis (mikrosefali, kalsifikasi serebral, meningoensefalitis,
gangguan perilaku, keterbelakangan mental)
Hematologi (trombositopenia, anemia hemolitik,
petechiae/purpura, eritropoiesis dermal yang menyebabkan ruam
“blueberry muffin”)
Manifestasi neonatus (berat badan lahir rendah, pneumonitis
interstisial, penyakit tulang radiolusen yang mengarah ke
"penguntit seledri" pada metafisis tulang panjang,
hepatosplenomegali)
2. Apa yang menyebabkan terinfeksi kongenital dari seorang ibu?
Sindrom TORCH dihasilkan dari salah satu agen TORCH yang melewati
plasenta selama kehamilan. Agen infeksius ini termasuk Toxoplasma gondii,
mikroorganisme bersel tunggal (protozoa) yang bertanggung jawab atas
Toksoplasmosis; virus rubella; sitomegalovirus; dan virus herpes simpleks.
Penularan ookista Toxoplasma gondii terjadi dengan menelan jaringan
yang terinfeksi atau menghirup partikel tinja. Penularan transplasental
menyebabkan toksoplasmosis kongenital. Hal ini paling sering terjadi pada
trimester ketiga kehamilan. Namun, sebelumnya infeksi, lebih parah akan
menjadi cacat bawaan.
Sifilis ditularkan melalui plasenta atau secara vertikal di jalan lahir.
Tingkat penularan lebih dari 80% pada ibu yang baru terinfeksi. Rubella
ditularkan ke ibu melalui aerosol dan ke janin melalui plasenta.
CMV menular ke ibu melalui transfusi darah, transplantasi organ, atau
paling sering melalui paparan selaput lendir. Kemudian melewati plasenta,
jalan lahir, atau ASI ke janin atau neonatus. Tingkat infeksi CMV pada infeksi
primer telah lama diusulkan lebih besar daripada infeksi sekunder, tetapi ada
beberapa analisis baru-baru ini bahwa ini mungkin tidak sepenting yang
diperkirakan sebelumnya.
HSV menular ke ibu melalui kontak seksual dan kemudian ke janin
melalui infeksi asendens atau paparan selama persalinan. Infeksi primer ibu
pada trimester ketiga memiliki persentase infeksi neonatal tertinggi.
Reaktivasi sekunder HSV adalah 10 sampai 30 kali lebih kecil
kemungkinannya menyebabkan penularan ke bayi.
THYPOID
1. Apa gejala khas tifoid? Trias?
Demam bersifat stepladder, awalnya demam kebanyakan samar-samar,
selanjutnya sering naik turun, demam terus menerus tinggi terutama
pada sore dan malam hari. Pada minggu kedua intensitas demam
semakin tinggi , kadang kontinyu. Bila pasien membaik maka pada
minggu ke 3 suhu badan berangsur turun dan dapat normal kembali
pada akhir minggu ke 3
Gejala GIT: Sering ditemukan bau mulut karena yang lama. Bibir
kering dan kadang pecah-pecah. Konstipasi, diare (meteorismus),
mual, muntah, kembung, lidah kotor ditutupi selaput putih dan nyeri
perut di region epigastrik(nyeri ulu hati) disertai nausea
Gejala SSP: Delirium (menggigau), apatis, somnolen, stupor sampai
koma. Sakit kepala didaerah frontal
Hepatosplenomegali: Hati dan atau limpa, ditemukan sering
membesar. Hati terasa kenyal dan nyeri tekan
Trias = Demam yang terjadi selama >7 hari, gejala gastrointestinal,
penurunan kesadaran
d. Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa perforasi.
Ditemukan gejala-gejala abdomen akut yakni nyeri perut hebat, kembung
serta nyeri pada penekanan. Nyeri lepas lebih khas untuk pentonitis.
e. Hepatitis Tifosa
Demam tifoid yang disertai gejala-gejala ikterus, hepatomegali dan
kelainan test fungsi hati dimana didapatkan peningkatan SGPT, SGOT
dan bilirubin darah. Pada histopatologi hati didapatkan nodul tifoid dan
hiperplasi sel-sel kuffer.
f. Pankreatitis Tifosa
Merupakan komplikasi yang jarang terjadi, gejala-gejalanya adalah sama
dengan gejala pankreatitis. Penderita nyeri perut hebat yang disertai mual
dan muntah warna kehijauan, meteorismus dan bising usus menurun.
Enzim amilase dan lipase meningkat
g. Pneumonia
Dapat disebabkan oleh basil Salmonella atau koinfeksi dengan mikroba
lain yang sering menyebabkan pneumonia. Pada pemeriksaan didapatkan
gejala-gejala klinis pneumonia serta gambaran khas pneumonia pada foto
polos toraks.
h. Komplikasi Lain
Karena basil salmonella bersifat intra makrofag, dan dapat beredar
keseluruh bagian tubuh, maka dapat mengenai banyak organ yang
menimbulkan infeksi yang bersifat fokal diantaranya:
-Osteomielitis, artritis
-Miokarditis, perikarditis, endokarditis
-Pielonefritis, orkhitis
-Serta peradangan-peradangan ditempat lain
5. Kapan widal?
Test serologi widal adalah reaksi antara antigen (suspensi Salmonella
yang telah dimatikan) dengan agglutinin yang merupakan antibodi
spesifik terhadap komponen basil Salmonella didalam darah manusia
(saat sakit, karier atau paska vaksinasi). Prinsip test adalah terjadinya
reaksi aglutinasi antara antigen dan agglutinin yang dideteksi yakni
agglutinin O dan H.
Agglutinin O mulai dibentuk pada akhir minggu pertama demam sampai
puncaknya pada minggu ke3 sampai ke 5. Agglutinin ini dapat bertahan
sampai lama 6-12 bulan. Agglutinin H mencapai puncak lebih lambat
minggu ke 4-6 dan menetap dalam waktu lebih lama, sampai 2 tahun.
6. Kapan tubex?
Hari pemeriksaan terbaik adalah pada anak dengan demam ≥5 hari. Penelitian
di Palembang (2014), menunjukan bahwa pemeriksaan Tubex-TF untuk
deteksi antibodi IgM S. Typhi pada anak demam hari ke-4 dengan nested PCR
positif S. Typhi mendapatkan sensitivitas 63% dan spesifisitas 69%, nilai duga
positif 43% dan nilai duga negatif 83%, sehingga pemeriksaan ini tidak
dianjurkan pada anak dengan demam < 5 hari.
Pemeriksaan serologi dengan nilai ≥ 6 dianggap sebagai positif kuat.
Namun, interpretasi hasil serologi yang positif harus berhati-hati pada kasus
tersangka demam tifoid yang tinggal di daerah endemis. IgM anti Salmonella
dapat bertahan sampai 3 bulan dalam darah, Positif palsu pada pemeriksaan
TUBEX bisa terjadi pada pasien dengan infeksi SalmonellaEnteridis,
sedangkan hasil negatif palsu didapatkan bila pemeriksaandilakukan terlalu
cepat.