Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Remaja adalah harapan orang tua, bahkan dalam lingkup yang lebih luas,

remaja adalah harapan negara. Bagi suatu negara, salah satu aset paling berharga bagi

kemajuan negara adalah aset sumber daya manusia yaitu remaja sebagai cikal bakal

genarasi muda penerus bangsa dan agama. Hal ini dapat dipahami karena sebagai

generasi penerus, peran remaja adalah sebagai tulang punggung bangsa untuk

meneruskan semua perjuangan dari para generasi sebelumnya, di dalam tangan

merekalah terletak masa depan dunia.

Indonesia sebagai bangsa yang sedang menuju untuk menjadi bangsa yang

maju, menuntut adanya peran serta elemen-elemen bangsa guna mewujudkan cita-cita

Indonesia. Partisipasi pemuda sangat dibutuhkan dalam membentuk jati diri bangsa

untuk bersaing dengan dunia global. Oleh karena itu pemuda harus menunjukkan

fungsinya sebagai agen perubahan sosial dan budaya melalui pembangungan

character building di tingkat remaja adalah jalan alternatif menuju kemandirian

bangsa. Jika remaja sudah memiliki sikap, karakter, perilaku, dan kepribadian yang

kuat dan bersahaja akan membawa bangsa Indonesia sebagai bangsa yang maju yang

memiliki karakter bangsa berdasarkan nilai-nilai pancasila.

Karakter bangsa yang kuat menjadi salah satu faktor dalam pembangunan

bangsa. Karakter ini akan akan membentuk moral bangsa. Hal ini penting karena
1
2

bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dan berbudi pekerti luhur. Dengan

demikian, orang tua harus mempersiapkan mental, melatih emosi, dan menegakkan

disiplin mereka sejak dini agar kelak mampu mengemban tugas dan tanggung jawab

mereka dengan baik.

Masa remaja dikatakan sebagai suatu masa labil/transisi karena pada periode itu

seseorang meninggalkan tahap kehidupan anak-anak menuju tahap kedewasaan. Pada

masa ini, “remaja dianggap sedang mencari jati diri dengan mencoba hal-hal baru”.1

Pada umumnya remaja ingin melepaskan diri secara emosional dengan orang tua

mereka dan belajar menjadi diri mereka sendiri. “Menjadi diri mereka sendiri, berarti

memiliki ciri-ciri sendiri yang terlepas dari ciri-ciri orang tua yang selama ini

mewakili identitas mereka”.2

Sebagai manusia yang sedang tumbuh dan berkembang terus melakukan

interaksi sosial baik antara remaja maupun dengan lingkungan. Melalui pergaulan

teman sebaya anak mudah mencontoh dan menyerap perilaku teman-temannya tanpa

mempertimbangkan baik buruknya perilaku tersebut. Peranan teman sebaya terhadap

remaja terutama berkaitan dengan sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan

perilaku. Tidak jarang remaja yang lepas dari perhatian orang tua akan terjerumus

pada perilaku menyimpang.

Pesatnya perkembangan teknologi saat ini menyebabkan segala bentuk

informasi dapat diperoleh dengan sangat mudah.hal itu membawa dampak yang
1
Waluya Bagja, Sosiologi Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat, PT. Setia Purna Inves,
Bandung, 2007. Hal. 19
2
Surbakti E. B, Kenalilah Anak Remaja Anda, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2009. Hal.
19
3

kompleks baik bersifat positif dan negatif. Ada banyak peroblema remaja di

Indonesia, dari yang sifatnya biasa hingga yang bersifat khusus.

Kenakalan yang bersifat biasa seperti: berkelahi, membolos sekolah, kabur dari rumah,
berbohong, mrnyontek, keluyuran tanpa tujuan, kebut-kebutan, membaca buku porno, merokok
di sekolah. Sampai pada kenakalan yang bersifat khusus seperti: minum-minuman keras,
berjudi, melakukan sex bebas, mencuri, dan lain-lain.3

Berbagai bentuk hiburan yang dapat diperoleh remaja selama bergaul dengan

teman sebaya, seperti tayangan berbau porno, kekerasan, dan gaya hidup glamour,

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan psikologi remaja.

“Hubungan televisi dan film dengan kejahatan khususnya pengaruh langsung

terhadap penonton adalah menguatkan penyimpang yang sudah ada”.4

Lingkungan juga turut menentukan terbentuknya perilaku, remaja yang tinggal

di lingkungan yang harmonis dimana ilmu-ilmu dan nilai-nilai agama ditanamkan

dengan baik, maka remaja akan tumbuh dengan akhlaq yang baik. Begitupun

sebaliknya. Dari kedua faktor tersebut, peran aktif orang tua dalam mengawasi

pergaulan remaja merupakan hal terpenting.

Sebagai institusi yang memberikan sumbangan besar bagi perubahan sosial yang menghasilkan
banyak perubahan penting dalam kehidupan sosial. Melemahnya ikatan keluarga dan makin
banyak ibu yang bekerja diluar rumah, membuat anak-anak lebih sedikit berhubungan dengan
anggota keluarga. Kurangnya pengawasan orang tua, penolakan orang tua, dan hubungan orang
tua yang jelek adalah penyebab utama perilaku deliquen. Dan anak-anak keluarga broken home
dan perceraian munculnya perilaku menyimpang.5

Meskipun keluarga merupakan faktor utama dalam pembentukan perilaku,

nyatanya tidak selalu orang tua dapat mengawasi anaknya setiap saat. Karena remaja

lebih banyak menghabiskan waktu mereka untuk bersama dengan teman sebayanya
3
Kartono, Kartini, Kenakalan Remaja, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2003. Hal. 107-109
4
Jokie dan Siahaan, Sosiologi Perilaku Menyimpang, Universitas Terbuka, Jakarta, 2010. Hal. 23
5
Ibid. p. 22-23
4

dibanding dengan keluarga. Penelitian yang dilakukan Condry, Simon, dan Bronf-

fenbrenner, 1968, menunjukkan bahwa, “remaja laki-laki dan perempuan

menghabiskan waktu 2 kali lebih banyak dengan teman sebaya dari pada waktu

dengan orang tuanya”.6

Begitu besarnya pengaruh teman bagi remaja, hal ini dibuktikan dari penelitian

yang dilakukan Glueck dan Glueck menemukan bahwa, “94% dari anak-anak nakal

adalah akibat pengaruh anak nakal lainnya, dan hanya 74% saja dari anak yang tidak

nakal berkawan dengan yang nakal”.7

Fenomena yang terjadi di sekolah dikalangan remaja saat ini, telah menunjukan

adanya penurunan moral. Yaitu maraknya kasus kriminal khususnya di kalangan

remaja. Seperti kasus yang diberitakan media televisi seperti berikut:

“Pada 10 agustus 2016 terjadi penganiayaan terhadap guru di SMKN 2

Makassar yang dilakukan oleh orang tua dan peserta didik karena tak terima anaknya

ditegur dan dihukum karena tidak membawa buku gambar”.8

Kasus kekerasan juga terjadi di Jakarta pada 18 september 2015, yaitu tewasnya

A usia 8 tahun, peserta didik kelas 2 SD 07 Pagi Kebayoran Lama Utara yang tewas

akibat ditendang oleh teman sekelasnya R usia 8 tahun. Penganiayaan terjadi saat

korban tengah mengikuti lomba menggambar. “Hal ini terjadi karena A dan R kerap

6
Santrock John W, Adolescence Perkembangan Remaja Edisi Keenam, Erlangga, Jakarta, 2003.
Hal. 220
7
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Remaja Rosdakarya, Bandung,
2006. Hal. 61
8
Zulfikarnain, Kronologi Ayah dan Anak Kompak Aniaya Guru di Sekolah, diakses dari
m.okezone.com/read/2016/08/10/340/1460402/kronologi-ayah-dan-anak-kompak-aniaya-guru-
di-sekolah, 1 September 2016
5

mengejek satu sama lain, A mengejek R dengan sebutan gendut, dan R mengejek A

dengan menyebut nama orang tua A”.9

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam Sholeh mengatakan, bahwa
kenaikan jumlah anak sebagai pelaku kekerasan dan bullying di sekolah sepanjang tahun 2015
meningkat yaitu ada 79 kasus anak sebagai pelaku bullying dan 103 kasus dengan anak sebagai
pelaku tawuran. Jumlah ini bertambah jika dibandingkan tahun 2014, dimana bullying ada 67
kasus dan tawuran ada 46 kasus.10

Kondisi yang sangat memperihatinkan juga terjadi ketika penulis melaksanakan

Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) pada 14 Maret sampai dengan 14 Juni 2016.

anak-anak sering berkata kasar terhadap sesama teman. Perkelahian antar anak seperti

memaki atau mengejek, anak yang mendapat makian atau ejekan akan membalas

memaki-maki temannya dengan kata-kata kasar. Ada beberapa anak yang memakai

seragam yang tidak sesuai dengan standar sekolah, seperti celana bermodel ketat

(pinsil), dan dirobek pada bagian lutut, baju tidak dimasukkan, serta tidak memakai

ikat pinggang. Setiap hari senin saat upacara banyak peserta didik yang datang

terlambat, beberapa peserta didik didapati tidak mengenakan topi. Bahkan ada peserta

didik yang berkata tidak sopan kepada mahasiswa PPL.

Menurut guru Bimbingan Konseling (BK) SMP PGRI 1 Ciputat, peserta didik

yang bermasalah disekolah adalah peserta didik dengan orang tua yang tidak beperan

9
Aziza Kurnia Sari, Kasus Kekerasan di Sekolah, KPAI Sebut Guru Kerap Abaikan Ejekan
Antar Siswa, diakses dari
megapolitan.kompas.com/read/2015/09/19/11324731/Kasus.Kekerasan.di.Sekolah.KPAI.Sebut.
Guru.Kerap.Abaikan.Ejekan.Antarsiswa, 1 September 2016
10
Donnal Putera Andri, KPAI: Pelaku Kekerasan dan “Bullying” di Sekolah Tahun 2015
Meningkat, diakses dari
megapolitan.kompas.com/read/2015/12/30/16480051/KPAI.Pelaku.Kekerasan.dan.Bullying.di.
Sekolah.Tahun.2015.Meningkat, 30 Agustus 2016
6

dalam memantau anak di sekolah. Sehingga anak-anak bergaul dengan teman yang

memiliki perilaku menyimpang lalu meniru perilaku tersebut.

Apabila keluarga, sekolah, dan masyarakat tidak memainkan peranan mereka

sebagai pembimbing, maka anak remaja akan bergantung semata-mata pada teman

sebaya. Ibu dan Bapak guru perlu memainkan peranan yang lebih lagi untuk

memastikan remaja berupaya menafsir peranannya dalam masyarakat apabila dewasa

kelak. Karena remaja tidak dapat lari dari konteks sekeliling seperti keluarga, teman

sebaya, sekolah dan masyarakat yang mempengarugi perkembangan mereka. Hasil

interaksi yang saling mempengaruhi ini membentuk cara pemikiran, emosi, dan

tindakan yang dilakukan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas , maka dapat di

identifikasi masalah-masalah sebagai berikut:

a. Perkembangan teknologi mempengaruhi perilaku menyimpang peserta didik di

SMP PGRI 1 Ciputat Tahun 2016.

b. Pergaulan dengan teman sebaya mempengaruhi perilaku menyimpang peserta

didik di SMP PGRI 1 Ciputat Tahun 2016.

c. Lingkungan mempengaruhi perilaku menyimpang peserta didik di SMP PGRI 1

Ciputat Tahun 2016.

d. Agama mempengaruhi mempengaruhi perilaku menyimpang peserta didik di SMP

PGRI 1 Ciputat Tahun 2016.


7

e. Keluarga mempengaruhi perilaku menyimpang peserta didik di SMP PGRI 1

Ciputat Tahun 2016.

f. Media massa mempengaruhi perilaku menyimpang peserta didik di SMP PGRI 1

Ciputat Tahun 2016.

g. Rendahnya partisipasi orang tua dalam mengawasi perkembangan anak

mempengaruhi perilaku menyimpang di SMP PGRI 1 Ciputat Tahun 2016.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka penelitian

ini dibatasi pada: pengaruh teman sebaya terhadap perilaku menyimpang peserta

didik. Adapun teman sebaya adalah remaja yang memiliki kesamaan usia, tingkat

perkembangan, kedewasaan, pemikiran, perasaan, dan perilaku. Sedangkan perilaku

menyimpang adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang ada di di

dalam masyarakat.

Lokasi/tempat penelitian, di kelas VIII di SMP PGRI 1 Ciputat, tahun ajaran

2016/2017.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan

masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: Apakah

terdapat pengaruh teman sebaya terhadap perilaku menyimpang peserta didik di kelas

VIII di SMP PGRI 1 Ciputat, tahun ajaran 2016/2017.


8

E. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menguji secara empiris hubungan antara

teman sebaya dengan perilaku menyimpang peserta didik.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Secara Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini bermanfaat bagi upaya peningkatan

mutu pendidikan dan memberikan sumbangsih teoretis pada dunia pendidikan

khususnya yang berkaitan dengan perilaku menyimpang peserta didik di

sekolah.

b. Manfaat Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan proses belajar dalam rangka menerapkann ilmu

yang pernah peneliti terima dengan keadaan yang ada di lapangan, sehingga

diharapkan dengan penelitian ini dapat menjadi pengalaman praktis dalam

mengetahui sejauh mana kemampuan teoretis tersebut diterapkan dalam praktek

sehari-hari.

c. Manfaat Bagi Sekolah SMP PGRI 1 Ciputat

Penelitian ini diharapkan dapat membertikan sumbangan pemikiran dan

mengungkapkan masalah yang timbul, serta memberikan saran-saran untuk

memecahkannya. Sehingga pada akhirnya dapat memberikan manfaat kepada

guru dalam meminimalisir perilaku menyimpang peserta didik.

Anda mungkin juga menyukai