Anda di halaman 1dari 31

BAB II

STUDI PUSTAKA

2.1 Definisi Dan Pengertian Jalan Raya


Jalan merupakan suatu prasaran perhubungan darat dalam bentuk apapuan,
meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan pelengkapnya yang
diperuntukan bagi lalu lintas.
Jalan raya adalah suatu lintasan yang bermanfaat untuk melewati lalu lintas
dari suatu tempat ke tempat yang lain. Jaringan jalan raya yang merupakan prasarana
transportasi darat memgang peranan yang sangat penting dalam sector perhubungan
terutama untuk keseimbangan barang dan jasa. Keberadaan jalan raya sangat
diperlukan untuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi seiring dengan meningkatnya
kebutuhan sarana transportasi yang dapat menjangkau daerah-daerah terpencil yang
merupakan sentral produksi pertanian.
Perkembangan kapasitas maupun kuantitas kendaraan yang menghubungkan
kota-kota antar provinsi dan terbatasnya sumber dana untuk pembangunan jalan raya
serta belum optimalnya pengoperasian prasarana lalulintas yang ada, merupakan yang
utama di Indonesia dan di banyak negara, terutama negara-negara yang sedang
berkembang.
Untuk menghubungkan ruas jalan baru maupun peningkatan yang diperlukan
sehubung dengan penambahan kapasitas jalan raya. Tentu akan memerlukan metode
efektif dalam perancangan maupun dalam perencanaan agar diperoleh hasil yang
terbaik dan ekonomis, tetapi memenuhi unsur keselamatan pengguna jalan dan tidak
mengganggu ekosistem.

7
8

2.2 Status Jalan


Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004
tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, maka
sesuai dengan kewenangan/status, maka jalan umum dikelompokkan sebagai berikut:
1. Jalan Nasional.
Jalan Nasional terdiri dari:
a. Jalan Arteri Primer
b. Jalan Kolektor Primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi
c. Jalan Tol
d. Jalan Strategis Nasional
Penyelenggaraan Jalan Nasional merupakan kewenangan Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yaitu di Direktorat Jenderal Bina
Marga yang dalam pelaksanaan tugas penyelenggaraan jalan nasional dibentuk
Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional sesuai dengan wilayah kerjanya masing-
masing. Sedangkan untuk wilayah Jawa Tengah dan DIY dilaksanakan oleh
Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VII yang berkantor di Jalan Murbei
Barat I Sumurboto Banyumanik Semarang.
Sesuai dengan kewenangannya, maka ruas-ruas jalan nasional ditetapkan
oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam bentuk Surat
Keputusan (SK) Menteri PUPR.
2. Jalan Provinsi
Penyelenggaraan Jalan Provinsi merupakan kewenangan Pemerintah
Provinsi. Jalan Provinsi terdiri dari:
a. Jalan Kolektor Primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan
ibukota kabupaten atau kota
b. Jalan Kolektor Primer yang menghubungkan antar ibukota kabupaten atau
kota
c. Jalan Strategis Provinsi
d. Jalan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
9

Ruas-ruas jalan provinsi ditetapkan oleh Gubernur dengan Surat Keputusan


(SK) Gubernur.
3. Jalan Kabupaten
Penyelenggaraan Jalan Kabupaten merupakan kewenangan Pemerintah
Kabupaten. Jalan Kabupaten terdiri dari:
a. Jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi.
b. Jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan
ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antar ibukota
kecamatan, ibukota kecamatan dengan desa, dan antar desa.
c. Jalan sekunder yang tidak termasuk jalan provinsi dan jalan sekunder
dalam kota.
d. Jalan strategis kabupaten.
Ruas-ruas jalan kabupaten ditetapkan oleh Bupati dengan Surat Keputusan
(SK) Bupati.
4. Jalan Kota
Jalan Kota adalah jalan umum pada jaringan jalan sekunder di dalam kota,
merupakan kewenangan Pemerintah Kota. Ruas-ruas jalan kota ditetapkan oleh
Walikota dengan Surat Keputusan (SK) Walikota.
5. Jalan Desa
Jalan Desa adalah jalan lingkungan primer dan jalan lokal primer yang
tidak termasuk jalan kabupaten di dalam kawasan perdesaan, dan merupakan
jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman di dalam
desa.

2.3 Klasifikasi Kelas Jalan


Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Nomor 05/PRT/M/2018 tentang Penetapan Kelas Jalan Berdasarkan Fungsi dan
Intensitas Lalu Lintas Serta Daya Dukung Menerima Muatan Sumbu Terberat dan
Dimensi Kendaraan Bermotor bahwa kelas jalan dibagi menjadi 3 yaitu:
10

a. Jalan Kelas I
Jalan Kelas I meliputi jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang
tidak melebihi 18.000 milimeter, ukuran tinggi tidak melebihi 4.200 milimeter,
dan MST 10 ton
b. Jalan Kelas II
Jalan kelas II meliputi jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan yang dapat
dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, ukuran tinggi tidak melebihi
4.200 milimeter, dan MST 8 ton.
c. Jalan Kelas III
Jalan kelas II meliputi jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan yang dapat
dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, ukuran tinggi tidak melebihi
3.500 milimeter, dan MST 8 ton.

2.4 Jenis Kontruksi Perkerasan Jalan


Perkerasan jalan adalah kontruksi yang dibangun diatas lapisan tanah dasar
(Subgrade). Lapisan perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban
lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada kontruksi jalan itu sendiri,
dengan demikian memberikan kenyamanan selama masa pelayanan jalan tersebut.
Berdasarkan bahan pengikatnya kontruksi jalan dapat dibedakan atas :
1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat, lapisan-lapisan perkerasannya
bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.
2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan semen sebagai bahan pengikat. Plat beton dengan atau tanpa
tulangan diletakan diatas tanah dasar dengan atau tanpa pondasi. Beban lalu lintas
sebagian besar dipikul oleh plat beton.
11

3. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan kaku


yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur
diatas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur.

Kontruksi perkerasan terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakan diatas tanah


dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban
lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan dibawahnya. Pada gambar terlihat bahwa beban
kendaraan yang dilimpahkan ke perkerasan jalan melaluli bidang kontak roda berupa
beban terbagi rata, beban tersebut diterima oleh lapisan permukaan dan disebarkan
ketanah dasar menjadi lebih kecil dari daya dukung tanah dasar.

Gambar 2.1 Penyebaran Beban Roda Melalui Lapisan Perkerasan Jalan


Sumber : Sivie Sukirman, Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1999, hal 7

Karena sifat penyebaran gaya makan muatan yang diterima oleh


masingmasing lapisan berbeda dan semakin ke bawah semakin kecil. Lapisan
permukaan harus mampu menerima seluruh jenis gaya yang bekerja, lapis pondasi atas
menerima gaya vertical dan getaran, sedangkan tanah dasar diaggap hanya menerima
gaya vertikal saja
12

2.4.1 Konsep Dasar Perkerasan Lentur

Gambar 2.2 Susunan Lapisan Perkerasan Lentur


(Sumber: Pt T-01-2002-B)
2.4.2 Lapisan Permukaan (Surface Course)

Lapisan yang terletak paling atas disebut lapisan permukaan dan berfungsi
sebagai :

1. Lapis perkerasan penahan beban roda, lapisan mempunyai stabilitas tinggi untuk
menahan beban roda selama masa pelayanan.

2. Lapis kedap air, sehingga hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap kelapisan
dibawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut.

3. Lapis aus (wearing course), lapis yang langsung menderita gesekan akibat rem
kendaraan sehingga mudah menjadi aus.

4. Lapis yang menyebarkan beban kelapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh
lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih jelek.

Guna dapat memenuhi fungsi tersebut diatas, pada umumnya lapisan


permukaan dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan
lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama.
Pemilihan bahan untuk lapisan permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur
rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai manfaat yang sebesar-besarnya dari
13

biaya yang dikeluarkan. Jenis lapisan permukaan yang umum dipergunakan di


Indonesia antara lain :

a. Lapisan bersifat nonstructural berfungsi debagai lapisan aus dan kedap air antara
lain :
a. Burtu (laburan aspal satu lapis), merupakan lapisan penutup yang terdiri dari
lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam,
dengan tebal maksimum 2 cm.
b. Burda (laburan aspal pasir), merupakan lapis penutup yang terdiri dari
lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan
dengan tebal padat maksimum 3,5 cm
c. Latasir (lapisan tipis alpal pasir), merupakan lapis penutup yang terdiri dari
lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menenus dicampur, dihampar dan
dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal padat 1-2 cm.
d. Buras (laburan aspal), merupakan lapis penutup terdiri dari lapisan aspal
taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8 inch.
e. Latasbum (lapis tipis asbuton murni), merupakan lapis penutup yang terdiri
dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu
yang dicampuran secara dingin dengan tebal padat maksimum 1 cm.
f. Lataston (lapis tipis aspal beton), dikenal dengan nama Hot Roll Sheet
(HRS), merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat
bergradasi timpang, mineral pengisi (filter) dan aspal keras dengan
pertimbangan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas.
Tebal padat 2,5-3 cm.
Jenis lapisan permukaan tersebut diatas walaupun bersifat nonstructural,
dapat menambah daya tahan perkerasan terhadap penururnan mutu, sehingga
secara keseluruhan menambah masa pelayanana dari kontruksi perkerasan. Jenis
perkerasn ini terutama digunakan untuk pemeliharaan jalan.
b. Lapisan bersifat structural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan
menyebarkan beban roda.
14

a. Penetrasi macadam (lapen), merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari


agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang
diikat oleh aspal dengan cara dicampurkan diatasnya dan dipadatkan lapis
demi lapis. Diatasnya ini biasanya diberi laburan aspal dengan agregat
penutup. tebal lapisan satu lapis dapat bervariasi dari 4-10 cm.
b. lasbug merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari
campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk, dihampar
dan dipadatkan secara dingin. Tebal padat tiap lapisan antara 3-5 cm.
c. Laston (lapis aspal beton), merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan
yang terdiri dari campuran aspal keras dan agragat yang mempunyai gradasi
menerus, dicampur, dihamparkan dan dipadatkan pada suhu tertentu.

2.4.3 Lapis Pondasi Atas (Base Course)


Lapis perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi bawah dan lapis
permukaan dinamakan lapis pondasi atas (Base Course). Fungsi lapisan pondasi atas
ini antara lain sebagai :
1. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan
beban beban ke lapisan dibawahnya.
2. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
3. Bantalan terhadap lapisan permukaan.
Material yang digunakan untuk lapisan pondasi atas adalah material yang
cukup kuat. Bahan untuk lapisan pondasi atas umumnya harus cukup kuat dan awet
sehingga dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk
digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan
dipertimbangkan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik untuk lapisan
pondasi atas tanpa bahan pengikat umumnya menggunakan material dengan CBR >
50% dan Plastisitas Indeks (PI) < 4%7 . Bahan-bahan alam seperti batu pecah, krikil
pecah, stabilitas tanah dengan semen dan kapur dapat digunakan sebagai lapis pondasi
atas yang umumnya dipergunakan di Indonesia antara lain :
15

a. Agregat bergradasi baik dapat dibagi atas :


1. Batu pecah kelas A (kekuatan bahan CBR 100%)
2. Batu pecah kelas B (kekuatan bahan CBR 80%)
3. Bahan pecah kelas C (kekuatan bahan CBR 60%)
Batu pecah kelas A mempunyai gradasi uang lebih kasar dari baru pecah kelas
B, batu pecah kelas B lebih kasar dari pada batu pecah kelas C. Kriteria dari
masingmasing jenis lapisan diatas dapat diperoleh pada spesifikasi yang diberikan.
b. Pondasi madacam
c. Pondasi Telford
d. Penetrasi madacam (lapen)
e. Aspal beton pondasi (Aspehalt Concrete Base / Asphalt Treated Base) f. Stabilitas
yang terdiri dari :
 Stabilitas agregat dengan semen (Cemen Treated Base)
 Stabilitas agregat dengan kapur (Lime Treated Base)
 Stabilitas agregat dengan aspal (Asphalt Treated Base)

2.4.4 Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course)


Lapisan perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah darar
dinamakan lapis pondasi bawah (subbase course). Lapisan bawah ini berfungsia
sebagai :
1. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar.
Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR 20% dan plastisitas Indeks (PI)
≤ 10% .
2. Effisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relative murah
dibandingakan dengan lapisan diatasnya.
3. Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih murah.
4. Lapis peresapan, agar air tanah tidak terkumpul dipondasi.
5. Lapisan pertama, agar perkerasan dapat berjalan lancar. Hal ini sehubungan
dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari
pengaruh cuaca, atau lemahnya daya dukung tanah menahan roda-roda alat besar.
16

Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapisan
pondasi atas.
Jenis lapisan pondasi bawah yang umum dipergunakan di Indonesia anatar
lain :
a. Agregat bergradasi baik, dibedaklan atas :
 Sirtu / pitrun kelas A
 Sirtu / pitrun kelas B
 Sirtu / pitrun kelas C
Sirtu kelas A bergradasi dari sirtu kelas B, yang masing-masing dapat dilihat
pada spesifikasi yang diberikan.
b. Stabilisasi
 Stabilisasi agregat dengan semen (Cement Treated Subbase)
 Stabilisasi agregat dengan kapur (Lime Treated Subbase)
 Stabilisasi tanah dengan semen (Soil Cement Stabilization)
 Stabilisasi tanah dengan kapur (Soil Stabilization)

2.4.5 Lapisan Tanah Dasar (Sub Grade)


Lapisan tanah dasar 50-100 cm diatas mana akan diletakan lapisan pondasi
bawah dinamakan lapisan tanah dasar. sebelum diletakan lapisan-lapisan lainnya, tanah
dasar dipadatkan terlebih dahulu sehingga tercapai kestabilan yang tinggi terhadap
perubahan volume dan mempunyai nilai CBR 3,4% Ditinjau dari muka tanah asli,
lapisan tanah dasar dapat dibedakan menjadi :
a. Lapisan tanah dasar, tanah galian
b. Lapisan tanah dasar, tanah timbunan
c. Lapisan tanah dasar, tanah asli
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat ditentukan oleh
sifat-sifat daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar
adalah sebagai berikut :
17

1. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu akibat
beban lalu lintas.
2. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan air.
3. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada
daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau
akibat pelaksanaan.
4. Lendutan dan lendutan baik selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari
macam tanah tertentu.
5. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang
diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar (granular soil) yang tidak
dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.

2.5 Metode Bina Marga 2002


Metode Bina Marga 2002 adalah metode yang mengacu pada AASHTO
Guide For Design Of Pavement Structures, 1993. Perkerasan lentur (flexible Pavement)
dalam perencanaan ini adalah perkerasan yang umunya menggunakan material berbutir
atau betu-batu besar sebagai lapisan di bawahnya.
2.5.1 Daya Dukung Tanah Dasar
Struktur perkerasan lentur, umunya terdiri dari lapisan pondasi bawah (subbase
course), lapisan pondasi (base course), dan lapisan permukaan (surface course).
Berdasarkan Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur tahun 2002, dimana
kekuatan dan keawetan konsruksi jalan sangat tergantung pada sifat-sifat dan daya
dukung tanah dasar. Dalam pedoman ini diperkenalkan modulus resilien (MR) sebagai
parameter tanah dasar yang digunakan dalam perencanaan. Modulus resilien (MR)
tanah dasar juga dapat diperkirakan dari CBR standard dan hasil atau nilai tes soil
index. Dimana
MR (psi) = 1.500 x CBR
Dalam penelitian ini nilai CBR didapat dari hasil pengujian DCP (Dynamic
Cone Penetration Test). Berdasarkan Manual Perkerasan Jalan 2017, Pengujian DCP
hanya dilakukan pada kondisi berikut :
18

a. Tanah rawa jenuh air sehingga tidak mungkin dapat dipadatkan sehingga
pengujian CBR laboratorium menjadi tidak relevan. Pengujian DCP mjuga
digunakan untuk menentukan kedalaman tanah lunak.
b. Pada kawasan tanah alluvial kering, khususnya daerah persawahan,
kemungkinan terdapat lapisan dengan kepadatan rendah antara (1200-1500
kg/m3) dibawah permukaan tanah yang kering. Pengujian DCP harus dilakukan
untuk memastikan kondisi faktual terbasah di lapangan dan harus
dipeprhitungkan dalam desain. Untuk keamanan, dalam proses desain harus
diasumsikan bahwa lapisan tersebut jenuh selama musim penghujan.

Nilai modulus tanah dasar yang diperoleh dari DCP harus disesuaikan dengan
kondisi musim. Faktor penyesuaian inimum ditunjukkan pada table di bawah ini.

Tabel 2.1 Faktor Penyesuaian Modulus Tanah Dasar Terhadap Kondisi Musim

Sumber: Manual Perkerasan Jalan 2017

Sehinggan untuk Nilai CBR desain adalah:

Nilai CBR desain = (CBR hasil pengujian DCP) x faktor penyesuaian

2.5.2 Lalu Lintas


Tebal lapisan perkerasan jalan ditentukan dari beban yang akan dipikul,
berarti dari arus lalu-lintas yang hendak memakai jalan tersebut. Besarnya arus lalu-
lintas yang hendak memakai jalana tersebut. Besarnya arus lalu-lintas diperoleh dari :
1. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan
Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban gambar sumbu (setiap
kendaraan ditentukan menurut tabel faktor ekivalen beban. Dimana tabel ini
berlaku untuk roda ganda. Untuk roda tunggal karakteristik beban yang berlaku
19

agak berbeda dengan roda ganda. Untuk roda tunggal rumus berikut ini harus
dipergunakan.
𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝐾𝑁 4
Angka ekivalen sumbu tunggal =( )
53 𝐾𝑁

Tabel 2.2 Faktor Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan

Sumber : Pt T-01-2002-B

2. Reliabilitas
Konsep reliabilitas merupakan upaya untuk menyertakan derajat
kepastian (degree of certainty) ke dalam proses perencanaan untuk menjamin
bermacam-macam alternatif perencaaan akan bertahan selama selang waktu yang
direncanakan (umur rencana). Faktor perencanaan reliabilitas memperhitungkan
kemumgkinan variasi perkiraan lalu-lintas(w18) dan perkiraan kinerja (W18), dan
karenanya memberikan tingkat reliabilitas dimana seksi perkerasan akan bertahan
selama elang waktu yang direncanakan. Berikut ini tingkat reliabilitas untuk
bermacam-macam kalsifikasi jalan.
20

Tabel 2.3 Rekomendasi Tingkat Reliabilitas Untuk Bermacam-macam


Klasifikasi Jalan
Rekomendasi Tingkat Reliabilitas
Klasifikasi Jalan
Perkotaan Antar Kota
Bebas Hambatan 85-99,9 80-99,9
Arteri 80-99 75-95
Kolektor 80-95 75-95
lokal 50-80 50-80
Sumber : Pt T-01-2002-B

Reliabilitas kinerja perencanaan dikontrol dengan faktor reliabilitas (FR)


yang dikalikan dengan perkiraan lalu lintas (w18) selama umur rencana untuk
memperoleh prediksi kinerja (W18). Untuk tingkat reliabilitas (R) yang diberikan,
reability faktor merupakan fungsi dari deviasi standar keseluruhan (overall
standard deviation, S0) yang memperhitungkan kemungkinan variasi perkiraan lalu
lintas dan perkiraan kinerja untuk W18 yang diberikan. Dalam persamaan desain
perkerasan lentur, level of realibility (R) diakomodasi dengan parameter
penyimpangan normal standar (ZR).
Tabel 2.4 Nilai Penyimpangan Normal Standar Untuk Tingkat Reliability Tertentu

Sumber : Pt T-01-2002-B
21

3. Lalu lintas Harian Rata-rata Rumus-rumus Lintas Ekivalen


Lalu lintas pada lajur rencana (w18) diberikan dalam kumulatif beban
gambar gandar standar. Untuk mendapatkan lalu lintas pada jalur rencana ini
digunakan perumusan berikut ini :
w18 = DD x DL x 𝑤18

Dimana :
DD =
faktor distribusi arah
DL = faktor distribusi jalur
𝑤18 = beban gandar standar kumulatif untuk dua arah
Pada umumnya DD diambil 0,5, pada beberapa kasus terdapat pengecualian
dimana kendaraan berat cenderung menuju satu arah tertentu. Dari beberapa
penelitian menunjukan bahwa DD bervariasi dari 0,3-0,7 terganung arah mana
yang berat dan kosong.

Tabel 2.5 Faktor distribusi Lajur (DL)

Jumlah lajur per arah % beban gandar standar dalam lajur rencana

1 100

2 80-90

3 60-80

4 50-75
Sumber : Pt T-01-2002-B

Lalu lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan lentur pada
metode ini adalah lalu lintas kumulatif selama umur rencana. Besaran ini
didapatkan dengan mangalihkan bebn gandar standar kumulatif pada jalur rencana
selama setahun (w18) dengan besaran kenaikan lalu lintas (traffic growth). Secara
numeric rumusan lalu lintas kumulatif ini sebagai berikut :
22

(1+𝑔)𝑛 −1
Wt = w18 x
𝑔

Dimana :
Wt = jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif
w18 = beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun
n = umur pelayanan (tahun)
g = perkembangan lalu lintas (%)

Berdasarkan Manual Perkerasan Jalan No 04/SE/Db/2017 bahwa pada daerah


dengan lalu lintas rendah, jika lalu lintas tidak tersedia atau diperkirakan terlalu rendah
maka nilai lalu lintas dapat menggunakan :

Tabel 2.6 Perkiraan Lalu Lintas Untuk Jalan Lalu Lintas Rendah

Sumber : Manual Perkerasan Jalan 2017

2.5.3 Koefisien Drainase


Dalam Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur 2002, diperkenalkan
konsep koefisien drainase yang dimiliki perkerasan jalan. Berikut tabel yang
memperlihatkan definisi umum mengenai kualiatas drainase.
23

Tabel 2.7 Definisi Kualitas Drainase

Kualitas Drainase Air hilang dalam

Baik sekali 2 jam


Baik 1 hari
Sedang 1 minggu
Jelek 1 bulan
Jelek sekali Air tidak mengalir
Sumber : Pt T-01-2002-B

Kualitas drainase pada perkerasan lentur diperhitungkan dalam perencanaan


dengan menggunakan koefisien kekuatan relative yang dimodifikasi koefisien
kekuatan relative ini adalah koefisien drainase (m) dan disertakan ke dalam persamaan
kekuatan relative (a) dan ketebalan (D).
Tabel 2.8 Koefisien Drainase (m) untuk Memodifikasi Koefisien Kekuatan Relative
Material Untreated Base dan Subbase Pada Perkerasan Lentur

Sumber : Pt T-01-2002-B

Dalam AASHTO (1993) disebutkan bahwa koefisien drainase hanya berlaku


untuk pondasi dengan material berbutir (granular). Koefisien drainase tidak berlaku
untuk lapisan terikat aspal, lapisan yang distabilisasi, dan lapisan tanah dasar. Pengaruh
air pada tanahdasar seharusnya sudah diperhitungkan dalam penenuan modulus efektif
tanah dasar pada saat perencanaan awal suatu proyek.
Menurut Richardson dkk (1996), koefisien drainase (m) didapat dari lima data
utama, yaitu: jenis tanah dan lokasi, sifat termal dan kadar air dari material, keadaan
iklim, sifat struktur perkerasan, kemampuan pengaliran air pada material berbutir, dan
basis data geometri jalan.
24

2.5.4 Indeks Permukaan (IP)


Indeks permukaan ini menyatakan nilai dari pada kerataan / kehalusan serta
kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang
lewat. Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut dibawah
ini :
IP = 1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga
mengganggu lalu lintas kendaraan.
IP = 1,5 : adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak
terputus)
IP = 2,0 : adalah tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang masih mantap.
IP = 2,5 : adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.
Dalam menentukan Indeks Permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu
dipertimbangkan fakto-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah Lintasan
Ekivalen Rencana (LER), menurut table dibawah ini :

Tabel 2.9 Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IPt)

Sumber : Pt T-01-2002-B

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) perlu
diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehausan serta kekokohan) pada
awal umur rencana, menurut table di bawah ini :
Tabel 2.10 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo)

Sumber : Pt T-01-2002-B
25

2.5.5 Koefisien Kekuatan Relati (a)


Berdasarkan jenis fungsi material lapis perkerasan, estimasi koefisien
kekuatan relative dikelompokkan ke dalam 5 kategor, yaitu : beton aspal (asphalt
concrete), lapis pondasi granular (granular base), lapis pondasi bawah granular
(granular subbase), cement-treated base (CTB), dan asphalt-treated base (ATB).
a. Lapis Permukaan Beton Aspal (aphalt concrete surface course)Gambar dibawah
ini memperlihatkan grafik yang dipergunakan untuk memperkirakan koefisien
kekuatan relative lapis permukaan berbeton aspal bergradasi rapat berdasarkan
modulus elastisitas (EAC) pada suhu 68°F.

Gambar 2.3 Grafik untuk memperkirakan koefisien kekuatan relative lapis


permukaan bereton aspal bergradasi rapat (a1)
(Sumber : Pt T-01-2002-B)

b. Lapis Pondasi Granular (granular base layer)


Koefisien kekuatan relatif, a2 dpat diperkirakan menggunakan grafik di bawah
ini atau dihitung dengan mengguanakan hubungan berikut :
A2 = 0,249 (log10EBS) – 0,977
26

Gambar 2..4 Variasi koefisien kekuatan relatif lapis pondasi granular (a 2)


(Sumber : Pt T-01-2002-B)

Gambar 2..5 Variasi koefisien kekuatan relatif lapis pondasi bersemen (a 2)


(Sumber : Pt T-01-2002-B)
27

c. Lapis Pondasi Bawah Granular (granular subbase layers)


Koefisien kekuatan relatif, a3 dpat diperkirakan menggunakan grafik di
bawah ini atau dihitung dengan mengguanakan hubungan berikut :
A3 = 0,227 (log10EBS) – 0,839

Gambar 2.6 Variasi koefisien kekuatan relative lapis pondasi bawah Granular (a3)
(Sumber : Pt T-01-2002-B)

2.5.6 Batas-batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan


Pada saat menentukan tebal lapis perkerasan, perlu dipertimbangkan
keefektifannya dari segi biaya, pelaksanaan konstruksi, dan batasan pemeliharaan
untuk menghindari kemungkinan dihasilkannya perencanaan yang tidak praktis. Dari
segi kefektifan biaya, jika perbandingan antara biaya untuk lapisan pertama dan lapis
kedua lebih kecil dari pada perbandingan tersebut dikalikan koefisien drainase maka
perencanaan yang secara ekonomis optimum adalah apabila digunakan tebal lapis
pondasi minimum. Berikut ini tabel yang memperllihatkan nilai tebal minimum untuk
lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat.
28

Tabel 2.11 Tebal Minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat
(inci)

(Sumber : Pt T-01-2002-B)

2.5.7 Perkerasan Jalan Baru


Perhitungan perencanaan tebal perkerasan dalam Metode Bina Merga 2002
dimana didasarkan pada kekuatan relative masing-masing lapisan dan
mempertimbangkan kualitas drainase sehingga menggunakan rumus sebagai berikut:
SN = a1D1 + a2D2m2 + a3D3m3

Dengan;
SN = Angka Struktural Number
D1 = Tebal Lapis Permukaan
D2 = Tebal Lapis Pondasi
D3 = Tebal Lapis Pondasi Bawah
m2 = Koefisien drainase untuk lapis pondasi
m3 = Koefisien drainase untuk lapis pondasi
a1, a2, a3 = Berturut-turut koefisien lapisan untuk lapis permukaan, lapis pondasi dan
lapis pondasi bawah
Gambar 2.7 Nomogram untuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

(Sumber : Pt T-01-2002-B)
30

2.6 Metode Bina marga Tahun 2011


Metode Bina marga 2011 menggunakan formula yang terdapat pada A Guide
Structural Design of Road Pavements (Austroads, 1992) yang kemudian direvsi oleh
Technical Basis of the 2004 Austroads Design Procedures for Flexible Overlays on
Flexible Pavements (AP-T34/04) pada tahun 2004 untuk repetisi beban lalu lintas di
bawah 1 juta ESA sesuai dengan hasil penelitan dari advisory group dari Austroads.
metode ini dapat digunakan untuk desain tebal perkersan jalan baru, rekonstruksi
maupun pelebaran (capacity expansion), serta desain tebal lapisan tambah (overlay).
Kriteria desain perkerasan Lentur didasarkan pada Lendutan, daya dukung
tanah, kerataan permukaan, perubahan center line, segmentasi data lapangan, repetisi
beban lalu lintas, serta lebar perkerasan.

2.6.1 Daya Dukung Tanah

Daya dukung tanah (CBR) yang diperoleh harus dibandingkan dengan CBR
laboratorium berdasarkan pengujian sifat-sifat tanah untuk menentukan kalsifikasi
tanah sehingga konversi yang diperoleh tidak menyimpang. Sama halnya dengan daya
dukung tanah dasar pada metode bina marga 2002, untuk CBR desain didapat
bedasarkan Pengujian DCP.
31

Tabel 2.13 Perkiraan CBR bedasarkan Klasifikasi Tanah

(Sumber : Pedoman Interim Desain Perkerasan Jalan Lentur No.002/P/BM/2011)

2.6.2 Segmentasi Data Lapangan


Agar diperoleh suatu desain yang ekonomis maka ruas jalan akan dibagi-bagi
lagi beberapa segmen yang mewakili, segmen-segmen ini disebut homogeneous
section. Dengan demikian, nilai-nilai rencana yang mewakili dihitung berikut ini:
Lendutan desain = lendutan rata-rata + K x Standar Deviasi
Dimana (baik untuk lendutan maksimum maupun titik belok) :
K = 2,00 untuk jalan arteri
K = 1,64 untuk jalan kolektor
K = 1,28 untuk jalan local
CBR desain = CBR rata-rata – 1,28 x Standar Deviasi
IRI desain = IRI rata-rata
32

Lebar Existing desain = Lebar existing rata-rata


Tebal Perkerasan Existing (dalam Gravel Equivalent) = Tebal rata-rata

2.6.3 Repetisi Beban Lalu Lintas


Perhitungan jumlah lalu llintas harus menggunakan formulir baku yang terdiri
dari golongan kedaraan yaitu :
a. Golongan 1 : sepeda motor
b. Golongan 2 : kendaraan penumpang
c. Golongan 3 : kendaraan utilitas 1 (freight)
d. Golongan 4 : kendaraan utilitas 2 (passenger)
e. Golongan 5A : bus kecil (bus tiga per empat)
f. Golongan 5B ; bus besar
g. Golongan 6A : truk 2 As kecil (truk tiga per empat)
h. Golongan 6B : truk 2 As besar
i. Golongan 7A : Truk 3 As (tronton)
j. Golongan 7B : truk gandengan
k. Golongan 7C : truk semi trailer
l. Golongan 8 : kendaraan tak bermotor

Koefisien distribusi lalu lintas untuk lajur desain ditentukan berikut ini :

Tabel 2.14 Koefisien distribusi lalu lintas untuk lajur desain

Sumber : Pedoman Interim Desain Perkerasan Jalan Lentur No.002/P/BM/2011)


33

2.6.4 Perkerasan Jalan Baru


Untuk desain perkerasan jalan baru menggunakan metode bina marga 2011
terlebih dahulu memaukkan parameter-parameter tersebut kedalam rumus dapat dicari
tebal perkerasan untuk beberapa variasi kondisi repetisi lalu lintas dan beberapa variasi
modulus tanah dasar. Hasil yang diperoleh kemudian dirafikkan dengan cara regresi.
Dengan penyederhanaan regresi maka diperoleh formula untuk pembangunan jalan
baru berikut ini :
T surface (non mod) = 17,298 (L)0,1597
T base = 8,4729 (L)0,1202
T subbase = (0,0735 CBR2- 1,528 CBR + 8,5729)(ln L) – 0,0931
CBR3 + 2,2316 CBR2 – 21,668 CBR + 82,347
Dimana :
T surface : tebal lapis permukaan beraspal (non modifikasi), dalam cm
T base : tebal lapi pondasi agregat kelas A (CBR 90%), dalam cm
T sub-base : tebal lapis pondasi agregat kelas B (CBR 60%), dalam cm
L : repetisi beban lalu lintas (dalam juta ESA)
CBR : CBR sub-grade (%)

Bilamana CBR sub-grade < 3 maka tebal sub-base yang diperlukan dapat
diganti dengantebal capping layer (lapis penopang) ditambah tebal sub-bae sebagai
berikut:
T capping layer = 1,6 x [(0,0735 CBR2- 1,528 CBR + 8,5729)(ln L) –
0,0931 CBR3 + 2,2316 CBR2 – 21,668 CBR + 62,347]
Dan
T sub-base tipikal = 20 cm
Dimana :
T capping layer : tebal “selected material” sebagai lapis penopang, dalam cm
T sub-base tipikal : tebal lapis pondasi agregat kelas B, dalam cm
34

2.7. Perbedaan Perencanaan Tebal Perkerasan menggunakan Metode Bina


Merga 2002 dan Metode Bina Marga 2011

Tabel 2.15 Perbandingan Metode Bina Marga 2002 dan Metode Bina Marga 2011

Faktor-Faktor
Perencanaan
Metode Bina Marga 2002 Metode Bina Marga 2011
Tebal lapaisan
Perkerasan
- Lalu lintas
- Koefisien Drainase (m)
Parameter - Indeks Permukaan (IP) - Repitisi beban Lalu lintas
Perencanaan - Koefisien Kekuatan (dalam juta ESA)
Relatif (a) - CBR sub-grade (%)
- CBR sub-grade (%)
Terdiri dari lapisan Terdiri dari lapisan Permukaan
Permukaan beraspal, lapis beraspal, lapis pondasi agregat
Bahan Perkerasan
pondasi agregat kelas A, lapis kelas A, lapis pondasi agregat
pondasi agregat kelas B kelas B
- Digunakan untuk
menentukan beban
- Digunakan untuk menentukan
kendaraan yang melewati
beban kendaraan yang
jalan
melewati jalan
- Untuk beban roda banyak,
- Beban lalu lintas berdasarkan
Lalu Lintas beban akan dikonversi ke
golongan kendaraan
dalam nilai beban roda
- Dipengaruhi oleh koefisien
tunggal dan dinyatakan
lalu lintas untuk lajur desain
sebagai faktor ekivalen
- Dipengaruhi oleh nilai
Reliabilitas yang
35

menyatakan tingakat
kemungkinan bahwa
perkerasan yang dirancang
tetap memuaskan selama
masa pelayanan
- Reliabilitas diakomodasi
dengan parameter
penyimpangan normal
standar (ZR)
- Lalu lintas pada lajur
rencana (W18) diberikan
dalam kumulatif beban
gandar standar yang
dipengaruhi faktor
distribusi arah (DD) dan
faktor distribusi lajur (DL)
- Digunakan untuk
mengantisipasi pengaruh
drainase terhadap kinerja
Koefisien lapis pondasi dan lapis
Drainase pondasi bawah
- Ditentukan berdasarkan
kualitas dan hari efektif
hujan dalam setahun
- Menyatakan nilai
Indeks ketidakrataan dan
permukaan (IP) kekuatan perkerasan yang
berhubungan dengan
36

tingkat pelayanan bagi lalu


lintas yang lewat
- Indek permukaan akhir
rencana
mempertimbangkan
faktor-faktor klasifikasi
fungsional jalan
- Indeks permukan pada
awal umur rencana
memperhatikan jenis
permukaan perkerasan
pada awal umur rencana
- Korelasi antara kekuatan
relative dan nilai modulus
resilien
- Dikelompokkan dalam 5
Koefisien
kategori yaitu betos aspal,
Kekuatan Relatif
lapis pondasi granular,
(a)
lapis ppondasi bawah
granular, cement-treated
base (CTB), dan asphalt-
treated base (ATB)

- Digunakan untuk - Digunakan untuk


menghitung daya dukung menghitung daya dukung
CBR Sub-grade
tanah dasar tanah dasar
(%)
- Dinyatakan dengan - Diperkirakan berdasarkan
Modulus Resilien (Mr) klasifikasi tanah
- Mr = 1500 x CBR
37

T surface = 17,298(L)0,1597
T base = 8,4729 (L)0,1202
T subbase T subbase = (0,0735 CBR2- 1,528
Konstruksi Baru SN = a1D1 + a2D2m2 + a3D3m3
CBR + 8,5729)(ln L) – 0,0931 CBR3
+ 2,2316 CBR2 – 21,668 CBR +
82,347

Anda mungkin juga menyukai