Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

FEBRIS CONVULSION

A. DEFINISI
1. Definisi kejang demam
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-
tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau
memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo, 2008).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (Rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium (Ngastiyah, 2009)
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38° C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-
klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.
Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul
mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia, 2008).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah
bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu 38o C
yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.

B. ETIOLOGI
Penyebab Febris Convulsion hingga kini belum diketahui dengan
pasti, demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak
selalu tinbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak
begitu tinggi dapat menyebabkan kejang (Mansjoer, 2008).
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia
berat (penurunan oksigen dalam darah), hipoglikemia, asodemia,
alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air, atau demam tinggi. Kejang
yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel apabila
stimulus pencetusnya dihilangkan (Corwin, 2008).

C. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak
diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah
oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui
system kardiovaskuler. Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah
glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon
dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan
elektrolit lainnya, kecuali ion clorida. Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion
didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut
potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang
terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat
diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular,
rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran
sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak
mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %.
Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion
NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan
listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat
meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya
kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang
berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat,
kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya
terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis (Sumijati, 2009).

D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinik klien dengan kejang demam antara lain :
1. Suhu tubuh > 38⁰C
2. Serangan kejang biasanya berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
3. Sifat bangkitan dapat berbentuk :
a. Tonik : mata ke atas, kesadaran hilang dengan segera, bila berdiri
jatuh ke lantai atau tanah, kaku, lengan fleksi, kaki/kepala/leher
ekstensi, tangisan melengking, apneu, peningkatan saliva
b. Klonik : gerakan menyentak kasar pada saat tubuh dan ekstremitas
berada pada kontraksi dan relaksasi yang berirama, hipersalivasi,
dapat mengalami inkontinensia urin dan feses
c. Tonik Klonik
d. Akinetik : tidak melakukan gerakan
4. Umumnya kejang berhenti sendiri, anak akan terbangun dan sadar
kembali tanpa adanya kelainan saraf (Krisanty, 2008).

E. KOMPLIKASI
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya
terjadi hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang
terjadi. Mula – mula kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu
timbul spastisitas. Kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.
Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan
kejang demam menurut Rendle 2010 :
1. Pneumonia aspirasi
2. Asfiksia
3. Retardasi mental

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dalam penaggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan,
yaitu :
1. Pemberantasan kejang secepat mungkin
Pemberantasan kejang di Sub bagian Saraf Anak, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI sebagai berikut :
Apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka :
a. Segera diberikan diazepam intravena dosis rata-rata 0,3 mg/kg atau
segera diberikan diazepam rectal dosis 10 kg : 5 mg bila kejang
tidak berhenti ≥ 10 kg : 10 mg tunggu 15 menit dapat diulang
dengan cara/dosis yang sama kejang berhenti berikan dosis awal
fenobarbital dosis : neonatus : 30 mg I.M, 1 bulan - 1 tahun : 50
mg I.M, > 1 tahun ; 75 mg I.M.
b. Bila diazepam tidak tersedia, langsung memakai fenobarbital
dengan dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat
(Hudak dan Gallo, 2008).
2. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
a. Semua pakaian ketat dibuka
b. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung
c. Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin kebutuhan
oksigen
d. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen
3. Pengobatan rumat Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB
dibagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB
dibagi 2 dosis pada hari berikutnya.
4. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas
dan astitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk
mengobati penyakit tersebut. Pada pasien yang diketahui kejang lama
pemeriksaan lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium, magnesium,
kalsium, natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, EEG,
dan ensefalografi (Lumbantobing, 2009)
5. Pemeriksaan Laboratorium
Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa
pemeriksaan gula dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini
berguna untuk menentukan sikap terhadap pengobatan hipoglikemia
dan meningitis bakterilisasi. Selain itu pemeriksaan laboratorium
lainnya yaitu:
a. Pemeriksaan darah rutin : Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan
darah rutin secara berkala penting untuk memantau pendarahan
intraventikuler.
b. Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea,
nitrogen, amonia dan analisis gas darah.
c. Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan,
pemeriksaan kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian
cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan berwarna kuning
menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya
trauma pada fungsi lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah
merah pada ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal
d. Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia
e. Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang.
EEG juga diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup
bulan. Bayi yang menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan
terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion
atau bentuk isoelektrik. Mempunyai prognosis yang tidak baik dan
hanya 12 % diantaranya mempunyai / menunjukkan perkembangan
normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk
menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan
kejang tidak dapat meramalkan prognosis.
f. Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk
mendapatkan diagnosis yang pasti yaitu mencakup :
g. Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic
h. Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella,
citomegalovirus dan virus herpes.
i. Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau
lebih besar dari aturan baku
j. USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal,
pervertikular, dan vertikular
k. Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan
intrakranial, klasifikasi dan kelainan bawaan otak
l. Top coba subdural, dilakukan sesudah pungsi lumbal bila
transluminasi positif dengan ubun – ubun besar tegang, membenjol
dan kepala membesar (Mansjoer, 2008).
G. PATHWAY

Infeksi bakteri Rangsang mekanik dan biokimia


Virus dan parasit Gangguan keseimbangan cairan & elektrolit

Reaksi inflamasi Perubahan konsentrasi ion


diruang ekstraseluler

Kelainan
Proses demam Ketidakseimbangan neurologis
potensial membran perinatal /
ATP ASE prenatal
Hipertermia

Difusi Na+ dan K+


Resiko kejang
berulang
Kejang Resiko cedera

Pengobatan perawatan
kondisi,
prognosis, dan diit Kurang dari 15 menit Lebih dari 15 menit

Kurang informasi, Tidak menimbulkan Perubahan supaly


kondisi, gejala darah ke otak
prognosis/pengobatan
dan perawatan
Resiko kerusakan
sel neuron otak
Kurang pengetahuan
Inefektif
Penatalaksanaan kejang
Perfusi jaringan cerebral
tidak efektif

(Ngastiyah (2009), Krisanty (2008) dan Sylvia (2008))


H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi b.d proses penyakit
2. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi
3. Risiko jatuh
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marillyn E. (2007). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa


Keperawatan. Jakarta : EGC.

Doenges, Marillyn E. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta :


EGC.

Hudak & Gallo. (2008). Keprawatan kritis vol II. Jakarta : EGC.

Krisanty P. (2008). Asuhan Keperawatan Gawat darurat Jakarta : Trans info


Media.

Lynda Juall C. (2007). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,


Penerjemah Monica Ester Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. (2008). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Jakarta : Media


Aesculapius.

Ngastiyah. (2009). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.

Soetjiningsih. (2008). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.

Sumijati M. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim


Terjadi Pada Anak. Surabaya : PERKANI.

Sylvia. (2008). Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4. Jakarta : EGC.

Wilkinson, Judith M. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis


NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (Edisi 9). Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai