Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia,
sehingga komunikasi perlu dikembangkan dan dipelihara terus-menerus. Dalam berkomunikasi
dengan klien, perawat harus menggunakan tehnik pendekatan khusus agar tercapai pengertian
dan perubahan prilaku klien.
Kondisi lansia yang telah mengalami penurunan dalam struktur anatomis maupun fungsi dari
organ tubuhnya menuntut pemahaman dan kesadaran tersendiri bagi tenaga kesehatan selama
memberikan pelayanan kesehatan. Perubahan yang terjadi baik secara fisik, psikis/emosi,
interaksi social maupun spiritual dari lansia membutuhkan pendekatan dan tehnik tersendiri.
Untuk interaksi dalam berkomunikasi dengan lansia secara baik, perawat perlu memahami
tentang karakteristik lansia, penggunaan tehnik komunikasi yang tepat, dan model-model
komunikasi yang memungkinkan dapat diterapkan sesuai dengan kondisi klien.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, masalah  yang dapat kami kaji dalam makalah ini diantaranya:
1.      Bagaimana karakteristik lansia?
2.      Bagaimana pendekatan keperawatan lansia dalam konteks komunikasi?
3.      Bagaimana teknik komunikasi pada lansia?
4.      Apa hambatan komunikasi pada lansia?
5.      Bagaimana teknik perawatan lansia pada reaksi penolakan?
6.      Bagaimana penerapan model komunikasi pada lansia?
C.    Tujuan Penulisan
Dalam pembuatan tugas ini, adapun tujuan yang hendak dicapai penulis yaitu:
1.      Untuk mengetahui karakteristik lansia
2.      Untuk mengetahui pendekatan keperawatan lansia dalam konteks komunikasi
3.      Untuk mengetahui teknik komunikasi pada lansia
4.      Untuk mengetahui hambatan komunikasi pada lansia
5.      Untuk mengetahui teknik perawatan lansia pada reaksi penolakan
6.      Untuk mengetahui penerapan model komunikasi pada lansia
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Komunikasi dengan Lansia


1.      Karakteristik Lansia
Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut
menjadi empat macam, meliputi:
a.       Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b.      Usia lanjut (elderly), kelompok usia antara 60 sampai 70 tahun.
c.       Usia lanjut usai (old), kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun.
d.      Usia tua (veryold), kelompok usia diatas 90 tahun
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia namun perubahan-
perubahan akibat dari usia tersebut telah dapat diindentifikasi, misalnya perubahan pada aspek
fisik berupa perubahan neurologis & sensorik, perubahan visual, perubahan pendengaran.
Perubahan-perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan & interpretasi terhadap
maksud komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognitif yang berpengaruh pada tingkat intelegensia,
kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering nampak adalah berupa reaksi penolakan terhadap kondisi yang
terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:
a.       Tidak percaya terhadap diagnosa, gejala, perkembangan serta keterangan yang diberikan
petugas kesehatan
b.      Mengubah keterangan sedemikian rupa, sehingga diterima keliru
c.       Menolak membicarakan perawatannya di rumah sakit
d.      Menolak ikutserta dalam perawatan dirinya secara umum, khususnya tindakan yang langsung
mengikutsertakan dirinya
e.       Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama bila nasehat
tersebut demi kenyamanan klien
2.      Pendekatan Keperawatan Lansia dalam Konteks Komunikasi
a.       Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian yang dialami, perubahan
fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan serta penyakit
yang dapat dicegah progresifitasnya. Pendekatan ini relatif lebih mudah dilaksansakan dan
dicarikan solusinya karena riil dan mudah diobservasi.
b.      Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya abstrak dan mengarah pada perubahan perilaku, maka umumnya
membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk meaksanakan pendekatan ini, perawat berperan
sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter terhadap sesuatu yang asing atau sebagai
penampung masalah-masalah rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
c.       Pendekatan sosial
Pendekatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan ketrampilan berinteraksi dengan lingkungan.
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain atau mengadakan kegiatan-kegiatan
kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan
sesame lansia maupun dengan petugas kesehatan.
d.      Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama
yang dianutnya terutama bila klien dalam keadaan sakit atau mendekati kematian. Pendekatan
spiritual ini cukup efektif terutama bagi klien yang mempunyai kesadaran yang tinggi dan latar
belakang keagamaan yang baik.

3.      Tehnik Komunikasi pada Lansia


a.       Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan menunjukan
sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud
komunikasi atau pembicaraan dapat dimengerti, asertif merupakan pelaksanaan dan etika
berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan
yang terapeutik dengan klien lansia.
b.      Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakan bentuk
perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau
kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya segera menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan
tersebut, misalnya dengan mengajukan pertanyaan, “apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini?
Apa yang bisa saya bantu?”. Berespon berarti bersikap aktif, tidak menunggu permintaan
bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi
klien.
c.       Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang
diinginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang diinginkan.
Ketika klien mengungkapkan pernyataan-pernyataan di luar materi yang diinginkan, maka
perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu diperhatikan karena
umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan untuk
kepentingan petugas kesehatan.
d.      Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis secara bertahap
menyebabkan emosi klien relative menjadi labil. Perubahan ini perlu disikapi dengan menjaga
kestabilan emosi klien lansia, misalnya dengan mengiyakan, senyum dan mengangguk kepala
ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat dan menghargai selama lansia
berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak
merasa menjadi beban bagi keluarganya, dengan demikian diharapkan klien termotivasi untuk
mandiri dan berkarya sesuai kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara materiil
dan moril, petugas kesehatan jangan sampai terkesan menggurui atau mengajari klien karena ini
dapat merendahkan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya.
e.       Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak berlangsung
dengan lancer. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan
lebih dari satu kali perlu dilakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat diterima
dan dipersepsikan sama oleh klien.
f.       Sabar dan ikhlas
Klien lansia mengalami perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan,
bila perubahan ini tidak disikapi dengan sabar dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel
bagi perawat sehingga komunikasi yang dilakukan tidak terapeutik, solutif, namun dapat
berakibat komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara
klien dengan petugas kesehatan.

4.      Hambatan Komunkiasi pada Lansia


Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu apabila ada
sikap agresif dan sikap nonasresif
a.       Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya ditandai dengan perilaku-perilaku di bawah ini :
1)      Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
2)      Meremehkan orang lain
3)      Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
4)      Menonjolkan diri
5)      Mempermalukan orang lain di depan umum, baik dengan perkataan maupun tindakan
b.      Nonasertif
Tanda-tanda dari sikap nonasertif ini adalah :
1)      Menarik diri bila diajak berbicara
2)      Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
3)      Merasa tidak berdaya
4)      Tidak berani mengungkapkan keyakinan
5)      Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
6)      Tampil diam (pasif)
7)      Mengikuti kehendak orang lain
8)      Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain
 Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupakan hal yang wajar seiring dengan
menurunnya fungsi fisik dan psikologis klien. Namun sebagai tenaga kesehatan professional,
perawat dituntut mampu mengatasi hambatan tersebut, untuk itu perlu adanya tehnik atau tip-tip
tertentu yang perlu diperhatikan agar komunikasi dapat berlangsung efektif, antara lain :
a.       Selalu mulai komunikasi dengan mengecek fungsi pendengaran klien.
b.      Keraskan suara anda jika perlu.
c.       Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia sehingga ia dapat melihat mulut
anda.
d.      Atur lingkungan sehingga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik. Kurangi gangguan
visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
e.       Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya. Jangan
menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.
f.       Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang yang tidak
mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai patner yang tugasnya memfasilitasi klien
untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
g.      Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya, gunakan kalimat pendek dengan
bahasa yang sederhana.
h.      Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
i.        Serasikan bahasa tubuh anda dengan pembicaraan anda, misalnya ketika melaporkan hasil tes
yang diinginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita tersebut adalah bagus seharusnya
dibuktikan dengan ekspresi, postur dan nada suara anda yang mengembirakan (mislanya dengan
senyum, ceria atau tertawa secukupnya).
j.        Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
k.      Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.
l.        Biarkan ia membuat kesalahan, jangan menegurnya secara langsung, tahan keinginan anda
untuk menyelesaikan kalimat.
m.    Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkannya.
n.      Arahkan ke suatu topik pada suatu saat.
o.      Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat dalam ruangan bersama anda. Orang ini
biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat membantu proses komunikasi.

5.      Teknik Perawatan Lansia pada Reaksi Penolakan


Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara sadar
terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadian-kejadian nyata atau sesuatu
yang merupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi ketidaksiapan lansia menerima
perubahan yang terjadi pada dirinya.
Perawat dalam menjalin komunikasi perlu memahami kondisi ini sehingga dapat menjalin
komunikasi yang efektif, tidak menyinggung perasaan lansia yang relatif sensitif.
Adanya beberapa langkah yang bisa dilaksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan
reaksi penolakan, antara lain:
a.       Kenali segala reaksi penolakan klien
Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Hal ini merupakan
mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan klien, orang lain serta lingkungannya,
kemudian lakukan langkah-langkah berikut:
1)      Identifikasi pikiran-pikiran yang paling membahayakan dengan cara mengobservasi klien bila
sedang mengalami puncak reaksinya.
2)      Ungkapkan kenyataan-kenyataan yang dialami klien secara perlahan-lahan dimulai dari
kenyataan yang merisaukan.
3)      Jangan menyokong penolakan klien, akan tetapi berikan perawatan yang cocok bagi klien dan
bicarakan sesering mungkin bersamanya jangan sampai menolak.
b.      Orientasikan klien lansia pada pelaksanaan perawatan diri sendiri
Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan klien terhadap perawatan
yang akan dilakukan serta upaya untuk memandirikan klien, dengan jalan sebagai berikut:
1)      Libatkan klien dalam perawatan dirinya, misalnya perencanaan waktu, tempat dan macam
perawatan.
2)      Puji klien lansia karena usahanya untuk merawat dirinya atau mulai mengenal kenyataan.
3)      Membantu klien lansia untuk mengungkapkan keresahan atau perasaan sedihnya dengan
mempergunakan pertanyaan terbuka, mendengarkan dan meluangkan waktu bersamanya.
c.       Libatkan keluarga atau pihak terdekat dengan tepat
Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan memperoleh sumber
informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana/tindakan dapat terealisasikan dengan baik
dan cepat. Upaya ini dilaksanakan dengan cara-cara sebagai berikut:
1)      Melibatkan keluarga atau pihak terkait dalam membantu klien lansia menentukan perasaan-
perasaannya.
2)      Meluangkan waktu untuk menerangkan kepada mereka yang bersangkutan tentang apa yang
sedang terjadi pada klien lansia serta hal-hal yang dapat dilakukan dalam rangka membantu.
3)      Hendaknya pihak-pihak lain memuji usaha klien lansia untuk menerima kenyataan.
4)      Menyadarkan pihak-pihak lain akan pentingnya hukuman (bukan hukuman fisik) apabila klien
lansia mempergunakan penolakan atau denial.

6. Kemampuan komunikasi pada lansia dapat mengalami penurunan, akibat


penurunan fungsi berbagai sistem organ :

1. Lansia dengan Gangguan Penglihatan


Gangguan penglihatan pada lansia dapat terjadi baik karena kerusakan organ misalnya kornea, lensa
mata, kekeruhan lensa mata (katarak), atau kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak.
Semua ini mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial
maupun total.
Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan perawat atau pemberi asuhan harus mengoptimalkan
fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus diganti oleh
informasi yang dapat ditransfer melalui indera yang lain. Ketika melakukan orientasi tempat
tidur, ruan tamu, ruang makan, ruang perawatan, ruang rekreasi, kamar mandi , dan lain-lain,
klien lansia harus mendapatkan keterangan yang memvisualisasi kondisi tempat tersebut secara
lisan. Misalnya,menerangkan letak meja dan kursi makan, menerangkan berapa langkah posisi
tempat tidur dari pintu, letak kamar amndi dan sebagainya.
Berikut penggunaan teknik komunikasi yang perlu diperhatikan selama berkomunikasi dengan lansia
yang mengalami gangguan penglihatan :
a. Perawat atau pemberi asuhan sedapat mungkin mengambil posisi yang dapat dilihat oleh klien
lansia bila ia mengalami buta parsial atau memberi tahu secara verbal keberadaan/kehadirannya.
b. Perawat atau pemberi asuhan menyebutkan identitasnya dan menyebutkan nama serta
perannya.
c. Perawat atau pemberi asuhan berbicara dengan menggunakan nadan suara normal karena
kondisi lansia tidak memungkinkannya menerima pesan non-verbal secara visual.
d. Nada suara perawat atau pemberi asuhan memegang peranan besar dan bermakna bagi lansia.
e. Jelaskan alasan perawat dan pemberi asuhan menyentuh sebelum melakukan sentuhan pada
lansia.
f. Ketika perawat dan pemberi asuhan akan meninggalkan ruangan atau hendak memutus
komunikasi atau pembicaraan, informasikan kepada lansia.
g. Orientasikan lansia pada suara-suara yang terdengar di sekitarnya.
h. Orientasikan lansia pada lingkungannya bila lansia dipindahkan ke lingkungan yang asing
baginya.

2. Lansia dengan Gangguan Pendengaran


Gangguan pendengaran pada lansia dapat terjadi berupa penurunan pendengaran hingga tuli (tuli
lansia). Bentuk ketulian yang selama ini dikenal ialah :
a. Tuli perspektif yaitu tuli yang terjadi akibat kerusakan sistem saraf
b. Tuli konduktif yaitu tuli yang terjadi akibat kerusakan struktur penghantar rangsang suara.
Pada kien lansia dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling sering digunakan
adalah media visual. Klien lansia menangkap pesan bukan berupa suara yang dikeluarkan
perawat/orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual
menjadi sangat penting bagi klien lansia ini sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan
agar sikap dan gerakan perawat dapat ditangkap oleh indera visualnya.
Berikut penggunaan komunikasi yang dapat digunakan klien lansia dengan gangguan pendengaran :
a. Orientasikan kehadiran perawat dnegan menyentuh lansia tau memposisikan diri didepannya.
b. Usahakan mengg8unakan bahsa yang sederhana dan berbicara dengan perlahan untuk
memudahkan lansia membaca gerak bibir perawat.
c. Usahakan berbicara dengan posisi tepat di depan lansia dan pertahankan sikap tubuh serta
mimik wajah yang lazim.
d. Jangan melakukan pembicaraan ketika perawat sedang mengunyah sesuatu (mis: menguyah
permen).
e. Gunakan bahasa pantomim bila memungkinkan denan gerakan sederhana dan perlahan.
f. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila diperlukan dan perawat mampu melakukan.
g. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, sampaikan pesan dalam bentuk tulisan
atau gambar.

3. Lansia dengan Gangguan Wicara


Lansia dapat mengalami gangguan wicara, yang dapat terjadi akibat ompong, kerusakan organ
lingual, kerusakan pita suara, atau gangguan persyarafan. Berkomunikasi dengan lansia yang
mengalami gangguan wicara memerlukan kesabaran agar pesan dapat dikirim dan ditangkap
dengan benar. Lansia yang mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar komunikasi
dengan menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan.
Pada saat berkomunikasi dengan lansia yang mengalami gangguan wicara, hal-hal yang perlu
diperhatikan :
a. Perawat atau pemberi asuhan memperhatikan mimik dan gerak bibir lansia.
b. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali kata-kata yang
diucapkan lansia.
c. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak topik.
d. Mengendalikan pembicaraan sehingga menjadi lebih rileks dan perlahan.
e. Memperhatikan setiap detail informasi sehingga pesan dapat diterima dengan baik.
f. Bila perlu, gunakan bahasa tulis dan simbol.
g. Bila memungkinkan, hadirkan orang yang biasa berkomunikasi lisan dengan lansia untuk
menjadi mediator komunikasi.

4. Lansia yang Tidak Sadar


Ketidaksadaran mengakibatkan fungís sensorik dan motorik lansia mengalami penururnan sehingga
sering kali stimulus dari luar tidak dapat diterima dan lansia tidak dapat merespon kembali
stimulus tersebut. Keadaan tidak sadar dapat terjadi akibat gangguan organik pada otak, trauma
otak yang berat, syok, pingsan, kondisi tidur, kondisi anastesi, gangguan berat yang terkait
dengan penyakit tertentu (koma diabetikum).
Seringkali timbal pertanyaan tentang perlu atau tidaknya perawat atau pemberi asuhan
berkomunikasi dengan lansia yang mengalami gangguan kesadaran ini. Bagaimanapun, secara
etis penghargaan dan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan mengharuskan penerapan
komunikasi pada lansia yang tidak sadar.
Pada saat berkomunikasi dengan lansia yang mengalami gangguan kesadaran, hal-hal yang perlu
diperhatikan, antara lain :
Perawat atau pemberi asuhan harus berhati-hati ketika melakukan pembicaraan verbal dekat dengan
lansia karena ada keyakinan bahwa organ pendengaran merupakan organ terakhir yang
mengalami penurunan kemampuan menerima rangsangan pada individu yang tidak sadar.
Individu yang tidak sadar seringkali dapat mendengar suara dari lingkungannya walaupun ia
tidak mampu meresponnya kembali.
Perawat atau pemberi asuhan harus mengambil asumís bahwa lansia dapat mendengar pembicaraan
kita. Usahakan mengucapkan kata dengan menggunakan nada normal dan memperhatikan materi
ucapan yang kita sampaikan di dekat lansia.
Perawat atau pemberi asuhan harus memberi ungkapan verbal sebelum menyentuh lansia. Sentuhan
diyakini dapat menjadi salah satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada lansia dengan
penurunan kesadaran.
Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk membantu lansia berfokus pada
komunikasi yang dilakukan.

5. Lansia dengan Penurunan Daya Ingat


Lansia yang mengalami penurunan daya ingat atau demencia atau kepikunan mengalami kesulitan
untuk mengerti apa yang dikatakan orang lain. Hal ini sangat mengecewakan dan
membingungkan lansia maupun pemberi asuhan. Perawat atau pemberi asuhan perlu :
1. Mengenali minimal 10 gejala berikut :
a. Lupa kejadian yang baru saja di alami
b. Kesulitan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari
c. Kesulitan dalam berbahasa
d. Disorientasi waktu dan tempat
e. Tidak mampu membuat pertimbangan dan keputusan yang tepat
f. Kesulitan berpikir abstrak
g. Salah menaruh barang (mis: setrika disimpan dalm kulkas)
h. Peubahan suasana hati
i. Perubahan perilaku dan kepribadian
j. Kehilangan inisiatif

2. Menyiapkan mental. Perawat atau pemberi asuhan sebelum berkomunikasi dan memberi
asuhan keperawatan dan pelayanan sosial kepada lansia terlebih dahulu sudah harus siap mental ,
yaitu :
a. Menyadari bahwa akan menghadapi situasi yang sulit
b. Mengingat bahawa lansia yang mengalami penurunan daya ingat mungkin menderita demensia
c. Siap untuk ”tidak dihargai”
d. Mengabaikan nalar
e. Kemarahan Anda sebaiknya disalurkan ke tempat lain
f. Memfokuskan pada saat yang menyenangkan
g. Menghindari menganggap bahwa lansia selalu membuat ulah
h. Mengupayakan selalu mengembangkan rasa humor
i. Menghargai diri sendiri
j. Bila perlu menggunakan jasa respite care

3. Memberi asuhan keperawatan


a. Minta pertolongan orang lain :
• Mengikutsertakan dalam kelompok pemberi bantuan
• Dapatkan bantuan dari keluarga atau sahabatnya
• Tidak menunggu sampai terjadi masalah
• Dapatkan orang yang dapat diandalkan dan dapat memberi pertolongan
• Dapatkan keterangan mengenai sumber di masyarakat yang dapat memberi pertolongan

b. Perhatikan kebutuhan pribadi :


Makanan yang cukup gizi
Olahraga atau latihan fisik yang cukup dan teratur
Tidur yang cukup
Meluangkan waktu untuk diri sendiri (mis: menjenguk teman)
Mengenali perasaan frustasi, sedih, marah, dan depresi. Tentukan orang yang dapat dipercaya untuk
membicarakan apa yang Anda rasakan

c. Hindari kesendirian :
• Cari hobi atau aktivitas yang disukai
• Aktif dalam kegiatan rohani atau sosial
• Menjalin komunikasi dengan orang yang dianggap masih produktif dalam berpikir
Penyakit demensia Alzheimer membutuhkan penanganan yang ”menyeluruh” dan melibatkan
lingkungannya. Lingkungan tersebut meliputi kerabat dan sahabat yang terdiri dati seluruh
anggota keluarga, orang dekat atau teman yang peduli dan menaruh minat dalam lansia.
Perawat bertanggung jawab terhadap kebutuhan lansia sehari-hari :
1. Makan
a. Penuhi kebutuhan eliminasi sebelum makan
b. Kurangi kebisingan ruangan dan pengalih perhatian
c. Singkirkan benda-benda yang tidak perlu
d. Gunakan piring yang polos
e. Beri satun alat makan dan satu macam makanan
f. Ingatkan cara makan
g. Sajikan makanan dalam potongan kecil agar tidak tersedak
h. Ingatkan pasien untuk makan secara perlahan
i. Perhatikan pasien bila tidak dapat membedakan rasa panas atau dingin
j. Bila kesulitan menelan, konsultasikan ke dokter
k. Beri tahu tahap-tahap makan ( mulai dari memegang sendok sampai memasukkan makanan ke
mulut)

2. Mandi
a. Siapkan air mandi, handuk, pakaian pengganti sebelum mandi
b. Periksa suhu air
c. Pasang pengaman/pegangan
d. Coba mandikan dengan shower
e. Pakai spon
f. Jaga privasinya
g. Beri tahukan apa yang akan Anda lakukan
h. Bilalansia menolak mandi coba tawarkan lagi beberapa waktu kemudian
i. Izinkan lansia melakukan tindakan tanpa bantuan
j. Pertahankan tentang keselamatan
3. Berpakaian dan berhias
a. Susun pakaian yang akan dipakai sesuai urutan
b. Gunakan pakaian yang nyaman dan dapat dicuci
c. Pilih pakaian yang mudah dipakai (hindari menggunakan kancing), lebih baik yang
menggunakan karet
d. Sebaiknya pakaian berkancing belakang bila pasien sering membuka pakaiannya

4. Eliminasi
a. Kesulitan defekasi harus di konsultasikan ke dokter
b. Buat jadwal teratur ke toilet (mis: 3 jam sekali, sesudah makan, sebelum makan)
c. Perhatikan tanda yang menunjukkan adanya keinginan ke toilet (mis: mondar-mandir atau
menarik-narik retsluiting)
d. Pastikan ia cukupmendapat cairan karena dehidrasi dapat menyebabkan gejala demensia
Alzheimer menjadi lebih buruk dan mencegah konstipasi
e. Kurangi zat cai dan makanan bergas sesudah makan malam
f. Pastikan makanan mengandung serat (sayuran dan buah-buahan)
g. Tandai pintu toilet dengan tulisan yang menyolok dengan huruf besar atau gambar/simbol
h. Biarkan toilet terbukas ehingga mudah ditemukan
i. Usahakan lantai kamar mandi di cat warna yang berbeda
j. Singkirkan ember, pot, dan benda yang menerupai dudukan toilet
k. Hindari sikap mempermalukan atau memarahi lansia
l. Pastikan pakaian mudah dibuka
m. Sediakan pispot di samping tempat tidur (bila perlu)

Lansia demensia Alzheimer mudah bingung terhadap suara atau warna yang berlainan, dan bila
berada dalam lingkungan yang menakutkan timbul perasaan yang berlebihan. Semua ini dapat
membuat marah dan mencemaskan untuk menciptakan pearsaan aman dan senang bagi lansia,
perawat harus :
1. Berfokus pada pencegahan
a. Berusaha mencegah masalah
b. Kecelakaan dapat terjadi bla seseorang terlalu diburu-buru
c. Beri waktu yang cukup
d. Jika lansia seorang perokok, awasi pemakaian rokok dan korek
2. pertahankan keamanan dan keselamatan
a. Pasang pintu di atas tangga dan alat untuk pegangan
b. Pasang kunci pada lemari tempat alat-alat berbahaya (pisau, alat pembersih)
c. Pasang penutup pada kenop pintu sehingga menghalangi lansia keluyuran
d. Ciptakan suasana sederhana. Keluarkan semua perabotan/mebel yang tidak perlu serta Segala
macam yang mengacaukan pikiran termasuk perhiasan
e. Simpan barang yang sering dipakai selalu di tempat yang sama
f. Keluarkan barang-barang yang dapat menyebabkan kebingungan (mis: krim cukur berdekatan
dengan pasta gigi)
g. Sigkirkan barang yang berbahaya, termasuk tanaman beracun
h. Singkirkan benda-benda kecil yang dapat ditelan dan simpan semua alat-alat yang tajam
i. Pastikan kabel listrik berada dalam keadaan aman
j. Sediakanpenerangan yang cukup. Pakai lampu yang tidak mudah jatuh. Pasang lampu malam
ditempat tidur, di gang, dan di kamar mandi.
k. Pastikan ada penerangan yang cukup dan hindarti bayang-bayang sehingga dapat
mengakibatkan persepsi yang salah dari lansia

l. Amankan dapur. Pindahkan kenop oven bila kompor tidak dipakai. Simpan alat-alat dapur
dengan aman
m. Ciptakan kamar tidur yang aman. Sediakan bangku untuk duduk. Pastikan alat pengatur suhu
pada alat pemanas air telah diturunkan untuk menghindari kebakaran. Lantai harus selalu kering
dan gunakan keset antiselip agar tidak tergelincir . keluarkan kunci dari pintu kamar mandi

3. Bersiap menghadapi keadaan darurat


a. Buat petunjuk tertulis untuk menghadapi kebakaran atau bentuk lain keadaan darurat dan
pasang dekat telepon, bersama telepon polisi, pemadam kebakaran dan dokter
b. Siapkan foto terbaru lansia tersebut agar dapat membantu polisi bila lansia hilang
c. Pasien harus memamkai kalung identitas atau tanda ”memory lost”
d. Jangan biarkan lansia sendirian dirumah, walaupun untuk beberapa menit

6. Lansia dengan Perilaku Sulit


Lansia yang mengalami penurunan daya ingat atau kehilangan memori, memperlihatkan tingkah
laku yang sulit. Untuk menjamin keamanannya dan memberinya martabat, perawat atau pemberi
asuhan harus bersikap :
a. Hindari sikap mengharapkan lansia ingat karena adanya penurunan daya ingat membuat lansia
tidak akan dapat mengingat banyak hal. Bahkan lansia akan bingung bila kita mengajukan
pertanyaan ”Apakah bapak tidak ingat?”
b. Bila lansia menjadi gelisah mereka menunjukkan perilaku yang sulit. Alihkan perhatiannya
dengan kegiatan yang lain, misalnya mengajaknya minum teh bersama bila lansia mondar-
mandir atau berjalan terus mengitari rumah
c. Ciptakan kegiatan dan komunikasi yang sederhana. Kegiatan hendaknya dibuat menjadi lebih
sederhana dan bertahap. Pasien demensia mampu memusatkan pikiran dan menyelesaikan
kegiatannya secara bertahap
d. Ciptakan rutinitas dengan menetapkan aktivitas yang tetap dilakukan setiap hari termasuk
bangun pagi, makan, dan berbagai kegiatan lain sehinga dapat membantu mengurangi
kegelisahan dan mengembangkan perasaan gembira bagi penderita demensia Alzheimer
e. Beri penentraman hati dan pujian yang akan meningkatkan harga diri dan memperkuat
perilakunya
f. Hindari berdebat dengan pasien demensia
g. Libatkan dalam kegiatan sosial yang dapat menjamin pasien demensia kontak langsung dengan
orang lain
h. Ciptakan lingkungan tetap sederhana, aman, dan tenang
Keterampilan tertentu diperlukan perawat untuk mencapai dan mempertahankan hubungan
terapeutik. Keterampilan ini menghubungkan keterampilan verbal dan non-verbal sertas sikap
dan perasaan perawat. Keterampilan ini dibagi dalam dua dimensi, yakni:
1. Dimensi responsive
a. keikhlasan (kesejatian)
b. menghormati dan menghargai orang lain termasuk lansia dan keluarganya
c. empati
d. konkret (member penjelasan dengan terminologi yang spesifik dan tidak abstrak).
2. Dimensi tindakan
Dimensi ini termasuk didalamnya konfrontasi, kesegeraan dalam memberikan bantuan kepada lanjut
usia, pembukaan dan bermain peran. Dimensi ini harus diimplementasikan dalam konteks
kehangatan, penerimaan dan pengertian dalam bentuk dimensi responsive.

7.    Penerapan Model Komunikasi pada Lansia


a.       Model komunikasi Shanon Weaver
Tujuan komunikasi pada lansia dengan reaksi penolakan adalah adanya perubahan perilaku
lansia dari penolakan menjadi kooperatif. Dalam komunikasi ini diperlukan keterlibatan anggota
keluarga sebagai transmitter untuk mengenal lebih jauh tentang klien.
Kelebihan dalam komunikasi ini melibatkan anggota keluarga atau orang lain yang
berpengaruh. Kekurangan model komunikasi ini memerlukan waktu yang cukup lama karena
klien dalam reaksi penolakan. Tidak dapat melakukan evaluasi sejauhmana perubahan perilaku
yang terjadi pada klien, karena tidak ada feed back (umpan balik)
b.      Model SMCR
Rumus S-M-C-R adalah singkatan dari istilah-istilah : S singkatan dari Source yang berarti
sumber atau komunikator ; M singkatan dari Message yang berarti pesan ; C singkatan dari
Channel yang berarti saluran atau media, sedangkan R singkatan dari Receiver yang berarti
penerima atau komunikan
Kelebihan model ini adalah proses komunikasi yang terjadi relatif simple. Model ini akan
efektif bila kondisi lansia masih sehat, belum banyak mengalami penurunan baik aspek fisik
maupun psikis. Kekurangan model ini klien tidak memenuhi syarat seperti yang diterapkan
mempunyai keterampilan, pengetahuan, sikap, sistim social dan kultur; karena penolakannya.
Memerlukan proses yang lama dan tergantung kondisi klien lansia.
c.       Model Leary
Model ini antar individu saling mempengaruhi dan dipengaruhi, dimana respon seseorang
dipengaruhi oleh bagaimana orang tersebut diperlakukan. Oleh karena itu dalam berkomunikasi
dengan lansia harus hati-hati, jangan sampai menyinggung perasaannya. Dalam berkomunikasi
dengan klien lansia seseorang perawat diharapkan pada rentang love yang banyak karena sifat
social perawat sangat dibutuhkan oleh lansia. Lansia membutuhkan perhatian yang lebih dalam
berkomunikasi, untuk mengungkapkan perasaannya. Diharapkan perawat harus lebih banyak
mendengar apa yang diungkapkan.
Kelebihan model ini adalah terjadinya interaksi atau hubungan relationship; hubungan
perawat-klien lebih dekat sehingga masalah lebih dapat terselesaikan. Dan kelemahan model ini
perawat lebih dominan dank lien lansia patuh
d.      Model terapeutik
Model ini membantu mendorong melaksanakan komunikasi dengan empati, meghargai dan
harmonis. Dimana dibutuhkan kondisi empati, kesesuaian dan penghargaan. Lansia dengan
penolakan sulit bagi kita melaksanakan empati. Kita tidak boleh menyokong penolakan tetapi
berikan perawatan yang cocok dan berbicara sesering mungkin, jangan sampai menolak.
Kelebihan model ini lansia akan lebih paham apa yang kita bicarakan; kopingnya lebih
efektif. Sedangkan kelemahan model ini kondisi empati kurang cocok diterapkan oleh perawat
lansia dengan reaksi penolakan.
e.       Model keyakinan kesehatan
Menekankan pada persepsi klien untuk mencari sehat, menjauhi sakit, merasakan adanya
ancaman/manfaat untuk mempertahankan kesehatannya. Padahal lansia dengan reaksi penolakan,
tidak mersakan adanya ancaman kesehatan, sehingga dalam berkomunikasi dengan lansia dengan
reaksi penolakan diperlukan motivasi yang kuat.
Kelebihan model komunikasi ini lansia yang mengetahui adanya ancaman kesehatan akan
dapat bermanfaat dan sebagai barrier dalam melaksanakan tindakan pencegahan penyakit.
Sedangkan kelemahannya tidak semua lansia merasakan adanya ancaman kesehatan.
f.       Model komunikasi kesehatan
Komunikasi yang berfokus pada transaksi antara professional kesehatan-klien yang sesuai
dengan permasalahab kesehatan klien. Pandangan system komunikasi lebih luas yang
mencangkup tiga faktor mayor yaitu:
1)      Relationship
Perawat professional mengadakan komunikasi dengan klien lansia haruslah menggunakan ilmu
psikososial dan teknik komunikasi dimana perawat haruslah ramah, rapi, bertanggung jawab,
tidak sembarangan mengeluarkan kata-kata yang dapat menyinggung perasaan klien lansia
sehingga terjalin hubungan saling percaya. Dalam mengadakan hubungan transaksi hendaknya
seorang perawat professional mengetahui permasalahan yang dihadapi klien lansia tersebut.
Kemudian bersama-sama menyelesaikan masalah.
2)      Transaksi
Dalam berkomunikasi dengan lansia hendaknya disepakati untuk menyelesaikan masalah klien
bukan untuk hal lain. Pada lansia dengan reaksi penolakan harus hati-hati mencari informasi dari
klien, memberikan feed back baik verbal maupun non verbal dan hendaknya secara
berkesinambungan.
3)      Konteks
Perawat professional harus mengetahui situasi dan permasalahan yang dihadapi klien. Apabila
masalah bersifat individu haruslah diselesaikan secara individu dengan tidak mengabaikan
tempat/ruangan  dan jenis pelayanan apa yang digunakan. Apabila masalah bersifat
umum/kelompok harus diselesaikan secara kelompok.
Kelebihan: dapat menyelesaikan masalah klien lansia dengan tuntas. Klien lansia merasa
sangat dekat dengan perawat dan merasa sangat diperhatikan. Kelemahan: membutuhkan waktu
yang lama untuk menyelesaikan permasalahan; fasilitas dalam memberikan pelayanan harus
lengkap.
g.      Model interaksi King
Kesepakatan sebelum mengadakan interaksi dengan klien lansia. Perawat harus mempunyai
persepsi secara ilmiah tentang hal-hal yang akan dikomunikasikan. Persepsi ini kemudian
disepakati dengan klien sehingga dapat terjadi suatu aksi yang menyebabkan terjadinya reaksi-
interaksi dan transaksi. Kelebihan model ini dimana komunikasi dapat sesuai dengan tujuan jika
lansia sudah kooperatif. Sedangkan kelemahan model ini klien lansia dengan reaksi penolakan
akan mengalami kesulitan untuk dilakukan komunikasi model ini, karena tidak kooperatif.
BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Tehnik komunikasi pada lansia dengan reaksi penolakan harus disertai pengetahuan
perawatan lansia baik fisik, psikologis, biologis dan spiritual. Klien lansia dengan reaksi
penolakan tidak menyadari adanya ancaman pada kesehatannya, karena itu model komunikasi
yang sesuai adalah model Leary.
B.     Saran
Dalam tehnik komunikasi model Leary terdapat dua dimensi yang bertentangan, diharapkan
perawat dapat menyesuaikan situasi bagaimana seharusnya dia bertindak. Jika klien dalam
puncak penolakan maka perawat harus mengobservasi pikiran-pikiran klien, jika klien lansia
kooperatif maka perawat dapat berfungsi sebagai teman dan guru serta tempat mencurahkan
perasaan klien.
DAFTAR PUSTAKA

Mundakir.2006.Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan.Surabaya: Graha Ilmu


http://yh4princ3ss.wordpress.com/2010/04/17/asuhan-keperawatan-pada-lanjut-usia-lansia/
(Diakses pada tanggal: 19 Maret 2020)
http://jurusankomunikasi.blogspot.com/2009/03/model-model-komunikasi.html
(Diakses pada tanggal: 19 Maret 2020)
https://www.academia.edu/29284662/KOMUNIKASI_PADA_KLIEN_LANSIA
(Diakses pada tanggal: 19 Maret 2020)

Anda mungkin juga menyukai