DISUSUN OLEH :
M. DODI ALFIANTO
ULFIATUN NI’MAH
FAKULTAS SYARIAH
HUKUM KELUARGA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM BAKTI NEGARA TEGAL
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah
ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………….. i
KATA PENGANTAR…………………………………………………...…………. ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………..………………………………………………… 4
B. Rumusan Masalah………………………………………………………….. 4
C. Tujuan……………………………………………………………………… 4
A. Kesimpulan……………………………………………………………..…... 12
B. Saran……………………………………………………...…………………. 12
A. Latar Belakang
Baik dan buruk adalah persoalan yang pertama kali muncul di kalangan para filsuf
Yunani. Persoalan ini pula yang menjadi pembicaraan utama dalam kajian ilmu akhlak dan
ilmu estetika. Sebelum membahas lebih dalam tentang baik dan buruk alangkah baiknya
untuk memahami kedua istilah tersebut yaitu baik dan buruk. Istilah baik dan buruk
merupakan dua kata yang banyak digunakan untuk menentukan suatu perbuatan yang
dilakukan oleh manusia.
Bahkan, setiap filsuf hampir mebicarakan persoalan ini, terutama para filsuf dari
kalangan Marxisme. Di kalangan para teolog, persoalan ini memunculkan perdebatan yang
sengit diantara aliran – aliran. Mu’tazilah, umpanya, berpendapat bahwa akal manusia
mampu membedakan mana yang baik dan buruk. Ini berbeda dengan aliran Ahlus Sunnah
wa Jamaah, diantaranya Asy’ariyyah. Mereka berpendapat bahwa penentu baik dan buruk
mutlak merupakan otoritas wahyu, bukan domain akal.
Pembicaraan mengenai baik dan buruk penting karena dua alasan. Pertama,
persoalan ini menjadi pembahasan utama ilmu akhlak sekaligus menjadi inti keberagaman
seseorang. Kedua, mengetahui pandangan Islam tentang persoalan ini di tengah maraknya
berbagai aliran yang memperbincangkan persoalan ini.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
1
2
B. Ukuran Baik dan Buruk
Kebanyakan manusia berselisih dalam pandangannya mengenai sesuatu: diantara
mereka ada yang melihatnya baik dan diantara mereka ada yang melihatnya buruk, bahkan
ada orang yang melihat sesuatu baik dalam waktu ini, lalu melihatnya buruk pada waktu
lain.
Setiap gerak dan langkah untuk mencari nilai, sudah tentu manusia memiliki suatu
standar untuk mengukur sesuatu yang baik dan buruk, kendati ukuran tersebut berlainan
antara yang satu dengan yang lainnya.
Ukuran baik dan buruk dalam ilmu akhlak antara lain:
1. Adat Istiadat
Adat istiadat yang berlaku dalam kelompok ataupun masyarakat tertentu menjadi
salah satu ukuran baik dan buruk anggotanya dalam berperilaku. Melakukan sesuatu yang
tidak menjadi kebiasaan masyarakat sekitarnya ataupun kelomponya akan menjadi problem
dalam beriteraksi. Masing-masing kelompok atau masyarakat tertentu memiliki batasan-
batasan tersendiri tentang hal-hal yang harus diikuti dan yang harus dihindari. Sesuatu
yang dianggap baik oleh masyarakat satu belum tentu demikian menurut masyarakat yang
lain. Mereka akan mendidik dan mengajarkan anak-anak mereka untuk melakukan
kebiasaan-kebiasaan yang mereka anggap baik dan melarang melakukan sesuatu yang tidak
menjadi kebiasaan mereka.
2. Nurani
Jiwa manusia memiliki kekuatan yang mampu membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk.Kekuatan tersebut dapat mendorongnya berbuat baik dan mencegahnya
berbuat buruk. Jiwanya akan merasa bahagia jika telah berbuat baik dan merasa tersiksa
jika telah berbuat buruk. Kekuatan ini disebut nurani. Masing-masing individu memiliki
kekuatan yang berbeda satu sama lain. Perbedaan kekuatan ini dapat menyebabkan
perbedaan persepsi tentang sesuatu yang dianggap baik dan yang dianggap buruk.
3. Rasio
Rasio merupaka anugrah Tuhan yang diberika kepada manusia, yang
membedakannya dengan makhluk lain. Dengan rasio yang dimiliki, manusia dapat
menimbang mana perkara yang baik dan yang buruk.Dengan akalnya manusia dapat
menilai bahwa perbuatan yang berakibat baik layak disebut baik dan dilestarikan, dan
begitu sebaliknya. Penilaian manusia akan terus berkembang dan mengalami perubahan
dengan pengalaman-pengalaman yang mereka miliki.
4. Pandangan individu
Kelompok atau masyarakat tertentu memiliki anggota atau masyarakat yang
secaraindividual memiliki pandangan atau pemikiran yang berbeda dengan kebanyakan
orangdi kelompoknya.Masing-masing individu memiliki kemerdekaan untuk memiliki
pandangan dan pemikiran tersendiri meski harus berbeda dengan kelompok atau
masyarakatnya.Masing-masing individu memiliki hak untuk menentukan mana yang
dianggapnya baik untuk dilakukandan mana yang dinggapnya buruk. Tidak mustahil apa
yang semula dianggap buruk oleh masyarakat, akhirnya dianggap baik, karena terdapat
seseorang yang berhasil meyakinkan kelompoknya bahwa apa yang dianggapnya buruk
adalah baik.
3
7. Intuisi (Intuition)
Intuisi merupakan kekuatan batin yang dapat mengenal sesuatu yang baik atau
buruk dengan sekilas pandang tanpa melihat buah dan akibatnya. Paham ini berpendapat
bahwa tiap manusia itu mempunyai kekuatan batin sebagai suatu instrument yang dapat
membedakan baik dan buruk. Kekuatan ini dapat berbeda antara seorang dengan yang
lainnya karena perbedaan masa. Tetapi tetap berakar dalam tubuh tiap individu.
Apabila ia melihat suatu perbuatan, ia mendapat semacam ilham yang memberi
tahu nilai perbuatan itu lalu menetapkan hokum baik dan buruknya, sebagaimana diberikan
mata untuk melihat dan telinga untuk mendengar. Melihat sekilas pandangan dapat
menetapkan putih atau hitamnya sesuatu. Mendengar suara dapat menyatakan bahwa ia
merdu atau tidak. Demikian pula bila melihat suatu perbuatan dapat menetapkan baik
buruknya.4[4]
C. Macam-Macam Aliran Serta Gagasan Mereka Mengenai Baik Dan Buruk
4
5
yang beranggapan kesenangan sebagai kebahagiaan, dan ada pula yang mengnggap
ketentraman sebagai kebahagiaan.
3. Aliran Utilitarianisme
Maksud dan paham ini adalah agar manusia dapat mencari kebahagiaan sebesar-
besarnya untuk sesama manusia atau semua makhluk yang memiliki perasaan.
A. Kesimpulan
B. Saran
Dalam makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat
didalamnya, baik dari segi penulisan, susunan kata, bahan referensi, dan lainnya. Oleh
karena itu penulis mengharapkan masukan dari pihak pembaca sebagai pengetahuan untuk
mewujudkan perubahan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Demikianlah makalah yang sederhana ini kami susun semoga dapat bermanfaat
bagi penyusun pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Akhirnya kami merasa
kerendahan hati sebagai manusia yang mempunyai banyak sekali kekurangan. Oleh sebab
itu kritik dan saran–bahkan yang tidak membangun sekalipun- kami tunggu demi
kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga niat baik kita diridhai oleh Allah SWT. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Dudung Rahman Hidayat, Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan. Bagian 3 Pendidikan Disiplin ilmu,
(Jakarta: PT Imperial Bhakti Utama, 2007.
http://vidaraesa-uinsuka.blogspot.co.id/2013/11/makalah-akhlak-tasawuf-baik-buruk-dari.html
diakses pada kamis, 13 Oktober 2016 pukul 18.05
Mohd liki hamid, Pengajian tamadun islam, (Jakarta: Propesional pendidikan, 2008.