Anda di halaman 1dari 7

BAB 4

BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA

A. Konseling Keluarga
1. Definisi Konseling Keluarga
Menurut Willis (2013:8) bahwa Family Cunseling atau konseling keluarga adalah upaya
bantuan yang diberikan kepada individu anggota keluarga melalui sistem keluarga
(pembenahan komunikasi keluarga) agar potensinya berkembang seoptimal mungkin dan
masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan membantu dari semua anggota keluarga
berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap keluarga.
Menurut Perez dalam Willis (2013:88) bahwa konseling keluarga adalah suatu proses
interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai keseimbangan dimana setiap
anggota keluarga merasakan kebahagiaan.
2. Tujuan Konseling Keluarga
Adapun tujuan konseling keluarga menurut Willis (2013:89) sebagai berikut:
a) Tujuan Umum Konseling Keluarga
1) Membantu, anggota-anggota keluargar belaar dan menghargai secara
emosional bahwa dinamika keluarga adalah kait mengait di antara anggota
keluarga
2) Untuk membantu anggota keluarga agar menyadari tentang fakta jika satu
anggota keluarga bermasalah, maka akan mempengaruhi kepada
persepsi, ekspektasi, dan interaksi anggota-anggota lainnya
3) Agar tercapai keseimbangan yang akan membuat pertumbuhan dan
peningkatan setiap anggota
4) Untuk mengembangkan penghargaan penuh sebagai pengarah dari
hubungan parental.

b) Tujuan-Tujuan Khusus Konseling Keluarga


1) Untuk meningkatkan toleransi dan dorongan anggota-anggota keluarga
terhadap cara-cara yang istimewa atau keunggulan-keunggulan anggota
lain.
2) Mengembangkan toleransi terhadap anggota-anggota keluarga yang
mengalami frustasi/kecewa, konflik, dan rasa sedih yang terjadi karena
faktor sistem keluarga atau di luar sistem keluarga
3) Mengembangkan motif dan potensi-potensi, setiap anggota keluarga
dengan cara mendorong, memberi semangat, dan meningkatkan anggota
tersebut.
4) Mengembangkan keberhasilan persepsi diri orang tua secara realistic dan
sesuai dengan anggota-anggota lain.

B. Proses dan tahap-tahap konseling keluarga


Menurut Willis (2013:12) bahwa proses konseling keluarga berbeda dengan konseling
individu karena ditentukan oleh berbagai faktor seperti jumlah kliennya (anggota keluarga)
lebih dari seorang. Relasi antar anggota keluarga amat beragam dan bersifat emosional,
dan konseling harus melibatkan diri (partisipan penuh) dalam dinamika konseling
keluarga.

Secara umum proses konseling berjalan menurut tahapan berikut :


1. Pengembangan Rapport
Hubungan konseling pada tahap awal diupayakan pengembangan rapport merupakan
suasana hubungan konseling yang akrab, jujur, saling percaya, sehingga
menimbulkan keterbukaan diri klien.
Upaya pengembangan rapport seyogiyanya telah dimulai begitu klien memasuki ruang
konseling. Upaya tersebut perlu didukung oleh aspek-aspek diri konselor yakni:
a) Kontak mata, dalam melakukan percakapan konselor menatap mata konseli
b) Perilaku non-verbal (perilaku attending, bersahabat, akrab, hangat, luwes,
keramahan, senyum, menerima, jujur/asli, penuh perhatian, dan terbuka)
c) Bahasa lisan/verbal (sapaan seusai dengan teknik-teknik konseling), seperti
ramah menyapa, senyum, dan bahasa lisan yang halus.
Tujuan menciptakan suasana rapport dalam hubungan konseling adalah agar
suasana konseling itu merupakan suasana yang memberikan keberanian dan
kepercayaan diri klien untuk menyampaikan isi hati, perasaan, kesulitan dan bahkan
rahasian batinnya kepada konselor.
2. Pengembangan Apresiasi Emosional
Anggota keluarga yang sedang mengikuti konseling keluarga, jika semua terlibat, akan
terjadi interaksi yang dinamik diantara mereka, serta keinginan untuk memecahkan
masalah mereka. Pada saat ini masing-masing anggota keluarga yang tadinya dalam
keadaan terganggu komunikasi atau bahkan dalam keadaan sakit, mulai terlihat
berinteraksi diantara mereka dan dengan konselor. Mereka mulai mampu menghargai
perasaan masing-masing, dan dengan keinginan agar masalah yang mereka hadapi
dapat mereka selesaikan dihadapan konselor.
3. Pengembangan Alternatif Modus Perilaku
Dalam konseling keluarga salah satu anggota keluarga mempunyai alternative
perilaku baru yang ia temukan dalam konseling. Misalnya akan berusaha selalu
makan bersama pada waktu makan siang. Dan alternative perilaku baru pada anak,
misalnya tidak akan menginap di rumah teman, atau tidak pulang malam-malam.
Penerapan perlaku tersebut dilakukan melalui praktikr di rumah. konselor memberikan
suatu daftar perlaku baru yang akan dipraktikkan selama satu minggu, kemudian
melaporkannya pada sesi konseling keluarga berikut. Tugas tersebut disebut juga
home assignment (pekerjaan rumah).
4. Fase Membina Hubungan Konseling
Fase ini amat penting di dalam proses konseling, dan keberhasilan tujuan konseling
secara efektif ditentukan oleh keberhasilan konselor dalam membina hubungan
konseling itu. Fase ini harus terjadi di tahap awal dan tahap berikutnya dari konseling
yang ditandai dengan adanya rapport sebagai kunci lancarnya hubungan konseling. Di
samping itu, sikap konselor amat penting selain teknik konseling.
Sikap-sikap yang penting dari konselor adalah :
a. Acceptance, yaitu menerima klien dengan sepenuh hati apa adanya tanpa
mempertimbangkan jenis kelamin, derajat, kejayaan, dan perbedaan agama. Di
samping itu klien diterima dengan segala masalahnya, kesulitan, dan keluhan serta
sikap-sikapnya baik yang positif maupun negatif.
b. Unconditional positive regard, artinya menghargai klien tanpa syarat; menerima
klien apa adanya, tanpa dicampuri sikap menilai, mengejek atau mengeritik.
c. Understanding, yaitu konselor dapat memahami keadaan klien sebagaimana
adanya.
d. Genuine, yaitu bahwa konselor itu asli dan jujur dengan dirinya sendiri, wajar dalam
perbuatan dan ucapan
e. Empati, artinya dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain (klien)
Secara berurutan, proses hubungan konseling dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Klien memasuki ruang konseling, konselor mempersiapkan klien supaya siap
dibimbing, dibantu. Berarti hubungan konseling telah dimulai.
2) Tahap klarifikasi, klien menyatakan alasan kedatangannya mengungkap
pengalaman klien tentang konseling sebelumnya, mengungkap harapan-
harapan klien dalam wawancara konseling yang akan dilaksanakan,
menyatakan makna konseling.
3) Tahap struktur, konselor mengadakan kontrak dengan klien tentang lamanya
waktu yang akan digunakan, tentang biaya konseling, tentang kerahasiaan,
tentang boleh tidaknya direkam.
4) Tahap meningkatkan relasi atau hubungan konseling, pada tahap ini konselor
membangun hubungan konseling untuk memudahkan bagi pemberian bantuan
kepada klien.
5. Memperlancar Tindakan Positif
Fase ini terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut :
1. Eksplorasi, mengeksplorasi dan menelursuri masalah, menetapkan tujuan
konseling, menetapkan rencana strategis, mengumpulkan fakta, mengungkapkan
perasaan-perasaan klien yang lebih dalam,mengajarkan keterampilan baru
konsolidasi, menjelajah alternatif-alternatif, mengungkap perasaan-perasaan,
melatih skill yang baru.
2. Perencanaan, mengembangkan perencanaan bagi klien sesuai dengan tujuan
untuk memecahkan masalah, mengurangi perasaan-perasaan yang
menyedihkan/menyakitkan, terus mengkonsolidasikan skill baru atau perilaku baru
untuk mencapai aktivitas diri klien.
3. Penutup, mengevaluasi hasil konseling, menutup hubungan konseling.
Secara garis besar, tahapan konseling dapat dibagi atas tiga bagian yaitu:
1. Tahap awal konseling
2. Tahap pelaksanaan konseling yaitu dimulainya penjelajahan terhadap masalah
klien
3. Tahap perencanaan dan penutupan.

C. Teknik Konseling Keluarga


Teknik konseling keluarga Menurut Perez dalam Willis (2013:139-140) yaitu :
1. Sculpting (mematung) yaitu suatu teknik yang mengizinkan anggota-anggota
keluarga untuk menyatakan kepada anggota lain, persepsinya tentang berbagai
masalah hubungan diantara anggota-anggota keluarga. Klien diberi izin menyatakan
isi hati dan persepsinya tanpa rasa cemas. Sculpting diggunakan konselor untuk
mengungkapkan konflik keluarga melalui verbal, untuk mengizinkan anggota
keluarga mengungkapkan perasaannya melalui verbal, untuk mengizinkan anggota
keluarga mengungkapkan perasaannya melalui tindakan (perbuatan). Hal ini bisa
dilakukan dengan “the family relationship tabelau” yaitu anggota keluarga yang
“mematung” tidak memberikan respon apa-apa, selama seorang anggota
menyatakan perasaannya secara verbal.
2. Role playing (bermain peran) yaitu suatu teknik dengan memberikan peran tertentu
kepada anggota keluarga. Peran tersebut adalah peran orang lain di keluarga itu,
misalnya anak memainkan peran sebagai ibu. Dengan cara itu anak akan terlepas
atau terbebas dari perasaan-perasaan penghukuman, perasaan tertekan dan lain-
lain. Peran itu kemudian bisa dikembalikan lagi kepada keadaan yang sebenarnya
jika ia menghadapi suatu perilaku ibunya yang mungkin kurang ia sukai.
3. Silence (diam) apabila anggota keluarga berada dalam konflik dan frustasi karena
ada salah satu anggota lain yang suka bertindak kejam, maka biasanya mereka
datang kehadapan konselor dengan tutup mulut. Keadaan ini harus dimanfaatkan
konselor untuk menunggu suatu gejala perilaku yang akan muncul menunggu
munculnya pikiran baru, respon baru, atau ungkapan perasaan baru. Disamping itu
diam juga digunakan dalam menghadapi klien yang cerewet, banyak omong dan
lain-lain.
4. Confrontation (konfrontasi) ialah suatu teknik yang digunakan konselor untuk
memeprtentangkan pendapat-pendapat anggota keluarga yang terungkap dalam
wawancara konseling keluarga. Tujuannya agar anggota keluarga itu bisa bicara
terus terang, dan jujur serta akan menyadari perasaaan masing-masing. Contoh
respon konselor: “siapa biasanya yang banyak omong?”, konselor bertanya dalam
situasi yang mungkin saling tuding.
5. Teaching via Questioning ialah suatu teknik mengajar anggota keluarga dengan cara
bertanya. “bagaimana kalau sekolahmu gagal?”. “apakah kau senang kalau ibumu
menderita?”
6. Listening (mendengarkan) teknik ini digunakan agar pembicaraan seorang anggota
keluarga didengarkan dengan sabar oleh yang lain. Konselor menggunakan teknik
ini untuk mendengarkan dengan perhatian terhadap klien. Perhatian tersebut terlihat
dari cara duduk konselor yang menghadapkan muka kepada klien, penuh perhatian
terhadap setiap pernyataan klien, tidak menyela selagi klien bicara serius.
7. Recapitulating (mengikhtisarkan) teknik ini dipakai konselor untuk mengikhtisarkan
pembicaraan yang bergalau pada setiap anggota keluarga, sehingga dengan cara
itu kemungkinan pembicaraan akan lebih terarah dan terfokus. Misalnya konselor
mengatakan “Rupanya ibu merasa rendah diri dan tak mampu menjawab jika suami
anda berkata kasar”.
8. Summary (menyimpulkan) dalam suatu fase konseling, kemungkinan konselor akan
menyimpulkan sementara hasil pembicaraan dengan keluarga itu. Tujuannya agar
konseling bisa berlanjut secara progresif.
9. Clarification (menjernihkan) yaitu usaha konselor untuk memperjelas atau
menjernihkan suatu pernyataan anggota suatu pernyataan anggota keluarga karena
terkesan samar-samar. Klarifikasi juga terjadi untuk memperjelas perasaan yang
diungkap secara samar-samar. Misalnya konselor mengatakan kepada Jenny:
“Katakan kepadanya Jenny, bukan kepada saya”. Biasanya klarifikasi lebih
menekankan kepada aspek makna kognitif dari suatu pernyataan verbal klien.
10. Reflection (refleksi) yaitu cara konselor untuk merefleksikan perasaan yang
dinyatakan klien, baik yang terbentuk kata-kata atau ekspresi wajahnya. “
Tampaknya anda jengkel dengan perilaku seperti itu”.

Anda mungkin juga menyukai