SKENARIO 3
Kelompok Tutorial E
Pengampu:
Dr. dr. Enny Suswati, M. Kes.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
1. Histologi Kulit
Kulit terdiri dari 3 lapisan yaitu: lapisan epidermis, dermis, dan subkutis.
Kulit tebal dan kulit tipis. Kulit tebal tidak berambut. Kulit tipis berambut kecuali di
gland penis.
Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis terdiri dari epitel skuamous berlapis yang merupakan keratinosit,
bergabung dengan melanosit, sel Langerhans dan sel Merkel. Fungsi utama lapisan ini yaitu
sebagai lapisan pelindung. Sel terpenting pada lapisan epidermis adalah keratinosit, yang
menghasilkan protein keratin. Lapisan epidermis berbatasan dengan lapisan dermis dengan
bentuk yang bergelombang, lapisan epidermis yang menonjol ke bawah (epidermal ridges
atau pegs) dan lapisan dermis yang menonjol ke atas (papillae dermis). Lapisan epidermis
tidak mengandung pembuluh darah, ketebalannya bervariasi, kurang dari 0,1 mm pada
kelopak mata sampai hampir 1 mm pada telapak tangan dan kaki. Sel yang dihasilkan naik
didorong oleh aktivitas mitotik ke permukaan, melewati lapisan spinosum dan lapisan
granulosum sebelum menjadi lapisan tanduk (corneum).
Perjalanan dari lapisan basal ke permukaan (pergantian lapisan epidermis atau turn over
time) berlangsung sekitar 60 hari. Selama waktu ini, penampilan sel berubah Empat lapisan
epidermis mewakili tahap-tahap maturasi keratin oleh keratinosit yaitu: (1) Lapisan basal
(stratum basale), terletak pada membran basalis, yang melekat pada lapisan dermis,
merupakan lapisan sel kolumnar tunggal.Sel-sel mengandung tonofibril keratin dan
melekatkan pada membran basalis oleh hemidesmosom. Melanosit mengisi 5-10%
populasi sel basal. Sel-sel ini mensintesis melanin dan mengirimkannya melalui proses
dendritik menuju keratinosit di sekitarnya. Melanosit paling banyak terdapat pada wajah
dan bagian tubuh lain yang terpapar. Sel Merkel juga ditemukan pada lapisan ini, walaupun
jarang. Sel-sel ini dihubungkan dengan ujung saraf - saraf kutaneus dan memiliki peranan
dalam sensasi/rangsangan. Sitoplasma mengandung granula neuropeptida, seperti filamen-
filamen saraf dan keratin. (2) Lapisan spinosum (stratum spinosum), sebagian sel basal
bergerak ke atas untuk membentuk sel polihedral lapisan ini dihubungkan oleh desmosom
(terlihat seperti duri pada mikroskop cahaya). Tonofibril keratin membentuk tautan
sitoplasma pada sel ini. Sel Langerhans terbanyak ditemukan pada lapisan ini. (3) Lapisan
sel granuler (stratum granulosum), sel-sel menjadi rata dan kehilangan nukleusnya pada
lapisan sel granuler. Granul keratohialin terlihat pada sitoplasma. (4) Lapisan tanduk
(stratum corneum), hasil akhir maturasi keratinosit, yang terdiri dari beberapa lapis sel-sel
tanduk polihedra yang saling tumpang tindih, tanpa adanya nukleus (korneosit). Lapisan
ini merupakan lapisan beberapa sel tebal pada telapak tangan dan telapak kaki, tetapi
kurang tebal di bagian tubuh lainnya. Penutup sel korneosit diperluas, dan sitoplasma
digantikan oleh tonofibril keratin di dalam matriks dibentuk dari granul keratohialin.
Lapisan Dermis
Lapisan dermis merupakan matriks jaringan ikat pendukung yang kuat, ditemukan
langsung di bawah dan berhubungan erat dengan lapisan epidermis.Lapisan dermis terletak
antara lapisan epidermis dan lemak subkutan. Lapisan dermis menyokong lapisan
epidermis dari segi struktur dan nutrisi.Ketebalan lapisan ini bervariasi dari 0,6 mm - 3 mm
atau lebih. Lapisan papillar dermis terletak di bawah dan berlekatan dengan pembatas
lapisan epidermis (rete ridges).
Lapisan ini terdiri dari jaringan ikat kolagen longgar, secara horizontal dan
bergelombang ditemukan di lapisan retikuler dermis yang lebih dalam dan lebih tebal.
Serat-serat kolagen mengisi 70% lapisan dermis memberikan kekuatan dan kepadatan
struktur lapisan. Serat elastin tersusun longgar di dalam semua lapisan dermis dan
memberikan elastisitas kepada kulit. Serat elastin terdapat sebanyak 2% dari berat lapisan
dermis orang dewasa. Serat elastin terdapat banyak di dekat folikel rambut dan kelenjar
keringat, dan sedikit pada lapisan papillar dermis. Isi lapisan dermis bagian bawah
merupakan matriks glikosaminoglikan (GAG) yang kurang padat, menyebabkan struktur
lapisan dermis dapat bergerak. Lapisan dermis bagian bawah memiliki beberapa fungsi:
mengikat air, menyediakan nutrisi, hormon, dan zat-zat yang dibuang melewati lapisan
dermis; berperan sebagai pelumas antara kolagen dan serat elastin selama pergerakan kulit;
dan memungkinkan lapisan dermis berperan sebagai bantalan dari trauma.Lapisan dermis
mengandung fibroblast (yang mensintesis kolagen, elastin, jaringan ikat lain dan GAG),
dendrosit dermis (sel-sel dendrit dengan fungsi imun), sel mast, makrofag dan limfosit.
Lapisan Subkutaneus Lapisan kulit terdalam yaitu lapisan subkutis.1 Subkutis terdiri dari
jaringan ikat longgar dan lemak (sampai ketebalan 3 cm pada lapisan perut).2 Lapisan
subkutis membantu tubuh menjaga panas tubuh dan melindungi organ tubuh dari trauma.
2. Fisiologi Kulit
Pertahanan eksternal yang paling jelas adalah kulit, atau integumen, yang
membungkus bagian luar tubuh (integere berarti "menutupi"). Kulit terdiri dari epidermis
protektif di bagian luar dan jaringan ikat dermis di bagian dalam. Kulit, yang merupakan
organ terbesar tubuh, berfungsi tidak hanya sebagai sawar mekanis antara lingkungan
eksternal dan jaringan di bawahnya tetapi juga secara dinamis terlibat dalam mekanisme
pertahanan dan fungsi penting lain. Kulit pada orang dewasa rerata memiliki berat 9 pon
dan melingkupi area permukaan sekitar 21 m . Lapisan terdalamnya mengandung banyak
2
pembuluh darah, yang jika dibentangkan dari ujung ke ujung lainnya mencapai lebih dari
11 mil. Kulit terdiri dari dua lapisan, epidermis di bagian luar dan dermis di bagian dalam.
4. Gigitan Serangga
a. Scabies
Definisi :
Scabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh kutu Sarcoptes scabiei.
kondisi yang ditandai dengan munculnya rasa sangat gatal di kulit, terutama pada
malam hari, disertai dengan timbulnya ruam bintik-bintik menyerupai jerawat atau
lepuhan kecil bersisik. Kondisi ini merupakan dampak dari adanya tungau yang
hidup dan bersarang di kulit. Epidemiologi : pada kasus scabies tidak memandang
anak anak maupun orang dewasa, kutu Sarcoptes scabiei ini menyerang semuanya.
Faktor faktor presdisposisi yang dapat menyebabkan scabies adalah :
o Kebersihan yang kurang baik
o Lingkungan yang kotor
o Kontak langsung dengan kulit penderita
angka kejadian masih banyak.
Gambaran Klinis :
Tungau dapat menggali kulit membentuk terowongan.
o Gatal parah yang biasanya memburuk pada malam hari atau setelah mandi air
panas. Jika digaruk, akan terbentuk luka dan keropeng, serta berisiko menyebabkan
infeksi bakteri di kulit.
o Pruritus Nokturna ( gatal pada malam hari )
o Bentol-bentol atau lepuhan pada kulit tempat kutu bersembunyi.
o Kulit kemerahan dan muncul ruam
o Kulit bersisik atau berkerak gejala gejala tersebut baru akan muncul 4-6 minggu
setelah kutu penyebab scabies menyerang kulit. scabies biasanya muncul di tangan,
sela-sela jari, pergelangan tangan, pinggang, paha, pusar, daerah selangkangan, dan
ketiak.
Siklus Hidup
Diagnosis :
Untuk kasus Scabies diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa dan
gambaran klinis yang khas seperti ritus Nokturna ( gatal pada malam hari ) dan juga
dapat dilakukan pemeriksaan seperti :
o Uji tinta. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengoleskan tinta khusus pada area
kulit yang bermasalah. Setelah tinta dioleskan, kulit akan dibasuh dengan kapas
yang telah diberikan alkohol. Jika terdapat sarang tungau, tinta akan tertinggal di
kulit dan membentuk garis-garis kecil.
o Pemeriksaan mikroskopis. Tungau penyebab kudis tidak selalu terlihat kasat
mata. Maka dari itu, pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi tungau di tubuh
dengan mengikis sebagian kecil area yang bermasalah untuk dijadikan sampel.
Sampel tersebut kemudian akan diperiksa lebih lanjut di laboratorium
Penatalaksanaan :
o Krim dan losion yang mengandung permethrin, lindane, sulfur, atau crotamiton.
o Obat antihistamin luntuk membantu meringankan rasa gatal.
o Obat ivermectin untuk scabies yang luas dan berat.
o Antibiotik untuk mengobati infeksi bakteri pada kulit Si Kecil.
b. Pediculosis
Definisi
Pediculosis capitis adalah infeksi kulit atau rambut kepala yang disebabkan oleh
Pediculus humanus var. capitis.
Faktor Risiko
Anak-anak sering terserang penyakit ini, terutama berusia 3-11 tahun. Anak perempuan
lebih sering terserang Penyakit ini dikarenakan memiliki rambut yang panjang dan
sering memakai aksesoris rambut. Selain itu kondisi hygiene yang tidak baik seperti
jarang membersihkan rambut juga merupakan salah satu penyebab terkena penyakit ini.
Penularan penyakit ini dapat melalui kontak langsung yaitu rambut dengan rambut atau
melalui kontak tidak langsung yaitu perantara seperti topi, bantal, kasur, sisir,
kerudung. Jaman sekarang dewasa remaja bisa terkena pediculosis juga. Bisa lewat
handuk, sisir, ataupun tidur satu kamat.
Daur Hidup
Kutu betina meletakkan telur pada pangkal rambut, telur ini sulit dilihat dan
sering dikira ketombe → telur menetas menjadi nimfa dalam waktu 6 – 9 hari → nimfa
menjadi dewasa setelah melalui 3 stadium dalam waktu 7 hari → kutu dewasa dapat
hidup hingga 30 hari, tanpa mengisap darah kutu akan mati dalam 1 – 2 hari.
Morfologi
Ciri-ciri Pediculus humanus capitis :
Bentuk pipih dorsoventral, berukuran 2 – 3 mm, berwarna abu-abu
Tubuh dibagi menjadi 3 bagian antara lain : chepalus, thorax, dan abdomen
Pada bagian chepalus atau kepala terdapat 1 pasang antena terdiri dari 5 ruas besar,
1 pasang mata, dan 1 alat tusuk atau proboscis
Pada bagian thorax atau dada ada 3 pasang kaki yang terletak pada prothorax 1
pasang, mesothorax 1 pasang, dan metathorax 1 pasang, tidak mempunyai sayap
Pada bagian abdomen atau perut ada 9 ruas abdomen, terdapat lubang pernapasan
atau spirakel yang terlihat jelas
Alat kelamin jantan berbentuk seperti ujung tombak disebut aedeagus
Alat kelamin betina berbentuk seperti huruf V terbalik disebut porus genitalis atau
lubang kelamin
Ciri-ciri telur Pediculus humanus capitis :
Telur berukuran 0.8 mm x 0.3 mm
Berwarna putih atau kuning
Manifestasi Klinis
Kelainan kulit yang ditimbulkan oleh gigitan tungau yaitu rasa gatal dan dengan
garukan untuk menghilangkan rasa gatal. Pengaruh air liur dan ekskresi tungau yang
ikut masuk kedalam kulit kepala ketika tungau sedang menghisap darah tersebutlah
yang menimbulkan rasa gatal. Gigitan dari tungau dapat menghasilkan kelainan kulit
berupa eritema, bula dan papula, tetapi pemeriksa seringnya menemukan eritema dan
ekskoriasi saja. Garukan yang terjadi pada kulit kepala dapat menyebabkan terjadinya
erosi, ekskoriasi dan infeksi sekunder berupa pus dan krusta. Bila terjadi infeksi
sekunder berat, rambut akan bergumpal karena banyaknya pus dan krusta. Keadaan ini
disebut plicapolonica yang dapat ditumbuhi jamur.
Diagnosis
Diagnosis pasti dari Pediculosis capitis adalah ditemukan Pediculus humanus
var. capitis dewasa, nimfa, dan telur di kulit dan rambut kepala.
Terapi
Metode pengobatan penyakit ini dapat dilakukan dengan menggunakan dua
metodeyang mencakup metode fisik maupun kimiawi. Metode secara kimiawi, yaitu
penggunaan insektisida atau pedikulisida. Metode fisik yang dapat digunakan adalah
dengan mencukur rambut untuk mencegah infestasi dan membantu agar obat topikal
bekerja lebih baik dan tidak terhalang rambut. Obat yang digunakan untuk terapi
Pediculosis capitis yaitu piretrin yang berasal dari ekstrak alami bunga Chryantheum
cineraria efolium tetapi pada orang yang alergi terhadap tanaman chryantheums atau
sari tanaman yang terkait akan mengalami sesak nafas dan dispnea. Permetrin adalah
satu-satunya piretoid sintesis.
c. Cutaneus Larva Migrans
Definisi
Kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linier dan atau berkelok-
kelok, timbul, progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari
feses anjing dan kucing.
Etiopatogenesis
Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang yang hidup di usus
anjing dan kucing yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum.
Larva masuk pada stadium ketiga siklus hidup. Nematoda hidup pada hospes, ovum
(telur cacing) terdapat pada kotoran binatang dan karena kelembapan berubah menjadi
larva yang mampu mengadakan penetrasi ke kulit. Larva tinggal di kulit dan berjalan-
jalan tanpa tujuan.
Gejala klinis
larva masuk ke kulit -> rasa gatal dan panas
papul, lesi berkelok-kelok diameter 2-3 mm, kemerahan. Papul eritematous menjalar
seperti benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul dan membentuk
terowongan (burrow) mencapai panjang beberapa cm.
Gatal hebat pada malam hari
Diagnosis ditegakkan berdasarkan bentuk yang khas yaitu kelainan seperti benang
yang lurus atau berkelok-kelok, menimbul dan terdapat papul atau besikel di atasnya.
Diagnosis banding Skabies, dermatofitosis, insect bite.
Tatalaksana :
Sistemik -Tiabendazol 25-50 mg/kgBB/hari (2x sehari) diberikan selama 2-5
hari berturut-turut. Dosis maksimal 3 gr per hari. Bila belum sembuh dapat diulangi
setelah beberapa hari -Albendazol 400 mg sehari, diberikan selama 3 hari berturut-turut.
Pencegahan:
Rajin mencuci tangan
Prognosis
Tidak mengancam kehidupan, umumnya sembuh dengan terapi antihelmintes,
albendazol, atau tiabendazol.
d. Filariasis
Filariasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing Filaria sp. yang
dapat menyerang kelenjar dan saluran getah bening. Penyakit ini dapat merusak limfe,
menimbulkan pembengkakan pada tangan, kaki, glandula mammae, dan skrotum,
menimbulkan kecacatan serta stigma negatif bagi penderita dan keluarganya. Penyakit
ini berdampak pada penurunan produktivitas kerja, menambah beban keluarga dan
menimbulkan kerugian ekonomi. Penyebab tersering pada manusia, yaitu Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, Loa loa, dan Onchocerca volvulus dan
ditularkan oleh nyamuk Mansonia sp., Anopheles sp., Culex sp., dan Armigeres sp.
Cacing Filaria sp.
Gejala terdiri dari gejala klinis akut dan kronis. Gejala akut berupa limfadenitis,
limfangitis, adenolimfangitis yang dapat disertai demam, sakit kepala, rasa lemah serta
dapat pula menjadi abses. Abses dapat pecah yang selanjutnya dapat menimbulkan
parut, terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Gejala kronik berupa limfedema, lymph
scrotum, chyluria, dan hidrokel. Limfedema adalah pembengkakan yang disebabkan
oleh gangguan pengaliran getah bening kembali ke dalam darah. Lymph scrotum adalah
pelebaran saluran limfe superfisial pada kulit skrotum. Ditemukan juga vesikel dengan
ukuran bervariasi pada kulit, yang dapat pecah dan membasahi pakaian. Chyluria
adalah kebocoran yang terjadi akibat pecahnya saluran limfe dan pembuluh darah di
ginjal (pelvis renalis). Hidrokel adalah pembengkakan yang terjadi pada skrotum
karena terkumpulnya cairan limfa di dalam tunika vaginalis testis.
Siklus hidup
Gejala:
Akut: menimbulkan abses yg dpt menimbulkan jaringan parut, demam
Kroniis: ada hidrokel
Tatalaksana:
Perawatan umum: penggunaan antibiotic. (dietil carbamazine), istirahat yg cukup
b. Naevus Pigementosus
Nevus pigmentosus adalah lesi kulit melanositik jinak yang terjadi akibat
proliferasi melanosit pada jaringan kulit. Lesi pada nevus pigmentosus memiliki
diameter, warna, dan jumlah yang bervariasi antar individu.
Manifestasi klinis nevus pigmentosus berbeda-beda sesuai dengan jenis nevus
yang dimiliki. Nevus pigmentosus biasanya tidak disertai dengan rasa gatal, nyeri,
bengkak, atau peradangan. Pemeriksaan penunjang umumnya tidak diperlukan untuk
menegakkan diagnosis, kecuali terdapat kecurigaan ke arah keganasan.
Patofisiologi
Terapi Pembedahan
Jika mengarah ke keganasan. Terapi pembedahan pada nevus pigmentosus
dilakukan pada kasus-kasus tertentu, seperti nevus pigmentosus yang mengganggu secara
kosmetik dan fungsional, serta nevus pigmentosus kongenital dengan diameter besar.
Jenis nevus ini memiliki risiko keganasan yang lebih tinggi dibandingkan nevus dengan
ukuran kecil atau sedang.
c. Carsinoma sel squamosa
Definisi:
Karsinoma sel skuamosa (KSS) adalah tumor ganas kulit yang berasal dari
sel keratinosit, dapat bermetastasis, dan berkembang dari ulkus atau radang kronik,
prakanker, atau rangsangan karsinogen tertentu.
Epidemiologi:
KSS banyak dijumpai pada orang kulit putih yang tinggal di daerah banyak
sinar matahari (tropik), jarang pada orang kulit berwarna. Laki-laki lebih banyak
dibandingkan perempuan, dan usia penderita umumnya 40 tahun atau lebih.
Etiopatogenesis:
Penyebab KSS paling sering adalah sinar matahari. Penyebab lainnya yaitu
sinar radiasi; panas kronik; granuloma kronik, misalnya lupus vulgaris, lupus
eritematosus, sifilis, ulkus dan radang kronik, misalnya sinus dari osteomielitis,
hidradenitis supurativa, parut Iuka bakar dan keadaan imunosupresi. Karsinogen
yang dapat menyebabkan KSS, antara lain bahan kimia hidrokarbon polisiklik
aromatik, arsen, dan virus papiloma humanus (HPV) terutama tipe 16 dan 18.
KSS dimulai dengan pertumbuhan sel atipik di epidermis berupa karsinoma
insitu kemudian menembus membran basal masuk ke dermis. Selanjutnya, sel
tumor ini dapat menyebar ke kelenjar getah bening dan organ dalam.
Gambaran klinis:
Secara klinis, KSS berupa plak atau tumor teraba padat, dapat verukosa, atau
berbenjol-benjol, dan berulkus. Tepi tumor tidak jelas, dapat melebihi batas yang
terlihat. Lokasi tumor tergantung penyebabnya. Bila penyebabnya sinar matahari,
lokasi tersering adalah daerah terpajan sinar, misalnya wajah dan lengan bawah.
Karsinogen zat kimia pada penyapu cerobong asap menyebabkan tumor pada
skrotum. Lokasi KSS di tungkai, disebabkan sering terjadi Iuka dan jaringan parut
dari trauma kronik.
Pemeriksaan penunjang:
Biopsi kulit untuk pemeriksaan histopatologis menunjukkan adanya massa sel
tumor yang tumbuh ke dermis, terdiri atas sel skuamosa normal dan atipik. Semakin
banyak sel atipik, semakin buruk diferensiasi sel. Sel atipik ini bervariasi dalam
bentuk, ukuran, nukleus hiperplasi, hiperkromasi, jembatan antar sel menghilang,
keratinisasi sel individual dan mitosis atipik. Pemeriksaan lain untuk mencari
kemungkinan adanya metastasis, misalnya x-ray toraks, CT-scan abdomen dan
bone survey.
Diagnosis dan diagnosis banding:
Diagnosis dapat ditegakkan dengan gambaran klinis dan bila perlu, pemeriksaan
histopatologis. Diagnosis banding adalah keratoakantoma, tetapi tumor ini
bentuknya, seperti kubah dengan kawah keratin ditengahnya; ulkus atau granuloma
kronik; melanoma yang amelanotik; dan KSB. Penyakit-penyakit dibedakan
dengan ciri klinis masing-masing.
Tata laksana
Nonmedikamentosa: Menghindari sinar matahari dan karsinogen penyebab KSS.
Medikamentosa :
a) Bedah skalpel dengan irisan 5-10 mm diluar batas tumor.
b) Bedah listrik dan bedah beku pada tumor yang berukuran kecil dan berbatas
tegas.
c) Bedah Mohs untuk pengangkatan secukupnya, tetapi lengkap (tepi bebas
tumor).
d) Radioterapi dan atau kemoterapi untuk KSS yang tidak dapat dioperasi atau
sudah metastasis.
e) Sitostatik: 5-Fluorourasil intralesi untuk pasien yang menolak operasi.
Prognosis:
KSS dengan pemeriksaan histopatologis diferensiasi sel buruk atau yang sudah
metastasis lebih sulit diobati karena kemungkinan penyakit dapat rekuren atau
masih tetap berlanjut.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hiperpigmentasi pada dasarnya untuk menjadikan kulit
menjadi lebih terang baik karena alasan medik maupun sosial menjadi perhatian
yang kuat, terutama pada populasi perempuan asia. Pengobatan hiperpigmentasi
kadang–kadang menimbulkan frustasi pada pasien maupun dematologis karena
memerlukan waktu yang cukup lama, kontrol yang teratur serta kerja sama yang
baik antara penderita dan dokter yang menanganinya. Kebanyakan penderita
berobat untuk alasan kosmetik. Pengobatan hiperpigmentasi harus dilakukan
secara teratur dan sempurna karena hiperpigmentasi ada yang bersifat kronis
residif (berlangsung lama dan dapat muncul kembali). Disamping itu penderita
harus diberi edukasi bahwa tidak semua kasus hiperpigmentasi yang
memberikan respon terhadap pengobatan. Pengobatan yang tepat adalah
pengobatan terhadap penyebab (kausal) hiperpigmentasi tersebut ,maka penting
dicari penyebab dari hiperpigmentasi tersebut.
Pencegahan
1. Menghilangkan faktor yang merupakan penyebab hiperpigmentasi misalnya
saja pil kontrasepsi, pemakaian kosmetik yang bewarna atau mengandung
parfum, obat-obat sitostatika, antimalaria dll, yang bisa memacu
hiperpigmentasi. Mencari penyebab timbulnya hiperpigmentasi sangat penting
karena selama faktor pemicu masih ada pengobatan tidak akan sempurna dan
melasma akan tetap muncul.
2. Pencegahan terhadap timbulnya atau bertambahnya berat serta kambuhnya
melasma adalah perlindungan terhadap sinar matahari. Hindari pajanan
langsung sinar ultra violet terutama antara pukul 09.00- 15.00. Sebaiknya jika
keluar rumah mengunakan payung atau topi dan memakai tabir surya.
Pemakaian tabir surya dianjurkan 30 menit sebelum terkena pajanan sinar
matahari. Tabir surya yang digunakan adalalah tabir surya yang spectrum luas
yang dapat menghambat sinar UVA dan UVB dengan Sun Protecting Faktor
diatas 15. Bentuk sediaan tabir surya dapat disesuaikan dengan kondisi dan
keadaaan kulit masingmasing.
3. Hal- hal lain yang perlu diperhatikan dalam upaya pencegahan
hiperpigmentasi adalah :
a. Pemakaian kosmetik yang aman dan tepat sesuai dengan kondisi/jenis kulit
dapat menghindari insiden alergi dan radang yang bisa memicu maupun
memperberat hiperpigmentasi yang telah ada.
b. Pemakaian obat atau kosmetik sesuai aturanya baik dari segi waktu pemakain,
jumlah dan frekuensinya. Pemakaian yang berlebihan tidak akan memperoleh
hasil yang lebih baik dan lebih cepat, melainkan dapat terjadi iritasi, kemerahan
atau gangguan lainnya yang tidak perlu terjadi 4. Bila dalam 24 jam setelah
pemakaian kosmetik ataupun obat terjadi kemerahan disertai rasa gatal yang
hebat segeralah konsultasi ke dokter/ahli kecantikan karena penanganan yang
dini dapat mengurangi resiko terjadinya hiperpigmentasi.
Etiologi
Riwayat kerusakan pada jaringan kulit, seperti infeksi kulit, lecet, luka
bakar, hingga trauma lain pada kulit. Namun, kelainan genetik juga mungkin
menyebabkan hipopigmentasi.
Untuk mengetahui lebih jelas apa penyebab dari hipopigmentasi dan apa
dampaknya, simak penjelasan berikut ini:
1. Vitiligo Hipopigmentasi
Dapat disebabkan oleh vitiligo, yaitu kelainan autoimun yang
menyebabkan rusaknya sel penghasil pigmen. Akibatnya, muncul bercak putih
halus pada kulit. Kelainan ini bisa berlangsung lama dan menyebabkan bercak
putih membesar. Pada sebagian orang, bercak ini bisa muncul di seluruh tubuh.
2. Albinisme Albinisme adalah kelainan genetik langka yang menyebabkan
tidak terbentuknya enzim yang membantu menghasilkan melanin. Akibatnya,
produksi melanin jadi terbatas. Seorang albino (penderita albinisme) memiliki
pigmentasi yang kurang pada kulit, rambut dan mata. Kelainan ini lebih sering
terjadi pada orang kulit putih.
3. Lichen sclerosus
Hipopigmentasi juga dapat disebabkan oleh lichen sclerosus, yaitu
gangguan kulit yang sering menyerang area genital dan anus. Lichen sclerosus
bisa terjadi pada siapa saja, namun wanita menopause lebih berisiko untuk
mengalaminya. Lichen sclerosus tidak hanya menyebabkan munculnya bercak
putih pada area kulit yang terkena, tapi juga membuat kulit menjadi keriput,
terasa gatal dan mudah berdarah jika tergores.
4. Pytiriasis alba
Meski diketahui bukan tergolong penyakit menular, hingga kini
penyebab pasti dari pytiriasis alba belum diketahui secara jelas. Kondisi ini
diduga merupakan salah satu bentuk ringan dari eksim atau alergi pada kulit.
Hipopigmentasi pada ptyriasis alba paling sering terjadi pada wajah, namun bisa
juga di leher, dada, punggung dan lengan atas. Munculnya hipopigmentasi
sering dikaitkan dengan paparan sinar matahari. Awalnya, bercak
hipopigmentasi tidak langsung berwarna pucat atau putih, melainkan merah
muda dan bersisik.
5. Infeksi
Keluhan hipopigmentasi dapat pula diakibatkan oleh proses infeksi,
diantaranya adalah pytiriasis versicolor atau sering dikenal dengan panu dan
lepra yang juga diketahui sebagai kusta. Panu disebabkan oleh infeksi jamur
yang tumbuh pada permukaan kulit dan menimbulkan bercak hipopigmentasi,
sedangkan kusta disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae, yang
pada fase awal ditandai dengan bercak hipopigmentasi yang mati rasa.
6. Hipopigmentasi pasca inflamasi
Bekas luka yang sembuh setelah peradangan bisa mengalami
hipopigmentasi. Ini bisa terjadi pada luka akibat penyakit kulit maupun cedera
terutama luka bakar, seperti terkena knalpot, tersiram air panas, atau iritasi
paparan bahan kimia. Mengobati Hipopigmentasi dengan Tepat Dokter dapat
mendiagnosis hipopigmentasi berdasarkan penampakan kelainan pada kulit,
mulai dari bentuk, ukuran, lokasi, dan sifat bercak. Dokter juga mungkin akan
menganjurkan pemeriksaan penunjang seperti uji kerokan kulit dan pemindaian
laser untuk membantu mendiagnosa penyebab hipopigmentasi.
Terapi laser
Pada beberapa kasus, seperti hipopigmentasi yang disebabkan oleh bekas luka,
terapi laser bisa membantu mengembalikan warna kulit. Pasalnya, terapi laser
mampu merangsang produksi sel-sel kulit baru untuk mengganti sel-sel kulit
yang rusak.
c. Vitiligo
kelainan autoimun yang menyebabkan rusaknya sel penghasil pigmen.
Akibatnya, muncul bercak putih halus pada kulit. Kelainan ini bisa berlangsung
lama dan menyebabkan bercak putih membesar. Pada sebagian orang, bercak
ini bisa muncul di seluruh tubuh.
Etiologi
Warna kulit, rambut, dan mata dihasilkan oleh sel pigmen tubuh. Pada penderita
vitiligo, sel tersebut berhenti memproduksi warna atau pigmen tubuh. Akibatnya,
muncul bercak putih di kulit dan uban pada rambut.
Belum diketahui mengapa sel pigmen berhenti memproduksi zat pigmen tubuh,
tetapi kondisi tersebut diduga terkait dengan sejumlah faktor berikut:
Kelainan genetik yang diturunkan.
Penyakit autoimun, yaitu suatu kondisi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang dan
menghancurkan sel-sel tubuh yang sehat, termasuk sel pigmen tubuh.
Stres, kulit terbakar akibat sinar matahari, atau paparan bahan kimia yang juga diduga
dapat memicu terjadinya vitiligo.
Tatalaksana
d. Melasma
Definisi
Melasma adalah kelainan pigmentasi didapat dengan gambaran klinis
khas berupa makula coklat muda hingga coklat tua pada daerah terpajan
matahari, contohnya wajah dan leher. Kelainan kulit tersebut bersifat kronis
serta sulit untuk diobati sehingga sering memberi dampak psikologis bagi
pasien.
Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa kelainan ini lebih sering terjadi
pada wanita, terutama usia reproduksi, dengan tipe warna kulit lebih gelap.
Melasma merupakan kelainan kronis dan cenderung rekuren. Melasma jarang
ditemukan sebelum pubertas. Lebih sering pada wanita khususnya usia
reproduksi, pada individu dengan warna kulit gelap, dan tinggal di daerah
dengan pajanan matahari yang tinggi.
Manifestasi Klinis
Lesi melasma ditandai oleh makula hiperpigmentasi, simetris, dapat
berkonfluensi atau tersebar. Lokasi paling sering adalah di pipi, bagian atas
bibir, dagu dan dahi, namun kadang dapat dijumpai pada daerah yang tidak
terpajan matahari. Patogenesis melasma hingga saat ini masih belum jelas,
namun pengaruh faktor genetik, hormonal, dan radiasi ultraviolet (UV) diduga
berperan.
Penatalaksanaan
Banyaknya faktor yang berperan dalam patogenesis melasma menyebabkan
penatalaksanaan melasma hingga saat ini masih belum memuaskan. Pengobatan
melasma memerlukan waktu yang cukup lama dan dapat bersifat kronis residif.
Penatalaksanaan meliputi penggunaan tabir surya dan perlindungan diri dari sinar
matahari, terapi topikal serta terapi dengan alat.
e. Albino/albinisme
kondisi yang disebabkan oleh kekurangan atau ketiadaan melanin di dalam
tubuh. Melanin adalah pigmen yang dihasilkan tubuh untuk menentukan warna kulit,
rambut, dan iris (selaput pelangi) mata.
Etiologi:
Albinisme atau albino disebabkan oleh perubahan atau mutasi pada gen yang
berpengaruh dalam produksi melanin. Mutasi pada gen-gen tersebut menyebabkan
produksi melanin berkurang drastis atau bahkan tidak diproduksi sama sekali.
Berdasarkan jenis gen yang mengalami mutasi, albinisme terbagi ke dalam
beberapa tipe, yaitu:
Albinisme okulokutaneus
Albinisme okulokutaneus merupakan albinisme yang paling umum terjadi. Albinisme
tipe ini terjadi akibat mutasi pada salah satu dari 7 gen (OCA1 sampai OCA7). Mutasi
pada gen ini menyebabkan penurunan produksi melanin di rambut, kulit, dan mata, serta
menurunkan fungsi penglihatan.
Albinisme okulokutaneus terjadi ketika masing-masing orang tua menurunkan satu
salinan gen yang bermutasi kepada anaknya. Pola ini disebut dengan autosomal resesif.
Albinisme okular
Albinisme okular terjadi akibat mutasi pada gen di kromosom X. Albinisme okular bisa
terjadi jika seseorang memiliki ibu yang menderita mutasi pada gen tersebut. Pola
penurunan penyakit ini disebut X-linked recessive.
Hampir seluruh kasus albinisme okular terjadi pada laki-laki. Meski demikian, tipe ini
lebih jarang terjadi dibandingkan albinisme okulokutaneus.
Albinisme yang terkait sindrom
Albinisme tipe ini dikaitkan dengan penyakit akibat faktor keturunan. Beberapa
penyakit yang terkait dengan albinisme tipe ini adalah:
Sindrom Chediak-Higashi, yaitu sindrom yang disebabkan oleh mutasi pada gen LYST.
Sindrom ini menyebabkan kelainan pada sel darah putih, sehingga meningkatkan risiko
infeksi.
Sindrom Hermansky-Pudlak, yaitu sindrom yang terjadi akibat mutasi pada 1 dari 8 gen
yang membentuk protein yang bertanggung jawab dalam pembentukan LROs
(lysosome-related organelles). LROs juga diidentifikasi pada melanosit, keping darah,
dan sel paru.
Kelainan pada LROs akan menyebabkan munculnya okulokutaneus albinisme. Selain
bisa menyebabkan albinisme, sindrom ini juga bisa menyebabkan kelainan pada paru-
paru, usus, dan gangguan perdarahan.
Factor risiko
Albino adalah kondisi yang diderita sejak lahir. Seorang bayi lebih berisiko terlahir
dengan albinisme jika memiliki orang tua yang juga menderita albinisme atau jika orang
tua tersebut membawa mutasi gen yang menyebabkan albinisme.
Gejala:
Gejala dan keluhan yang muncul tergantung pada jumlah melanin yang diproduksi
oleh tubuh. Umumnya, gejala albinisme akan menyebabkan adanya hipopigmentasi pada
kulit. Namun pada beberapa kasus, warna kulit dan rambut penderita albinisme nyaris sama
dengan orang tua atau saudaranya yang normal.
Gejala lain selain hipopigmentasi kulit:
Tanda pada warna rambut, kulit dan iris mata
Tanda yang paling mencolok pada penderita albinisme adalah warna rambut,
alis dan bulu mata yang bisa berwarna cokelat, kuning, atau sangat putih. Begitu juga
warna kulitnya, bisa berwarna cokelat atau putih pucat. Warna iris mata penderita
albinisme juga bisa berwarna cokelat, biru terang, atau kemerahan.
Kelainan warna organ tubuh di atas merupakan tanda yang paling umum pada penderita
albinisme. Pada beberapa kasus, warna rambut, kulit, dan iris mata dapat berubah
menjadi lebih gelap seiring bertambahnya usia. Perubahan tersebut bisa disebabkan
oleh peningkatan produksi melanin atau paparan mineral tertentu yang ada di
lingkungan.
Tanda dan gejala pada mata
Semua tipe albinisme menyebabkan gangguan pada mata. Beberapa tanda dan
gejalanya adalah:
Penurunan fungsi penglihatan akibat kelainan pada perkembangan retina
Gerakan mata tidak terkendali atau nistagmus
Mata sensitif terhadap cahaya atau fotofobia
Mata juling atau strabismus
Rabun dekat atau hipermetropi
Mata silinder atau astigmatisme
Rabun jauh atau miopi
Kebutaan
Gangguan penglihatan ini dapat membuat penderita albinisme anak-anak terlihat
kikuk dan bingung saat merangkak atau mengambil suatu benda. Akan tetapi, biasanya
kemampuan adaptasinya akan membaik seiring pertambahan usianya.
Diagnosis:
Diagnosis albinisme dengan melakukan pemeriksaan fisik dengan melihat kelainan
pada warna rambut, kulit, dan iris mata pasien. Selain itu, elektroretinografi yaitu
pemeriksaan untuk mendeteksi gangguan pada mata yang terkait dengan albinisme.
Meski umumnya albinisme dapat diketahui dengan pemeriksaan fisik, untuk
memastikan dapat melakukan tes genetik, terutama jika ada riwayat albinisme di dalam
keluarga pasien.
Tatalaksana:
Albinisme disebabkan oleh kelainan genetik, sehingga penyakit ini tidak dapat
disembuhkan. Meski demikian, sejumlah langkah pengobatan di bawah ini dapat
meredakan gejala dan mencegah perburukan:
Kacamata atau lensa kontak
Untuk meningkatkan fungsi penglihatan dan mengurangi sensitivitas
terhadap cahaya, penderita dapat menggunakan kacamata atau lensa kontak.
Dokter juga dapat melakukan operasi untuk mengatasi mata juling dan
nistagmus.
Tabir surya
Untuk mencegah kerusakan kulit, pasien akan diberikan tabir
surya dengan kandungan SPF 30 atau lebih untuk digunakan secara rutin.
Pakaian tertutup
Penderita disarankan memakai kacamata hitam dan mengenakan
pakaian tertutup untuk melindungi mata dan kulit dari paparan sinar
ultraviolet, terutama bila hendak beraktivitas di luar ruangan.
Komplikasi:
Albinisme dapat memengaruhi kualitas hidup penderitanya, baik secara fisik
maupun mental. Jika tidak ditangani, penderita albinisme bisa mengalami sejumlah
kondisi berikut:
Kesulitan atau ketidakmampuan membaca, bekerja, atau berkendara akibat
gangguan pada mata
Luka bakar dapat berkembang menjadi kanker kulit, akibat sensitivitas kulit
terhadap sinar matahari
Stres atau rendah diri, yang bisa disebabkan oleh perasaan minder penderita karena
melihat dirinya berbeda atau akibat perundungan dari orang sekitar
8. Mikrologi Kulit
a. Pyoderma
Definisi
Pioderma adalah infeksi kulit dan jaringan lunak yang disebabkan oleh
bakteri
piogenik, yang tersering adalah S. aureus dan Streptokokus β-hemolitik grup A
antara lain S. pyogenes.
Etiologi
Infeksi bakteri primer penyebab utama penyakit pioderma adalah
Staphylococcus koagulase-positip yaitu Staphylococcus aureus dan
Streptococcus B hemoliticus. Staphylococcus aureus merupakan bakteri
berbentuk bola yang bergerombol kecil-kecil. Bakteri ini penyebab patogen
utama di kulit. Bakteri yang termasuk ke dalam golongan Streptococcus B
hemoliticus A yaitu Streptococcus pyogenes yang termasuk kedalam gram
positif.
Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi penyakit pioderma antara lain:
Kurangnya higienitas atau kebersihan, seperti tempat tinggal penderita yang
kotor dan banyak debu.
Turunnya daya tahan tubuh, Seperti: malnutrisi, anemia, dibetes melitus,
penyakit kronik (TBC, cerebral palsy, epilepsi), dan neoplasma ganas.
Terdapat penyakit lain di kulit
Klasifikasi
1. Pioderma primer
Infeksi bakteri yang menyerang pada kulit sehat dengan gambaran klinis yang
khas dan disebabkan satu macam bakteri.
2. Pioderma sekunder
Merupakan penyakit infeksi bakteri yang menyerang pada kulit dimana
sebelumnya terdapat kelainan kulit dan kondisi kulit sedang tidak sehat, seperti
infeksi jamur, infeksi virus, erosi, luka bakar, dan luka sayat. Pioderma
sekunder disebabkan oleh lebih dari satu bakteri. Pada umumnya pioderma
sekunder akan timbul peradangan dan keluarnya cairan pus.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari penyakit pioderma sangat bervariasi. Dari bakteri yang
menyerang epidermis disebut impetigo, atau mengenai jaringan lebih dalam
disebut ektima. Atau seperti pada folikulitis yaitu bakteri yang menyerang
folikel rambut, atau karbunkel, sekelompok folikel- folikel.
Bentuk Pioderma
Macam-macam bentuk pioderma sesuai dengan ujud kelainan kulit (UKK),
antara lain:
a. Impetigo
Impetigo terdiri dari:
1. Impetigo krustosa/Impetigo vulgaris/ Impetigo kontagiosa/ Impetigo Tillbury
Fox Bentuk impetigo ini menyerang pada lapisan epidermis. Gambaran
klinis terlihat khas yaitu krusta seperti madu yang berwarna kuning kecoklatan,
lunak, dan tebal.Umumnya lebih banyak menginfeksi pada anak-anak dan
penyakit ini sangat mudah menular. Daerah yang sering ditemui yaitu terutama
pada wajah disekitar mulut dan hidung, leher, tangan, dan eksremitas.
4. Furunkel
Furunkel merupakan peradangan pada folikel rambut serta jaringan-jaringan
disekitarnya. Ujud kelainan kulit berupa makula eritematosa lentikuler numular
kemudian
menjadi nodula lentikular numular berbentuk kerucut. Penyebabnya yaitu
Staphylococcus aureus. Lokasi yang sering ditemui yaitu di daerah
berambut,lembab, dan sering terkena gesekan atau tekanan yaitu pantat, ketiak,
leher, punggung,dan wajah.
5. Karbunkel
Gabungan dari furunkel-furunkel disebut dengan karbunkel. Penyakit ini
disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan sering menyerang pada anak-anak
dan juga dewasa. Tempat predileksi panyakit ini hampir sama dengan furunkel
yaitu di aksila, pantat, dan tengkuk.Efloresensi berupa makula eritematosa
kemudian menjadi nodula lentikular hingga numular. Lokalisasi secara regional
dengan bentuk teratur dan terdapat fistul yang mengeluarkan sekret putih
Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan
1. Pemeriksaan sederhana dengan pewarnaan Gram. 2. Kultur dan resistensi
spesimen lesi/aspirat apabila tidak responsif terhadap pengobatan empiris. 3.
Kultur dan resistensi darah, darah perifer lengkap, kreatinin, C-reactive protein
apabila diduga bakteremia. 4. Biopsi apabila lesi tidak spesifik.
Penatalaksanaan
Non medikamentosa
1. Mandi 2 kali sehari dengan sabun 2. Mengatasi/identifikasi faktor
predisposisi dan keadaan komorbid, misalnya infestasi parasit, dermatitis
atopik, edema, obesitas dan insufisiensi vena.
Medikamentosa
Prinsip: pasien berobat jalan, kecuali pada erisipelas, selulitis dan flegmon
derajat
berat dianjurkan rawat inap. Terdapat beberapa obat/tindakan yang dapat dipiih
sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
1. Topikal o Bila banyak pus atau krusta: kompres terbuka dengan
permanganas kalikus 1/5000, asam salisilat 0,1%, rivanol 1‰, larutan
povidon iodine 1%; dilakukan 3 kali sehari masing-masing ½-1 jam selama
keadaan akut. o Bila tidak tertutup pus atau krusta: salep/krim asam fusidat
2%, mupirosin 2%. Dioleskan 2-3 kali sehari, selama 7-10 hari.
b. Impetigo
Definisi :
Impetigo merupakan salah satu bentuk pioderma superficial dan bersifat
menular Disebabkan oleh streptococcus dan staphylococcus sering terjadi pada
anakanak dapat juga menyerang orang dewasa. Impertigo dapat diklasifikasikan
menjadi 3, yaitu :
o Impertigo Krustosa
Etiologinya : disebabkan oleh Streptococus beta-hemolyticus
Manifestasi klinis : tanpa gejala umum, eritema dan vesikel,
predileksi diwajah
o Impertigo Bulbosa
Etiologinya : Staphylococus aureus
Manifetasi klinis : kelainan kulit berupa eritema, bula, dan bulahipopion o
Impertigo neonatorum
Etiologinya : Staphylococus aureus
Manifestasi klinis : lokasi bula ditemukan pada seluruh tubuh disertai demam
Epidemiologi : Terutama mengenai anak- anak.
Mengenai kedua jenis kelamin, lakilaki dan perempuan sama banyak. Faktor
faktor presdisposisi yang dapat menyebabkan impertigo adalah :
o Kebersihan yang kurang baik
o Penurunan daya tahan tubuh yang disebabkan karena gizi kurang, anemia,
penyakit kronis, keganasan, diabetes, dan lain lain.
o Terdapat penyakit lain di kulit
o Lingkungan yang kotor
Gambaran Klinis : Gejala pada kasus impertigo sebenarnya tergantung apa
penyebab yang menyerang pada pasien, dikarenakan setiap etiologi memiliki
gejala klinis yang berbeda beda seperti Streptococus beta-hemolyticus dan
Staphylococus aureus . Gambaran secara umum gejala klinis pasien yang
terkana impertigo seperti :
o Didapatkan vesikel-vesikel yang cepat berubah menjadi bula yang lunak
o Permukaannya berisi cairan kuning yang kemudain berubah menjadi kuning
pekat dan keruh
o Bula dikelilingi oleh eritema dan berbatas tegas. Kadang-kadang waktu
penderita vesikel/bula telah memecah sehingga yang tampak hanya koleret dan
dasarnya masih eritematosa.
Diagnosis : Untuk kasus Impertigo Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesa dan gambaran klinis yang khas berupa bula-bula berisi cairan
kuning yang disertai kulit yang eritem disekitarnya
Penatalaksanaan :
o Khusus :
Topikal Jika bula besar dan banyak, sebaiknya dipecahkan selanjutnya
dibersihkan dengan betadine dan dioleskan dengan salep antibiotic, seperti
kloramfenikol 2 % atau eritromisin 3 %
Sistemik
jika timbul gejala konstitusi seperti demam, berikan antibiotic seperti:
Amoksisilin Anak-anak : 20 mg/kgBB/ hari (3 x/hari) Dewasa : 3 x 500 mg /
hari
Klindamisin Anak-anak : 8-20 mg/kg/hari (3-4 x /hari) Dewasa : 150-300
mg /hari (3-4 x / hari)
Eritomisin Anak-anak : 12,5-50 mg/kg/dosis (4x/hari) Dewasa : 3 x 250-500
mg/hariTerapi sistemik ini diberikan pada kasus- kasus berat, lama pengobatan
paling sedikit 7-10 hari.
c. Lepra
Definisi
Kusta adalah suatu penyakit infeksi granulomatosa yang disebabkan
oleh Mycobacterium leprae. Penyakit ini terutama menyerang saraf tepi dan
kulit.
Etiologi
Kusta disebabkan oleh Mycobacterium leprae yaitu suatu basil tahan
asam, gram positif, obligat intraseluler yang tidak dapat dibiakkan Bakteri ini
dapat tumbuh pada suhu 30°C, di bawah suhu tubuh manusia. Hal ini yang
menjelaskan lesi kusta lebih banyak di area tubuh yang lebih dingin.
Patogenesis
Manifestasi klinis kusta tergantung dari imunitas seluler pejamu. Pada
kusta lepromatosa didapatkan kegagalan imunitas seluler dalam melawan M.
leprae, sehingga terjadi multiplikasi basil, penyebaran infeksi dan akumulasi
antigen pada jaringan yang terinfeksi. Tidak adanya limfosit dan makrofag yang
teraktivasi menyebabkan kerusakan saraf yang timbulnya lambat dan perlahan.
Pada kusta tuberkuloid, imunitas seluler dominan sehingga infeksi terbatas pada
satu atau beberapa lokasi pada kulit dan saraf tepi. Pasien tuberkuloid mampu
membentuk granuloma yang terdiri dari sel T-helper, di mana pasien
lepromatosa tidak mampu membentuk granuloma serta didominasi oleh sel T-
supresor. Di antara bentuk polar terdapat bentuk borderline, dimana perluasan
penyakit mencerminkan keseimbangan antara imunitas seluler dan jumlah basil.
Kusta TT
Kusta TT yaitu terdapat tuberkel epiteloid yang dikelilingi tumpukkan
limfositik yang besar, namun biasanya tidak terlihat. Pada TT yang berasal dari
BT, terdapat sel giant tipe Langhans yang banyak. Jarang ditemukan nekrosis
pengejuan, jika ditemukan maka bentukan ini merupakan diagnosis pasti untuk
kusta TT.
Kusta BT
Pada kusta BT, resistansi imunologis cukup kuat untuk menahan infeksi,
dimana terdapat keterbatasan dalam pertumbuhan bakteri, namun kemampun
untuk menyembuhkan diri tidak cukup kuat. Bentuk ini biasanya tidak stabil,
bisa berubah menjadi TT atau malah memburuk menjadi BL. Lesi kulit utama
adalah plak dan papula. Seperti pada TT, didapatkan bentuk bulat dengan batas
tegas dan terkadang didapatkan satelit papul. Lesi hipopigmentasi dapat terlihat
jelas pada pasien dengan kulit gelap. Berbeda dengan kusta TT, lesi pada kusta
BT tidak/sedikit berskuama, sedikit eritem, sedikit meninggi, namun lesi dapat
berubah menjadi lebih besar hingga berdiameter 10 cm. Pada pemeriksaan
jaringan pasien dengan kusta BT, terdapat tuberkel epiteloid namun limfositik
lebih sedikit dibandingkan kusta TT.
Kusta BB
Kusta BB merupakan spektrum granulomatosa dengan respons
imunologis pada titik tengah (midpoint immunologic), merupakan bentuk yang
paling tidak stabil. Sering terjadi perubahan downgrading ke bentuk
granulomatosa yang lebih stabil dengan atau tanpa disertai reaksi.
Perubahan kulit yang karakteristik, yaitu lesi berbentuk bulat dengan batas
tegas, plak besar dengan “pulau” kulit yang normal sehingga memberikan
bentukan “swiss cheese” atau lesi dimorfik yang khas. Gambaran histologis
ditemukan diferensiasi epiteloid, namun limfosit jarang, tidak ada sel Giant dan
mudah didapatkan basil.
Kusta BL
Pada kusta BL, resistansi sangat rendah untuk menahan proliferasi
bakteri, namun masih mampu untuk menginduksi inflamasi kerusakan jaringan,
terutama pada jaringan saraf. Lesi bervariasi dari soliter hingga multipel. Secara
umum, lesi anular dan plak tersebar asimetris. Lesi juga disertai hipoestesi atau
anestesi. Didapatkan pembesaran saraf dan nyeri. Pemeriksaan histologi
didapatkan respon dermal dengan infiltrat limfositik padat dengan dominansi
makrofag. Makrofag biasanya bersifat foamy, namun ada juga makrofag yang
tidak berdiferensiasi.
Kusta LL
Pada kusta LL imunitas seluler terhadap M. leprae sangat kurang
sehingga tidak dapat menahan replikasi dan pertumbuhan bakteri serta sering
menyebar ke berbagai organ. Terdapat infiltrasi dermal yang selalu bermanifes
subklinis, berupa penebalan cuping telinga, pelebaran hidung, dan
pembengkakkan pada jari. Dapat dijumpai lesi seperti dermatofibroma atau lesi
seperti histiositoma, biasanya multipel dan berbatas tegas. Lesi ini pertama kali
ditemukan pada pasien kusta histoid tapi bukan merupakan lesi yang khas. Lesi
kulit lain dapat berupa patch eritem yang pada kulit lebih terang sering disertai
hiperpigmentasi ringan. Sedangkan pada kulit yang lebih gelap akan terlihat
makula makula hipopigmentasi.
Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis kusta harus ditemukan adanya kelainan
saraf atau ditemukannya batang tahan asam pada jaringan. Oleh karena bakteri
kusta tidak dapat dibiakkan, maka adanya bakteri tahan asam ini sangat
menentukan diagnosis. Bakteri tahan asam pada jaringan paling baik terlihat
dengan pengecatan karbolfusin, menggunakan modifikasi Ziehl-Neelsen
melalui pengecatan Fite-Farraco. Adanya M. leprae yang ditemukan di saraf
atau adanya sel epiteloid granuloma di saraf cukup diagnostik untuk
memastikan diagnosis kusta, terutama jika didapatkan perubahan histologis
yang khas.
Terapi
Pengobatan kusta sampai saat ini masih menggunakan MDT (Multidrug
Theraphy).
Penyebab Kusta tipe PB diberikan sebanyak 6 dosis yang diselesaikan
dalam 6–9 bulan, sedangkan pengobatan tipe MB diberikan sebanyak 12 dosis
yang diselesaikan dalam 12–18 bulan.
d. Ektima
Definisi
Ektima Adalah infeksi pada kulit berbentuk ulcer yang berkerak/crusts
dibagian bawahnya. Merupakan deeper infection of impetigo, karena erosinya
mencapai dermis dan bakteri penyebabnya sama dengan yang menyebabkan
impetigo. Penyebab tersering yaitu GAS (Group A streptococcus). Faktor
predisposisi Ecthyma bisa menginfeksi kulit normal, maupun bisa timbul
dari infeksi sekunder maupun kondisi opprortunistic, terutama orang-orang
dengan immunocompromise, diabetes. kemudian pada kondisi kelembaban
yang tinggi (high humidity), higien yang buruk (poor hygiene), kemudian pada
wilayah yang padat penduduk. Selain GAS, juga bisa disebabkan oleh
Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Manifestasi klinis
Terdapat bulla kecil atau pustul dimana bagian dasarnya mengalami eritematosa
yang melebihi bagian eksudat keras yang mengering, dasarnya mengalami
pengerasan. Crust lebih tebal dibanding impetigo, susah dihilangkan, ulcer
berbentuk irreguler. Lesi biasa timbul beberapa dan bisa berkembang melalui
autoinokulasi dalam waktu yang lama. Lokasi tersering di bokong, paha dan
kaki.
Prognosis
Penyembuhan terjadi dalam beberapa minggu dan membentuk jaringan parut
Management
1. meningkatkan higien dan nutrisi
2. antibiotic untuk GAS
3. removed necrotic skin (diberi disinfectan terlebih dahulu lalu di lembutkan
dengan oily cream)
4. antibiotic topical seperti fusidic acid dan mupirocin diberi 2x sehari pada
daerah yang luka
9. Patofisiologi
a. Dermatitis iritan
Definsi
Dermatitis Kontak Iritan merupakan reaksi imunologis kulit terhadap gesekan
atau paparan bahan asing penyebab iritasi kepada kulit. Dermatitis Kontak
iritan (DKI) merupakan reaksi yang timbul apabila kulit terkena bahan- bahan
kimia yang sifatnya toksik dan menyebabkan peradangan. Pajanan pertama
antara lain terhadap iritan yang mampu menyebabkan adanya respon iritasi pada
kulit. Dermatitis kontak iritan dibedakan menjadi 2 antara lain:
Dermatitis iritan akut
Reaksi yang timbul dapat berupa kulit menjadi berubah warna kemerahan atau
cokelat dan kemungkinan akan terjadi edema dan panas, atau ada pula papula,
vesikula, dan pustula. Dermatitis iritan kuat terjadi setelah satu atau beberapa
kali olesan dengan bahan - bahan iritan kuat, sehingga mengakibatkan terjadi
adanya kerusakan epidermis yang berdampak pada peradangan kulit. Zat kimia
asam dan basa yang bersifat keras pada penggunaan peindustrian pabrik akan
menyebabkan terjadinya iritasi akut.
Dermatitis iritan kronik
Dermatitis iritan kronik terjadi apabila kulit berkontak langsung dengan bahan
– bahan iritan yang tidak terlalu kuat, seperti sabun, deterjen dan larutan
antiseptik. Gejala yang ditimbulkan dari dermatitis akut yakni kulit kering,
pecah-pecah, memerah, bengkak dan terasa panas
Gejala
Gejala dermatitis kontak sangat bervariasi, mulai dari kemerahan yang
ringan dan hanya berlangsung sekejap sampai kepada pembengkakan hebat dan
kulit melepuh. Adanya ruam yang terdiri dari lepukan kecil yang terasa gatal
(vesikel). Awalnya ruam hanya pada bagian kulit yang kontak langsung dengan
alergen (zat yang menyebabkan reaksi alergi), tetapi selanjutnya ruam bisa
menyebar. Jika zat penyebab ruam tidak digunakan, biasanya dalam beberapa
hari kemerahan akan menghilang. Lepuhan akan pecah dan mengelurkan cairan,
membentuk keropeng lalu kemudian mengering. Sisa-sisa sisik, gatal-gatal dan
penebalan kulit yang bersifat sementara, bisa berlangsung beberapa hari atau
minggu.
Penyakit dermatitis kontak ini dapat menyebabkan keluhan utama dan
keluhan tambahan. Biasanya kelainan kulit beberapa saat sesudah kontak
pertama dengan kontak eksternal. Penderita akan merasa panas, nyeri atau gatal.
Gejala utama dermatitis adalah rasa gatal. Tanda-tanda klinis tergatung pada
etiologi, lokasi dan durasinya yang biasanya terdiri dari iritema, edema, papula,
vesikel dan eksudasi. Pada dermatitis akut semua gambaran tersebut ditemukan
namun pada dermatitis kronis, edema bukan merupakan gambaran menonjol
yang didapatkan adalah epidermis yang menebal dan garis-garis pada
permukaan kulit yang menebal.
Kriteria Diagnostik
Klinis
Terdapat riwayat pajanan dan hubungan temporal dengan bahan iritan.
Tangan adalah lokasi tersering, diikuti wajah, dan kaki.
Gejala subyektif berupa rasa gatal, terbakar/nyeri.
Sajian klinis bergantung pada jenis iritan dan pola pajanan.
Biasanya disertai kulit kering atau gangguan sawar kulit.
Bila pajanan dihentikan maka lesi membaik.
Seringkali berhubungan dengan pekerjaan/lingkungan pekerjaan
Diagnosis Banding
1. Dermatitis kontak alergi
2. Dermatitis numularis
3. Dermatitis seboroik (bila di kepala)
4. Dermatitis statis
Pemeriksaan Dermatitis
Pemeriksaan penunjang dermatitis kontak yaitu menggunakan uji kulit
diantaranya : ·
Uji tempel tertutup
uji tempel terbuka
uji pemakaian (use test)
uji goresan (scractch test)
uji intradermal
uji foto (fotopatch test
Tatalaksana
Nonmedikamentosa
1. Identifikasi dan penghindaran terhadap bahan iritan tersangka. 2. Anjuran
penggunaan alat pelindung diri (APD), misalnya sarung tangan apron, sepatu
bot. Pada beberapa kondisi oklusif akibat penggunaan sarung tangan terlalu
lama dapat memperberat gangguan sawar kulit. 3. Edukasi mengenai prognosis,
informasi mengenai penyakit, serta perjalanan penyakit yang akan lama
walaupun dalam terapi dan sudah modifikasi lingkungan pekerjaan, perawatan
kulit.
Medikamentosa:
1. Sistemik: simtomatis, sesuai gejala dan sajian klinis
Derajat sakit berat: dapat ditambah kortikosteroid oral setara dengan prednisone
20 mg/hari dalam jangka pendek (3 hari).
2. Topikal:
Pelembap setelah bekerja/after work cream. Disarankan pelembap yang kaya
kandungan lipid, petrolatum.
Sesuai dengan sajian klinis
a. Basah (madidans): beri kompres terbuka (2-3 lapis kain kasa) dengan larutan
NaCl 0,9%. b. Kering: beri krim kortikosteroid potensi sedang, misalnya
flusinolon asetoid. c. Bila dermatitis berjalan kronis dapat diberikan mometason
fuorate intermiten 4. Pada kasus yang berat dan kronis, atau tidak respons
dengan steroid bias diberikan inhibitor kalsineurin atau fototerapi dengan
BB/NB UVB atau obat sistemik misalnya azatioprin atau siklosporin. Bila ada
superinfeksi oleh bakteri: antibiotika topikal/sistemik.
b. Dermatitis Alergi
Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah peradangan kulit yang terjadi
setelah kulit terpajan dengan bahan alergen melalui proses hipersensitivitas tipe
lambat. Terjadinya DKA sangat tergantung dari kemampuan suatu bahan untuk
mensensitisasi, tingkat paparan dan kemampuan masuknya bahan tersebut
dalam kulit, oleh karena itu seseorang dapat terkena DKA apabila terjadi
sensitisasi terlebih dahulu oleh bahan alergenik.
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti
respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau
reaksi imunologik tipe IV, suatu hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi
melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi.
Gejala Klinis
Pada dermatitis kontak, gejala umum pada kulit penderita adalah:
Ruam kemerahan.
Peradangan.
Gatal yang kadang-kadang terasa parah.
Pembengkakan.
Kulit kering.
Bersisik.
Lecet melepuh.
Menebal
Pecah-pecah.
Terasa sakit saat disentuh atau muncul rasa nyeri.
Untuk tingkat yang parah, dermatitis kontak bisa menyebabkan
pecahnya luka melepuh dan terbentuknya lapisan keras kecoklatan yang
menutup lubang pecahnya lepuhan kulit.
Tingkat keparahan ruam yang muncul bergantung pada beberapa hal, yaitu:
Durasi kulit terkena zat penyebab dermatitis kontak.
Kekuatan zat penyebab munculnya ruam.
Faktor lingkungan seperti suhu udara, aliran udara dan keringat akibat
menggunakan sarung tangan.
Faktor keturunan yang mempengaruhi respon tubuh seseorang saat
kontak dengan zat tertentu.
Diagnosis
Uji Tempel Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya
sembuh (tenang), bila mungkin setelah 3 minggu, atau sekurang-kurangnya 1
minggu bebas obat. Tempat melakukan uji tempel biasanya di punggung, dapat
pula di bagian luar lengan atas. Bahan uji diletakkan pada sepotong kain atau
kertas yang non-alergik, ditempelkan pada kulit yang utuh, ditutup dengan
bahan impermeabel, kemudian direkat dengan plester. Pasien dilarang mandi
minimal 48 jam, dan menjaga punggung selalu kering hingga pembacaan
terakhir. Setelah 48 jam dibuka. Reaksi dibaca setelah 48 jam (15-30 menit
setelah dibuka), 72 jam dan atau 96 jam. Untuk bahan tertentu bahkan baru
memberi reaksi setelah satu minggu.
Hasil positif dapat berupa eritema dengan urtika sampai vesikel atau
bula. Penting dibedakan, apakah reaksi karena alergi kontak atau karena iritasi
(reaksi positif palsu), sehubungan dengan konsentrasi bahan uji terlalu tinggi.
Bila oleh karena iritasi, reaksi akan menurun setelah 48 jam (reaksi tipe
decresendo), sedangkan reaksi alergi kontak makin meningkat (reaksi tipe
cresendo). Reaksi negatif palsu dapat terjadi apabila konsentrasi terlalu rendah,
vehikulum tidak tepat, bahan uji tempel tidak merekat dengan baik atau
longgar, kurang cukup waktu penghentian pemakaian obat kortikosteroid baik
topikal maupun sistemik.
Terapi Terapi Topikal Untuk dermatitis kontak alergi akut yang ditandai
dengan eritema, edema, bula atau vesikel, serta eksudatif (madidans), kelainan
kulit dikompres beberapa kali sehari selama 15-20 menit. Dapat menggunakan
larutan garam faal atau larutan salisil 1:1000, larutan potassium permanganate
1:10.000, larutan Burowi (aluminium asetat) 1:20-1:40. Kompres dihentikan
apabila edema telah hilang. Pada beberapa kasus yang lebih berat, diperlukan
kortikosteroid topical dari potensi sedang hingga potensi tinggi. Pada keadaan
subakut, penggunaan krim kortikosteroid potensi sedang hingga potensi tinggi
merupakan pilihan utama. Sedang kompres terbuka tidak diindikasikan.
Sedangkan untuk lesi kronik, diberikan salep kortikosteroid potensi tinggi.
Untuk terapi rumatan dapat digunakan kortikosteroid potensi rendah. Untuk
dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah mereda
(setelah mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik), cukup diberikan
kortikosteroid topikal atau makrolaktam. Golongan makrolaktam yang tidak
mengakibatkan atrofi kulit sehingga aman untuk digunakan di wajah dan mata.
Terapi sistemik Untuk mengurangi rasa gatal dan peradangan yang
moderate dapat diberikan antihistamin. Sedangkan kortikosteroid oral diberikan
dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada keadaan akut yang
berat, misalnya prednison 30 mg/hari (dibagi 3 dosis). Pada kondisi yang lebih
parah, dimana pekerjaan sehari-hari pasien terganggu dan tidak bisa tidur, dapat
diberikan prednison oral 70 mg sebagai dosis initial, yang diturunkan 5-10
mg/hari selama 1-2 minggu. Apabila terdapat infeksi sekunder, terdapat fisura,
erosi, dan sekret purulen dapat ditambahkan antibiotik misalnya eritromisin
4×250-500 mg selama 7-10 hari.
c. Dermatitis Atopik
Definisi
Dermatitis atopik merupakan salah satu jenis dermatitis (eksim) yang
terjadi akibat adanya peradangan pada kulit. Kondisi ini bisa disertai dengan
kulit yang memerah, kering, dan pecah-pecah. Peradangan biasanya
berlangsung lama, bahkan hingga bertahun-tahun.
Gejala
Setiap pengidap dapat merasakan gejala yang berbeda. Pada balita,
gejala dermatitis atopik berupa kulit bersisik, memerah, dan berkerak di area
pipi, kulit kepala, tangan dan kaki. Sedangkan pada anak-anak dan orang
dewasa, gejala eksim atopik yang sering muncul adalah ruam merah dan terasa
sangat gatal di area belakang leher, lutut, dan siku.
Selain gejala tersebut, pengidap juga dapat merasakan gejala lain, seperti:
Ruam yang menonjol dan mengeluarkan cairan.
Kulit kering dan bersisik.
Kulit di telapak tangan atau area bawah mata mengerut atau kusut.
Kulit di sekitar mata lebih gelap.
Kulit pecah-pecah, terkelupas, hingga mengeluarkan darah.
Rasa gatal yang muncul lebih buruk saat malam hari dan jika digaruk, kulit
akan menjadi lebih tebal, timbul bopeng atau berlubang, dan menggelap.
Terus-menerus menggaruk area kulit yang bermasalah pun dapat memicu
infeksi.
Etiologi
Dermatitis atopik terjadi akibat interaksi multifaktorial, yaitu faktor
genetik (keturunan), lingkungan, gangguan fungsi sawar (pelindung) kulit,
faktor imunologi, dan infeksi.
Factor risiko
Ada banyak faktor yang meningkatkan risiko terkena dermatitis atopik, yaitu:
Riwayat pribadi atau keluarga terhadap eksim, alergi, hay fever atau asma
Mengalami dermatitis kontak yang biasanya dialami oleh pekerja medis
Berjenis kelamin perempuan
Sementara itu, faktor-faktor yang meningkatkan risiko pada anak-anak
meliputi:
Tinggal di area kota
Sering dititipkan di tempat penitipan anak
Memiliki gangguan hiperaktif (ADHD)
Tatalaksana
Tata laksana menyeluruh pada DA diperlukan karena DA merupakan
interaksi multifaktorial yang kompleks. Tatalaksana bertujuan untuk
mengurangi tanda dan gejala penyakit dan juga mencegah kekambuhan di
kemudian hari.
Panduan Diagnosis dan Tatalaksana Dermatitis Atopik di Indonesia
menyebutkan bahwa tatalaksana DA meliputi penghindaran dan modifikasi
faktor pencetus lingkungan/modifikasi gaya hidup, memperkuat dan
mempertahankan fungsi sawar kulit yang optimal, menghilangkan penyakit
kulit inflamasi, mengendalikan dan mengeliminasi siklus gatal-garuk, dan
edukasi dan empowerment pengidap serta caregivers.