Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Ilmu Hukum ISSN 2302-0180

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 15 Pages pp. 72- 86

PENETAPAN BARANG BUKTI DALAM PENYELIDIKAN DAN


PENYIDIKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA

Emil Khaira S.1, Mohd. Din.2, Dahlan3


1
Mahasiswa
2
Ketua Komisi Pembimbing
3
Anggota Komisi Pembimbing

Abstract: Pasal 181 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dalam proses pidana, kehadiran barang bukti dalam
persidangan sangat penting bagi hakim untuk mencari dan menemukan kebenaran materil suatu perkara. Demikian
pula halnya perkara tindak pidana narkotika yang diatur dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika. Dasar penetapan barang bukti dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika didasarkan pada
pemeriksaan awal terhadap pelaku, yaitu melalui tes urine. Tes urine yang dinyatakan positif mengandung unsur
narkotika dan pelaku memiliki narkotika dapat dikategorikan sebagai pelaku penguna, apabila pada tes urine tidak
ditemukan adanya unsur narkotika, maka pelaku dapat digolongkan sebagai pengedar atau pengangkut narkotika.
Barang bukti memiliki peran dalam mengungkap kebenaran telah terjadinya suatu tindak pidana narkotika Faktor
penyebab terjadinya hambatan dalam penyelidikan dan penyidikan guna pembuktian tindak pidana narkotika adalah
akibat ketiadaan barang bukti dalam penyidikan tindak pidana narkotika dan akibat ketidakseragaman dalam
menentukan barang bukti. Hal ini dapat diakibatkan oleh faktor yang berasal penyidik (intern) dan faktor dari luar
penyidik (ekstern). Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam penyelidikan dan penyidikan guna
pembuktian tindak pidana narkotika adalah dengan melakukan peningkatan pengetahuan anggota satreskrim unit
narkoba dalam penguasaan perundang-undangan dan teknologi pendukung, melakukan olah TKP sesegera mungkin
guna meminimalisir hilangnya barang bukti, melakukan kerja sama dengan satres unit narkoba dari wilayah
kepolisian lain guna menangkap pelaku dan juga mengupayakan segera mungkin memperoleh izin penyitaan dari
pengadilan.

Kata Kunci: Barang Bukti, Penyelidikan dan Penyidikan Narkotika

I. PENDAHULUAN yang bersalah melakukannya”.


Pejabat Polisi merupakan penyidik utama di
Tindak pidana Narkotika ini saat ini diatur dalam perkara-perkara Pidana disamping penyidik
Undang-Undang No. Nomor 35 Tahun 2009 dari Pejabat Pegawai Negeri Sipil, hali ini telah
tentang Narkotika (UU No. 35 Tahun 2009) yang diatur pada UU No. 8 Tahun 1981 Pasal 6 ayat (1)
mengatur berbagai ketentuan penggunaan huruf a dan b. Dalam hal ini, untuk mendukung
narkotika dan sanksi hukumnya. Dalam upaya tugas kepolisian sebagai penyidik, maka diatur
penangani tindak pidana narkotika penyidik pula di dalam KUHAP kewajiban dan wewenang
khususny penyidik kepolisian mempunyai Pejabat Polisi dalam kegiatan penyidikan. Hal ini
peranan yang sangat penting. Dalam hal ini adalah dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-Undang No.
penyidik kepolisian yang berwenang dan bertugas 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara.
untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan Kegiatan penyidikan merupakan tugas
guna membuktikan suatu tindak pidana narkotika. pejabat kepolisian berupa serangkaian tindakan
Pasal 181 KUHAP, menentukan bahwa dalam penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
proses pidana, kehadiran barang bukti dalam dalam undang-undang ini untuk mencari serta
persidangan sangat penting bagi hakim untuk mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna
mencari dan menemukan kebenaran materiil atas menentukan tersangkanya (Pasal 1 butir 2
perkara yang ditangani. Pasal 183 KUHAP KUHAP) guna memenuhi ketentuan Pasal 181
menyatakan bahwa ”hakim tidak boleh KUHAP.
menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali Adapun jenis barang bukti yang dapat
apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti dijadikan alat bukti telah terjadinya suatu tindak
yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu pidana narkotika antara lain, jenis narkotika yang
tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah ditemukan, uang tunai, kenderaan bermotor dan

Volume 2, No. 1, Februari 2014 - 72


Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

pendukung barang bukti lainnya. Hasil penelitian


diketahui bahwa dalam wilayah hukum Penulisan tesis ini menggunakan metode
Kepolisian Resort Kota (Polresta) Banda Aceh pendekatan yuridis empiris dan untuk
tindak pidana penyalahgunaan narkotika dalam 3 memperoleh data sekunder dilakukan penelitian
(tiga) tahun terakhir mengalami peningkatan pada kepustakaan dan data primer melalui penelitian
tahun 2010 sebanyak 73 kasus, tahun 2011 lapangan dengan mewawancarai para responden
sebanyak 80 kasus dan per Desember 2012 dan informan.
diketahui terdapat 111 kasus dengan berbagai Sesuai dengan sifat penelitian ini yang bersifat
macam barang bukti seperti bukti kandungan deskriftif analistis, maka setelah diperoleh data
narkotika dalam urine/darah, ganja, sabu-sabu, sekunder, dilakukan pengelompokan data yang
uang tunai, alat penghisap dan alat transportasi sama sesuai dengan kategori yang ditentukan,
dan berbagai barang buktilainnya. penulusuran data dalam penelitian ini mulai dari
Namun demikian, hasil pengamatan ketentuan peraturan perundangan mengenai
diketahui bahwa dalam usaha memperoleh bukti- pelaksanaan penyidikan dan peranan barang bukti
bukti yang diperlukan guna kepentingan dalam penyelidikan tindak pidana narkotika oleh
pemeriksaan suatu perkara pidana, seringkali para penyidik kepolisian termasuk mengenai data
penegak hukum dihadapkan pada suatu masalah lapangan yang merupakan kenyataan dan
atau hal-hal tertentu yang tidak dapat diselesaikan pelaksanaannya.
sendiri dikarenakan masalah tersebut berada di Kemudian diuji dan dianalisissecara kualitatif
luar kemampuan atau keahliannya bahkan ada dengan teori hukum yang ada serta peraturan
barang bukti yang kemudian dimusnahkan atau perundangan yang berlaku. Untuk mengambil
hilang sehingga menyulitkan dalam pembuktian. kesimpulan dilakukan dengan pendekatan
deduktif.
II. LANDASAN TEORI
IV. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam penelitian ini, sebagai alat analisis
dipergunakan teori pembuktian, teori sistem A. Teori Pembuktian dan Sistem Pembuktian
peradilan pidana legal system. Menurut Darwan Terdakwa dalam menjalanis proses
Prints mengemukakan bahwa pembuktian peradilan tetap memerlukan perlindungan hukum
merupakan suatu usaha atau peristiwa untuk yang berimbang atas pelanggaran hak-hak
menentukan dan menemukan kebenaran mengenai mendasar yang berkaitan dengan asas praduga
bersalah tidaknya terdakwa terhadap tindak tidak bersalah (presumption of innocence) dan
pidana yang didakwakan padanya. menyalahkan diri sendiri (non self-incrimination).
Suatu proses pembuktian tentunya dilakukan Oleh karena itu, diperluakan suatu bentuk atau
dalam suatu proses peradilan pidana yang sistem pembuktian terhadap hal dituduhkan pada
berlandaskan asas hukum, berupa hukum dasar, terdakwa. Sistem pembuktian adalah pengaturan
dasar sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau tentang macam-macam alat bukti yang boleh
berpendapat, dan dasar cita-cita. Peraturan dipergunakan, penguraian alat bukti dan dengan
konkret (seperti undang-undang) tidak boleh cara-cara bagaimana alat-alat bukti itu
bertentangan dengan asas hukum, demikian pula dipergunakan dan cara bagaimana hakim harus
dalam putusan hakim, pelaksanaan hukum, dan membentuk keyakinannya.1
sistem hukum. Pembuktian tentang benar tidaknya
Dalam penerapan system peradilan pidana ini terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan,
tidak terlepas dari adanya sistem hukum (legal merupakan bagian yang terpenting acara
system) yang diterapkan dalam suatu Negara pidana.Pembuktian secara etimologi berasal dari
termasuk di Indonesia.Dalam hal ini hukum bukti yang berarti sesuatu yang menyatakan
merupakan suatu sistem yang dapat berperan kebenaran suatu peristiwa. Kata “bukti” jika
dengan baik dan tidak pasif dimana hukum mendapat awalan pe- dan akhiran -an maka
mampu dipakai di tengah masyarakat, jika berarti proses, perbuatan, dari membuktikan,
instrumen pelaksanaannya dilengkapi dengan secara terminologi pembuktian berarti usaha
kewenangan dalam bidang penegakan hukum.
1
Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum
III. METODELOGI PENULISAN Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Mandar Maju,
Bandung, 2003.hlm. 11

73 - Volume 2, No. 1, Februari 2014


Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

untuk menunjukkan benar atau salahnya si suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti
terdakwa dalam sidang pengadilan.2 yang disebutkan oleh undang-undang, maka
Apabila dilihat tujuan upaya pembuktian keyakinan hakim tidak diperlukan sama
oleh para pihak dalam proses pemeriksaan sekali. 4 Sistem ini disebut juga teori
persidangan dapat dilihat dari tiga sudut, yaitu : pembuktian formal (formele bewijstheorie).
a. Dari sudut penuntut umum, pembuktian 2. Sistem Pembuktian Berdasarkan Keyakinan
merupakan suatu usaha untuk meyakinkan Hakim (Conviction in Time)
hakim yakni berdasarkan alat bukti yang ada, Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan
agar menyatakan seorang terdakwa bersalah hakim ini, hakim dalam menjatuhkan putusan
sesuai dengan surat atau catatan dakwaan. tidak terikat dengan alat bukti yang ada.
b. Dari sudut terdakwa atau penasehat Ajaran pembuktian conviction in time adalah
hukumnya, pembuktian merupakan usaha suatu ajaran yang menyandarkan pada
sebaliknya, untuk meyakinkan hakim yakni keyakinan hakim semata.5
berdasarkan alat bukti yang ada, agar 3. Sistem Pembuktian Berdasar Keyakinan
menyatakan terdakwa dibebaskan atau Hakim Atas Alasan yang Logis (Laconviction
dilepaskan dari tuntutan hukum atau Raisonnee)
meringankan pidananya. Untuk itu terdakwa Sistem atau teori pembuktian yang berdasar
atau penasihat hukum jika mungkin harus keyakinan hakim sampai batas tertentu
mengajukan alat-alat bukti yang (laconviction raisonnee). Menurut teori ini,
menguntungkan atau meringankan pihaknya. hakim dapat memutuskan seseorang bersalah
Biasanya bukti tersebut disebut bukti berdasarkan keyakinannya yang didasarkan
kebalikan. kepada dasar pembuktian disertai dengan satu
c. Dari sudut pandang hakim, pembuktian kesimpulan (conclusie) yang berlandaskan
tersebut menjadikan dsar pengambilan putusan kepada peraturan-peraturan pembuktian
yakni dengan adanya alat-alat bukti yang ada tertentu. Jadi putusan hakim dijatuhkan dengan
dalam persidangan baik yang berasal dari suatu motivasi.6
penuntut umum atau penasihat 4. Sistem Pembuktian Berdasarkan Undang-
hukum/terdakwa dibuat dasar untuk membuat undang secara Negatif (Negatief Wettelijk)
keputusan.3 Sistem pembuktian berdasarkan undang-
Berdasarkan uraian penjelasan di atas dapat undang secara negatif, menghendaki bahwa
diketahui bahwa pada hakekatnya, pembuktian dalam membuktikan kesalahan terdakwa
dimulai sejak diketahui adanya peristiwa hukum. melakukan tindak pidana yang didakwakan
Apabila ditelaah sejarah perkembangan hukum kepadanya, hakim tidak sepenuhnya
acara pidana di Indonesia diketahui bahwa ada mengandalkan alat-alat bukti serta dengan
beberapa sistem atau teori untuk membuktikan cara-cara yang ditentukan oleh undang-
perbuatan yang didakwakan kepada seorang undang.
pelaku tindak pidana. Sistem atau teori Berdasarkan sistem pembuktian
pembuktian ini bervariasi menurut waktu dan berdasarkan undang-undang secara negatif
tempat (negara). Untuk lebih jelasnya dapat dilakukan dalam menyatakan orang itu bersalah
dilihat uraian berikut. dan dihukum harus ada keyakinan pada hakim
1. Sistem Pembuktian berdasarkan Undang- dan keyakinan itu harus didasarkan kepada alat-
undang Positif (Positief Wetterlijk alat bukti yang sah, bahwa memang telah
Bewijstheori) dilakukan sesuatu perbuatan yang terlarang dan
Pembuktiannya yang didasarkan pada alat-alat bahwa tertuduhlah yang melakukan perbuatan itu.
pembuktian yang disebut undang-undang. B. Pengertian Penyidik dan Penyidikan
Sistem pembuktian positif (positief wettelijk Menurut KUHAP
bewijstheorie). hanya didasarkan kepada Penyidikan merupakan serangkaian
undang-undang dan keyakinan hakim tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara
dikesampingkan, artinya jika telah terbukti
2 4
Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia.
Hukum Acara Islam Dan Hukum Positif. Pustaka Pelajar, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm. 247.
5
Yogyakarta, 2004, hlm 25. Hari Sasangka dan Lily Rosita, Op.Cit., hlm 14
3 6
Ibid., hlm 13 Andi Hamzah, Op.Cit., hlm. 249
Volume 2, No. 1, Februari 2014 - 74
Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

yang diatur dalam undang- undang untuk mencari dicurigai untuk dilakukan pemeriksaan.
serta mengumpulkan bukti-bukti yang dengan Semua tindakan yang dilakukan dalam
bukti itu membuat terang tindak pidana yang rangka proses penyidikan di atas dibuat secara
terjadi. Dalam melakukan tugas penyidikan, tertulis yang untuk selanjutnya diberkaskan dalam
penyidik diberi kewenangan untuk melakukan satu bendel berkas. Selanjutnya apabila
tindakan yang memungkinkan diselesaikannya penyidikan dianggap sudah selesai barulah berkas
proses penyidikan. Penyidik menurut Undang- perkara dikirimkan kepada penuntut umum,
Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP berikut tersangka dan barang bukti. Jika oleh
pada Pasal 1 ayat (1) adalah (1) Pejabat Polisi penuntut umum dianggap telah cukup maka tugas
negara Republik Indonesia dan (2) Pegawai dan wewenang penyidik telah selesai, Sedangkan
Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang jika menurut penuntut umum masih terdapat
khusus oleh undang-undang untuk melakukan kekurangan, maka penyidik harus melengkapi
penyidikan. kekurangan tersebut.
Pasal 73 Undang-Undang Nomor 35 Tahun Guna meringankan beban penyidik, pada
2009 tentang Narkotika disebutkan bahwa KUHAP juga telah diatur adanya penyidik
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pembantu, yakni Pejabat Kepolisian Negara
sidang pengadilan terhadap penyalahgunaan dan Republik Indonesia yang diangkat oleh Kapolri
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor berdasarkan syarat kepangkatan yang berlaku.
Narkotika dilakukan berdasarkan peraturan Wewenang penyidik pembantu hampir sama
perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dengan penyidik pada umumnya, kecuali pada
dalam Undang-Undang ini. kewenangan penahanan. Dalam hal penahanan,
Berdasarkan ketentuan tersebut jelas bahwa penyidik pembantu harus menunggu terlebih
penyidikan terhadap tindak pidana narkotika dahulu pelimpahan wewenang dari penyidik.
merupakan kewenangan penyidik yang diatur Dalam pembuatan berita acara dan berkas perkara
dalam perundang-undangan yang berlaku dalam juga tidak langsung diserahkan kepada Penuntut
hal ini merujuk pada ketentuan KUHP. Umum, tetapi diserahkan kepada penyidik,
Penyidikan membawa konsekuensi semakin kecuali dalam perkara dengan acara pemeriksaan
profesionalnya aparat penyidik dari Pejabat singkat.
pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
departemen yang lingkup tugas dan tanggung C. Kepolisian sebagai Penyidik Utama Perkara
jawabnya meliputi masalah psikotropika yang Pidana
diberi wewenang khusus untuk itu. Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia
Pemberian wewenang ini dengan tetap Kepolisian merupakan bagian dari unsur yang
memperhatikan fungsi koordinasi dengan melaksanakan upaya penegakan hukum.
penyidik dari Pejabat Kepolisian Negara Republik Kepolisian selaku pengayom masyarakat,
Indonesia yang fungsinya sebagai pemegang pelindung dan sebagai alat penegak hukum,
utama wewenang dalam penyidikan tindak pidana. memelihara serta meningkatkan tertib hukum
Penyidikan sejajar dengan pengertian pengusutan diberi kewenangan utama untuk melakukan
yang berarti pemeriksaan permulaan oleh pejabat- penyelidikan dan penyidikan terhadap semua
pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang- tindak Kelahiran KUHAP merupakan era baru
undang, segera setelah mereka dengan jalan dalam dunia peradilan pidana di Indonesia.
apapun mendapat kabar yang sekedar beralasan, Pejabat polisi merupakan penyidik utama di
bahwa ada terjadi sesuatu pelanggaran hukum. dalam perkara Pidana disamping penyidik dari
Sebelum dilakukan kegiatan penyidikan Pejabat Pegawai Negeri Sipil, hal ini telah diatur
akan dilakukan penyelidikan, KUHAP memberi pada UU No. 8 Tahun 1981 Pasal 6 ayat (1) huruf
pengertian penyelidikan sebagai serangkaian a dan b. Dalam pada itu, untuk mendukung tugas
tindakan penyelidik untuk mencari dan Kepolisian sebagai penyidik, maka diatur pula di
menentukan suatu peristiwa yang diduga sebagai dalam KUHAP kewajiban dan wewenang Pejabat
tindak pidana guna menentukan dapat atau Polisi dalam kegiatan penyidikan. Hal ini
tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-Undang
diatur dalam undang- undang ini. Tugas utama Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara.
dari penyelidik adalah penerimaan laporan dan Dalam KUHAP Pasal 7 ayat (1), karena
pengaturan serta menghentikan orang yang kewajibannya penyidik memiliki wewenang:

75 - Volume 2, No. 1, Februari 2014


Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

a. Menerima laporan atau pengaduan dari termasuk dalam hal ini tindak pidana narkotika
seorang tentang adanya tindak pidana; lembaga kepolisian merupakan penyidik
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di utama yang melaksanakan proses penyelidikan
tempat kejadian; dan penyidikan. Lembaga kepaolisian sebagai
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan penyidik utama pada saat tahap pengumpulan
memeriksa tanda pengenal diri tersangka; bukti-bukti, penyidik diberi kewenangan untuk
d. Melakukan penangkapan, penahanan, melakukan tindakan-tindakan yang
penggeledahan, dan penyitaan; memungkinkan dapat diselesaikannya proses
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; penyidikan dan siap diserahkan kepada penuntut
f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang; umum.
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi; V. TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan PEMBUKTIAN DALAM TINDAK
dalam hubungannya dengan pemeriksaan PIDANA NARKOTIKA
perkara; A. Tindak Pidana Narkotika dan Sanksi
i. Mengadakan penghentian penyidikan; Narkoba (Narkotika dan Obat/Bahan
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum Berbahaya)adalah istilah yang digunakan oleh
yang bertanggungjawab. penegak hukum dan masyarakat. Perkataan
Pasal 13 UUNo2 Tahun 2002, menjelaskan narkotika berasal dari perkataan Yunani "narke"
bahwa kewajiban atau tugas pokok dari yang berarti terbius sehingga tidak merasakan
Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: apa-apa. Namun ada juga yang mengatakan
a. Memelihara keamanan dan ketertiban bahwa narkotika berasal dari kata Narcissus,
masyarakat; sejenistumbuh-tumbuhan yang mempunyai bunga
b. Menegakkan hukum; dan yang dapat membuatorang menjadi tak
c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan sadar. 7 Bahan berbahaya yang dimaksud adalah
pelayanan kepada masyarakat. bahan yang tidak aman digunakan atau
Dalam melaksanakan kewajiban atau tugas membahayakan dan penggunaannya bertentangan
pokok tersebut, pada Undang-Undang Nomor 2 dengan hukum atau melanggar hukum (ilegal).
Tahun 2002 Pasal 14 ayat (1) huruf g menjelaskan Narkoba adalah obat, bahan dan zat yang
bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia bukan termasuk jenis makanan. Oleh sebab itu
bertugas untuk melakukan penyelidikan dan jika kelompok zat ini dikonsumsi oleh manusia
penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai baik dengan cara dihirup, dihisap, ditelan, atau
dengan hukum acara pidana dan peraturan disuntikkan maka ia akan mempengaruhi susunan
perundang- undangan lainnya. saraf pusat (otak) dan akan menyebabkan
Guna mendapatkan hasil guna dan daya ketergantungan. Akibatnya, sistem kerja otak dan
3
guna yang optimal di dalam proses penyidikan fungsi vital organ tubuh lain seperti jantung,
6
perkara tindak pidana, serta menghindari akibat pernafasan, peredaran darah dan lain-lain akan
hukum yang tidak diinginkan seperti misalnya berubah meningkat pada saat mengkonsumsi dan
tuntutan pra peradilan, ganti rugi dan rehabilitasi, akan menurun pada saat tidak dikonsumsi
atau bahkan sampai dibebaskannya terdakwa dari (menjadi tidak teratur).8
segala tuntutan dan tuduhan hukum sebagai akibat Taufik Makarao menyatakan bahwa secara
dari keteledoran dari penyidik, maka tiap Pejabat umum yang dimaksud dengan narkotika adalah
Polisi yang melaksanakan tugas penyidikan harus sejenis zat yang dapat menimbulkan
memegang teguh dan menjalankan semua asas- pengaruh-pengaruh tertentu bagi orang-orang
asas dalam penyidikan. Kegiatan penyidikan yang menggunakannya, yaitu dengan cara
memiliki lima asas, yaitu:
1. Asas Tanggung Jawab
2. Asas Kepastian 7
Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika dalam
3. Asas Kecepatan Hukum Pidana (Untuk Mahasiswa dan Praktisi serta
4. Asas Keamanan Penyuluh Masalah Narkoba), Mandar Maju, Bandung, 2003,
5. Asas Kesinambungan hlm. 63.
8
Berdasarkan uraian di atas, jelalah Lydia Harlina Martono & Satya Joewana,
Membantu Pemulihan Pecandu Narkoba dan Keluarganya,
bahwa dalam pelaksanaan proses penyidikan Balai Pustaka, Jakarta, 2006. hlm.5.
Volume 2, No. 1, Februari 2014 - 76
Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

memasukkan ke dalam tubuh.9 Lebih lanjut M. Ridha Ma’roefyang


Istilah narkotika yang dipergunakan di sini dikutipBambang Haryono menyebutkan bahwa
bukanlah "narcotics" pada farmatologie (farmasi), narkotika ada dua macam yaitu narkotika alam
melainkan yang sama pengertiannya dengan dan narkotika sintetis. Yang termasuk dalam
"drug" yaitu sejenis zat yang apabila kategori narkotika alam adalah berbagai jenis
dipergunakan akan membawa efek dan pengaruh- candu, morphine, heroin, ganja, hashish, codein
pengaruh tertentu pada tubuh pemakai, yaitu : dan cocaine. Narkotika ala mini termasuk dalam
1. Mempengaruhi kesadaran; pengertian narkotika secara sempit sedangkan
2. Memberikan dorongan yang dapat narkotika sintetis adalah pengertian narkotika
berpengaruh terhadap perilaku manusia; secara luas dan termasuk didalamnya adalah
3. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat berupa: hallucinogen, depressant dan stimulant.11 Dengan
a. Penenang. demikian jelaslah bahwa Golongan Obat yang
b. Perangsang (bukan rangsangan sex). sering disalahgunakan secara klinik dapat dibagi
c. Menimbulkan halusinasi (pemakainya tidak dalam beberapa kelompok, yaitu :
mampu membedakan antara khayalan dan a. Obat Narkotika seperti candu, morphine,
kenyataan, kehilangan kesadaran akan heroin dan sebagainya.
waktu dan tempat).10 b. Obat Hallusinogen seperti ganja, LSD,
Pada umumnya zat narkotika ditemukan mescaline dan sebagainya.
orang yangpenggunaannya ditujukan untuk c. Obat Depresan seperti obat tidur (hynotika),
kepentingan umat manusia, khususnya di bidang obat pereda (sedativa) dan obat penenang
pengobatan. Dengan berkembang pesat industri (tranquillizer).
obat-obatandewasa ini, maka kategori jenis zat-zat d. Obat Stimulant seperti amfetamine,
narkotika semakin meluaspula seperti halnya yang phenmetrazine.12
tertera dalam Undang-Undang No. 22 Tahun1997 Penyalahgunaan narkoba adalah
tentang Narkotika. penggunaan narkoba yangdilakukan tidak untuk
Narkotika yang terkenal di Indonesia maksud pengobatan tetapi karena ingin menikmati
sekarang ini berasal dan kata "Narkoties", yang pengaruhnya dan karena pengaruhnya tersebut
sama artinya dengan kata narcosis yang berarti sehingga narkoba banyak disalahgunakan. Sifat
membius. Sifat zat tersebut terutama berpengaruh pengaruh pada narkoba adalah sementara sebab
pada otak sehingga menimbulkan perubahan pada setelah itu akan timbul perasaan tidak enak. Untuk
perilaku, perasaan, pikiran, persepsi, kesadaran, menghilanghkan perasaan tidak enak tersebut
halusinasi, di samping dapat digunakan untuk maka seseorang harus mengkonsumsi narkoba
pembiusan. Di Malaysia benda berbahaya ini lagi, hingga terjadilah kecanduan atau
disebut dengan dadah. Dulu di Indonesia dikenal ketergantungan yang akan berakibat pada
dengan sebutan madat.Adapun jenis narkotikan kesehatan berupa gangguan kejiwaan, jasmani dan
terdiri dari (1) Candu atau disebut juga opium, (2) fungsi sosial. Ketergantungan memang tidak
Morphine, (3) Heroin, (4) Cocaine, (5) Ganja, dan berlangsung seketika tetapi melalui rangkaian
(6) Narkotika sintesis atau buatan proses penyalahgunaan.
Berdasarkan uraian jenis narkotika diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa narkotika/napza B. Penyelesaian Tindak Pidana Narkotika dan
dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) kelompok. Pengaturannya
Adapun ketiga golongan tersebut adalah : Dalam penyelesaian suatu tindak pidana
1. Golongan narkotika (golongan 1): seperti narkotika tentunya harus diketahui terlebih dahulu
ganja, opium, morphin, heroin dan Iain-Iain. pelaku tindak pidana atau orang yang dimintakan
2. Golongan Psikotropika (golongan II): pertanggung jawaban terhadap tindak pidana
seperti ecstacy, shabu-shabu, hashis dan narkotika yang dilakukan. Untuk menganalisis
Iain-Iain. dan menentukan pelaku penyalahgunaan
3. Golongan zat adiktif lain (golongan III) narkotika tersebut telah memenuhi syarat untuk
yaitu : minuman yang mengandung alkohol dapat dijatuhi pidana, maka terlebih dahulu harus
seperti beer, wine, whisky, vodka, dan Iain-
lain. 11
Bambang Haryono, Kebijakan Formulasi Sanksi
Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkoba Di
9Mohd., Taufik Makarao, Op.Cit.,
hlm. 16.4) Indonesia, FH. Undip, Semarang, 2009, hlm. 51
10 12
Ibid., hlm.17 Ibid., hlm. 51

77 - Volume 2, No. 1, Februari 2014


Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

dibahas mengenai sistem pertanggungjawaban Dalam hal penyelesaian suatu tindak pidana
pidananya. narkotika tentunya tidak terlepas dari
Jika seorang pelaku telah memenuhi syarat penyelenggaraan sistem peradilan pidana (SPP)
untuk dapat dimintai pertanggungjawaban yang merupakan konsep pendekatan Criminal
pidananya, dan di dalam hal ini adalah Justice System yaitu sebuah pendekatan sistem
terkait dengan penyalahgunaan narkotika, maka dalam mekanisme penyelenggaraan peradilan
seseorang tersebut dapat dijatuhi pidana sesuai pidana yang diawali oleh ketidakpuasan terhadap
dengan ketentuan undang-undang tentang proses peradilan pidana di Amerika Serikat.
Narkotika yakni ketentuan Pasal 116, 121, dan Romli Atmasasmita sebagaimana dikutip Mujahid
Pasal 127 yaitu: mengatakan bahwa bekerjanya SPP
1. Adanya kehendak yang disadari yang menitiberatkan pada administrasi peradilan.13
ditujukan untuk melakukan kejahatan Konsep Sistem peradilan pidana ini yang
penyalahgunaan narkotika guna unsur adanya merupakan beberapa bentuk mekanisme kontrol
kesalahan dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu (SPPT)
2. Dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya sekarang, antara lain : a) internal; b) eksternal; c)
menyalahgunakan narkotika maksudnya ia ada horizontal (dari lembaga lain atau dari
pada suatu keadaan jiwa pembuat. masyarakat); dan d) vertikal. kemudian diadopsi
3. Pertanggungjawaban pidana memerlukan dan dikembangkan di Indonesia sesuai kondisi
syarat bahwa pembuat mampu yang ada mulai mendapat perhatian pada
bertanggungjawab, antara lain: dasawarsa terakhir ini. 14 Indriyanto Seno Adji
a. Mampu untuk mengerti nilai dari akibat- mengatakan bahwa Sistem Peradilan Pidana di
akibat perbuatannya menyalahgunakan Indonesia merupakan terjemahan dari Criminal
narkotika; Justice System, suatu sistem yang dikembangkan
b. Mampu untuk mengetahui atau menyadari oleh praktisi hukum (Law enforcement officers) di
bahwa perbuatannya menyalahgunakan Amerika Serikat.15
narkotika bertentangan dengan hukum; Tahap-tahap pemeriksaan perkara pidana
c. Mampu menentukan kehendaknya sesuai dalam “Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
dengan kesadaran tersebut. tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
4. Tidak memenuhi syarat-syarat alasan Pidana (KUHAP) sebagai pengganti HIR/RIB,
penghapus pidana, dan dalam hal mengenal 4 (empat) tahapan pemeriksaan perkara
penyalahgunaan narkotika, apabila pelaku pidana”, yaitu tahap penyidikan yang dilakukan
tersebut tidak sengaja menggunakan Narkotika oleh kepolisian; tahap penuntutan oleh Penuntut
karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, Umum; tahap pemeriksaan di sidang pengadilan;
dan/atau diancam untuk menggunakan dan tahap pelaksanaan putusan pengadilan.16
narkotika, maka sesuai dengan ketentuan Pasal Mekanisme peradilan pidana (criminal
54 UUN ia merupakan korban dari justice process) sebagai suatu proses dimulai dari
penyalahgunaan narkotika yang wajib proses penangkapan, penggeledahan, penahanan,
menjalani rehabilitasi. penuntutan dan pemeriksaan di muka sidang
Pelaku sebagai korban penyalahgunaan pengadilan; serta diakhiri dengan pelaksanaan
Narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja pidana di lembaga pemasyarakatan,17 kalau yang
menggunakan Narkotika karena dibujuk,
13
diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam Mujahid, Menciptakan Mekanisme Pengawasan
untuk menggunakan Narkotika. yang Efektif dalam SPP, Tesis Program Pasca Sarjana UI.
2004, hlm. 36
Penyelesaian kasus narkotika dan 14
Harkristuti Harkrisnowo, Sistem Peradilan
pengaturannya tentunya tidak terlepas dari Terpadu dan Peran Akademis, Makalah Kejaksaan Agung,
pengkajian tentang ketentuan pidana terhadap Jakarta 24-25 Juni 2003
15
penyalahgunaan narkotika, mengingat posisi Indriyanto Seno Adji, Arah dan Sistem Peradilan
(Pidana) terpadu Indonesia (suatu tinjauan pengawasan
pecandu narkotika yang mempunyai posisi sedikit
aplikatif dan praktek), Komisi Hukum Nasional, Jakarta 18
berbeda dengan pelaku tindak pidana lainnya, April 2001, hlm. 5.
yakni masalah pecandu narkotika menurut 16
Nyoman Serikat Putra Jaya,Sistem Peradilan
ketentuan undang-undang, di satu sisi merupakan Pidana (Criminal Justice system), Bahan Kuliah, Program
pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika, Megister Ilmu Hukum Undip, Semarang, 2006. hlm. 26.
17
Romli Atmasasmita, “Strategi Pembinaan
namun di sisi lain merupakan korban. Pelanggaran Hukum dalam Konteks Penegakan Hukum di
Volume 2, No. 1, Februari 2014 - 78
Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

dijatuhkan pidana kurungan atau pidana penjara. saat ini diatur dengan Undang-Undang Nomor 35
Menurut Al Wisnubroto, mengatakan Tahun 2009 tentang Narkotika. Di dalamnya
bahwa Pemeriksaan perkara pidana berawal dari mengatur tentang narkotika baik dari segi
terjadinya tindak pidana (delict) atau perbuatan penggunaan, penyimpanan, pembuatan serta yang
pidana atau peristiwa pidana yaitu berupa menjadi larangan melakukan penyalahgunaan
kejahatan atau pelanggaran. Peristiwa atau narkotika. Peraturan perundang-undangan tentang
perbuatan tersebut diterima oleh aparat penyelidik narkotika secara khusus juga mengatur larangan
dalam hal ini adalah Polisi Republik Indonesia maupun sanksi pidananya serta objek pembuktian
melalui laporan dari masyarakat, pengaduan dari dalam proses penyelesaian di pengadilan sebagai
pihak yang berkepentingan atau diketahui oleh sebuah kejahatan.
aparat sendiri dalam hal tertangkap tangan
(heterdaad).18 D. Metode Pembuktian Dalam Tindak Pidana
Uraian tersebut di atas, menunjukkan Narkotika
bahwa tahap-tahap pemeriksaan perkara dari Apabila dikaitkan dengan metode
proses yang dinamakan “penyelidikan”, di mana pembuktian dalam tindak pidana narkotika, maka
dalam penyelidikan adalah untuk menentukan permasalahan penyalahgunaan narkotika
apakah suatu peristiwa atau perbuatan (feit) mempunyai dimensi yang sangat luas dan
merupakan peristiwa/perbuatan pidana atau bukan. komplek. Penyalahgunaan Narkotika merupakan
Jika dalam penyelidikan telah diketahui atau permasalahan penyakit kronis yang berulang kali
terdapat dugaan kuat bahwa kasus, peristiwa atau kambuh yang sampai saat sekarang ini belum
perbuatan tersebut merupakan tindak pidana ditemukan upaya penanggulangan secara
(delict) maka dapat dilanjutkan pada proses menyeluruh.
selanjutnya yaitu penyidikan. Kepolisian selaku pengayom masyarakat,
pelindung dan sebagai alat penegak hukum,
C. Barang Bukti dalam Tindak Pidana memelihara serta meningkatkan tertib hukum
Narkotika diberi kewenangan utama untuk melakukan
Di Indonesia negara menganut sistem atau penyelidikan dan penyidikan terhadap semua
teori pembuktian secara negatif menurut undang- tindak pidana. Dalam UU No. 35 Tahun 2009
undang, di mana hakim hanya dapat menjatuhkan tentang Narkotika telah ditetapkan penyidik yang
hukuman apabila sedikit-dikitnya terdapat dua berwenang menangani perkara narkotika yaitu
alat bukti dalam peristiwa pidana yang dituduhkan penyidik Polri dan penyidik PNS. Dengan kata
kepadanya. Hal ini juga berlaku dalam tindak lain keterlibatan polisi menentukan efektifitas
pidana narkotika, dimana untuk dapat berlakunya Undang-Undang Narkotika.
membuktikan suatu tindka pidana narkotika telah Efektifitas berlakunya UU Narkotika ini
terjadi juga memerlukan adanya barang bukti sangatlah tergantung pada seluruh jajaran penegak
sebagai paya pembuktian telah terjadinya tindak umum, dalam hal ini seluruh intansi yang terkait
pidana narkotika. langsung, yakni penyidik Polri serta para penegak
Dalam perkara tindak pidana narkotika hukum yang lainnya. Di sisi lain hal yang sangat
maka yang menjadi barang bukti telah dilakukan penting adalah perlu adanya kesadaran hukum
tindak pidana tersebut adalah adanya narkoti. dari seluruh lapisan masyarakat guna menegakkan
Perkataan narkotika berasal dari perkataan Yunani kewibawaan hukum khususnya UU No35 Tahun
“narke” yang berarti terbius sehingga tidak 2009 tentang Narkotika. Jadi dalam hal ini peran
merasakan apa-apa. Namun ada juga yang penyidik bersama masyarakat sangatlah penting
mengatakan bahwa narkotika berasal dari kata dalam membantu proses penyelesaian terhadap
Narcissus, sejenis tumbuh-tumbuhan yang kasus tindak pidana narkoba yang semakin marak
mempunyai bunga yang dapat membuat orang dewasa ini.
menjadi tak sadar.19 Barang bukti diperoleh penyidik sebagai
Di Indonesia ketentuan tentang narkotika instansi pertama dalam proses peradilan. Barang
bukti dapat diperoleh penyidik melalui hal-hal
sebagai berikut:
Indonesia”, Alumni, 1982, hlm. 70. 1. Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP)
18
Al. Wisnubroto, Praktek Peradilan Pidana
Proses Persidangan Perkara Pidana, Penerbit PT. Galaxy 2. Penggeledahan
Puspa Mega, Jakarta, 2002, hlm. 1.
19
Hari Sasangka, Op.Cit.hlm. 63.

79 - Volume 2, No. 1, Februari 2014


Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

3. Diserahkan langsung oleh saksi pelapor atau temuan yang ditemukan secara tidak sengaja.
tersangka
4. Diambil dari pihak ketiga VI.KAJIAN HUKUM TERHADAP
5. Barang temuan.20 PENETAPAN BARANG BUKTI DALAM
Menurut Pasal 1 butir 16 KUHAP PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN
penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik TINDAK PIDANA NARKOTIKA PADA
untuk mengambil alih atau menyimpan di bawah RESERSE NARKOBA POLRESTA
penguasaannya benda bergerak atau tidak BANDA ACEH
bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk
kepentingan pembuktian dalam penyidikan, A. Dasar Penetapan Barang Bukti dalam
penuntutan dan peradilan. Terhadap benda atau Penyidikan Tindak Pidana Narkotika
barang bukti yang tersangkut dalam tindak Penegakan hukum terhadap pelaku
pidana, guna kepentingan penyidikan, penuntutan, penyalahgunaan Narkoba oleh penyidik
dan pembuktian sidang pengadilan, maka untuk Kepolisian dimulai dari pemenuhan unsur pelaku
sementara penyidik dapat melakukan penyitaan. penyalahgunaan narkotika seperti adanya
Melihat ketentuan Pasal 1 butir 16 KUHAP, kandungan unsur narkotika dalam urine tersangka
tentang pengertian penyitaan tampak bahwa yang sebagai bukti awal untuk melakukan penyelidikan
berwenang melakukan penyitaan adalah penyidik. lebih lanjut guna menentukan pelaku sebagai
Penyitaan hanya diatur dalam tahap penyidikan. pengguna atau pelaku pengedar. Selanjutnya
Sebelum melakukan tindakan penyitaan ditentukan pola penanganannya sebagaimana
terhadap barang bukti, penyidik harus diatur dalam taktik dan teknik penyelidikan dan
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, penyidikan.21
tergantung pada situasi dan kondisi peristiwa Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
pidana, yakni sebagai berikut: dalam upaya membuktikan telah terjadi suatu
1. Mengajukan surat permintaan izin Ketua tindak pidana narkotika pihak Reserse Narkoba
Pengadilan Negeri setempat hal ini dilakukan Polresta Banda Aceh, dalam operasionalnya selalu
penyidik khusus dalam hal atau keadaan tidak berupaya untuk menemukan barang bukti seperti :
mendesak. 1. Hasil tes urine dan jenis narkotika yang
2. Membuat surat perintah penyitaan, dalam hal ditemukan seperti ganja, heroin, sabu-sabu,
tidak mendesak surat perintah penyitaan dibuat dan pil ekstasi biasanya ditemukan dalam
setelah mendapat izin penyitaan dari Ketua bentuk paket bungkusan kecil dari pemakai,
Pengadilan Negeri. Dalam keadaan mendesak maupun jumlah besar dari pengedar.
dan harus segera dilakukan tindakan, maka 2. Bong (alat penghisap), biasanya ditemukan
penyidik dapat membuat surat perintah dari pemakai yang dipergunakan sebagai alat
penyitaan tanpa terlebih dahulu mengajukan penghisap sabu-sabu dan alat pendukung
izin dari Ketua Pengadilan Negeri. lainnya seperti alumunium foil, karet plastik,
3. Petugas, peralatan dan perlengkapan. Hal ini korek api, dan sebagainya.
untuk memperlancar pelaksanaan penyitaan 3. Uang tunai, yang digunakan sebagai alat
benda barang bukti oleh penyidik. transaksi jual beli narkotika.
4. Menentukan atau memperkirakan nama, jenis, 4. Kenderaan bermotor sebagai alat transportasi.
sifat, kemasan, jumlah barang yang akan disita. Barang Bukti tersebut juga dapat digunakan
Hal ini tentunya tergantung pada kasus tindak untuk menentukan pelaku sebagai pemakai atau
pidana yang dihadapi oleh penyidik. pengedar bahkan dapat mengetahui jumlah orang
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa yang terlibat dan menemukan sumber narkotika. 22
seperti halnya pada tindak pidana lainnya cara Pada suatu kasus tindak pidana
memperoleh barang bukti dalam perkara tindak narkotika korban adalah pelaku sehingga pelapor
pidana narkotika juga dilakukan dengan upaya tidak ada, oleh karena itu dengan upaya yang ada
penyitaan baik dari pemeriksaan Tempat Kejadian dilakukan oleh penyidik untuk mencari bukti serta
Perkara, penggeledahan pelaku, diserahkan
langsung oleh saksi pelapor atau tersangka, 21
Salamuddin, Kanit I Idik (Penyidik Reserse
siambil dari pihak ketiga maupun berupa barang Narkoba) Polresta Banda Aceh Wawancara Tanggal 9 Juli
2012
22
Dedi Darwinsyah, Kasat Reserse Narkoba
20
Nurul Ratna Afiah. Op.Cit., hal. 37. Polresta Banda Aceh, Wawancara Tanggal 9 Juli 2012
Volume 2, No. 1, Februari 2014 - 80
Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

mendeteksi, begitu mendapatkan informasi baru pelaksanaan tugas pada tingkat kewilayahan
direncanakan bagaimana pelaku ditangkap baik dalam lingkungannya.24
pengedar atau pemakai. Hal ini memang sulit Dalam kebijaksanaan penyidikan,
dilakukan tetapi ada beberapa teknik penyelidikan pemeriksaan seseorang saksi tidak boleh
mulai dari Peninjauan (observasi), disamakan dengan seorang tersangka.
pembuntutan(surveillance), penyusupan agen Pemeriksaan wajib dilakukan Kasat dan Kepala
(undercover agen), pembelian terselubung Unit bersangkutan wajib mengawasi pelaksanaan
(undercover buy), penyerahan yang dikendalikan pemeriksaan baik seseorang sebagai tersangka
(controlled planning), dan rencana pelaksanaan maupun saksi, dilakukan dengan wajar, sesuai
penggerebekan (raid planning execution).23 dengan ketentuan hukum yang berlaku dan
Berdasarkan metode, di atas kegiatan yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia.
berkaitan dengan teknik pengungkapan tindak Hasil penyidikan terhadap perkara pidana
pidana narkotika, yaitu : Narkotika untuk dapat dilimpahkan kepada
1. Teknik yang bertujuan untuk mendapatkan penuntut umum dilakukan pemberkasan sesuai
atau menguatkan informasi tentang terjadinya dengan Pasal 8 ayat (2) KUHAP.Semua berita
tindak pidana narkotika yang meliputi : acara diatas dibuat atas kekuatan sumpah jabatan
observasi, pembuntutan dan perlindungan bagi dari penyidik yang menjalankan tugasnya dan
penyidikan. ditandatangani oleh semua pihak yang terlibat
2. Teknik yang bertujuan untuk menangkap dalam tindakan tersebut. Apabila pemberkasan
pelaku tindak pidana narkotika melalui telah selesai, selanjutnya penyidik menyerahkan
penyusupan agen dan pembelian terselubung. berkas perkara kepada penuntut umum dengan
3. Dari teknik yang ada dapat dikatakan bahwa memperhatikan Pasal 8 ayat ( 3 ) KUHAP yaitu
teknik yang pertama adalah mendahului dilakukan sebagai berikut :
tindakan kedua. Karena pada teknik pertama a. Pada tahap pertama penyidik hanya
penyidik harus berusaha untuk mendapatkan menyerahkan berkas perkara.
informasi serta menguatkan informan yang b. Selanjutnya dalam hal penyidikan sudah
telah didapat mengenai pelaku tindak pidana dianggap selesai, penyidik menyerahkan
narkotika beserta odus operandinya. Setelah tanggung jawab atas tersangka dan barang
mendapatkan informasi-informasi tersebut bukti kepada penuntut umum.
maka diadakanlah teknik yang kedua yaitu Ketentuan tersebut sebenarnya untuk
merupakan usaha kepolisian untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerepotan
merencanakan adanya tindak pidana yang penyidik yang harus bolak-balik membawa
dikontrol dengan cara pembuatan TKP. barang bukti dan tersangka, apabila berkas
Kegiatan yang paling menentukan perkara dinilai penuntut umum masih belum
keberhasilan tindakan pendahuluan diatas lengkap, sehingga pelimpahan perkara kepada
adalah rencana pelaksanaan penggerebekan. penuntut umum perlu dilakukan dua tahap. setelah
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa penyidik melimpahkan berkas dengan lengkap
dalam proses penyelidikan dan penyidikan guna dan diterima, tanggung jawab beralih kepada
memperoleh barang bukti ini merupakan penuntut umum.25
kewenangan Satuan Reserse Narkoba bagian dari Jadi dasar penetapan barang bukti dalam
unit kegiatan pemolisian di bidang pencegahan upaya penyelidikan dan penyidikan tindak pidana
dan penanggulangan tindak pidana narkotika. narkotika adalah adanya kewenangan dari
Satuan Reserse Narkoba Polresta Banda Aceh penyidik untuk melakukan penyelidikan dan
adalah unsur pelaksana pada Direktorat Reserse penyidikan guna memperoleh barang bukti yang
Polda Aceh, yang bertugas memberikan nantinya akan dijadikan alat bukti dan pembuktian
bimbingan tekhnis atas pelaksanaan fungsi reserse tindak pidana narkotika di sidang pengadilan.
narkotika dan obat-obat berbahaya di lingkungan Adanya barang bukti dimaksud dapat diperoleh
Polda Aceh khususnya di wilayah hukum Polresta pada saat penangkapan pelaku, penggeledahan
Banda Aceh serta menyelenggarakan dan
24
melaksanakan baik bersifat regional/terpusat pada Dedi Darwinsyah, Kasat Reserse Narkoba
tingkat daerah maupun dalam rangka mendukung Polresta Banda Aceh, Wawancara Tanggal 9 Juli
2012.
25
Dedi Darwinsyah, Kasat Reserse Narkoba
23
Dedi Darwinsyah, Kasat Reserse Narkoba Polresta Banda Aceh, Wawancara Tanggal 9 Juli
Polresta Banda Aceh, Wawancara Tanggal 9 Juli 2012 2012.

81 - Volume 2, No. 1, Februari 2014


Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

dan penyitaan yang dilakukan setelah adanya dalam penyidikan tindak pidana narkotika dapat
laporan atau terjadinya suatu tindak pidana diakibatkan oleh faktor yang berasal penyidik
narkotika. (intern) dan faktor dari luar penyidik (ekstern),
Peranan barang bukti dalam penyidikan yang antara lain :
tindak pidana narkotika dalam mengungkap 1. Faktor dari penyidik (intern)
kebenaran telah terjadinya suatu tindak pidana a. Kemampuan atau sumberdaya penyidik,
narkotika, di mana barang bukti memegang dalam hal ini kemampunya dari seorang
peranan penting untuk mendapatkan kejelasan, penyidik untuk menyelidiki keberadaan
dan keidentikan antara tersangka, dan maupun barang bukti yang menyangkut tindak
tentang unsur-unsur tindak pidana sehingga pidana narkotika yang ditanganinya.
memudahkan penuntut umum melakukan b. Faktor sarana dan prasarana pendukung,
pembuktian. Barang bukti juga berperan terhadap dalam hal ini Satuan Reskrim melakukan
putusan pengadilan dalam perkara narkotika di proses penyidikan dalam mengungkap
Pengadilan Negeri sebagai dasar pertimbangan suatu perkara tindak pidana narkotika
keyakinan yang menguatkan bagi hakim. Dengan adalah kesulitan dalam pencarian barang
demikian barang bukti suatu kasus tindak pidana bukti keterbatasan teknologi pendukung.
narkotika adalah unsur yang dapat mempengaruhi 2. Faktor dari luar penyidik (ektern)
kelengkapan dalam melakukan penyelidikan dan Faktor ekstern atau yang berasal dari
penyidikan serta kelengkapan berkas penyidikan, luar penyidik, adalah yang bersumber dari
berkas penuntutan dan juga keyakinan hakim pihak lain dalam hal ini termasuk dari tatacara
dalam memutuskan perkara. penyitaan yang diharuskan adanya surat dari
pengadilan dan barang bukti yang
B. Faktor Penyebab Terjadinya Hambatan dimusnahkan pelaku. Kedua hal ini juga
dalam Penyelidikan dan Penyidikan Guna menjadi pendukung tidak mampunya pihak
Pembuktian Tindak Pidana Narkotika penyidik menghadirkan barang bukti dalam
Penyelidikan dan penyidikan yang kasus tindak pidana narkotika.
dilakukan oleh Satuan Reserse Narkoba adalah Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa
untuk mengungkapkan telah terjadinya suatu proses penyidikan dalam mengungkap suatu
tindak pidana termasuk dalam hal ini tindak perkara tindak pidana narkotika oleh Satuan
pidana nakotika. Jadi disini satuan reserse Reserse Narkoba juga tidak terlepas dari berbagai
narkoba merupakan pihak berkompeten dalam hambatan. Hambatan yang dihadapi tersebut
menemukan barang bukti dan terhadap barang dengan sendirinya akan berdampak pada
bukti narkotika reserse narkoba juga memiliki unit keberhasilan mengungkap kasus tindak pidana
khusus yaitu Unit Narkoba yang berkoordinasi narkotika dan juga menjatuhkan pidana bagi
dengan Ditnarkoba Polda Aceh dan juga BNN pelakunya. Faktor penyebab terjadinya ketiadaan
dalam penyelidikan kasus tindak pidana narkotika. barang bukti dalam penyidikan tindak pidana
Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugas ini narkotika dapat diakibatkan oleh faktor yang
seorang reserse atau staf satuan reserse narkoba berasal penyidik (intern) yaitu kurangnya
dit narkoba harus memiliki kemampuan yang kemampuan penyidik dalam melakukan
lebih baik di bidang narkotika dari anggota penyidikan dan kurangnya sarana dan teknologi
kepolisisan pada umumnya.12 pendukung. Sedangkan faktor dari luar penyidik
Adanya barang bukti untuk penyelidikan (ekstern), yaitu tatacara penyitaan yang
dan penyidikan kasus narkotika memiliki peranan diharuskan adanya surat dari pengadilan dan
yang sangat penting untuk menjerat pelaku. Akan barang bukti yang dimusnahkan pelaku.
tetapi, terkadang pihak penyidik menemukan
berbagai hambatan dalam pelaksanaan upaya
memperoleh barang bukti dan kaitnnya dengan
tindak pidana yang dilakukann tersangka. Adapun
faktor penyebab terjadinya ketiadaan barang bukti C. Upaya yang Dilakukan Untuk Mengatasi
Hambatan dalam Penyelidikan dan
12
Penyidikan Guna Pembuktian Tindak
Ferry Ferdinan, Staf Penyidik Reserse Narkoba Pidana Narkotika
(Ba Sidik I) Polresta Banda Aceh Wawancara Tanggal 9
Juli 2012.
Berdasarkan hasil penelitian yang
Volume 2, No. 1, Februari 2014 - 82
Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

dilakukan, diketahui bahwa upaya yang ditempuh pembinaan dan diklat bagi anggota satuan
Satres Unit Narkoba dalam mengatasi hambatan reserse kriminal guna mengikuti
dalam mengungkap kasus narkotika adalah : perkembangan ilmu dan teknologi di bidang
1. Terhadap masalah teknis perundang-undangan, kepolisian.28
pihak satuan reserse kriminal dalam hal ini 4. Penyitaan barang bukti tidak dapat dilakukan
tidak melakukan sesuatu yang khusus karena karena belum ada izin pengadilan
dalam hal perundang-undangan Satreskrim Sebagaimana dijelskan sebelumnya
Unit Narkoba hanya mengikuti ketentuan yang apabila Satres Unit Narkoba mengalami
berlaku. Terhadap hal ini upaya yang kesulitan dalam memperoleh izin penyitaan
dilakukan hanya menyangkut peningkatan barang bukti, maka dapat dilakukan penyitaan
pemahaman dan pengetahuan anggota dengan alasan keadaan yang sangat perlu dan
Satreskrim Unit Narkoba melalui berbagai mendesak. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 38
program pelatihan dan diklat yang ayat (2) KUHAP yang memberi kemungkinan
diselenggarakan oleh Diklat Polri.26 untuk melakukan penyitaan tanpa melalui tata
2. Olah Tempat Kejadian Perkara (TKP)/Crime cara yang ditentukan KUHAP.Mengenai tata
Scene Processing cara penyitaan barang bukti pada perkara
Terhadap hambatan yang berhubungan pidana narkotika yang dilakukan oleh penyidik
dengan olah TKP, upaya yang dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dan
adalah dengan secara cepat melakukan olah mendesak adalah:29
TKP setelah menerima laporan. Dalam hal ini a. Tanpa surat izin Ketua Pengadilan Negeri.
setelah menerima laporan tentang suatu tindak Dalam hal ini Penyidik tidak perlu dahulu
pidana khususnya tindak pidana narkotika, mendapatkan surat izin penyitaan dari
maka anggota Satreskrim Unit Narkoba akan Ketua Pengadilan Negeri, tetapi langsung
datang ke lokasi dan langsung melakukan oleh dapat menyita barang bukti. Dengan
TKP dan memasang Police Line, demikian dalam perkara pidana narkotika,
mengumpulkan barang bukti, keterangan saksi bila penyidik harus segera bertindak dapat
dan melakukan penyelidikan awal di lokasi langsung melakukan penyitaan terhadap
guna menghindari terjadinya perubahan jejak barang bukti yang berkaitan dengan perkara
dan upaya menghilangkan barang bukti. tindak pidana narkotika tersebut di Tempat
Hal ini dimaksudkan untuk sesegera Kejadian Perkara.
diperoleh bukti atau petunjuk yang dapat b. Hanya terbatas pada barang bukti benda
mengarahkan pada pelaku dan mengungkap bergerak saja.
berbagai hal yang berkaitan dengan tindak Hal ini dikarenakan barang bukti benda
pidana tersebut.27 bergerak mudah hilang, berubah,
3. Terhadap hambatan yang menyangkut dimusnahkan. Sedangkan benda tidak
kesulitan dalam pencarian terhadap tersangka bergerak sulit dihilangkan. Dalam perkara
karena keterbatasan Sumber Daya Manusia pidana narkotika barang bukti yang
dan teknologi pendukung. dikatakan benda bergerak misalnya pakaian
Dalam mengatasi hambatan ini, pihak korban, alat yang dipakai untuk melakukan
PolrestaBanda Aceh biasanya dengan segera narkotika serta benda-benda lain yang
mengeluarkan Daftar Pencarian Orang (DPO) terkait dengan perkara tersebut.
jika ada petunjuk awal yang mengarah pada c. Penyidik harus segera melaporkan kepada
pelaku dan bekerja sama dengan Satres Unit Ketua Pengadilan Negeri guna
Narkoba dari wilayah lain guna menangkap mendapatkan persetujuan penyitaan
pelaku. Di samping itu, untuk peningkatan Berdasarkan uraian di atas, jelaslah
sumberdaya manusia dan teknologi pendukung bahwa upaya yang dilakukan dalam
juga diupayakan berbagai fasilitas pedukung menanggulangi hambatan dalam penyelidikan dan
dan juga disertai dengan pendidikan, penyidikan untuk memperoleh barang bukti
26 28
Ferry Ferdinan, Staf Penyidik Reserse Narkoba Salamuddin, Kanit I Idik (Penyidik Reserse
(Ba Sidik I) Polresta Banda Aceh Wawancara Tanggal 9 Narkoba) Polresta Banda Aceh Wawancara Tanggal 9 Juli
Juli 2012. 2012
27 29
Bonny Perdana dan Trio Febrianto, Staf Reskrim Dedi Darwinsyah, Kasat Reserse Narkoba
Narkoba Polres Banda Aceh, Wawancara, Tanggal 23 dan 24 Polresta Banda Aceh, Wawancara Tanggal 9 Juli
Juli 2012. 2012.

83 - Volume 2, No. 1, Februari 2014


Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

tindak pidana narkotika adalah dengan melakukan hambatan dalam penyelidikan dan penyidikan
peningkatan pengetahuan anggota satreskrim unit guna pembuktian tindak pidana narkotika adalah
narkoba dalam penguasaan perundang-undangan dengan melakukan peningkatan pengetahuan
dan teknologi pendukung, melakukan oleh TKP anggota satreskrim unit narkoba dalam
sesegera mungkin guna meminimalisir hilangnya penguasaan perundang-undangan dan teknologi
barang bukti, melakukan kerja sama dengan pendukung, melakukan olah TKP sesegera
satreskrim unit narkoba dari wilayah kepolisian mungkin guna meminimalisir hilangnya barang
lain guna menangkap pelaku dan juga bukti, melakukan kerja sama dengan satreskrim
mengupayakan segera mungkin memperoleh izin unit narkoba dari wilayah kepolisian lain guna
penyitaan dari pengadilan. menangkap pelaku dan juga mengupayakan
segera mungkin memperoleh izin penyitaan dari
VII. KESIMPULAN pengadilan.

Berdasarkan hasil analisis dalam penulisn VIII. SARAN


ini diketahui bahwa Penetapan barang bukti dalam
penyelidikan dan penyidikan tindak pidana Disarankan kepada anggota Satuan Reserse
narkotika dilakukan setelah pemeriksaan awal Narkotika Polresta Banda Aceh, serta para pihak
terhadap pelaku, yaitu melalui tes urine/darah. dari instansi lainnya seperti Bea Cukai dan Dinas
Hasil yang dinyatakan positif mengandung unsur Perhubungan yang terlibat dalam upaya
narkotika dan pelaku memiliki narkotika dapat pembuktian agar dapat bekerja sama dalam
dikategorikan sebagai pelaku penguna, apabila menemukan barang bukti guna mengungkapkan
pada tes urine tidak ditemukan adanya unsur satu perkara tindak pidana narkotika. Disarankan
narkotika, maka pelaku dapat digolongkan kepada pihak Kepolisian agar dapat melakukan
sebagai pengedar atau pengangkut narkotika. penambahan jumlah anggota reskrim narkotika
Barang bukti juga memiliki peran dalam dan sarana pendukung dalam pencarian barang
mengungkap kebenaran telah terjadinya suatu bukti guna memudahkan para anggota reskrim
tindak pidana narkotika, di mana barang bukti menjalankan tugasnya. Disarankan kepada Ketua
digunakan untuk mendapatkan kejelasan dan Pengadilan Negeri Banda Aceh dalam
keidentikan antara tersangka dan unsur-unsur menerbitkan surat penetapan persetujuan
tindak pidana sehingga memudahkan penuntut penyitaan sebaiknya dalam waktu yang
umum melakukan pembuktian. Terhadap putusan secepatnya untuk mempermudah tugas-tugas
pengadilan barang bukti dalam perkara narkotika penyidik dalam proses penyidikan, karena surat
sebagai dasar pertimbangan keyakinan yang penetapan penyitaan tersebut harus dilampirkan
menguatkan bagi hakim. Namun dalam dalam berkas perkara dalam tahap penyidikan.
kenyataannya dalam penentuan barang bukti
ditemukan adanya hambatan dan DAFTAR PUSTAKA
ketidakseragaman dalam menentukan barang
bukti. A. Buku- Buku
Faktor penyebab terjadinya hambatan
dalam penyelidikan dan penyidikan guna Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum
pembuktian tindak pidana narkotika adalah akibat (Suatu Kajian Filosofis dan
ketiadaan barang bukti dalam penyidikan tindak Sosiologis), Gunung Agung, Jakarta,
pidana narkotika dan akibat ketidakseragaman 2002.
dalam menentukan barang bukti. Hal ini dapat Adami Chazawi, Hukum Pembuktian
diakibatkan oleh faktor yang berasal penyidik Tindak Pidana Korupsi. Alumni,
(intern) yaitu kurangnya kemampuan penyidik Bandung, 2008.
dalam melakukan penyidikan dan kurangnya Ameln F. Perkembangan Hukum
sarana dan teknologi pendukung. Sedangkan Kedokteran di Indonesia, Naskah
faktor dari luar penyidik (ekstern), yaitu tatacara lengkap Musyawarah Kerja Ikatan
penyitaan yang diharuskan adanya surat dari Dokter Indonesia XI. Medan, 1987.
pengadilan dan barang bukti yang dimusnahkan ------------. Kapita Selekta Hukum
pelaku. Kedokteran. Grafikatama Jaya, 1991.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi Andi Hamzah dan RM. Surachman,
Volume 2, No. 1, Februari 2014 - 84
Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Kejahatan Narkotika dan Lili Rasjidi dan I. B. Wyasa Putra, Hukum


Psikotropika, Sinar Grafika,Jakarta Sebagai Suatu Sistem, Remaja
1994. Rosdakarya, Bandung, 1993.
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, ------------. dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-
Rineka Cipta, Jakarta, 1994. Dasar Filsafat dan Teori Hukum,
------------. Pengantar Hukum Acara Pidana. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.
Ghalia Indonesia, Jakarta 1990. Lydia Harlina Martono & Satya Joewana,
------------. Hukum Acara Pidana Membantu Pemulihan Pecandu Narkoba
Indonesia. Sinar Grafika, Jakarta, dan Keluarganya, Balai Pustaka, Jakarta,
2005. 2006.
Anshoruddin, Hukum Pembuktian Made Wirartha, I., Pedoman Penulisan
Menurut Hukum Acara Islam Dan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis,
Hukum Positif. Pustaka Pelajar, Andi Yogyakarta, 2006
Yogyakarta, 2004. Martiman Prodjohamidjodjo, Memahami
Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana Dasar-Dasar Hukum Pidana Indoensia,
(suatu Pengantar), Djambatan, Paradnya Paramita, Jakarta, 1996.
Jakarta, 1989. ------------.Komentar Atas KUHAP, Fasco,
Djoko Prakoso, Pembangunan Hukum Jakarta, 1998.
Pidana Indonesia, Liberty, Marwan Mas. Pengantar Ilmu Hukum.
Yogyakarta, 1988. Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004.
Friedmann, W., Teori dan Filsafat Umum, Moeljatno, Perbuatan Pidana dan
Raja Grafindo, Jakarta, Tahun 1996. Pertanggungjawaban dalam Hukum
Fuad Usfa dan Tongat, Pengantar Hukum Pidana, Bina Aksara, Yogyakarta, 1983.
Pidana, UMM Pers, Malang , 2004. ------------.Hukum Acara Pidana, Tanpa
Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia. Penerbit, 1987.
Djambatan, Jakarta, 2004. ------------.Asas-Asas Hukum Pidana, Bina
Harahap, M.Yahya,. Pembahasan Aksara, Jakarta, 1994.
Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Mulyono, Liliawati, Eugenia, Peraturan
Sinar Grafika, Jakarta, 2002. Perundang-undangan Narkotika dan
------------.Pembahasan Permasalahan Psikotropika, Harvarindo,Jakarta,
dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan 1998, hlm.5
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi Nurul Ratna Afiah. Barang bukti dalam
dan Peninjauan Kembali. Sinar Proses Pidana. Sinar Grafika, Jakarta,
Grafika, Jakarta, 2005. 1989
Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum Ridwan Syahrani, H., Rangkuman Intisari
Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti,
Mandar Maju, Bandung, 2003. Bandung, Bandung 1999.
Harun Husein, M. Penyidikan dan Romli Atmasasmita, “Strategi Pembinaan
Penuntutan dalam Proses Pidana. Pelanggaran Hukum dalam Konteks
Rineka Cipta, Jakarta, 1991. Penegakan Hukum di Indonesia”,
Indriyanto Seno Adji, Arah dan Sistem Alumni, 1982.
Peradilan (Pidana) terpadu Indonesia Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra
(suatu tinjauan pengawasan aplikatif Aditya Bakti, Bandung, Tahun 2000.
dan praktek), Komisi Hukum Satochid Kartanegara, Hukum Pidana
Nasional, Jakarta 18 April 2001. Kumpulan Kuliah dan Pendapat Para
Kaligis, O.C & Associates, Narkoba dan Ahli Hukum Terkemuka, Bali Lektur
Peradilannya Di Indonesia, , Alumni Mahasiswa, Bagian Dua, Tanpa Tahun.
Bandung, 2007. Sjachran Basah, Perlindungan Hukum
Kansil C.S.T, Latihan Ujian Hukum Pidana, Terhadap Sikap Tindak Administrasi
Sinar Grafika, Jakarta, 1994. Negara, Alumni, Bandung, 1992.
Lawrence M.Friedman, Capitalism and Soenarto Soerodibroto, KUHP dan
Freedom, Chicago and London: The KUHAP Dilengkapi dengan
University of Chicago Press, 1982. Yurisprudensi Mahkamah Agung dan

85 - Volume 2, No. 1, Februari 2014


Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Hogeraad, Rajawali Press, Jakarta, Nur Basuki Minarno,Pembuktian


1991 Gratifikasi dan Suap Dalam Tindak
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Pidana Korupsi, Yuridika, Majalah
Mempengaruhi Penegakan Hukum, Fakultas Hukum, UNAIR, Vol 20, No.
Rajawali, Jakarta, 1983. 2 Maret 2005.
------------. dan Sri Mamudji, Penelitian Nyoman Serikat Putra Jaya,Sistem
Hukum Normatif Suatu Tinjauan Peradilan Pidana (Criminal Justice
Singkat, Raja Grafindo Persada, system), Bahan Kuliah, Program
Jakarta, 2003. Megister Ilmu Hukum Undip,
Solly Lubis, M., Filsafat Ilmu dan Semarang, 2006.
Penelitian, Mandar Maju, Bandung,
C. Sumber Internet
1994.
Wordpress.com, Tindak Pidana (Strafbaar feit)
Sudarto, Hukum Pidana, Yayasan Sudarto,
dan Pertanggungjawaban Pidana.
Semarang 1990.
http://toya2007.wordpress.com. Diakses
Topo Santoso dan Eva Ahjani Z.,
pada 25 Oktober 2010.
Kriminologi, Rajawali Press, Jakarta,
2003. D. Peraturan Perundang-undangan
Tresna, R., Asas-asas Hukum Pidana, Undang-Undang Dasar 1945;
Tiara, Jakarta, 1959. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Wantjik Saleh, Tindak Pidana Korupsi Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Dan Suap. Ghalia Indonesia, Jakarta, Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
1983. Lembaran Negara Nomor 3209)
Wisnubroto, Al., Praktek Peradilan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
Pidana Proses Persidangan Perkara tentang Narkotika (Lembaran Negara
Pidana, Galaxy Puspa Mega, Jakarta, Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
2002. 143, Tambahan Lembaran Negara
Wuisman, J.J.J. M., dalam M. Hisyam, Republik Indonesia Nomor 5062);
Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial,Asas-Asas, Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983
FE UI, Jakarta 1996. Tentang Pelaksanaan Kitab Undang
Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Sinar Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran
Grafika, Jakarta, 1995. Negara Tahun 1983 Nomor 36, Lembaran
Negara Nomor 3258)
B. Jurnal Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 58 Tahun 2010 Tentang
Amri Amir. Organisasi dan kegiatan Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
PERHUKI Wilayah Sumatera Utara. Nomor 27 Tahun 1983 Tentang
Kursus Dasar Hukum Kesehatan Pelaksanaan Kitab Undang-Undang
Angkatan I. Medan, 1989. Hukum Acara Pidana
Bambang Haryono, Kebijakan Formulasi
Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak
Pidana Narkoba Di Indonesia, FH. Undip,
Semarang, 2009.
Ian Saphiro, Asas Moral dalam Politik,
Jakarta : Yayasan Obor Indonesiadan
Kedubes Amerika Serikat Jakarta dan
Freedom Institute, 2006.
Harkristuti Harkrisnowo, Sistem Peradilan
Terpadu dan Peran Akademis,
Makalah Kejaksaan Agung, Jakarta
24-25 Juni 2003
Mujahid, Menciptakan Mekanisme
Pengawasan yang Efektif dalam SPP,
Tesis Program Pasca Sarjana UI. 2004.
Volume 2, No. 1, Februari 2014 - 86

Anda mungkin juga menyukai