Anda di halaman 1dari 12

TUGAS PENDIDIKAN BUDI PEKERTI

Mengembangkan Kebijaksanaan dan Menghindari Kesombongan

KELOMPOK 14

OLEH :

1.MIRANDA ( )
2.VIRA AMELIA ( )
3.CHAIRA ARIFINA ( )

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, November 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................1

DAFTAR ISI.................................................................................................................2

I PENDAHULUAN......................................................................................................3

1. Latar Belakang............................................................................................................3

2. Rumusan masalah.......................................................................................................3

3. Tujuan.........................................................................................................................3

II PEMBAHASAN.......................................................................................................4

1. Mengembangkan Kebijaksanaan...............................................................................4

2. Menghindari Kesombongan.......................................................................................5

III PENUTUP..............................................................................................................8

1. Kesimpulan................................................................................................................8

2. saran..........................................................................................................................8

DAFTAR ISI................................................................................................................9
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Dunia semakin menjadi gonjang-ganjing. Berbagai ketimpangan, kejahatan,


ketidakadilan, masalah yang terus berlarut-larut terus saja terjadi di panggung kehidupan
manusia. Tidakkah manusia mampu untuk menciptakan kehidupan yang damai, adil,
sejahtera, nyaman, aman, tenang dan bahagia. Bukankah kita, manusia, memiliki akal, ilmu,
pengalaman sejarah, kekuasaan, kekuatan, moral, aturan, materi, informasi, tentara, negara,
agama, dan lain sebagainya. Semuanya semestinya menjadi kumpulan kekuatan untuk
menciptakan kedamaian yang diimpikan, namun yang kita saksikan adalah pertikaian dan
peperangan yang tiada pernah mengenal ujungnya. Akibat dari apa semua ini terjadi. Akibat
dari kemunduran sikap bijaksana sebagai akibat rendahnya MORAL dan IMTAQ. Itulah
jawaban penulis.

2.Rumusan Masalah

a. jelaskan pengembangan kebijaksanaan !

b.Jelaskan bagaimana menghindari kesombongan ?

3.  Tujuan Masalah

a. Untuk mengetahui penjelasan tentang pengembangan kebijaksanaan.

b. Mengetahui penjelasan tentang menghindari kesombongan.


BAB II

PEMBAHASAN

A. MENGEMBANGKAN KEBIJAKSANAAN

Ada satu ajaran agama kita yang sebenarnya penting sekali, tetapi kita semua selaku umat
Islam belum begitu memperhatikannya dengan baik atau belum menjadikannya sebagai satu
pedoman bagi kehidupan nya, yaitu persoalan “KEBIJAKSANAAN”.

Persoalan ini penting sekali, sebab mempunyai sumber hukum yang jelas dan kuat; banyak
sekali ayat-ayat al-Qur’an atau hadits yang menjelaskan-nya. Selain itu, hal bijaksana atau
kebijaksanaan ini mempunyai pengaruh yang besar sekali pada sukses atau tidaknya hidup
seseorang. Artinya baik atau tidaknya hidup kita, sangat ditentukan oleh ada atau tidaknya
sikap bijaksana ini; hidup kita bisa baik, sebab kita bertindak dengan bijaksana (Orang
Bijasana , Insya'alloh mampu berlalku adil) , sebaliknya hidup kita bisa hancur tak terkirakan,
juga karena kita tidak bisa bertindak dengan bijaksana.

Islam adalah agama yang bijaksana dan, dengan demikian, Islam mengajarkan kebijaksanaan.

Dalam al-Qur’an (atau dalam bahasa Arab umumnya), bijaksana atau kebijaksanaan ini
disebut dengan “al-khikmah”, kemudian orang yang bersikap atau bertindak dengan
bijaksana disebut “hakim”. (kalau kita pernah mendengar sebutan “pak hakim”, ini
sebenarnya orang yang harus memutuskan perkara dengan bijaksana).

Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga mempunyai sifat al-hakim, yang artinya Maha Bijaksana,
(al-hakim ini termasuk asmaul husna). Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an:

32:‫ك اَل ِع ْل َم لَنَا اِاَّل َما عَلَّ ْمتَنَا ِانَّكَ اَ ْنتَ ْال َعلِ ْي ُم ْال َح ِك ْي ُم ]البقرة‬
َ َ‫[قَالُوْ ا ُسبْحن‬

Pada akhir ayat ini terdapat kalimat: innaka antal-‘alim al-hakim, yang artinya
“Sesungguhnya Engkau Dzat yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

Allah juga mempunyai sifat “ahkamul hakimin”, Dzat yang lebih bijaksana, sebagaimana
yang disebutkan pada surat al-Thin, ayat terakhir, “alaisa Allah bi ahkamil hakimin”.

Al-Qur-an, kitab suci umat Islam, kitab suci kita semua, juga mempunyai sifat al-hakim,
makanya sering kita dengar; al-Qur’anul hakim; artinya al-Qur’an yang bijaksana (misalnya
disebutkan pada surat yasin; 2: yasin, wal-Qur’anil hakim. Atau pada surat Luqman; 2: alif
lam mim, tilka ayatul kitabil hakim).

Saudara-ku dan Para Sahabat ana , Semua ini menunjukkan bahwa al-Qur’an adalah kitab
suci yang mengandung ajaran-ajaran kebijaksanaan. Sepakat ??

Semua nabi dan rasul, termasuk Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam diutus oleh
Allah Subhanahu Wa Ta'ala supaya mengajarkan persoalan kebijaksanaan. Sebagaimana
Firman Alloh dalam kitab Suci al-Qur’an:
151:‫تب َو ْال ِح ْك َمةَ َويُ َعلِّ ُم ُك ْم َمالَ ْم تَ ُكوْ نُوْ ا تَ ْعلَ ُموْ نَ ]البقرة‬
َ ‫[ َك َما اَرْ َس ْلنَا فِ ْي ُك ْم َرسُوْ اًل ِم ْن ُك ْم يَ ْتلُو َعلَ ْي ُك ْم ايتِنَا َويُ َز ِّك ْي ُك ْم َويُ َعلِّ ُم ُك ُم ْال ِك‬

“Sebagaimana Kami telah mengutus seorang Rasul di antara kamu supaya membacakan ayat-
ayat Kami, mensucikanmu dan mengajarkanmu al-kitab dan kebijaksanaan (al-hikmah) dan
mengajarkanmu apa-apa yang belum kamu ketahui.” (QS: al-Baqarah; 151).

Kita semua, umat Islam ini diperintah supaya mengajak keluarga kita, famili kita, saudara dan
sahabat kita, juga kepada sesama; yakni mengajak (berdakwah) kepada jalan agama Allah,
juga dengan cara yang bijaksana. Sebagaimana firmanNya:

ُ‫الح َسنَ ِة َو َجا ِد ْلهُ ْم بِالَّتِي ِه َي اَحْ َسن‬


َ ‫ع اِلَى َسبِي ِْل َربِّكَ بِ ْال ِح ْك َم ِة َوال َموْ ِعظَ ِة‬
ُ ‫اُ ْد‬

“Ajaklah ke jalan agama Allah, dengan cara bijaksana dan nasehat yang baik serta dengan
berdialog yang lebih baik” Ayat ini juga bisa dipahami bahwa sebenarnya setiap kita ini; laki-
laki atau perempuan, tua atau muda, semuanya harus menjadi hakim.

Artinya semuanya harus berlaku bijaksana, yaitu hakim yang harus memutuskan perkara dan
persoalan dengan bijaksana, setidaknya persoalan kita sendiri atau dengan keluarga.

Perkara atau persoalan kita ini, bisa hanya kecil saja (misalnya, memutuskan untuk makan,
untuk menanam padi, dll.), tetapi bisa juga agak besar (misalnya, untuk bekerja ke luar negri,
untuk menjual tanah, untuk nikah, untuk membuka usaha, dll). Semua ini membutuhkan
keputusan yang bijaksana..

Pada akhirnya, semua perbuatan yang tidak didasari dengan sikap bijaksana, jelas akan
berujung kepada kegagalan , kesusahan bahkan kerusakan.

Begitulah, sikap yang tidak bijaksana telah menjadikan semuanya menjadi hancur dan gagal.

Persoalannya. sebenarnya apa yang dimaksud sikap bijaksana atau kebijaksanaan itu?

Dalam beberapa literatur disebutkan, bahwa bijaksana ini merupakan satu sikap atau
perbuatan, di mana terjadi keseimbangan antara alasan, kenyataan, dan tujuan.

Dengan demikian yang dimaksud perbuatan bijaksana adalah suatu sikap atau perbuatan yang
benar-benar ada :1.kejelasan alasan, 2.proses dan 3.tujuaninya. Ketiganya harus seimbang,
selaras, dan jelas.

Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam pernah memberi contoh, dengan sabdanya
yang artinya :

“makanlah jika lapar dan berhentilah (dari makan) jika sudah terasa kenyang”. Dari hadits ini
bisa dipahami bahwa lapar merupakan alasan dari kenyataan atau perbuatan makan, sedang
kenyang (atau tidak terlalu kenyang) adalah tujuan dari makan.

Tindakan bijaksana menuntut adanya kesadaran terhadap apa yang diperbuat.

Sebab tindakan bijaksana, harus lebih dulu memikirkan 1.apa alasannya, 2.apa tujuannya, dan
3.apa yang kita perbuat; jika semuanya sudah jelas lalu apakah ketiga sudah benar dan
seimbang.
Maka tindakan bijaksana tentu tidak sama dengan tindakan yang “hantam kromo” dan tanpa
pikir panjang. Tindakan bijaksana tidak sama dengan tindakan yang semu dan penuh tipuan,
juga tidak sama dengan tindakan emosi, hawa nafsu , merasa benar sendiri apa lagi brutal
hamtam kromo sana sini . . .

Sikap atau tindakan bijaksana, sekali lagi, disyaratkan harus ada keseimbangan antara
1.alasan, 2.proses, dan3. tujuan .

Tindakan yang demikian inilah yang akan mendapat kebaikan yang tak terhingga.

Sebagaimana firman Allah: “Allah memberi khikmah kepada siapa yang dikehendaki,
barangsiapa yang diberi khikmah maka akan diberi kebaikan yang banyak, dan tidaklah
mengambil pelajaran kecuali orang yang mempunyai akal” (QS: al-Baqarah; 269)

Demikianlah, makna bijaksana dan demikianlah janji Allah kepada orang yang bijaksana.

Maka tindakan yang didasari dengan aji mumpung, apa lagi oportunis, tentu bukan perbuatan
bijaksana. Sebagaimana telah kita sampaikan di atas bahwa, sebagian besar kita belum
melaksanakan ajaran kebijaksanaan ini, meski hal ini sebenarnya merupakan ajaran agama
kita, Islam. (why ?? )

Jika kita perhatikan, setidaknya ada tiga kecenderungan masyarakat kita dewasa ini, yang
sedikit banyak turut menyebabkan sulitnya untuk bisa berprilaku secara bijaksana. Oleh
karenanya sudah saatnya untuk dihindari.

Tiga hal itu adalah::

1. Kecendrungan/ kebiasaan masyarakat dewasa ini, gampang memutuskan atau


menyimpulkan, hanya dengan dasar-dasar yang dangkal. Artinya, kita keburu bertindak,
padahal belum jelas alasannya. (MENINDAK LANJUTI PRASANGAK2) , Kita keburu
mangakui atau berkata “pasti” dan “yakin”, padahal belum didukung dengan data-data yang
cukup.

Tindakan yang demikian ini, tentu menjadi hambatan atau penghalang dari sikap bijaksana.

2. Kecendrungan masyarakat yang kedua, adalah mudah menjatuh keputusan, hanya


didasarkan pada prasangkanya sendiri. Ini, pengaruhnya pada kita, bahwa kita lalu dengan
mudahnya membuat kesimpulan atau bertindak, hanya dengan bimbingan prasangka-
prasangka saja. Demikian ini juga jelas menyebabkan perbuatan/sikap yang tidak bijaksana.
Makanya, agama kita juga melarang untuk berprasangka ini, apa lagi berburuk sangka.

3. Kemudian yang ketiga, kita semua juga gampang sekali menjatuhkan pilihan, dengan
alasan: karena banyak orang telah sama-sama mengakui (atau berpendapat demikian).
Artinya sikap kita hanya didasarkan dengan pendapat umum (opini publik). Jika ada orang
yang mengatakan, misalnya: “gimana nggak percaya, lha wong semua orang sudah
mengatakannya”. Nah sikap demikian ini juga termasuk tidak bijaksana, sebab hanya ikut-
ikutan, tidak membuktikannya sendiri.

Jika kita dapat terhindar dari tiga hal tersebut, dimungkinkan kita dapat berlaku lebih
bijaksana, Insya Allah. Memang, dalam menjalani hidup ini, kita harus aktif dan dinamis
serta harus banyak berbuat, namun tentu saja harus yang baik-baik. Jika memang belum kuat
alasannya, lebih baik kita menahan diri. Inilah barangkali maksud dari hadits Nabi saw:
“bicaralah yang baik-baik atau lebih baik diam saja”

B. MENGHINDARI KESOMBONGAN

Melanjutkan bahasan tentang pengertian sombong atau kesombongan berikut adalah


beberapa hal yang dapat menjadikan alasan kenapa kita harus menghindari dan menjauhi
sikap atau sifat sombong yang salah satunya adalah sifat sombong akan mengarahkan kepada
murka Allah swt. dan Allah menempatkan mereka para pelaku kesombongan di neraka
jahannam sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an yang berbunyi :

َ ‫ب َجهَنَّ َم ٰخَ لِ ِدينَ فِيهَ ۖا فَبِ ۡئ‬


َ‫س َم ۡث َوى ۡٱل ُمتَ َكب ِِّرين‬ َ ‫ۡٱد ُخلُ ٓو ْا أَ ۡب ٰ َو‬

Artinya : (Dikatakan kepada mereka): "Masuklah kamu ke pintu-pintu neraka Jahannam,


sedang kamu kekal di dalamnya. Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang
sombong"(Ghafir : 76).

Demikianlah ancaman dari Allah swt terhadap orang-orang yang bersifat dan bersikap
sombong yang sangat berat yaitu Allah swt akan memasukkan mereka ke dalam neraka
jahannam dan kekal selama-lamanya di dalamnya. Allah swt. Sangat murka kepada orang
yang mempunyai sifat dan sikap sombong bagi siapaun pelakunya baik orang kaya, miskin,
orang biasa. Karena kesombongan yang diperbuat oleh mereka itu, akan memperberat
timbangan dosa-dosa yang mereka perbuat pada hisab timbangan pengadilan Allah kelak di
hari kiamat.

Firman Allah dalam Kitabullah al-Qur’an :


ْ ُ‫أَهُمۡ خ َۡي ٌر أَمۡ قَ ۡو ُم تُبَّع َوٱلَّ ِذينَ ِمن قَ ۡبلِ ِهمۡ أَ ۡهلَ ۡك ٰنَهُمۡۚ إِنَّهُمۡ َكان‬
َ‫وا ُم ۡج ِر ِمين‬ ٖ

Artinya : Apakah mereka (kaum musyrikin) yang lebih baik ataukah kaum Tubba´ dan
orang-orang yang sebelum mereka. Kami telah membinasakan mereka karena sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang berdosa. (Ad-Dukhan : 37)

Berkaitan dengan sifat sombong dan kesombongan, Allah swt berfirman telah
menerangkan kisah-kisah dari para pemimpin dari bangsa yang besar dan kuat, namun
mereka kemudian dihancurleburkan. Sebagai contoh adalah kisah Qarun, Raja Fir’aun, kisah
umat Nabi Nuh serta kaum Ad, Tsamud. Mereka semua dihancurleburkan adalah dikarenakan
sifat kesombongan dan menyombongkan diri di hadapan Allah dan Nabi Muhammad
Rasulullah saw.
Sebagai umat manusia, tidak sepatutnya memiliki sifat sombong dan menyombongkan
diri apapun status dan jabatan yang mereka miliki. Pada hakekatnya manusia adalah makhluk
ciptaan Allah swt dari bahan yang hina yaitu sperma. pada hakekatnya juga manusia
diciptakan oleh Allah swt. adalah semata-mata untuk menyembah dan beribadah kepada
Allah dan taat atau taqwa kepada-Nya dengan sebenar-benarnya taqwa yaitu menjalankan
semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.

Manusia merasa sombong umumnya adalah dikarenakan mereka memiliki kelebihan


dalam hal kekayaan, kemampuan yang mereka miliki. Namun, perlu disadari bahwa semua
kelebihan baik kekayaan, kemampuan, jabatan dan lain sebagainya adalah merupakan
anugerah dan titipan dari Allah swt yang semuanya dapat kembali dalam hitungan detik. Dan
semua hal yang dianugerahkan kepada Allah sekecil apapun akan dimintai
pertanggungjawaban kelak di hari kiamat.

Anugerah yang telah diberikan oleh kepada manusia adalah merupakan amanah untuk
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Bukan untuk dibangga-banggakan dengan
menyombongkan diri dan kemudian menganggap orang lain rendah di matanya dengan
sesuka hati.

Sebagaimana kisah Allah swt dalam al-Qur’an yang menceritakan tentang kesombongan
fir’aun. Dan atas sifat kesombongan Fir’aun, Allah swt memerintahkan kepada Nabi Musa as.
untuk memberikan peringatan. Akan tetapi karena kesombongannya itu raja Fir’aun menolak
peringatan Nabi Musa karena gengsi sebagai raja dan musa hanya rakyat biasa. Karena
kesombongannya itu, raja Fir’aun dikutuk oleh Allah swt. dan menenggelamkannya di laut
beserta seluruh pengikutnya.

Kita sebagai manusia wajib menjaga diri dari sifat sombong dan kesombongan. Dalam
sebuah hadits qudsi Allah mengancam bagi mereka para pelaku kesombongan adalah dengan
ganjaran dimasukkan ke dalam neraka jahannam sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an
di atas.

Dalam hadits Qudsi Allah berfirman : Kebesaran (kesombongan dan kecongkakan)


adalah pakaian-Ku dan keagungan adalah sarung-Ku. Barangsiapa yang merampas salah satu
(dari keduanya), Aku lempar dia ke neraka (Jahannam). (HR. Abu Dawud).

Dalam al-Qur’an dikisahkan pada diri Luqman al-Hakim memberikan nasehat kepada
anak-anaknya sebagaimana firman Allah :

ٖ ‫ض َم َرح ًۖا إِ َّن ٱهَّلل َ اَل ي ُِحبُّ ُك َّل ُم ۡخت‬


ٖ ‫َال فَ ُخ‬
‫ور‬ ‫أۡل‬
ِ ‫ش فِي ٱ َ ۡر‬ ِ َّ‫صع ِّۡر خَ َّدكَ لِلن‬
ِ ۡ‫اس َواَل تَم‬ َ ُ‫َواَل ت‬

Artinya : Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong)
dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Luqman : 18)
Dalam hubungan kehidupan sehari-hari, kesombongan ini seringkali terjadi. Sifat
sombong dan kesombongan ini apabila dipelihara dan dipertahankan maka akan melahirkan
sikap yang angkuh. Kedua sifat ini, sombong dan sifat angkuh adalah merupakan sifat yang
sangat berbahaya dan membinasakan diri pelakunya.

Oleh sebab itu, menghindari sifat sombong atau kesombongan adalah suatu keharusan,
karena Allah memberikan ganjaran yang begitu berat kepada orang yang sombong yaitu
ditempatkan ke dalam neraka jahannam kekal selama-lamanya di akhirat (naudzubillah).
Sebelum kontrak kita habis, mari kita hindari dan hilangkan sifat dan sikap sombong dalam
diri, sehingga terhindar dari neraka jahannam. Wallahu a’lam.

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Kebijaksanaan adalah kemampuan untuk melihat hidup dari sudut pandang Tuhan dan
kemudian mengetahui tindakan terbaik untuk dilakukan. Ada dalam Alkitab,“ Siapakah
seperti orang berhikmat? Dan siapakah yang mengetahui keterangan setiap perkara? Hikmat
manusia menjadikan wajahnya bercahaya dan berubahlah kekerasan wajahnya.

Menghindari sifat sombong atau kesombongan adalah suatu keharusan, karena Allah
memberikan ganjaran yang begitu berat kepada orang yang sombong yaitu ditempatkan ke
dalam neraka jahannam kekal selama-lamanya di akhirat (naudzubillah). Sebelum kontrak
kita habis, mari kita hindari dan hilangkan sifat dan sikap sombong dalam diri, sehingga
terhindar dari neraka jahannam.

2. Saran
Sebaiknya dalam kehidupan sehari hari kita harus mengembangkan kebijaksanaan, baik
pada diri sendiri, maupun orang lain, dan dengan kita menerapkan kebijaksanaan, maka kita
secara tidak langsung akan terhindar dari kebohongan. Maka dari itu, tanamkanlah
kebijaksanaan dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu.

DAFTAR PUSTAKA

Balitbang Dikbud. 1997. Pedoman Pembelajaran Budi Pekerti. Jakarta: Pusbang-kurrandik.


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan .1989.Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta :
Balai Pustaka.

https://www.bibleinfo.com/id/topics/kebijaksanaan. (Diakses pada tanggal 25 November


2018)

Anda mungkin juga menyukai