Bunga Rampai
Forum Diskusi Dosen Tahun 2017
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Editor:
Gelar Dwirahayu
Dimyati Sajari
Eny Supriati Rosyidatun
Diterbitkan Oleh
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2018
Katalog dalam Terbitan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
ISBN : 978-602-6804-15-0
ii
B. Narasumber
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA; Dr. Kadir, M.Pd; Yudhi Munadi, M.Pd;
Dwinanto, MSc., Ph.D; Dr. Ratnasari Dewi, M.Pd; Dr. Bahrissalim, MA
Dr. Yanti Herlanti, M.Pd; Dr. Alek, M.Pd ; Mukhshon Nawawi, M.Ag
Dr. Hindun, M.Pd; Dr. Fery Ahmad Firdaus, M.Pd; Dr. Muhbib, M.Ag;
Dr. Tita Khalis Maryati, M.Kom; Dr. Abdul Muin, M.Pd;
Dr. Siti Masyithoh, M.Pd; Dr. Zulfiani, M.Pd; Dr. Makyun Subuki, M.Hum
Ahmad Golib, MA; Dr. Baiq Hana Susanti, S.PI, M.Sc.; Siti Khadijah, MA;
Dr. Fidrayani M.Pd., M.Si
C. Pembahas
Prof. Dr. Armai Arief , M.Ag.; Prof. Dr. Ulfa Fajarini M.Si;
Prof. Dr. Suwito, MA; Drs. Muarif, M.Pd; Dr. Asril Dt. Paduko Sindo, M.Pd
Dr. Lia Kurniawati M.Pd; Dr. Ahmad Sofyan, MA; Tonih Feronika M.Pd
Siti Nurul Azkiyah M.Sc., Ph.D; Dr. Muhamad Arif, M.Pd,
Teguh Haerudin M.App.Ling; Muhammad Zuhdi, M.Ed, Ph.D
Firdausi S.Si., M.Pd; Zaenal Muttaqin, MA; Dr. Sita Ratnaningsih, M.Pd
Dedek Kustiawati, M.Pd; Drs. Syamsul Arifin, M.Pd; Dr. Khalimi, MA
Muhammad Nida' Fadlan, M.Hum; Dr. Yayah Nurmaliah
Kinkin Suartini, M.Pd; Dr. Abdul Ghofur, M.Ag; Ramdani Miftah, M.Pd;
D. Moderator
Iwan Permana, M.Pd; Tri Harjawati, S.Pd., M.Si; Annisa Windarti, M.Sc;
Lu'luil Maknun, M.Pd; Dindin Ridwanudin, M.Pd; Dila Fairusi, M.Si
Asep Ediana Latip, M.Pd; Novi Diah Haryanti, M.Hum; Nur Syamsiyah, M.Pd
Andri Noor Ardiansyah, M.Si; Gusni Satriawati, M.Pd; Nafia Wafiqni, M.Pd;
Meiry Fadillah Noor, S.Si., M.Si,; Desmaliza, M.Si., M.Ed
xii
hal
Sambutan Dekan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii
Kata Pengantar dari Ketua Pelaksana . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iv
Editorial. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . v
Pendukung Kegiatan Diskusi Dosen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xii
Daftar Isi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xiii
xiii
xiv
xv
Gelar Dwirahayu
Pendidikan Matematika - FITK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Email: gelar.dwirahayu@uinjkt.ac.id
123
A. Pendahuluan
Matematika merupakan salah satu materi wajib yang diajarkan pada setiap
jenjang pendidikan formal yaitu pada tingkat sekolah dasar, sekolah menengah
maupun perguruan tinggi. Bahkan pada tingkat pra pendidikan atau pendidikan
informal matematika juga sudah mulai diperkenalkan. Pendidikan yang dilakukan
pada usia dini bertujuan untuk membentuk pola berpikir anak, karena pada usia
inilah anak mulai pada proses meniru dari apa yang mereka lihat. Hal ini senada
dengan pendapat Piaget (Dahar, 1996) bahwa proses berpikir manusia sudah
terjadi sejak dini, dan ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu
yang berkembang berdasarkan usianya.
1. Tahap Sensori Motori, tahap sensori motori terjadi pada anak usia antara 0-2
tahun. Kaitannya dengan matematika, pada tahap ini kemampuan berfikir
anak digunakan untuk mengatur sendiri dunianya dengan menggunakan
indera-indera (baik sensoris maupun motoris) yang dimilikinya. Misalnya anak
menggunakan jari-jari tangannya sebagai alat bantu untuk menunjukkan
bilangan dari satu sampai sepuluh tanpa mereka fahami bahwa angka satu
sampai sepuluh menunjukkan banyaknya benda atau bacaan untuk suatu
symbol matematika, terkadang anak memahami bahwa angka satu adalah jari
telunjuk.
2. Tahap Pra-operasional, tahap Pra-operasional terjadi pada anak usia antara 2-
7 tahun. Tahap Pra-operasional terbagi menjadi dua sub tingkat yaitu antara
2-4 tahun disebut sub tingkat pra logis dan antara 4-7 tahun disebut sub
tingkat berfikir intuitif. Dalam pembelajaran matematika, terkadang anak
tidak tahu bahwa 5+5 = 10, tetapi mereka tahu bahwa jari mereka yang kiri
ada 5 dan yang kana nada 5 sehingga jumlah jari yang mereka miliki adalah
10. Anak yang berada pada tahap ini cenderung berfikir yang disertai dengan
sikap egosentris.
3. Tahap Operasi Konkrit, tahap operasi konkrit terjadi pada anak usia 7-11
tahun. Tahap ini merupakan permulaan berfikir rasional. Anak sudah memiliki
operasi-operasi logis yang dapat diterapkan pada masalah-masalah yang
kongkrit. Dalam pembelajaran matematika, pra operasional kongkrit dikaitkan
dengan kemampuan anak dalam melakukan operasi matematika secara ril
dan kongkrit, misalnya untuk memahami operasi perkalian 2x5, mereka harus
dibantu dengan konteks ril. Jika di kelas ada 5 orang anak, dan setiap anak
akan diberikan 2 buah permen maka berapa banyak permen yang akan
dibagikan? Selain itu pada tahap ini anak sudah dapat membedakan dan
menyusun benda-benda secara seri berdasarkan ukurannya. Kemampuan ini
124
B. Pembahasan
Kemampuan Matematika
Tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar dan Menengah
(Siskandar, 2004) harus mencakup pada:
a. Melatih cara berfikir dan bernalar siswa dalam menarik kesimpulan, misalnya
melalui kegiatan penyelidikan atau eksplorasi, percobaan atau eksperimen,
menunjukkan kesamaan, perbedaan , konsistensi dan inkonsistensi.
b. Mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa yang melibatkan imajinasi,
intuisi dan penemuan dengan cara mengembangkan pemikiran secara
divergen, orsinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi, menduga dan mencoba .
126
1. Aspek koneksi antar topik matematika, Aspek ini dapat membantu siswa
menghubungkan konsep–konsep matematika untuk menyelesaikan suatu
situasi permasalahan matematika.
2. Aspek koneksi dengan disiplin ilmu lain, Aspek ini menunjukkan bahwa
matematika sebagai suatu disiplin ilmu, selain dapat berguna untuk
pengembangan disiplin ilmu yang lain, juga dapat berguna untuk
menyelesaikan suatu permasalahan yang berkaitan dengan bidang studi
lainnya.
3. Aspek koneksi dengan dunia nyata siswa / koneksi dengan kehidupan sehari–
hari. Aspek ini menunjukkan bahwa matematika dapat bermanfaat untuk
menyelesaikan suatu permasalahan di kehidupan sehari–hari.
Secara umum Coxford (1995) mengemukakan bahwa kemampuan koneksi
matematik meliputi: (1) mengoneksikan pengetahuan konseptual dan procedural,
(2) menggunakan matematika pada topik lain (other curriculum areas), (3)
menggunakan matematika dalam aktivitas kehidupan, (4) melihat matematika
sebagai satu kesatuan yang terintegrasi, (5) menerapkan kemampuan berfikir
matematik dan membuat model untuk menyelesaikan masalah dalam pelajaran
lain, seperti musik, seni, psikologi, sains, dan bisnis, (6) mengetahui koneksi
diantara topik-topik dalam matematika, dan (7) mengenal berbagai representasi
untuk konsep yangsama. Selanjutnya menurut NCTM (1989) tujuan koneksi
matematika adalah agar siswa dapat: (1) Mengenali representasi yang ekuivalen
dari suatu konsep yang sama, (2) Mengenali hubungan prosedur satu representasi
ke prosedur representasi yang ekuivalen, (3) Menggunakan dan menilai koneksi
beberapa topik matematika, (4) Menggunakan dan menilai koneksi antara
matematika dan disiplin ilmu yang lain.
Tujuan pembelajaran matematika di Indonesia yang bersesuaian dengan
NCTM, menekankan bahwa kemampuan yang diharapkan pada aspek koneksi
matematika yaitu :
1. Siswa dapat menggunakan koneksi antar topik matematika.
2. Siswa dapat menggunakan koneksi antara matematika dengan disiplin ilmu
lain.
3. Siswa dapat mengenali representasi ekuivalen dari konsep yang sama.
4. Siswa dapat menghubungkan prosedur antar representasi ekuivalen.
5. Siswa dapat menggunakan ide–ide matematika untuk memperluas
pemahaman tetang ide–ide matematika lainnya.
6. Siswa dapat menerapkan pemikiran dan pemodelan matematika untuk
menyelesaikan masalah yang muncul pada disiplin ilmu lain.
128
dengan alasan bahwa matematika merupakan alat komunikasi yang sangat kuat,
sistematis dan tepat karena matematika sangat erat dengan kehidupan kita.
Dengan berkomunikasi siswa dapat meningkatkan kosa kata, mengembangkan
kemampuan berbicara, menulis ide-ide secara
Van de Walle (2007) menyatakan bahwa: cara terbaik untuk berhubungan
dengan suatu ide adalah dengan mencoba menyampaikan ide tersebut pada
orang lain.’’ Kemampuan komunikasi matematika merupakan suatu hal yang
sangat mendukung untuk seorang guru dalam memahami kemampuan siswa
dalam pembelajaran matematika. Hal ini didukung oleh NCTM (2000) tanpa
komunikasi dalam matematika, guru akan memiliki sedikit keterangan, data, dan
fakta tentang pemahaman siswa dalam melakukan proses dan aplikasi
matematika. Selanjutnya kemampuan komunikasi dalam matematika perlu
dibangun agar siswa dapat: (1) merefleksi dan mengklarifikasi dalam berpikir
mengenai gagasan-gagasan matematika dalam berbagai situasi; (2) memodelkan
situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik dan secara aljabar; (3)
mengembangkan pemahaman terhadap gagasan matematik termasuk peranan
definisi dalam berbagai situasi matematika, menggunakan keterampilan
membaca, mendengar, menulis; (4) menginterprestasikan dan mengevaluasi
gagasan matematik; (5) mengkaji gagasan matematik melalui konjektur dan
alasan yang meyakinkan, dan (6) memahami nilai dari notasi peran matematika
dalam pengembangan gagasan matematik.
Salah satu model komunikasi matematis yang dikembangkan adalah
komunikasi model Cai, Lane dan Jacobsin (1996) meliputi (1) Menulis matematis
(Written text). Pada kemampuan ini, siswa dituntut untuk dapat menuliskan
penjelasan dari jawaban permasalahannya secara matematis, masuk akal, jelas
serta tersusun secara logis dan sistematis, (2) Menggambar secara matematis
(Drawing). Pada kemampuan ini, dituntut untuk dapat melukiskan gambar,
diagram dan tabel secara lengkap dan benar, (3) Ekspresi Matematis
(Mathematical Expression). Pada kemampuan ini, siswa diharapkan untuk
memodelkan permasalahan matematis dengan benar atau mengekspresikan
konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau
symbol matematika dengan benar, kemudian melakukan perhitungan atau
mendapatkan solusi secara lengkap dan benar.
pertanyaan atau menunjukkan langkah yang bisa terjadi pada siswa sendiri. Polya
dalam bukunya How to Solve It memberikan saran dalam mengajar mahasiswa
matematika. Menurut Polya (1985), terdapat empat prinsip-prinsip dasar dalam
memecahkan masalah yaitu memahami masalah, merencanakan pemecahan,
melaksanakan rencana, dan melihat kembali. Adapun penjelasan dari keempat
prinsip yang diajukan Polya yang digunakan dalam memecahkan suatu masalah
dapat diuraikan sebagai berikut.
Tahap Pemahaman Masalah (Understanding Problem)
Tahap ini merupakan tahap awal dalam melatih siswa untuk
mengembangkan kemampuan pemecahan masalahnya. Pada tahap ini siswa
harus mampu memahami kondisi soal atau masalah yang disajikan, menurut
Polya, untuk mengetahui ciri apakah siswa memahami terhadap isi permasalahan,
maka guru harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada
kemampuan siswa dalam mengidentifikasi masalah, pertanyaan yang dapat
diajukan antara lain:
Apakah siswa mengerti semua kata atau istilah yang digunakan dalam
menyatakan masalah?
Apa yang siswa minta untuk menemukan atau menunjukkan?
Dapatkah siswa menyatakan kembali masalah dengan perkataannya
sendiri?
Dapatkah siswa memikirkan gambar atau diagram yang dapat
membantunya memahami masalah?
Apakah ada informasi yang cukup untuk memungkinkan siswa
menemukan solusi?
133
masalah tambahan jika hubungan langsung tidak dapat ditemukan. Strategi yang
harus dilakukan oleh guru dalam tahapan ini guru menyiapkan pertanyaan-
pertanyaan yang mengarah pada kemampuan siswa dalam menemukan strategi
yang akan digunakan dalam pemecahan masalah, pertanyaan yang dapat diajukan
antara lain bersesuai dengan hal-hal sebagai berikut:
Pernahkah siswa melihat permasalahan ini sebelumnya? Atau siswa
melihat masalah yang sama dalam bentuk yang sedikit berbeda? Apakah
siswa tahu masalah yang terkait?
Apakah siswa tahu teorema yang bisa digunakan dalam menyelesaikan
masalah yang terkait?
Berikut ini adalah masalah yang berkaitan dengan siswa dan telah
dipecahkan sebelumnya.
Bisakah siswa menggunakannya? Bisakah siswa menggunakan hasilnya?
Bisakah siswa menggunakan metodenya? Dapatkah siswa
memperkenalkan beberapa elemen tambahan agar penggunaannya
memungkinkan? Bisakah siswa menyatakan kembali masalah?
Bisakah siswa menyatakan kembali masalah dengan cara yang berbeda?
Kembali kepada definisi, Jika siswa tidak dapat menyelesaikan masalah yang
diusulkan, cobalah pertama-tama menyelesaikan terlebih dahulu beberapa
masalah yang berhubungan.
Bisakah siswa membayangkan masalah terkait lebih mudah diakses?
Masalah yang lebih umum? Masalah khusus lainnya? Masalah yang
analog?
Bisakah siswa memecahkan bagian dari masalah? Bisakah siswa
mendapatkan sesuatu yang berguna dari data? Bisakah siswa memikirkan
data lain yang tepat untuk menentukan yang tidak diketahui?
Bisakah siswa mengubah data atu informasi yang tidak diketahui, atau
keduanya jika perlu, sehingga data baru dan informasi yang tidak
diketahui menjadi lebih dekat satu sama lain?
Apakah siswa menggunakan semua data? Apakah siswa menggunakan
seluruh kondisi?
Apakah siswa memperhitungkan semua gagasan penting yang terlibat
dalam masalah ini?
134
135
dilakukan dalam proses pikiran seseorang, maka orang tersebut dapat dikatakan
sedang melakukan representasi internal, sedangkan berpikir tentang ide
matematika yang kemudian dikomunikasikan maka memerlukan representasi
eksternal yang wujudnya dapat menggunakan beberapa media antara lain: (1)
sajian visual seperti tabel, gambar, grafik, (2) pernyataan matematika atau notasi
matematika, (3) teks tertulis yang ditulis dengan bahasa sendiri baik formal
ataupun kombinasi semuanya (Fadillah, 2009), atau dapat juga menggunakan tiga
bentuk representasi lainnya, misalnya representasi verbal, representasi pictorial,
dan representasi simbolik (Villegas, 2009). Representasi verbal adalah
representasi yang berupa teks tulisan, representasi pictorial adalah representasi
yang berupa diagram, grafik, dan lainnya, sedangkan representasi simbolik adalah
representasi yang berupa simbol aljabar, operasi matematika dan relasi, angka,
dan berbagai jenis lain.
Lain halnya dengan pendapat Post & Behr (Van De Walle, 2007), yang
membagi representasi matematika kedalam lima jenis, yaitu representasi situasi
dunia nyata, representasi model manipulatif, representasi simbol tertulis,
representasi bahasa lisan atau verbal dan representasi gambar atau grafik.
Pendekatan Analogi
Menurut Gerhard (Hulukati, 1997), ada tiga faktor yang perlu mendapatkan
perhatian dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di dalam kelas, yaitu:
1. Penciptaan suasana lingkungan yang responsif artinya suasana yang terjadi
dalam proses pembelajaran tampak lebih interaktif yaitu adanya interaksi baik
antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Siswa
diarahkan oleh guru untuk menjadi dirinya sendiri. Dalam hal ini siswa
menjadi pelajar yang otonom,
2. Penggunaan strategi-strategi mengajar yang memberi penekanan pada proses
penalaran. Yang terpenting dalam hal ini adalah pemberian kepada siswa
untuk melakukan penalaran yaitu dengan merancang kegiatan-kegiatan yang
menuntut siswa untuk berfikir dan bernalar,
3. Melakukan evaluasi diagnostik dan evaluasi berkesinambungan untuk
memantau perkembangan siswa. Evaluasi diagnostik dilakukan untuk
mengetahui pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki siswa. Hal ini
penting untuk menentukan materi ajar kemampuan-kemampuan yang
diperlukan, metode dan sumber belajar yang akan digunakan. Evaluasi
berkesinambungan dilakukan secara bersama antar guru dengan siswa untuk
melihat perkembangan siswa dalam kaitan denga pencapaian tujuan,
137
A T
jawaban yang benar adalah c, sebab pada barisan 8,6,4,2,... angka -2 sebagai
beda, sehingga p juga berlaku sebagai beda pada barisan p, 2p, 3p, 4p,...
2. Didalam sebuah keranjang terdapat buah jeruk. Jika empat buah jeruk diperas
akan menghasilkan enam gelas air jeruk. Berapakah banyaknya jeruk yang
harus diperas untuk menghasilkan 15 gelas air jeruk? Berapakah banyaknya
air jeruk yang dihasilkan jika 20 buah jeruk yang diperas?
Penyelesaian pada kalimat pertama, siswa dapat menemukan perbandingan
4:6, selanjutnya dengan menggunakan analogi dengan kalimat pertama, maka
banyaknya jeruk yang harus diperas untuk menghasilkan 15 gelas adalah 10
139
E J 6 7
Jika diberikan aturan mengenai keempat kartu di atas sebagai berikut: Jika
sebuah kartu memiliki huruf vokal pada salah satu sisinya maka sisi lainnya
memiliki angka genap
Pertanyaannya: Kalian diminta untuk memutuskan kartu mana yang akan
kamu balik sehingga aturan di atas berlaku atau tidak berlaku..
a. E dan 6 c. F dan 6
b. E dan 7 d. F dan 7
Jawaban yang benar adalah b, sebab kartu yang bertuliskan huruf E
tentu saja benar dan tidak diragukan lagi, karena sesuai dengan peraturannya.
Dengan menggunakan negasi dari pernyataan diatas menjadi jika sisi yang
satu bilangan ganjil maka sisi lainnya adalah huruf konsonan . Dengan cara
analogi kartu yang bertuliskan angka 7 dibelakangnya pasti huruf konsonan.
Pengertian analogi menurut Duit (Guera dan Ramos, 2011): Analogies,
metaphors and model are common devices in everyday experience, spoken and
written communication when trying to make familiar the unfamiliar. Very often,
they are collectively considered to be analogies because of their potential to
compare one object or situation to another, and in that process, transfer either
details, relational information or both. Sedangkan Glynn (2007), An analogy is a
similarity between concepts. Analogies can help studets build conceptual bridges
between what is familiar and what is new .
Analogi merupakan suatu perbandingan yang mencoba membuat suatu
gagasan terlihat baru dengan cara membandingkannya dengan gagasan lain yang
mempunyai hubungan dengan gagasan yang pertama. Analogi merupakan suatu
peta pengetahuan dari suatu konsep (dasar/analog) ke konsep lain (target) yang
memperlihatkan suatu sistem hubungan yang dimiliki oleh konsep analog juga
140
dimiliki oleh konsep target (Gentner, 2012), atau analogi juga dapat diartikan
sebagai model penjelasan suatu konsep atau topik dengan cara menganalogikan
dengan suatu peristiwa yang mudah dimengerti oleh siswa secara konstruktif
(irawati, 2012).
Mengajar menggunakan pendekatan analogi akan membantu siswa
memahami matematika yang abstrak, (Dwirahayu, 2016) dimana ketika siswa
dihadapkan pada suatu permasalahan matematika, siswa akan membuat
representasi dari permasalahan yang disajikan baik representasi dalam bentuk
gambar maupun symbol sesuai dengan pemahaman mereka, sehingga
memudahkan mereka menyelesaikan soal-soal matematika. Namun demikian
keunggulan pendekatan analogi dalam pembelajaran matematika antara lain: 1.
Membantu siswa memahami konsep baru dengan mudah karena diajarkan
konsep lain yang lebih sederhana, 2. Melatih kemampuan penalaran siswa karena
siswa dihadapkan pada dua permasalahan serupa namun berbeda, siswa diminta
untuk menemukan persamaan dan perbedaannya, 3. pemahaman konsep yang
abstrak yang merujuk pada contoh-contoh dalam kehidupan nyata, 3. analogi
menuntut guru untuk mempertimbangkan pengetahuan/konsep awal yang
dimiliki siswa sehingga proses pembelajaran yang dilakukan akan mengurangi
ketidakpahaman siswa terhadap materi atau konsep yang diajarkan. Menurut
Zook (Slavin, 2008) penggunaan analogi dapat membantu siswa untuk memahami
informasi baru dengan menghubungkan konsep-konsep yang telah ada dalam
ruang memori pebelajar.
Kodratoff (Purwanti, 1990) mendefinisikan analogi melalui skema sebagai
berikut:
Tabel 1 Analogi antara vektor dalam ruang dan vektor dalam bidang
Materi Koordinat vektor dalam ruang Koordinat vektor dalam
bidang
Tahap Memperkenalkan Koordinat vektor Koordinat vektor dalam ruang
awal dalam ruang
Sumbu Koordinat Oxyz (O,⃗, ⃗, 𝑘⃗⃗) Koordinat Oxyz (O,⃗, ⃗)
Koordinat
Vektor ⃗⃗= ; ;z ↔ ⃗⃗ = . ⃗ + . ⃗ + . 𝑘⃗⃗ ⃗⃗= ; ;z ↔ ⃗⃗ = . ⃗ + . ⃗
Koordinat
Diberikan: Diberikan:
⃗⃗= (x;y;z), ⃗ = ′ ′
, , ′ ⃗⃗= (x;y), ⃗ = ′ , ′ )
= ′ = ′
⃗⃗= ⃗ {
⃗⃗= ⃗ { = ′ = ′
= ′ ⃗⃗ + ⃗= + ′ ; + ′
⃗⃗ + ⃗= + ′ ; + ′ ; + ′ ⃗⃗ − ⃗= − ′ ; − ′
⃗⃗ − ⃗= − ′ ; − ′ ; − ′ 𝑘⃗⃗= (kx; ky)
𝑘⃗⃗= (kx; ky; kz) ⃗⃗. ⃗= . ′ ; . ′
⃗⃗. ⃗= . ′ ; . ′ ; . ′ ⃗⃗ ⊥ ⃗ ↔ + ′ ; + ′ = 0
⃗⃗ ⊥ ⃗ ↔ + ′ ; + ′ ; + ′= 0 . ′+ . ′
cos ⃗⃗, ⃗ = 2 2
′ ′
. + . + . ′ √ + .√ ′2 + ′2
cos ⃗⃗, ⃗ = 2 2 2 2 2 2
√ + + .√ ′ + ′ + ′
142
C. Penutup
Dengan menggunakan pendekatan analogi dalam pembelajaran
matematika, siswa dilatih kemampuan penalarannya yaitu ketika siswa diminta
untuk menemukan kesamaan ataupun perbedaan antara konsep lama dengan
konsep yang baru, selanjutnya siswa diminta untuk mengkomunikasikan ide
tersebut dan membuat representasinya sehingga orang lain akan lebih memahami
dan mengerti. Setelah konsep atau model dibuat, siswa
menghubungkan/mengkoneksikan konsep tersebut dengan konsep lain yang
pernah mereka fahami atau mungkin saja dihubungkan dengan kehidupan sehari-
hari sehingga secara keseluruhan, setelah siswa mengerti konsep baru mereka
mampu menyelesaikan permasalahan matematika dengan menggunakan konsep
tersebut.
Penjelasan tentang pendekatan analogi tersebut tidak menutup
kemungkinan dapat diterapkan pada bidang studi lainnya, mengingat bahwa
setiap mata pelajaran yang disajikan di sekolah semuanya bertujuan untuk
menjadikan siswa manusia yang mampu bersaing dan menjadi sumber daya yang
berkualitas. Penerapan pendekatan analogi pada mata pelajaran di luar
matematika perlu dipelajari lebih lanjut sesuai dengan karakteristik materi
pelajaran yang akan disajikan.
144
D. Daftar Pustaka
145
Harisson, Allan G. dan Richard K. Coll., (2013) Analogi dalam kelas Sains Panduan
FAR-Cara menarik untuk mengajar dengan menggunakan Analogi.
Jakarta: Indeks.
Harries, T. and Barmby, P. (2016) Representing and Understanding Multiplication.
United Kingdom: Durham University. 2009. tersedia di
http://dx.doi.org/10.1080/14794800008520169 diakses pada 31 Mei
2016
Hatfield, et al., (2008) Mahematics Method for Elementary and Middle School
Teachers Sixth Edition. Hoboken: John Wiley and Sons Inc.
Herman, T., (2004) Prosiding Seminar Nasional Matematika: Pembelajaran
Matematika Berbasis Masalah dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan
Penalaran Siswa SMP . Bandung: UPI.
Hulukati, E.P. (1997) Kemampuan Penalaran Siswa tentang Konsep Listrik Statik.
Tesis. Bandung: IKIP.
Irawati, Intan (2012) Metode Analogi dan Analogi Penghubung (Bridging Analogy)
dalam Pembelajaran Fisika. In: Seminar Nasional FMIPA-UT 2012.
Kalathil & Sherin, (2000) Role of Student’s Representations in Mathematics
Classroom dalam B. Fishman dan S. O’ Connor Divelbiss (ed), Proceeding
of Fourth International Conference of Learning Science. Mahwah: NJ
Erlbaum.
Kress, G., et.al (2001) Multimodal Teaching and Learning: The Rhetorics of the
Science Classroom. London, UK: Continuum.
Miranti, G., (2004) Prosiding Seminar Nasional Matematika: Peningkatan
Kemampuan Penalaran Matematika melalui Pembelajaran
Menggunakan Media Program Komputer . Bandung: UPI.
NCTM, (1989) Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.
United States of America: The National Council of Teachers of
Mathematics, Inc.
NCTM, (2000) Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.
United States of America: The National Council of Teachers of
Mathematics, Inc.
Polya, George. (1985). How to Solve It A New Aspect of Mathematical Method.
United States Of America: Pricenton University Press.
Purwanti, S. (1990) Analogi: Penambahan Basis Pengetahuan Sistem Pakar.
Depok: UI. Tidak diterbitkan.
146
147