Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KEDUDUKAN HADIST DAN INGKAR SUNNAH

Dosen Pengampu : Ahmad Syaerozi, S.Q.M.H

DISUSUN OLEH:

ZAINUL MAJDI : [2102605173]


DEWI SULISTYAWATI : [2102605131]

PRODI FAKULTAS EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI {IAIH}

TAHUN PELAJARAN 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayahnya semoga kita semua
dalam keadaan sehat walafiat tak kurang suatu apa dan sukses dalam aktifitas sehari harinya,
amin. Makalah ini dapat tersusun untuk memenuhi materi kuliah dan tugas mata kuliah Studi
Al-Hadist yang di berikan oleh Ahmad Syaerozi,S.Q.MH.

Tersusunya makalah ini, bagi penulis merupakan suatu kepuasan tersendiri, karena
dengan tersusunya makalah ini penulis menjadi giat membaca dan belajar sekuat tenaga
maupun fikiran untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam, khususnya dalam memahami
persoalan Hadist yang saat ini begitu banyaknya hadist dhoif yang berkembang di tengah
tengah Masyarakat kita. Dengan memahami kriteria hadist melalui berbagai sumber maka
diharapkan kita khususnya penulis dapat mengambil hikmah dan menjalankan amalan amalan
yang benar benar hadist Nabi Muhammad SAW.

Penulis menyadari bahwa uraian makalah ini masih jauh dari harapan dan penulis
berharap adanya koreksi dan penilaian dari Bapak Ahmad Syaerozi,S.Q.MH, selaku Dosen
dan berharap mendapatkan nilai yang terbaik, amin.

Pancor,09 Oktober 2021

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL........................................................................................................

HALAMAN JUDUL.........................................................................................................i

KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................iii

BAB I. PENDAHULUAN...............................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah...................................................................................1

B. Rumusan Masalah.............................................................................................1

BAB II. PEMBAHASAN MATERI...............................................................................2

A. KEDUDUKAN HADIS....................................................................................2

1. Hadis Sumber Hukum Agama Islam.....................................................3

2. Dalail Dalil Kehujjahan Hadis...............................................................7

B. INGKAR SUNNAH.......................................................................................10

1. Pengertian Ingkar Sunnah...................................................................10

2. Sejarah Ingkar Sunnah.........................................................................11

3. Pokok Pokok Ajaran Ingkar Sunnah.................................................. .12

4. Alasan Pengingkaran Sunnah..............................................................13

BAB III. PENUTUP......................................................................................................16

A. Kesimpulan.....................................................................................................16

B. Saran...............................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hadist Nabi Muhammad SAW adalah merupakan panduan dalam beribadah bagi
umat Islam dimuka bumi, sebagai perbuatan Nabi besar Muhammad, SAW pada masa
hidupnya yang saat ini harus kita contoh dalam melakukan ibadah sehari hari dengan Al
qur’an sebagai wahyu Allah SWT.

Ketika umat bertanya dan dalam perbedaan pendapat, maka Rasulullah meninggalkan
dua wasiat, yaitu Al qurán dan al hadist, maka begitu pentingnya dasar hukum itu menjadi
pedoman, dan sejauhmana kita memahaminya, menjadi tolak ukur pula sejauh mana kita
mencapai ketinggiannya. Alqur’an s. ali imron ayat 32, yang artinya Katakanlah: "Ta'atilah
Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang kafir."

Dan Allah berfirman pada Q.s.4 ayat 14 yang Artinya; “Dan barangsiapa yang
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah
memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang
menghinakan”.

Maka dengan dibuatnya makalah ini yang berjudul “KEDUDUKAN HADIS DAN INGKAR
SUNNAH“ maka akan menambah khasanah untuk beribadah dan mencintai rasulnya, amin.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Mengatahui hadist sumber hukum islam.

2. Mengatahui dalai dalil kehujjahan hadist.

3. Menguraikan pengertian ingkar sunnah.

4. Mengatahui sejarah ingkar sunnah.

5. Mengtahui pokok pokok ajaran ingkar sunnah.

6. Menguraikan alasan pengingkaran sunnah.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. KEDUDUKAN HADIS

Hadits menurut bahasa (etimologi) adalah perkataan atau ucapan Hadits menurut syar’i
adalah segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah SAW baik perbuatan, perkataan, dan
penetapan pengakuan (takrir). Hadits berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Al-quran yang
kurang jelas atau sebagai penentu hukum yang tidak terdapat dalam Al-quran.

Hadits atau Sunnah dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

1. Sunnah Qauliyah, yaitu semua perkataan Rasulullah yang ada hubungannya dengan
pembinaan hukum Islam.

2. Sunnah Fi’liyah, yaitu semua perbuatan Rasulullah yang diberitakan para sahabat
mengenai soal-soal ibadah dan lain.

3. Sunah Taqriryah, yaitu segala hadis yang berupa ketetapan Nabi Muhammad SAW
terhadap apa yang datang dari Sahabatnya.Nabi SAW membiarkan sesuatu perbuatan
yang dilakukan oleh para sahabat,setelah memenuhi beberapa syarat,baik mengenai
pelakunya maupun perbuatanya.

Ulama Usul Fikih menetapkan perbuatan Nabi terbagi atas beberapa bagian :

1. Jibilli (tabi’at) yaitu semua perbuatan Nabi yang termasuk urusan tabi’at seperti
makan, minum dan lain-lain. Maka hukumnya mubah baik untuk perorangan maupun
umatnya.

2. Qurb (pendekatan) seperti ibadah shalat, puasa, shadaqah atau yang seumpamanya.

3. Mu’amalah (hubungan dengan sesama manusia) seperti jual beli, perkawinan dan
lain-lain.

Rasulullah SAW adalah orang yang setiap perkataan dan perbuatannya menjadi pedoman
bagi manusia. Karena itu beliau ma’shum (senantiasa mendapat petunjuk Allah SWT).
Dengan demikian pada hakekatnya Sunnah Rasul adalah petunjuk yang juga berasal dari
Allah. Kalau Al Qur’an merupakan petunjuk yang berupa kalimat-kalimat jadi, yang isi

2
maupun redaksinya langsung diwahyukan Allah, maka Sunnah Rasul adalah petunjuk dari
Allah yang di ilhamkan kepada beliau, kemudian beliau menyampaikannya kepada ummat
dengan cara beliau sendiri.

.......‫(النحل‬.........‫وانزلنا اليك الذكر لتبين للناس ما نزل اليهم‬

“kami telah menurunan peringatan (Al-Qur’an) kepada engkau (Muhammad) supaya kamu
menerangkan kepada segenap manusia tentang apa-apa yang diturunkan kepada mereka (QS.
An-Nahl 44).

..‫(الحشر‬........‫ما اتكم الرسول فخذوه وما نهكم عنه فانتهوا‬

“apa-apa yang didatangkan oleh Rasul kepada kamu, hendaklah kamu ambil dan apa yang
dilarang bagimu hendaklah kamu tinggalkan” (QS. Al-Hasyr 7)

Ayat-ayat diatas menjelaskan bahwa sunnah/ hadits merupakan penjelasan Al-Qur’an.


Sunnah itu diperintahkan oleh Allah untuk dijadikan sumber hukum dalam Islam. Dengan
demikian, sunnah adalah menjelaskan Al-Qur’an, membatasi kemutlakannya dan
mentakwilkan kesamarannya. Allah menetapkan bahwa seorang mukmin itu belum dapat
dikategorikan beriman kepada Allah sebelum mereka mengikuti segala yang diputuskan oleh
Rasulullah SAW dan dengan putusannya itu mereka merasa senang.

1. Sumber Hukum Islam.

a. Dalil Al-Qur’an

Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban mempercayai dan menerima
segala yang datng daripada Rasulullah Saw untuk dijadikan pedoman hidup. Diantaranya
adalah;

Firman Allah Swt dalam surah Ali Imran ayat 179 yang berbunyi;

Artinya:

“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu
sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mu’min). Dan
Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi
Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah

3
kepada Allah dan rasul-rasulNya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala
yang besar.” (QS:Ali Imran:179)

Dalam Surat An-Nisa ayat 136 Allah Swt berfirman:

Artinya;

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-
jauhnya.”(QS:An-Nisa:136).

Dalam kedua ayat di atas telah jelas bahwa kita sebagai umat Islam harus beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya (Nabi Muhammad Saw), Al-Qur’ann, dan kitab yang diturunkan
sebelumya. Dan pada akhir ayat Allah mengancam kepada siapa saja yang mengingkari
seruannya.

Selain Allah Swt memerintahkan kepada umat Islam agar percaya kepada Rasulullah Saw.
Allah juga memerintahkan agar mentaati segala peraturan dan perundang-undangan yang
dibawanya. Tuntutan taat kepada Rasul itu sama halnya dengan tuntutan taat dan patuh
kepada perintah Allah Swt. Banyak ayat Al-Qur’an yang mnyerukan seruan ini.

Perhatikan firman Allahh Swt. Dalam surat Ali-Imran ayat 32 dibawah ini:

Artinya:

“Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang kafir”. (QS:Ali Imran : 32).

Dalam surat An-Nisa ayat 59 Allah Swt juga berfirman:

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.”(QS:An-Nisa : 59).

4
Juga dalam Surat An-Nur ayat 54 yang berbunyi:

Artinya:

“Katakanlah: “Ta’at kepada Allah dan ta’atlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka
sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban
kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu ta’at
kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan
menyampaikan (amanat Allah) dengan terang”.(An-Nur:54).[5]

Masih banyak lagi ayat-ayat yang sejenis menjelaskan tentang permasalahan ini. Dari
beberapa ayat di atas telah jelas bahwa perintah mentaati Allah selalu dibarengi dengan
perintah taat terhadap Rasul-Nya. Begitu juga sebaliknya dilarang kita durhaka kepada Allah
dan juga kepadaRasulnya.

Dari sinilah jelas bahwa ungkapan kewajiban taat kepada Rasulullah Saw dan larangan
mendurhakainya, merupakan suatu kesepakatan yang tidak dipersilihkan umat Islam.

b. Dalil Hadist

Dalam salah satu upesan yang disampaikan baginda Rasul berkenaan dengan kewajiban
menjadikan hadits sebagai pedoman hidup disamping Al-Qur’an sebagai pedoman utamanya,
adalah sabdanya:

)‫تركت فيكم أمرين لن تضلوا أبداما إن تمسكتم بهما كتاب هللا وسنة رسوله (رواه الحاكم‬

Artinya;

“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak akan tersesat selam-lamanya,
selama kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.”
(HR. Hakim)

Hadits di atas telah jelas menyebutkan bahwa hadits merupakan pegangan hidup setelah Al-
Qur’an dalam menyelesaikan permasalahan dan segalah hal yang berkaitan dengan kehidupan
khususnya dalam menentukan hukum.

c. Ijma’ (Kesepakatan Para Ulama)

Umat Islam telah sepakat menjadikan hadits menjadi sumber hukum kedua setelah Al-
Qur’an. Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai, menerima, dan mengamalkan

5
segala ketentuan yang terkandung di dalam hadits telah dilakukan sejak jaman Rasulullah,
sepeninggal beliau, masa khulafaurrosyidin hingga masa-masa selanjutnya dan tidak ada
yang mengingkarinya. Banyak peristiwa menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan
hadits sebagai sumber hukum Islam, antara lain adalah peristiwa dibawah ini;

1. Ketika Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah, ia pernah berkata, “saya tidak
meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya
takut tersesat bila meninggalkan perintahnya.

2. Saat Umar berada di depan Hajar Aswad ia berkata, “saya tahu bahwa engkau adalah
batu. Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan
menciummu.”

3. Pernah ditanyakan kepad Abdullah bin Umar tentang ketentuan sholat safar dalam Al-
Qur’an. Ibnu Umar menjawab, “Allah Swt telah mengutus Nabi Muhammad Saw
kepada kita dan kita tidak mengetahui sesuatu, maka sesugguhnya kami berbuat
sebagaimana kami melihat Rasulullah berbuat.”

Masih banyak lagi contoh-contoh yang menunjukkan bahwa yang diperintahkan, dilakukan,
dan diserukan oleh Rasulullah Saw, selalu diikuti oleh umatnya, dan apa yang dilarang selalu
ditinggalkan oleh umatnya.

d. Ijtihat (Seseuai Dengan Petunjuk Akal)

Kerasulan Muhammad Saw, telah diakui dan dibenarkan oleh umat Islam. Di dalam
mengemban misinya itu kadangkala beliau menyampaikan apa yang datang dari Allah Swt,
baik isi maupun formulasinya dan kadangkala atas inisiatif sendiri dengan bimbingan wahyu
dari Tuhan. Namun juga tidak jarang beliau menawarkan hasil ijtihad semata-mata mengenai
suatu masalah yang tidak dibimbing oleh wahyu. Hasil ijtihad ini tetap berlaku hingga
akhirnya ada nash yang menasakhnya.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hadits merupakan salah satu sumber hukum dan
sumber ajaran Islam yang menduduki urutan kedua setelah Al-Qur’an. Sedangkan bila dilihat
dari segi kehujjahannya, hadits melahirkan hukum dzonni, kecuali hadits mutawatir.

6
2. Dalai dalil kehujjahan hadist.

Yang dimaksud dengan kehujahan Hadits (hujjiyah hadits) adalah keadaan Hadits yang wajib
dijadikan hujah atau dasar hukum (al-dalil al-syar’i), sama dengan Al-Qur’an dikarenakan
adanya dalil-dalil syariah yang menunjukkannya. Menurut Wahbah Az-Zuhaili dalam
kitabnya Ushul Al-Fiqh Al-Islami, orang yang pertama kali berpegang dengan dalil-dalil ini
diluar ‘ijma adalah Imam Asy-Syafi’I (w. 204 H) dalam kitabnya Ar-Risalah dan Al-Umm.

Menurut ulama ushul fiqh hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi
muhammad baik ucapan,perbuatan,maupun ketetapan yang dapat dijadikan dalil hukum
shara’. Oleh karena itu produk hadis ditempatkan sebagai sumber hukum islam setelah al-
quran. Dalil yang menjelaskan terdapat dalam QS.al-Nisa:80

Persoalan yang kemudian muncul,apakah semua perkataan,perbuatan dan ketetapan Nabi


merupakan sumber atau syariah atau bukan.Abd al-Muni’im al-Namr membagi hadist
menjadi dua yaitu hadis syariah(hadis yang secara hukum wajib diikuti oleh kaum muslimin)
dan hadis non syariah(hadis yang secara hukum tidak mengikat untuk di ikuti oleh kaum
muslimin).

Adapun yang termasuk dalam kategori hadis syariah yaitu:

1. Hadist yang timbul dari nabi dalam posisi dan kedudukannya sebagai al-tabligh yang
harus mengkomunikasikan atau menyampaikan risalah islam kepada umat.

2. Hadist-hadis yang timbul dari nabi dalam kedudukanya sebagai pemimpin kaum
muslimin seperti mengutus tentara, pengelola harta negara, mengangkat hakim dan
sebagainya.

3. Hadist yang timbul dari nabi dalam kedudukannya sebagai hakim, yaitu ketika nabi
menghukum dan menyelesaikan persengketaan yang terjadi di kalangan umatnya.

Adapun yang termasuk dalam kategori Non hadist syariah yaitu :

1. Hadist yang berkenaan dengan kebutuhan setiap manusia pada umumnya seperti
makan, minum,tidur dan sebagainya.

2. Hadist yang yang berkenaan dengan pergaulan dan kebiasaan individu dan
masyarakat seperti bercocok tanam, pengobatan, model pakaian dan sebagainya.

7
3. Hadist yang berkaitan dengan pengaturan masyarakat dalam aspek-aspek tertentu,
seperti menyebarkan pasukan ke pos-pos tertentu dalam peperangan, mengatur
barisan dan sebagainya.

4. Islam menempatkan hadist setingkat dibawah Al-Qur’an, artinya hadist adalah dasar
Tasyri’ (penetapan hukum) sesudah Al-Qur’an yang dikuatkan oleh beberapa dalil.

a. Dasar Keimanan

Orang yang beriman kepada Allah haruslah beriman kepada ke-Rosulan Muhammad SAW
dengan menerima apa yang dia bawa.

Dalam QS.Al-An’am :124 Allah berfirman,

Dan untuk meyakinkan bahwa yang disampaikan Rosulullah berasal dari Allah, ditegaskan
kembali QS.An-Nahl : 35,

Setelah tertanam dalam hati tentang kewajban percaya kepada Rosul, dengan jelas Allah
memerintahkan agar kita mengikuti apa yang dibawa oleh beliau. Seperti dalam QS.Al-A’raf:
158,

1. Dasar Al-Qur’an

Kembali kepada Allah nerarti kembali kepada Al-Qur’an dan kembali kepada Rosul-Nya.
Ada dua buah ayat mengenai hal iniyakni QS.Al-Hasr: 7, QS.An-Nisa’ :65,

2. Dasar Hadist

Banyak hadist yang menunjukkan kita harus mengikuti apa yang didatangkan Rosulullah:

a. Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Malik :

“Aku tinggalkan kepadamu dua hal yang jika kalian berpegang teguh pada keduanya, maka
kalian tidak akan tersesat yaitu Kitabullah dan Sunatullah”

b. Hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abi Daud, Ibnu Majah, Tirmizi:

“Wajib atas kamu mengikuti sunahku dan sunnah khulafa urrasyidin yang mendapat
petunjuk. Berpeganglah pada sunnah itu dan gigitlah dengan taringmu ( peganglah kuat-
kuat ).”

8
c. Hadist yang diriwayatkn oleh Abu Daud :“Ketahuilah bahwa aku diberi kitab dan ada yang
serupa dengan Al-Qur’an.”

3. Dasar Ijma’

Semua umat Islam sepakat untuk mengamalkan Sunah Nabi. Diriwayatkan bahwa Umar bin
Khatab pernah berjongkok di depan Hajar Aswad seraya berkata :“ Sungguh aku tahu bahwa
engkau (hajar aswad) hanyalah sebuah batu, seandainya aku tidak melihat kekasihku
(Rasulullah) menciummu dan mensalamimu pasti aku tidak akan mensalamimu dan
menciummu.”

Pernah suatu ketika Ibnu Umar ditanya, sebagai mana yang diriwayatkan oleh Musnad
Ahmad, kenapa tidak ditemukan tentang ketentuan sholat bagi musyafir dalam Qur’an, lalu
beliau menjawab,”Sesungguhnya Allah mengutus Muhammad kepada kitayang
sebelumnyakita tak tahu apa-apa. Kita melakukan perbuatan sebagaimana beliau
lakukan.”Dalam riwayat lain Ibnu Umar menambahkan,”Kita sebelumnya dalam kesesatan
kemudian Allah memberikan petunjuk kepada kita maka dengan petunjuk itulah ita
berpegang.”

Perkataan Imam Syafi’i yang diungkap oleh As-Sya’roni dalam muqodimah Al-Mizanul
Kubro, semuanya memberi pengertian bahwasegala pendapat Ulama harus kita tinggalkan
jika berlawanan dengan suatu hadist yang shohih. Dan kita harus sadar, walaupun Al-qur’an
dan Hadist semuanya berasal dari Allah tapi kedudukan keduanya berbeda.

* Kedudukan Al-Qur’an sebagai dasar Tasyri’ yang pertama dan Hadist sebagai dasar
Tasyri’ yang kedua sesudahnya dengan alasan :

1. Hadist

Kitabullah, lafazd dan maknanya berasal dari Allah SWT

Walaupun ia juga merupakan wahyu, tetapi perwujudannya oleh Nabi sendiri (manusia)

2. Sebagai hukum dasar

Sebagai pelaksanaannya, menerangkan atau mendatangakan apa yang belum didatangkan Al-
Qur’an

3. Diterima dengan jalan Qoth’i, artinya yang diterima memang benar demikian

9
Diterima dengan jalan Dzonni(sangkaan), keyakinan kita kepada hadist hanya secara global

Diriwayatkan oleh Abu Daud dan At-Tirmizi bahwa ketika Nabi mengutus Mu’adz bin
Jaba’ untuk menjadi hakim di Yaman beliau bertanya,” dengan apa engkau akan menetapkan
hukum?”Muadz menjawab,” Kitabullah”beliau berrtanya lagi,”Jika tak kau dapati?”Mu’adz
menjawab,”Sunah Rosulullah”, beliau bertanya lagi,”Kalau disana pun tidak kau
dapati?”Mu’adz menjawab,” Aku akan berijtihad dengan akalku.

B. INGKAR SUNNAH

1. Pengertian Ingkar Sunnah

Kata “Ingkar Sunnah” terdiri dari dua kata yaitu “Ingkar” dan “Sunnah”. Kata “Ingkar”
berasal dari akar kata bahasa Arab ‫ إِ ْن َك َرا يُ ْن ِك ُر إِ ْن َك َر‬yang mempunyai arti diantaranya :”Tidak
mengakui dan tidak menerima baik di lisan dan di hati, bodoh atau tidak mengetahui sesuatu.
Misalnya Firman Allah :

َ‫فَ َد َخلُوا َعلَ ْي ِه فَ َع َرفَهُ ْم َوهُ ْم لَهُ ُم ْن ِكرُون‬

Artinya:

“Lalu mereka (saudara saudara Yusuf) masuk ke (tempat) nya. Maka Yusuf mengenal
mereka, sedang mereka tidak kenal (lagi) kepadanya kepadanya. (QS.Yusuf (12) :58)

َ‫ْرفُونَ نِ ْع َمةَ هَّللا ِ ثُ َّم يُ ْن ِكرُونَهَا َوأَ ْكثَ ُرهُ ُم ْال َكافِرُون‬
ِ ‫يَع‬

Artinya:

“Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mengingkarinya dan kebanyakan mereka


adalah orang orang yang kafir. (QS.An-Nahl (16) :83).

Al Askari membedakan antara makna An Inkar dan Al Juhdu. Kata Al Inkar terhadap sesuatu
yang tersembunyi dan tidak disertai pengetahuan, sedang Al Juhdu terhadap sesuatu yang
nampak dan disertai dengan pengetahuan. Dengan demikian bisa jadi orang yang
mengingkari sunnah sebagai hujjah dikalangan orang yang tidak banyak pengetahuannya
tentang ulum hadits. Dari beberapa kata”Ingkar” di atas dapat disimpulkan bahwa Ingkar
secara etimologis diartikan menolak, tidak mengakui, dan tidak menerima sesuatu, baik lahir

10
dan batin atau lisan dan hati yang dilatar belakangi oleh faktor ketidaktahuannya atau faktor
lain.

Orang yang menolak sunnah sebagai hujjah dalam beragama oleh umumnya ahli hadits
disebut ahli bid’ah. Mereka itu, kaum Khawarij, Mu’tazilah dan lain lain karena mereka itu
umumnya menolak sunnah.

Ada beberapa definisi Ingkar Sunnah yanng sifatnya masih sangat sederhana pembatasannya
diantaranya sebagai berikut :

a. Paham yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadits atau sunnah
sebagai sumber ajaran agama Islam kedua setelah Al Qur’an.

b. Suatu paham yang timbul pada sebagian minoritas umat Islam yang menolak
dasar hukum Islam dari Sunnah shahih baik sunnah praktis atau yang secara
formal dikodifikasikan para ulama, baik secara totalitas mutawatir atau ahad
atau sebagian saja, tanpa ada alasan yang diterima.

Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa Ingkar Sunnah adalah paham atau pendapat
perorangan atau kelompok bukan gerakan atau aliran, ada kemungkinan paham ini dapat
menerima sunnah selain sebagai sumber hukum Islam, misalnya sebagai fakta sejarah,
budaya, tradisi dan lain lain. Paham Ingkar Sunnah bisa jadi menolak keseluruhan sunnah
baik sunnah mutawatir dan ahad atau menolak yang ahad saja atau sebagian saja. Demikian
juga penolakan sunnah tidak didasari alasan yang kuat, jika dengan alasan yang dapat
diterima oleh akal sehat, seperti seorang mujtahid yang menemukan dalil yang lebih kuat
daripada hadits yang ia dapatkan, atau hadits itu tidak sampai kepadanya, atau karena
kedhaifannya atau karena tujuan syar’i yang lain maka tidak digolongkan Ingkar Sunnah.

2. Sejarah Ingkar Sunnah

Sejarah Ingkar Sunnah terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut :

a. Ingkar Sunnah Klasik

Ingkar Sunnah Klasik terjadi pada masa Imam Asy-Syafi’i (w. 204 H) yang menolak
kehujjahan sunnah dan menolak sunnah sebagi sumber hukum Islam baik mutawatir atau
ahad. Imam Asy-Syafi’i yang dikenal sebagai Nashir As Sunnah (pembela sunnah) pernah
didatangi oleh orang yang disebut sebagai ahli tentang mazhab teman temannya yang

11
menolak seluruh sunnah. Ia datang untuk berdiskusi dan berdebat dengan Asy-Syafi’i secara
panjang lebar dengan berbagai argumentasi yang ia ajukan. Namun, semua argumentasi yang
dikemukakan orang tersebut dapat ditangkis oleh Asy-Syafi’i dengan jawaban yang
argumentatif, ilmiah, dan rasional sehingga akhirnya ia mengakui dan menerima sunnah
Nabi.

Muhammad Abu Zahrah berkesimpulan bahwa ada kelompok pengingkar Sunnah yang
berhadapan dengan Asy-Syafi’i yaitu :

1. Menolak sunnah secara keseluruhan, golongan ini hanya mengakui Al Qur’an saja
yang dapat dijadikan hujjah.

2. Tidak menerima sunnah kecuali yang semakna dengan Al Qur’an.

Kesimpulannya Ingkar Sunnah klasik diawali akibat konflik internal umat Islam yang
dikobarkan oleh sebagian kaum Zindik yang berkedok pada sekte sekte dalam Islam,
kemudian di ikuti oleh para pendukungnya dengan cara saling mencaci para sahabat dan
melemparkan hadits palsu. Penolakan sunnah secara keseluruhan bukan karakteristik umat
Islam. Semua umat Islam menerima kehujjahan sunnah. Namun, mereka berbeda dalam
memberikan kriteria persyaratan kualitas sunnah.(Majid, Abdul Khon.2009.hal 27-40).

b. Ingkar Sunnah Modern

Al Mawdudi yang dikutip oleh Khadim Husein Ilahi Najasy seorang Guru Besar Fakultas
Tarbiyah Jamiah Ummi Al Qura Thaif, demikian juga dikutip beberapa ahli Hadits juga
mengatakan bahwa Ingkar Sunnah lahir kembali di India, setelah kelahirannya pertama di
Irak masa klasik. Tokoh tokohnya ialah Sayyid Ahmad Khan (w.1897 M), Ciragh Ali
(w.1898 M), Maulevi Abdullah Jakralevi (w.1918 M), Ahmad Ad-Din Amratserri
(w.1933M), Aslam Cirachburri (w.1955M), Ghulam Ahmad Parwez dan Abdul Khaliq
Malwadah, Sayyid Ahmad Khan sebagai penggagas sedang Ciragh Ali dan lainnya sebagai
pelanjut ide ide Abu Al Hudzail pemikiran Ingkar Sunnah tersebut.

Sebab utama pada awal timbulnya Ingkar Sunnah modern ini ialah akibat pengaruh
kolonialisme yang semakin dahsyat sejak awal abad 19 M di dunia Islam.

3. Pokok Ajaran Ingkar Sunnah

Di antara ajaran-ajaran pokoknya adalah sebagai berikut:

12
a.Tidak percaya kepada semua hadis Rasulullah. Menurut mereka hadis itu karangan Yahudi
untuk menghancurkan Islam dari dalam.

Dasar hukum Islam hanya Alquran saja.

Syahadat mereka; Isyhadu bi anna muslimin.

Shalat mereka bermacam-macam, ada yang shalatnya dua rakaat – dua rakaat dan ada hanya
elling saja (ingat).

Puasa wajib hanya bagi orang yang melihat bulan saja, kalu seorang saja yang melihat bulan,
maka dialah yang wajib berpuasa.

Haji boleh dilakukan selama 4 bulan haram yaitu Muharram Rajab, Zulqai’dah, dan
Zulhijjah.

Pakaian ihram adalah pakaian Arab dan membuat repot. Oleh karena itu, waktu mengerjakan
haji boleh memakai celana panjang dan baju biasa serta memakai jas/dasi.

Rasul tetap diutus sampai hari kiamat.

Nabi Muhammad tidal berhak menjelaskan tentang ajaran Alquran (kandungan isi Alquran).

Orang yang meninggal dunia tidak dishalati karena tidak ada perintah Alquran.

Demikian di antara ajaran pokok ingkar sunnah yang intinya menolak ajaran sunnah yang
dibawa Rasulullah dan hanya menerima Alquran saja secara terpotong-potong.

4. Alasan Pengingkaran Sunnah

Terdapat dua hal yang menjadi argumen besar para pengingkar sunnah sebagai alasan dan
landasan yang digunakan. Argumen-argumen Naqli dan argumen-argumen non-naqli.
(Ismail, Syuhudi. Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar, dan Pemalsunya.1995. Jakarta:
Gema Insani Press.)

a. Argumen-Argumen Naqli

Yang dimaksud dengan argumen-argumen naqli tidak hanya berupa ayat-ayat Al-Qur’an saja,
tetapi juga berupa sunnah atau hadits Nabi.

- Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 89

13
... َ‫َاب تِ ْبيَانًا لِ ُكلِّ َش ْي ٍء َوهُدًى َو َرحْ َمةً َوبُ ْش َرى لِ ْل ُم ْسلِ ِمين‬
َ ‫ك ْال ِكت‬
َ ‫َونَ َّز ْلنَا َعلَ ْي‬

Artinya:

... Dan Kami turunkan Kitab (Al Quran) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu.

- Al Qur’an Surat Al An’am ayat 38

- ‫ب ِم ْن َش ْي ٍء‬ ْ ‫ َما فَر‬.....


ِ ‫َّطنَا فِي ْال ِكتَا‬

Artinya:

... Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al Kitab

Menurut para pengingkar sunnah kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa Al Qur’an telah
mencangkup segala sesuatu berkenaan dengan agama. Menurut mereka salat lima waktu
sehari semalam yang wajib didirikan dan yang sehubungan dengannya, dasarnya bukanlah
sunnah atau hadits, melainkan ayat ayat Al Qur’an, misalnya QS.Al Baqarah : 238, Al
Hud:144, Al Isra:78 dan 110,Taha:130,Al Hajj:7, An Nur:58, Ar Rum 17-18. (ibid.)

Dalam kaitannya dengan tata cara shalat Kassim Ahmad pengingkar Sunnah dari Malaysia
menyatakan dalam bahasa Malaysia :

“Kita telah membuktikan bahwa perintah sembahyang telah diberi oleh Tuhan kepada Nabi
Ibrahim dan kaumnya dan amalan ini telah diperuntukkan generasi demi generasi, hingga
Muhammad dan umatnya.....(Kassim Ahmad), h. 104.

- QS. Al Fathir :31

ُّ ‫ب ه َُو ْال َح‬


‫ق‬ ِ ‫َوالَّ ِذي أَوْ َح ْينَا إِلَ ْيكَ ِمنَ ْال ِكتَا‬

Artinya:

“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al Kitab (Al Qur'an) itulah yang
benar”.

b. Argumen Non-Naqli

1. Al Qur’an diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad (melalui Malaikat Jibril)
dalam bahasa Arab. Orang orang yang memiliki pengetahuan bahasa Arab mampu
memahami Al Qur’an secara langsung, tanpa bantuan penjelasan dari hadits Nabi.

14
Dengan demikian hadits Nabi tidak diperlukan untuk memahami petunjuk Al Qur’an.
(al-Syafi’i. juz VII, h. 250)

2. Dalam sejarah umat Islam telah mengalami kemunduran. Umat Islam mundur karena
umat Islam terpecah pecah. Perpecahan itu terjadi karena umat Islam berpegang
kepada hadits Nabi. Jadi menurut para pengingkar sunnah, haditsNabi merupakan
sumber kemunduran umat Islam; Agar umat Islam maju, maka umat Islam harus
meninggalkan hadits Nabi.

3. Asal mula hadits Nabi yang terhimpun dalam kitab kitab hadits adalah dongeng
dongeng semata. Dinyatakan demikian, karena hadits Nabi lahir setelah lama Nabi
wafat. Dalam sejarah, sebagian hadits baru muncul pada zaman tabi’in dan atba’ al
tabi’in (dibaca atba’ut-tabi’in), yakni sekitar empat puluh atau lima puluh tahun
sesudah Nabi wafat. Kitab kitab hadits yang terkenal, misalnya Shahih al-Bukhari dan
Shahih Muslim, adalah kitab kitab yang menghimpun berbagai hadits palsu.
Disamping itu, banyak matan hadits yang termuat dalam berbagai kitab hadits, isinya
bertentangan dengan Al Qur’an ataupun logika. (Ibid)

4. Menurut dokter Taufiq Sidqi, tiada satupun hadits Nabi yang dicatat pada zaman
Nabi. Pencatatan hadits terjadi setelah Nabi wafat. Dalam masa tidak tertulisnya
hadits itu, manusia berpeluang untuk mempermainkan dan merusak hadits sebagai
mana yang telah terjadi.

5. Menurut pengingkar sunnah, kritik sanad yang terkenal dalam ilmu hadits sangat
lemah untuk menentukan keshahihan hadits dengan alasan sebagai berikut :

a. Dasar kritik sanad itu, yang dalam ilmu hadits dikenal dengan istilah ‘Ilm al-
Jarh wa al-Ta’dil (ilmu yang membahas ketercelaan dan keterpujian pada
periwayat hadits), baru muncul setelah satu setengah abad Nabi wafat. Dengan
demikian, para periwayat generasi sahabat Nabi, al-tabi’in, dan atba’ al-
tabi’in tidak dapat ditemui dan diperiksa lagi.

b. Seluruh sahabat Nabi sebagai periwayat hadits pada generasi pertama dinilai
adil oleh ulama hadits pada akhir abad ketiga dan awal abad ke empat Hijriah.
Dengan konsep ta’dil al-shahabah, para sahabat Nabi dinilai terlepas dari
kesalahan dalam melaporkan hadits

15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ingkar Sunnah adalah paham atau pendapat perorangan atau kelompok bukan
gerakan atau aliran, ada kemungkinan paham ini dapat menerima sunnah selain sebagai
sumber hukum Islam, misalnya sebagai fakta sejarah, budaya, tradisi dan lain lain.

Namun perlu ditekankan bahwa adanya Inkar Sunnah setidaknya mengharuskan


dilakukannya suatu pembelajaran kembali yang lebih matang mengenai tafsir Qur’an
yang benar dan adanya peninjauan kembali untuk menghadirkan analisa-analisa
terhadap kebenaran-kebenaran penyampaian hadits/sunnah yang tidak menekankan
keterbukaan pemikiran yang sebenarnya dapat membantu kehidupan. Sehingga hidup
yang dilandaskan pada Al-Qur’an dapat benar-benar terrealisasikan tanpa adanya
kekakuan pemikiran yang tidak terbuka terhadap pemahaman Al-Qur’an itu sendiri,
sebab di dalam Al-Qur’an juga terdapat beberapa ayat yang memerlukan penjelasan
dari penerima wahyu itu sendiri.

B. SARAN

Manusia dalam berbuat tentunya terdapat kesalahan yang sifatnya tersilap dari
yang telah ditetapkan atau seharusnya. Apalagi dalam Tugas menyusun makalah ini.
Untuk itu, penulis (Kelompok II) harapkan dari pembaca, khususnya kepada Mata
Kuliah STUDY HADIST Yakni Bapak IBRAHIM MANDA mohon kritik dan
sarannya guna perbaikkan penyusunan selanjutnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

http://tursiman.blogspot.co.id/2012/11/makalah-kehujahan-hadist.html

http://www.zulfanafdhilla.com/2014/10/dalil-kehujjahan-hadits.html

http://muhammadrizalhsb.blogspot.co.id/2012/03/sejarah-pemikiran-inkarussunnah.html

http://suciani0108.blogspot.co.id/2015/05/makalah-ulumul-hadits-inkar-al-sunnah.html

http://kaharmusakkar97.blogspot.co.id/2015/03/dalil-dalil-tentang-akidah.html

17

Anda mungkin juga menyukai