Anda di halaman 1dari 13

HIPOTESIS PENELITIAN, PERTANYAAN PENELITIAN, POPULASI,

SAMPLE, DAN SAMPLING

Dosen Pengampu: Dr. Nopriadi, SKM., MKM

Oleh:
Salsa Adelia Rahmadani (2111166312)

PROGRAM B
FAKULTAS KEPERERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
1. MENYUSUN HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan


penelitian. Menurut La Biondo-Wood dan Haber (2002) hipotesis adalah suatu
pernyataan asumsi tentang hubungan antara dua atau lebih variabel yang
diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian. Setiap hipotesis
terdiri atas suatu unit atau bagian dari permasalahan. Hipotesis disusun sebelum
penelitian dilaksanakan karena hipotesis akan bisa memberikan petunjuk pada
tahap pengumpulan, analisis, dan interpretasi data
hipotesis artinya menyimpulkan suatu ilmu melalui suatu pengujian dan
pernyataan secara ilmiah atau hubungan yang telah dilaksanakan penelitian
sebelumnya.

Untuk mengetahui signifikansi (p) dari suatu hasil statistik (Hypothesis


test), maka kita dapat menentukan tingkat signifikansi: (p) 0,05 (1 kemungkinan
untuk 20); 0,01 (1 untuk 100); dan 0,001 (1 untuk 1000). Adapun yang sering
digunakan adalah signifikansi level 0,05. Dengan menentukan signifikansi ini
maka kita dapat mentukan apakah hipotesis akan diterima atau ditolak (jika p <
0,05) (Voelker & Orton, Adam 2011).

1.1 Syarat Hipotesis


a) Relevance: Hipotesis harus relevan dengan fakta yang akan diteliti.
b) Testability: Memungkinkan untuk dilakukannya observasi dan bisa
diukur.
c) Compatibility: Hipotesis baru harus konsisten dengan hipotesis di
lapangan yang sama dan telah teruji kebenarannya, sehingga setiap
hipotesis akan membentuk suatu sistem.
d) Predictive: Artinya hipotesis yang baik mengandung daya ramal
tentang apa yang akan terjadi atau apa yang akan ditemukan.
e) Simplicity: Harus dinyatakan secara sederhana, mudah dipahami, dan
mudah dicapai.

1.2 Tujuan Hipotesis


a) Untuk menghubungkan antara teori dan kenyataan, dalam hal ini
hipotesis menggabungkan dua domain.
b) Sebagai suatu alat yang ampuh untuk pengembangan ilmu selama
hipotesis bisa menghasilkan suatu penemuan (discovery).
c) Sebagai suatu petunjuk dalam mengidentifikasi dengan
menginterpretasi suatu hasil.
1.3 Sumber Hipotesis
Hipotesis didapatkan dari suatu fenomena atau masalah yang nyata,
analisis teori, dan mengulas literatur.

a. Pengalaman praktik
Diagnosis keperawatan bisa menjadi suatu dasar pengembangan
hipotesis. Misal, hubungan teoretis yang diidentifikasi Orem tahun
1985 dalam Polit & Back (2012), tentang teori perawatan diri dan
kurangnya kebersihan dalam melakukan perawatan luka sehubungan
dengan adanya nyeri pada sendi dan keterbatasan pergerakan/
mobilitas. Pertama, kita dapat menguji tentang efektivitas dari
tindakan dalam mengurangi nyeri sendi dan meningkatkan mobilitas
dan dampak perawatan individual. Contoh penulisan hipotesis
meliputi: Klien artritis yang menggunakan pengobatan relaksasi akan
mengalami penurunan rasa nyeri dan membutuhkan waktu yang relatif
lebih sedikit dalam pengobatannya dibandingkan dengan klien yang
tidak mendapatkan terapi relaksasi.
b. Teori
Hubungan yang digunakan dalam suatu teori dapat menjadi dasar
penyusunan hipotesis. Jika seorang peneliti tertarik melakukan
pengujian terhadap suatu pernyataan dalam teori, akan membawa
pengaruh yang besar terhadap perkembangan praktik perawatan.
c. Kajian literatur
Pada kajian literatur, peneliti menganalisis dan mensintesis hasil dari
berbagai penelitian. Hubungan yang diidentifikasi dari sintesis dalam
suatu penemuan sangat berguna untuk penyusunan hipotesis.
Nursalam tahun 2007, meneliti pengaruh pendakatan Asuhan
keperawatan terhadap respons pasien terinfeksi HIV and AIDS,
hipotesis yang digunakan berdasarkan konsep teori
Psikoneuroimunologi dan Adaptasi.
1.4 Tipe Hipotesis
Perbedaan tipe hubungan dan jumlah variabel diidentifikasi dalam
hipotesis. Penelitian mungkin mempunyai satu, tiga, atau lebih hipotesis,
bergantung pada kompleksnya suatu penelitian.
a. Hipotesis nol (H0 ) adalah hipotesis yang digunakan untuk
pengukuran statistik dan interpretasi hasil statistik. Hipotesis nol dapat
sederhana atau kompleks dan bersifat sebab atau akibat. Misal
pengaruh teori adaptasi terhadap perbaikan kinerja perawat anak.
Maka dalam Ho; tidak adanya pengaruh penerapan teori adaptasi
dalam asuhan keperawatan terhadap perbaikan kinerja perawat anak.
b. Hipotesis alternatif (Ha/H1) adalah hoptesis penelitian. Hipotesis ini
menyatakan adanya suatu hubungan, pengaruh, dan perbedaan antara
dua atau lebih variabel. Hubungan, perbedaan, dan pengaruh tersebut
dapat sederhana atau kompleks, dan bersifat sebab-akibat. Misalnya,
ada pengaruh antara senam nifas dan proses involusi pada ibu
pascasalin. Ada perbedaan tingkat kecemasan antara klien laki-laki
dan perempuan pada infark miokard akut (IMA).

2. RUMUSAN MASALAH ATAU PERTANYAAN PENELITIAN


Burns dan Grove (1999) mengemukakan lima pertanyaan yang perlu
dijawab sebelum merumuskan masalah penelitian: (1) Apa yang salah atau yang
perlu diperhatikan pada situasi ini?; (2) Di mana letak kesenjangannya?; (3)
Informasi apa yang dibutuhkan untuk mencari masalah ini?; (4) Perlukah
melakukan tindakan pelayanan di klinik?; dan (5) Perubahan apa yang
diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut?
Sedangkan menurut Polit dan Hungler (1993) pertanyaan yang perlu
dijawab sebelum merumuskan masalah penelitian: (1) Apakah pertanyaan
penelitian ini berhubungan dengan teori atau praktik? (substansi); (2)
Bagaimana pertanyaan akan bisa dijawab? (metodologis); (3) Apakah tersedia
sarana dan prasarana yang memadai (practical dimensions); dan (4) Dapatkah
pertanyaan ini dijelaskan secara konsisten yang berdasarkan pada isu etik?
(ethical dimensions).
Riset keperawatan terutama ditujukan pada masalah-masalah keperawatan
di klinik dan komunitas atau keluarga (misalnya, sesuai 11 pola fungsi
kesehatan dari Gordon; 9 pola respons kesehatan dari NANDA; dan lain-lain);
masalah keperawatan pada bidang pendidikan; dan masalah pada sistem
pelayanan kesehatan lain (Nursalam, 2008). Pertanyaan suatu penelitian adalah
suatu pernyataan yang singkat, jelas, dan interogatif, yang ditulis dalam bentuk
saat sekarang dan melibatkan satu atau lebih variabel.
Pertanyaan penelitian berguna untuk menjelaskan suatu variabel, menguji
hubungan antarvariabel, dan menentukan perbedaan antara dua atau lebih
kelompok sehubungan dengan variabel tertentu.
Contoh:
a) Bagaimana peran orang tua dalam perawatan tali pusat pada bayi baru lahir?
(deskriptif)
b) Adakah hubungan antara variabel x dan variabel y? (crossectional: asosiasi/
korelasi)
c) Adakah pengaruh pemberian terapi bermain pada anak prasekolah selama
masuk rumah sakit terhadap penerimaan selama tindakan invasif?
(pengaruh– experiment)
3. Populasi, Sampel, Sampling, dan Besar Sampel
Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Contoh: Semua klien yang telah
menjalani operasi jantung di rumah sakit.

3.1 Pembagian Populasi


Pembagian populasi menurut Sastroasmoro & Ismail (1995) meliputi:
populasi target dan populasi terjangkau.
a) Populasi target Populasi target adalah populasi yang memenuhi kriteria
sampling dan menjadi sasaran akhir penelitian. Populasi menurut Polit
dan Hungler (1999) target bersifat umum dan biasanya pada penelitian
klinis dibatasi oleh karakteristik demografis (meliputi jenis kelamin atau
usia). Misalnya, kita mempunyai kelompok populasi target pada klien
diabetes melitus di Surabaya.
b) Populasi terjangkau (Accessible Population) Populasi terjangkau adalah
populasi yang memenuhi kriteria penelitian dan biasanya dapat
dijangkau oleh peneliti dari kelompoknya. Misalnya, semua klien
diabetes melitus yang menjadi anggota Askes di Surabaya. Peneliti
biasanya menjadikan sampel pada populasi target tersebut dan
diharapkan dapat dipergunakan untuk mewakili kelompok populasi
klien diabetes melitus yang ada di Surabaya.

3.2 Kriteria Populasi


Dalam mendefinisikan populasi, peneliti harus berfokus pada kriteria yang
telah ditetapkan. Dasar pertimbangan penentuan kriteria populasi, meliputi:

a) Biaya. Jika kita ingin meneliti pada populasi suku Madura, maka
peneliti harus belajar budaya dan bahasa Dayak agar dapat terjadi
interaksi dengan baik. Keadaan tersebut memerlukan waktu yang lama
sehingga juga memerlukan biaya tambahan.
b) Praktik. Kesulitan dalam melibatkan populasi sebagai subjek karena
berasal dari daerah yang sulit dijangkau (misalnya, masyarakat Dayak
yang tinggal terpencil di pegunungan).
c) Kemampuan orang untuk berpartisipasi dalam penelitian. Kondisi
kesehatan seseorang yang menjadi subjek harus dijadikan bahan
pertimbangan dalam penentuan populasi. Misalnya orang dengan
gangguan mental, tidak sadar, dan kondisi mental yang tidak stabil perlu
dikeluarkan sebagai kriteria populasi.
d) Pertimbangan rancangan penelitian. Pada penelitian dengan
menggunakan rancangan eksperimen, maka diperlukan populasi yang
mempunyai kriteria homogenitas dalam upaya untuk mengendalikan
variabel random, perancu, dan variabel lainnya yang akan mengganggu
dalam penelitian.
Penggunaan kriteria tersebut dapat digunakan untuk mendefinisikan
suatu populasi dalam penelitian dan mempunyai dampak dalam
menginterpretasi dan melakukan generalisasi hasil.

4. Sample dan sampling


Sample

Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai
subjek penelitian melalui sampling. Sedangkan sampling adalah proses
menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada.

a. Syarat-syarat sampel
Pada dasarnya ada dua syarat yang harus dipenuhi saat menetapkan sampel,
yaitu representatif (mewakili) dan (2) sampel harus cukup banyak.
1) Representatif
Sampel yang representatif adalah sampel yang dapat mewakili populasi
yang ada. Untuk memperoleh hasil/kesimpulan penelitian yang
menggambarkan keadaan populasi penelitian, maka sampel yang
diambil harus mewakili populasi yang ada. Untuk itu dalam “sampling”
harus direncanakan dan jangan asal saat mengambil sampel. Misalnya,
kita ingin meneliti hubungan antara pengetahuan klien dan ketaatan diet
pada klien diabetes. Dasar pendidikan klien ada yang tidak sekolah,
tidak lulus SD, Lulus SD, SMP, SMU, akademi, perguruan tinggi, dan
lain-lain. Semua tingkat pendidikan tersebut harus terdapat dalam
sampel. Istilahnya terwakili dalam sampel penelitian kalau semua
tingkat pendidikan klien yang ada dalam populasi telah terwakili.
2) Sampel harus cukup banyak
Semakin banyak sampel, maka hasil penelitian mungkin akan lebih
representatif. Meskipun keseluruhan lapisan populasi telah terwakili,
kalau jumlahnya kurang memenuhi, maka kesimpulan hasil penelitian
kurang atau bahkan tidak bisa memberikan gambaran tentang populasi
yang sesungguhnya. Sebenarnya tidak ada pedoman umum yang
digunakan untuk menentukan besarnya sampel untuk suatu penelitian.
Besar kecilnya jumlah sampel sangat dipengaruhi oleh rancangan dan
ketersediaan subjek dari penelitian itu sendiri. Polit dan Hungler (1999)
menyatakan bahwa semakin besar sampel yang dipergunakan semakin
baik dan representatif hasil yang diperoleh. Dengan kata lain semakin
besar sampel, semakin mengurangi angka kesalahan. Prinsip umum
yang berlaku adalah sebaiknya dalam penelitian digunakan jumlah
sampel sebanyak mungkin. Namun demikian, penggunaan sampel
sebesar 10%–20% untuk subjek dengan jumlah lebih dari 1000
dipandang sudah cukup. Makin kecil jumlah populasi, persentasi sampel
harus semakin besar. Terdapat beberapa rumus yang dapat
dipergunakan untuk menentukan besar sampel.

Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili
populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam
pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan
keseluruhan subjek penelitian (Sastroasmoro & Ismail, 1995 & Nursalam,
2008). Cara pengambilan sampel dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
probability sampling dan nonprobability sampling.

a. Probability sampling Prinsip utama probability sampling adalah bahwa setiap


subjek dalam populasi mempunyai kesempatan untuk terpilih atau tidak terpilih
sebagai sampel. Setiap bagian populasi mungkin berbeda satu dengan lainnya
tetapi menyediakan populasi parameter, mempunyai kesempatan menjadi
sampel yang representatif. Dengan menggunakan sampling random, peneliti
tidak bisa memutuskan bahwa X lebih baik dari pada Y untuk penelitian.
Demikian juga, peneliti tidak bisa mengikutsertakan orang yang telah dipilih
sebagai subjek karena mereka tidak setuju atau tidak senang dengan subjek atau
sulit untuk dilibatkan.

1) Simple random sampling


Pemilihan sampel dengan cara ini merupakan jenis probabilitas yang paling
sederhana. Untuk mencapai sampling ini, setiap elemen diseleksi secara
acak. Jika sampling frame kecil, nama bisa ditulis pada secarik kertas,
diletakkan di kotak, diaduk, dan diambil secara acak setelah semuanya
terkumpul. Misalnya, kita ingin mengambil sampel 30 orang dari 100
populasi yang tersedia, maka secara acak kita mengambil 30 sampel melalui
lemparan dadu atau pengambilan nomor yang telah ditulis.

2) Stratified random sampling

Stratified artinya strata atau kedudukan subjek (seseorang) di masyarakat.


Jenis sampling ini digunakan peneliti untuk mengetahui beberapa variabel
pada populasi yang merupakan hal yang penting untuk mencapai sampel
yang representatif. Misalnya, jika kita merencanakan ada 100 sampel,
peneliti mengelompokkan 25 dengan subjek tidak sekolah dan SD tidak
tamat; dasar (SD dan SMP); SLTA; dan perguruan tinggi. Pada jenis
sampling ini harus diyakinkan bahwa semua variabel yang diidentifikasi
akan mewakili populasi.

3) Cluster sampling Cluster

berarti pengelompokan sampel berdasarkan wilayah atau lokasi populasi.


Jenis sampling ini dapat dipergunakan dalam dua situasi. Pertama jika
simple random sampling tidak memungkinkan karena alasan jarak dan
biaya; kedua peneliti tidak mengetahui alamat dari populasi secara pasti dan
tidak memungkinkan menyusun sampling frame. Misalnya, peneliti ingin
meneliti anak yang mengalami stres hospitalisasi. Maka peneliti mengambil
sampel pada klien anak berdasarkan tempat klien dirawat (di rumah sakit A,
B, C) yang mempunyai karakteristik yang berbeda.

4) Systematic sampling Pengambilan sampel secara sistematik dapat


dilaksanakan jika tersedia daftar subjek yang dibutuhkan. Jika jumlah
populasi adalah N= 1200 dan sampel yang dipilih= 50, maka setiap
kelipatan 24 orang akan menjadi sampel (1200:50 = 24). Maka sampel yang
dipilih didasarkan pada nomor kelipatan 24, yaitu sampel no. 24, 48, dan
seterusnya.

b. Nonprobability sampling

1) Purposive sampling Purposive sampling disebut juga judgement


sampling. Adalah suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih
sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti
(tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat
mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya. Misal, kita
ingin meneliti peran keluarga dalam perawatan klien skizofrenia di rumah,
maka peneliti memilih subjek pada keluarga klien yang mempunyai anak
dengan skizofrenia.

2) Consecutive sampling Pemilihan sampel dengan consecutive (berurutan)


adalah pemilihan sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi
kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu
tertentu, sehingga jumlah klien yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro &
Ismail, 1995: 49). Jenis sampling ini merupakan jenis non-probability
sampling yang terbaik dan cara yang agak mudah. Untuk dapat menyerupai
probability sampling, dapat diupayakan dengan menambahkan jangka
waktu pemilihan klien. Misalnya, terjadinya wabah demam berdarah selama
kurun waktu tertentu di mana waktu tersebut menunjukkan terjadinya
puncak insiden demam berdarah. Jenis sampling ini sering dipergunakan
pada penelitian epidemiologi di komunitas.

3) Convinience sampling Pemilihan sampel convinience adalah cara


penetapan sampel dengan mencari subjek atas dasar hal-hal yang
menyenangkan atau mengenakkan peneliti. Sampling ini dipilih apabila
kurangnya pendekatan dan tidak memungkinkan untuk mengontrol bias.
Subjek dijadikan sampel karena kebetulan dijumpai di tempat dan waktu
secara bersamaan pada pengumpulan data. Dengan cara ini, sampel diambil
tanpa sistematika tertentu, sehingga tidak dapat dianggap mewakili populasi
sumber, apalagi populasi target. Misalnya, pada waktu peneliti praktik di
ruangan kebetulan menjumpai klien yang diperlukan (sesuai masalah
penelitian), maka peneliti langsung menetapkan subjek tersebut untuk
diambil datanya. Kemudian peneliti cuti dan tidak melanjutkan. Setelah
beberapa lama, peneliti melanjutkan lagi pemilihan subjek, demikian
seterusnya.

4) Quota sampling (Judgement sampling)

Teknik penentuan sampel dalam kuota menetapkan setiap strata populasi


berdasarkan tanda-tanda yang mempunyai pengaruh terbesar variabel yang
akan diselidiki. Kuota artinya penetapan subjek berdasarkan kapasitas/daya
tampung yang diperlukan dalam penelitian. Misal, dalam suatu penelitian
didapatkan adanya 50 populasi yang tersedia, peneliti menetapkan kuota 40
subjek untuk dijadikan sampel, maka jumlah tersebut dinamakan kuota
(Nursalam, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam. (2015). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan


Praktis.

Anda mungkin juga menyukai