1 Pengembangan Kelapa Sawit Di Thailand Pertimbangan Ekonomi Sosial Dan Lingkungan
1 Pengembangan Kelapa Sawit Di Thailand Pertimbangan Ekonomi Sosial Dan Lingkungan
Jonas Dallinger
Pengantar
Saat ini, ada empat belas pabrik bio-diesel, dua belas kilang kelapa
sawit dan lebih dari enam puluh pabrik minyak sawit yang
beroperasi di Thailand. Pada tahun 2010 produksi minyak sawit
mentah (CPO) mencapai 1.287.509 ton, di mana 65.942 ton di
antaranya diekspor. Ekspor mencakup 5,1% dari total produksi
tahun 2010. Ini adalah jumlah yang biasa untuk minyak sawit yang
diekspor dari Thailand karena ekspor tahunan rata-rata minyak sawit
tetap pada kisaran angka 6% selama dua puluh tahun terakhir dan
hanya mencapai puncaknya sekitar 20% dari total produksi dalam
tahun-tahun tertentu saja. Gambar 1 menunjukkan produksi tahunan
CPO di Thailand selama dua puluh tahun terakhir serta jumlah yang
digunakan untuk produksi biodiesel. Pada tahun 2010, 380.000 ton
CPO, sekitar 29% dari keseluruhan produksi, digunakan sebagai
bahan baku untuk biodiesel.
Gambar 1: Produksi CPO di Thailand dan Konsumsi untuk
Biodiesel. (sumber: OAE 2010)
Trend Perkebunan
44.1%
45.0%
41.8%
40.0% 38.4%
36.1%
35.0%
30.0%
26.9% 26.4%
25.0% 23.2%
number of households
22.0%
19.3% planted area (ha)
20.0%
FFB production (t)
15.0%
10.0% 7.7%
5.8%
5.0% 3.7% 4.0%
0.3% 0.2%
0.0%
<1.6 ha 1.6 - <8 ha 8 - <48 ha 48 - <160 ha ≥ 160 ha
Sementara hasil TBS per hektar dan per tahun telah meningkat
secara signifikan meskipun mengalami fluktuasi dalam dua puluh
tahun terakhir (lihat Gambar 5), tingkat ekstraksi minyak (OER)
keseluruhan di Thailand menurun lebih 2% dari periode 1990-1994
sampai periode 2005-2009.
21.00 22.0%
19.00
20.0%
17.00
18.0%
15.00
FFB production t / ha
13.00 16.0%
OER %
11.00 Linear (FFB production t / ha)
14.0%
9.00 Linear (OER %)
12.0%
7.00
5.00 10.0%
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Salah satu tantangan utama bagi sektor kelapa sawit Thailand dalam
mencapai sertifikasi RSPO adalah penyertaan banyak petani
kecilnya. Berbeda dengan perkebunan perusahaan besar, petani kecil
tidak mampu secara mandiri memenuhi persyaratan pengelolaan
yang digariskan Prinsip dan Kriteria RSPO. Selain itu, petani kecil
tidak mampu menanggung berbagai biaya yang berasal dari
keanggotaan, kepatuhan dan verifikasi. Selain itu, insentif yang jelas
bagi para petani kecil ini untuk mencapai sertifikasi masih kurang.
Di dalam kerangka RSPO baru-baru ini, petani kecil harus
membentuk kelompok untuk tetap independen dari perusahaan
pengolahan sementara pada saat yang sama harus mampu
memperoleh sertifikasi RSPO. Kelompok-kelompok petani kelapa
sawit kecil mandiri harus tunduk pada Standar RSPO untuk
Sertifikasi Kelompok serta Prinsip dan Kriteria RSPO agar TBS
mereka dapat disertifikasi. Namun, sampai Maret 2011, belum ada
sistem pemasaran yang memungkinkan penjualan TBS bersertifikat
ke pasar untuk minyak sawit bersertifikat.60
pengadaan informasi
pembentukan kelompok
pengelolaan kelompok
perubahan yang diperlukan dalam praktek pengelolaan
perkebunan (mungkin manfaat bersih)
alat / fasilitas yang diperlukan (misalnya peralatan
keselamatan, penyimpanan pestisida)
dokumen yang diperlukan tentang persyaratan RSPO dan
sertifikasi kelompok
pelatihan yang diperlukan (tentang berbagai topik)
analisa HCV
pengelolaan HCV
produksi dan daerah yang hilang (terkait dengan persyaratan
HCV atau GAP)
pemeliharaan sistem pengelolaan kelompok (pertemuan yang
diperlukan, sistem pendokumentasian, dll.)
kajian internal
audit eksternal (biaya internal dan eksternal)
biaya kesempatan
1
ISTA Mielke GmbH 2010
2
ISTA Mielke GmbH 2009: 2
3
Reuters 2010
4
OAE 2009: 27
5
OAE cited in TEI 2009: 3-11
6
UPOIC 2011
7
Dy 2009: 151
8
Preechajarn 2010a: 3
9
Childress 2004; Glenn dan Johnson 2005; UNESCAP n.d.
10
USAID 2011:4
11
ibid.:3
12
Suehiro 2007; Giné 2004; Childress 2004
13
USAID 2011:1
14
USAID 2011:1
15
USAID 2011:6
16
KOT 1954; KOT 2006
17
KOT 2007
18
KOT 1954
19
KOT 1975.
20
KOT 1983
21
KOT 2004
22
USAID 2011:6
23
Vejjajiva 2008; Childress 2004; USDOS 2006; USDOS 2008; Liddle
2008
24
World Bank 2008; Childress 2004; Giné 2004; Burns 2004
25
USAID 2011:7
26
ibid.2f
27
Agrisource 2005: 9
28
Thongrak et al 2011: 19ff.
29
Donough et al 2010: 2
30
(interview with a farmer 16.6.2010)
31
x-rates.com; accessed in August 2010
32
Donough et al 2010: 2
33
Thongrak et al.2011: 10
34
OAE 2010a: 31
35
OAE 2008: 27
36
www.oanda.com
37
ibid. 8
38
ibid. 9
39
TEI 2009: 4-16
40
Preechajarn 2010: 1
41
Jongskul 2010
42
wcs.org/where-we-work/asia/thailand.aspx
43
Jongskul 2010
44
TEI 2009: 3-20
45
USAID 2011:1
46
USAID 2011:2
47
ibid.:2
48
TEI 2009: 3-31 f.
49
manager.co.th/Local/ViewNews.aspx?NewsID=9530000081519;
terakhir diakses tanggal 18 Maret 2011
50
Sarnsamak P & J Pongrai 2011
51
Proforest 2008: 4
52
Thongrak et al 2011: 22ff.
53
TEI 2009: 2
54
ibid. 2 ff.
55
rspo.org/?q=countrystat/Thailand; terakhir diakses tanggal 18 Maret
2011
56
Giovannucci dan Purcell 2008: 9
57
ibid: 6
58
RSPO 2010b
59
Giovannucci dan Purcell 2008: 21
60
BioCert Indonesia and Proforest 2010: 7 ff.
61
More information available at greenpalm.org
62
greenpalm.org, terakhir diakses tanggal 11 Nopember 2010
63
exchange rate: 29.59 THB/USD; x-rates.com/calculator.html, terakhir
diakses tanggal 11 Nopember 2010
64
Giovanucci dan Purcell 2008: 19
65
RSPO 2010a