Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)


DI RUANG PENYAKIT DALAM RSUD PRINGSEWU

OLEH :
NAMA : SITI NURDEVA
NIM : 2114901053

POLTEKKES KEMENKES TANJUNGKARANG JURUSAN


KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN AJARAN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)

A. PENGERTIAN
Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume
dan komposisi cairan tubuh dlam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya
dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut (Nurarif & Kusuma, 2015).
Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu kondisi dimana organ ginjal sudah tidak
mampu mengangkut sampah sisa metabolik tubuh berupa bahan yang biasanya dieliminasi
melalui urin dan menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan
menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa
Andra & Yessie, (2013).
Sedangkan menurut (Black 2014 dalam Guswanti 2019), Gagal Ginjal Kronik
(GGK) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali,
dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan gagal memelihara keseimbangan
cairan dan elektrolit yang berakibat pada peningkatan ureum. Pada pasien gagal ginjal
kronis mempunyai karakteristik bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan dan
memerlukan pengobatan berupa, trensplantasi ginjal, dialysis peritoneal, hemodialysis dan
rawat jalan dalam waktu yang lama (Desfrimadona, 2016).

B. ETIOLOGI
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju filtrasi
glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate (GFR). Penyebab
gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, (2013):
1. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan iskemik
ginjal dan kematian jaringan ginajl. Lesi yang paling sering adalah Aterosklerosis pada
arteri renalis yang besar, dengan konstriksi skleratik progresif pada pembuluh darah.
Hyperplasia fibromaskular pada satu atau lebih artieri besar yang juga menimbulkan
sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh
hipertensi lama yang tidak di obati, dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya
elastistisitas system, perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan
akhirnya gagal ginjal.
2. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis
3. Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang berasal dari
kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal melalui
aliran darah atau yang lebih sering secara ascenden dari traktus urinarius bagiab bawah
lewat ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversible ginjal yang
disebut pielonefritis.
4. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak meningkat
sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan berlanjut dengan
disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amyloidosis yang disebabkan oleh endapan
zat-zat proteinemia abnormal pada dinding pembuluh darah secara serius merusak
membrane glomerulus.
5. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam berat.
6. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontstriksi uretra.
7. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik sama dengan kondisi keturunan
yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan didalam ginjal dan
organ lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat konginetal (hypoplasia
renalis) serta adanya asidosis.

C. MANIFESTASI KLINIK
Menurut perjalanan klinisnya (Corwin 2009 dalam Guswanti, 2009):
1. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun hingga
25% dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan nokturia, GFR
10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan BUN sedikit meningkat diatas
normal.
3. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi, anoreksia,
mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic
frost, pericarditis, kejang-kejang sampai koma), yang ditandai dengan GFR kurang dari
5-10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan terjadi perubahan
biokimia dan gejala yang komplek

D. PATOFISIOLOGI
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan metabolic
(DM), infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius, Gangguan Imunologis,
Hipertensi, Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan Gangguan kongenital yang
menyebabkan GFR menurun.
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan
ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban bahanyang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa di reabsorbsi berakibat dieresis osmotic disertai
poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak timbul disertai
retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas
dan muncul gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi
renal yang demikian lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin
berat (Smeltzer dan Bare, 2011 dalam Guswanti 2019).
E. PATHWAY

Sumber: (Sumber: Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016)


Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit
dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011):
1. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius, seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki
abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi
secara bebas, menghilangkan kecenderungan perdarahan dan membantu
penyembuhan luka.
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terpi yang
bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan
kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal
sudah sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga
kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2
jenis dialisis :
a. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser) Hemodialisis atau HD adalah
jenis dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang berfungsi sebagai
ginjal buatan. Pada proses ini, darah dipompa keluar dari tubuh, masuk
kedalam mesin dialiser. Didalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-
zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan
khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai di bersihkan, darah dialirkan
kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah salit
dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.

b. Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)


Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan
bantuan membrane peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak
perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin
dialisis.
2. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat
menimbulkan kematian mendadak. Hal pertama yang harus diingat adalah jangan
menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga
dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka
pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na
Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
3. Koreksi anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi, kemudian
mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal
ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat
diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada infusiensi coroner.
4. Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium
Bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100
mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat
diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
5. Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator dilakukan.
Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena
tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
6. Transplantasi ginjal
Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik, maka
seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara
lain:
1. Pemeriksaan lab.darah
• hematologic: Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
• RFT: ( renal fungsi test ) ureum dan kreatinin
• LFT: (liver fungsi test )
• Elektrolit: Klorida, kalium, kalsium
• koagulasi studi: PTT, PTTK
• BGA

2. Urine
• urine rutin
• urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
3. Pemeriksaan kardiovaskuler
• ECG dan ECO
4. Radiodiagnostik
 USG abdominal
 CT scan abdominal
 BNO/IVP, FPA
 Renogram
 RPG ( retio pielografi )

H. PENGKAJIAN FOKUS
Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan membantu dalam
penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasi kekuatan dan
kebutuhan pasien serta merumuskan diagnose keperawatan (Smeltzer dan Bare,
2011 dalam Guswanti 2019):
1. Identitas pasien :
Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama
orang tua, pekerjaan orang tua.
2. Keluhan utama:
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
3. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya:
Berapa lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa,
bagaimana cara minum obatnya apakan teratur atau tidak, apasaja yang dilakukan
pasien untuk menaggulangi penyakitnya.
4. Aktifitas/istirahat :
Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah
atau samnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
4. Sirkulasi :
Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina), hipertensi,
nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan, nadi lemah,
hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap
akhir, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning, kecenderungan perdarahan.
5. Integritas ego :
Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da kekuatan, menolak,
ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
6. Eliminasi :
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna urine, contoh kuning pekat,
merah, coklat, oliguria.
7. Makanan/Cairan :
Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi),
anoreksia, nyeriulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada
mulut(pernapasan ammonia), penggunaan diuretic, distensi abdomen/asietes,
Makanan/Cairan Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan
(malnutrisi), anoreksia, nyeriulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut
(pernapasan ammonia), penggunaan diuretic, distensi abdomen/asietes,
8. Neurosensori :
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki gelisah”,
rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas
bawah, gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh
dan tipis
9. Nyeri/kenyamanan:
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku berhati
hati/distraksi, gelisah.
10. Pernapasan :
Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak, takipnea,
dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan batuk dengan sputum encer (edema
paru).
11. Keamanan Kulit :
gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), normotermia
dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh
lebih rendah dari normal, petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang,
keterbatasan gerak sendi
12. Seksualitas :
Penurunan libido, amenorea, infertilitas

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons pasien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. diagnosis keperawatan dibagi menjadi dua jenis,
yaitu diagnosis negatif dan diagnosis positif . diagnosis negatif menunjukkan bahwa
pasien dalam kondisi sakit atau beresiko mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis
ini akan mengarahkan pemberian intervensi keperawatan yang bersifat penyembuhan,
pemulihan dan pencegahan. Diagnosis ini terdiri atas Diagnosis Aktual dan Diagnosis
Resiko. Sedangkan diagnosis positif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sehat
dan dapat mencapai kondisi yang lebih sehat dan optimal. Diagnosis ini disebut juga
dengan DiagnosisPromosi Kesehatan (ICNP, 2015). Diagnosa yang mungkin muncul
pada klien dengan CKD adalah:
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubunan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin
ditandai dengan anemia
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload ditandai dengan
terdapat edema diektermitas bawah kanan dan kiri
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan anemia
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna makanan ditandai
dengan nafsu makan menurun
5. Gangguan pola tidur Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan
lingkungan ditandai dengan mengeluh kemampuan beraktivitas menurun
6. Gangguan inegritas kulit Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan
mobilitas ditandai dengan kerusakan jaringan dan lapisan kulit
J. INTERVENSI KEPERAWATAN

Perencanaan asuhan keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronik:


No Diagnose Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan PERAWATAN SIRKULASI
efektif berhubunan keperawatan selama 3x24 jam Observasi :
dengan penurunan aliran darah pembuluh darah 1. Periksa sirkulasi perifer
berangsur-ansur bersifat adekuat
konsentrasi 2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
dengan KH:
hemoglobin ditandai Turgor kulit membaik 3. Monitor panas, kemerahan,nyeri,atau bengkak pada ekstremitas
dengan anemia (SLKI, L.02013) Terapeutik :
(SDKI,D0009) 4. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
5. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
6. Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang
cedera
7. Lakukan pencegahan infeksi
8. Lakukan perawatan kaki dan kuku
9. Lakukan hidrasi
Edukasi:
10. Anjurkan berhenti merokok
11. Anjurkan berolahraga rutin
12. Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
13. Anjurkan untuk menggunakan obat pengontrol tekanan darah,
antikoagulan, dan penurunan kolestrol, jika perlu
14. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
15. Anjurkan menghindari penggunaan obat penyakit beta
16. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat
17. Anjurkan program rehabilitas vascular
18. Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi(mis.rendah
lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
19. Informasi tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan
(mis.rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh,hilangnya rasa)

(SIKI, 1.14570)
2 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan asuhan PERAWATAN JANTUNG
Observasi:
jantung keperawatan diharapkan curah 1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (melipitu
berhubungan dengan jantung meningkat dengan KH: dispneu., kelelahan, edema,ortopnea, paroxysmal nocturnal
dyspneu, peningkatan CVP)
perubahan preload - Lelah menurun 2. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung
(meliputi peningkatan berat badan hepatomegali, distensi vena
ditandai dengan - Edema menurun jugularis, palpitasi, ronski basah, oliguria,batuk,kulit pucat)
terdapat edema - Pucat menurun 3. Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik, jika
perlu)
diektermitas bawah (SLKI, L.02008) 4. Monitor intake dan output cairan
kanan dan kiri 5. Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
6. Monitor saturasi oksigen
(SDKI, D.0008) 7. Monitor keluhan nyeri dada (mis.intensitas,
lokasi,radiasi,durasi,presivitasi yang mengurangi nyeri)
8. Monitor EKG 12 sadapan
9. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
10. Monitor nilai laboratorium jantung (mis.elektrolit,enzim
jantung,BNP,NTpro-BNP)
11. Monitor fungsi alat pacu jantung
12. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesudah
aktivitas
13. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum pemberian obat
(mis.beta blocket,ACE inhibitor,calcium channel blocker, digoksin)
Terpeutik :
14. Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki ke bawah
atau posisi nyaman
15. Berikan diet jantung yang sesuai(mis. Batasi asupan
kafein,natrium,kolestrol,dan makanan tinggi lemak)
16. Gunakan stocking elastic atau pneumatik intermetin,sesuai
indikasi
17. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup sehat
18. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres,jika perlu
19. Berikan dukungan emosional dan spiritual
20. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
Edukasi :
21. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
22. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
23. Anjurkan berhenti merokok
24. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
25. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan
harian
Kolaborasi:
26. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
27. Rujuk ke program rehabilitasi jantung
(SIKI, I.02075)
3 Intolerasi aktivitas Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN ENERGI
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam di Obesrvasi :
kelemahan ditandai harapkan toleransi aktivitas 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
meningkat dengan KH: 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
dengan anemia
- Frekuensi nadi meningkat 3. Monitor pola dan jam tidur
(SDKI,D.0056)
- Keluhan lelah menurun 4. Monitor lokasi dan ketidak nyamanan selama melakukan aktivitas
- Dispnea saat aktivitas menurun Terapeutik :
- Dispnea setelah aktivitas 5. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
menurun 6. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan atau aktif
(SLKI, L.05047) 7. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
8. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi :
9. Anjurkan tirah baring
10. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
11. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
12. Anjurkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi :
13. Kolaborasi dengan ahli gizi tentan cara mengkatan asupan
makanana
4 Defisit nutrisi Setelah dilakukan asuhan MANAJEMEN NUTRISI
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam Obsevasi:
ketidak mampuan diharapkan status nutrisi membaik 1. Identifikasi status nutrisi
mencerna makanan dengan KH: 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
ditandai dengan - Porsikan makanan yang 3. Identifikasi makanan yang tidak disukai
nafsu makan dihabiskan meningkat 4. Identifikasi kebubutuhan kalori dan jenis nutrisi
menurun - Berat badan membaik 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastik
(SDKI,D.0019) - Indeks massa tubuh (IMT) 6. Monitor asupan makanan
membaik 7. Monitor berat badan
(SDKI,L.03030) 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik:
9. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika pelu
10. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.piramida makanan)
11. Sajikan makanan secara menarik dn suhu yang sesuai
12. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
13. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
14. Berikan suplemen makanan,jika perlu
15. Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogatrikjika asupan
oraldapat ditelorenasi
Edukasi:
16. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
17. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi:
18. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makanan (mis.pereda
nyeri,antiemetik),jika perlu
19. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang dibutuhkan, jika perlu
(SIKI, I.03119)
5 Gangguan pola Setelah dilakukan asuhan DUKUNGAN TIDUR
tidur berhubungan keperawatan selama 3x24 jam Obseravsi:
dengan hambatan diharapkan pola tidur membaik 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
lingkungan ditandai dengan KH: 2. Identifikasi faktor penggangu tidur (fisik dan/atau psikologis)
dengan mengeluh - Keluhan sulit tidur meningkat 3. Identifikasi makanan dan minuman yang menggangu tidur
kemampuan - Keluhan sering terjaga (mis.kopi,the,alcohol,makan mendekatiwaktu tidur ,minum banyak
beraktivitas meningkat air sebelum tidur)
menurun - Keluhan tidak puas tidur 4. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
(SDKI, D.0055) meningkat Terapeutik:
- Keluhan pola tidur berubah 5. Modifikasi lingkungan
meningkat (mis.pencahayaan,kebisingan,suhu,matras,dan tempat tidur)
- Keluhan istirahat tidak cukup 6. Batasi waktu tidur siang, jika perlu
meningkat 7. Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
- Kemampuan beraktivitas 8. Tetapkan jadwal tidur rutin
menurun 9. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan
(SDKI, L.05045) (mis.pijat,pengaturan posisi,terapi,akupresur)
10. Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau tindakan untuk
menunjang siklus tidur terjaga
Edukasi:
11. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
12. Anjurkan menempati kebiasaan waktu tidur
13. Anjurkan menghindari makanan/minuman yang menggangu tidur
14. Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor
terjadap tidur REM
15. Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola
tidur (mis.psikologis,gaya hidup,sering berubah shift bekerja)
16. Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara nonfarmakologi lainnya
(SIKI, I.09265)
6 Gangguan integritas Setelah dilakukan asuhan PERAWATAN INTEGRITAS KULIT
kulit berhubungan keperawatan selama 3x24 jam Observasi:
dengan penurunan diharapkan integritas kulit dan 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.perubahan
mobilitas ditandai jaringan meningkat dengan KH: sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu
dengan kerusakan - Kerusakan jaringan menurun lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
jaringan dan lapisan - Kerusakan lapisan kulit Terpeutik :
kulit menurun 2. Ubah posisitip 2 jam jika tirah baring
(SDKI, D.0129) - Suhu kulit membaik 3. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang,jika perlu
(SDKI, L.14125) 4. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare
5. Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering
6. Gunakan produkyang berbahan ringan /alami dan hipoalergikpada
kulit sensitif
7. Hindari berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Edukasi :
8. Anjurkan mengunakan pelembab (mis. Lotion, serum)
9. Anjurkan minumair yang cukup
10. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
11. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
12. Anjurkan menghidari terpapar suhu ekstrem
13. Anjurkan mengunakan tabir surya SPF minimal 30 saat beradah di
luar rumah
14. Anjurkan mandi dan mengunakan sabun secukupnya
(SIKI, I.11353)
DAFTAR PUSTAKA

Andra, S.W., & Yessie, M.P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika Asmadi. (2008). Konsep
Dasar Keperawatan. Jakarta: ECG

Black, J & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil
yang Diharapkan. Dialih bahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba Emban Patria. .
In Gusnawati, Asuhan Keperawatan CKD Dengan Hemodialisa.

Desfrimadona, (2016). Kualitas Hidup pada Pasien Gagal ginjal Kronik dengan Hemodialisa
di RSUD Dr. M. Djamil Padang. Diploma Thesis Univesitas Andalas. In Gusnawati,
Asuhan Keperawatan CKD Dengan Hemodialisa.
Guswanti. (2019). Asuhan Keperawatan GGK Dengan Hemodialisa. In Corwin. EJ, Buku
Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif, Kumala, Sari. (2011). Askep Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika
Nurarif & Kusuma, (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Jilid 2.
Jakarta: Medaction
Smeltzer & Bare. (2011). Textbook of Medical Surgical Nursing volume 1).
Philladelphia: Lippincott Williams 7 Wilkins. In Gusnawati, Asuhan Keperawatan
CKD Dengan Hemodialisa.
PPNI. 2016. Standar DiagnosaKeperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi II. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Ihuldanindonesia: Definisi dan tindakan
Keperawatan, Edisi II. Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai