Anda di halaman 1dari 38

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Masa usia lanjut ( Late Adulthood) adalah periode penutup dalam rentang hidup
seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu
yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat.
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek
ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses
penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu
semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini
disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem
organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada
sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi
memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan
masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat
Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara
Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat
dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan
keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun.
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah
suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Tetapi bagi orang
lain, periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa
kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini.
Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok
orang yang homogen . Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang berusia
lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks eksistensi manusia, yaitu
1
sebagai masa hidup yang memberi mereka kesempatan-kesempatan untuk tumbuh
berkembang dan bertekad berbakti . Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua dengan
sikapsikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasif dan pemberontakan , penolakan, dan
keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan dengan demikian
semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.
Disamping itu untuk mendefinisikan lanjut usia dapat ditinjau dari pendekatan
kronologis. Menurut Supardjo (1982) usia kronologis merupakan usia seseorang ditinjau dari
hitungan umur dalam angka. Dari berbagai aspek pengelompokan lanjut usia yang paling
mudah digunakan adalah usia kronologis, karena batasan usia ini mudah untuk
diimplementasikan, karena informasi tentang usia hampir selalu tersedia pada berbagai sumber
data kependudukan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu :
Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua
(old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap orang
yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak
mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi
kehidupannya sehari-hari.
Saparinah ( 1983) berpendapat bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun merupakan
kelompok umur yang mencapai tahap praenisium pada tahap ini akan mengalami berbagai
penurunan daya tahan tubuh/kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian
akan timbul perubahan-perubahan dalam hidupnya.
Demikian juga batasan lanjut usia yang tercantum dalam Undang-Undang No.4 tahun
1965 tentang pemberian bantuan penghidupan orang jompo, bahwa yang berhak mendapatkan
bantuan adalah mereka yang berusia 56 tahun ke atas. Dengan demikian dalam undang-undang
tersebut menyatakan bahwa lanjut usia adalah yang berumur 56 tahun ke atas. Namun
demikian masih terdapat perbedaan dalam menetapkan batasan usia seseorang untuk dapat
dikelompokkan ke dalam penduduk lanjut usia.

B. PERUBAHAN-PERUBAHAN FISIK DAN PSIKIS YANG TERJADI PADA MASA


USIA LANJUT

2
Perubahan-perubahan yang umum terlihat pada masa usia lanjut adalah ditandai
dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Baik pria maupun wanita, pada usia lanjut
mereka akan melakukan penyesuaian diri agar mereka tampak siap dan sesuai dengan masa
usia lanjut tersebut secara baik ataupun tidak baik. Akan tetapi hasil yang diperoleh dari
penyesuaian tersebut cenderung menuju dan membawa penyesuaian diri yang tidak baik
daripada yang baik, terutama adalah terjadinya kemunduran fisik dan mental yang
berlangsung secara perlahan dan bertahap.
1. PERUBAHAN FISIK PADA MASA USIA LANJUT
Dengan bertambahnya usia, secara umum kekuatan dan kualitas fisik juga
fungsinya mulai terjadi penurunan. Penurunan ini bisa berlangsung secara perlahan
bahkan bisa terjadi secara cepat tergantung dari kebiasaan hidup pada masa usia muda.
Beberapa perubahan gangguan fisik yang timbul adalah sebagai berikut :
 Perubahan pada kulit : kulit wajah, leher, lengan, dan tangan menjadi lebih kering
dan keriput, kulit di bagian bawah mata membentuk seperti kantung dan lingkaran
hitam dibagian ini menjadi lebih permanen dan jelas, warna merah kebiruan sering
muncul di sekitar lutut dan di tengah tengkuk.
 Perubahan otot : pada umumnya otot orang berusia madya menjadi lembek dan
mengendur di sekitar dagu, lengan bagian atas, dan perut
 Perubahan pada persendian : masalah pada persendian terutama pada bagian tungkai
dan lengan yang membuat mereka menjadi agak sulit berjalan
 Perubahan pada gigi : gigi menjadi kering, patah, dan tanggal sehingga kadang-
kadang memakai gigi palsu
 Perubahan pada mata : mata terlihat kurang bersinar dan cenderung mengeluarkan
kotoran yang menumpuk di susdut mata, kebanyakan menderita presbiop atau
kesulitan melihat jarak jauh, menurunnya akomodasi karena menurunnya elastisitas
mata
 Perubahan pada telinga : fungsi pendengaran sudah mulai menurun, sehingga tidak
sedikit yang mempergunakan alat bantu pendengaran.
 Perubahan pada sistem pernafasan : nafas menjadi lebih pendek dan sering
tersengal-sengal, hal ini akibat terjadinya penurunan kapasitas total paru-paru, residu

3
volume paru dan konsumsi oksigen basal, ini akan menurunkan fleksibilitas dan
elastisitas dari paru

Selain ganggunan fisik yang bisa terlihat secara langsung, dengan bertambahnya
usia sering pula disertai dengan perubahan-perubahan akibat penyakit kronis, obat-
obat yang diminum akibat operasi yang menyiksa kesusahan secara fisik dan
psikologis.
Beberapa gangguan fisik pada bagian dalam tersebut seperti :
 Perubahan pada sistem syaraf otak : umumnya mengalami penurunan ukuran, berat,
dan fungsi contohnya kortek serebri mangalami atropi.
 Perubahan pada sistem cardiovascular : terjadi penurunan elastisitas dari pembuluh
darah jantung dan menurunnya kardiak out put
 Penyakit kronis misal diabetes melistus (DM), penyakit cardiovaskuler, hipertensi,
gagal ginjal, kanker, dan masalah yang berhubungan dengan persendian dan syaraf
 Beberapa operasi seperti prostatectomy, histrectomy, dan mastectomy.
Hasil penelitian menunjukkan timbulnya masalah prostatectomy meliputi gagal ereksi
mencapai 12 % sampai timbulnya masalah tidak tercapainya ejakulasi sebesar 24 %,
kanker prostate dan operasi prostad (hilangnya libido, gagal ereksi, volume ejakulasi)
 Perubahan pada sistem ginjal, kandung kencing, dan ureter mengalami penurunan
efisiensi, jumlah sel dalam ginjal mengalami penurunan menyebabkan gangguan
pengeluaran toksin dan air dari tubuh.

2. PERUBAHAN PSIKIS PADA MASA USIA LANJUT


Gangguan psikologis paling umum yang berpengaruh pada orang tua adalah
timbulnya depresi, dimensia, dan mengigau. Hal ini lebih sering diakibatkan oleh
perasaan sudah tua, sudah pikun, dan secara fisik sudah tidak menarik bagi pasangan.
Perubahan akibat depresi dan dimensia bahkan sering mengganggu prilaku seksual
termasuk gangguan khayal yang dikaitkan dengan kecemburuan phatologis.
Secara umum beberapa gangguan psikologis yang timbul adalah
 Kecemasan (angietas)

4
 Depresi
 Rasa bersalah (guilty feeling)
 Masalah perkawinan atau juga akibat dari rasa takut akan gagal dalam berhubungan
seksual

Khusus pada perempuan, ada beberapa gangguan yang sangat berpengaruh besar
terhadap sisi kewanitaannya seperti :
 Penurunan sekresi estrogen setelah menopause
 Hilangnya kelenturan/elastisitas jaringan payudara
 Cerviks yang menyusut ukurannya
 Dinding vagina atropi ukurannya memendek
 Berkurangnya pelumas vagina
 Matinya steroid seks secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas seks
 Perubahan ageing meliputi penipisan bulu kemaluan, penyusutan bibir kemaluan,
penipisan selaput lendir vagina dan kelemahan otot perineal

Ada prinsip perkembangan yang dinamakan Multidirectional, dimana beberapa


komponen menunjukkan pertumbuhan dan komponen lain nya malah menurun, lansia
akan semakin arif, tapi menurun dalam tugas yang membutuhkan kecepatan memproses
informasi, misalnya lansia baru mempelajari komputer.

Disamping itu ada beberapa gangguan mental yang paling umum yang
berpengaruh pada orang tua adalah depresi, dimensia dan menggigau prilaku seksual
mungkin berubah secara signifikan pada depresi dan dimensia .

C. MASALAH SEKSUAL PADA MASA USIA LANJUT


Sejalan dengan bertambahnya usia, masalah seksual merupakan masalah yang tidak
kalah pentingnya bagi pasangan usia lanjut. Masalah ini meliputi ketakutan akan
5
berkurangnya atau bahkan tidak berfungsinya organ sex secara normal sampai ketakutan
akan kemampuan secara psikis untuk bisa berhubungan sex.
Disfungsi seksual dapat diartikan sebagai suatu keadaan di mana yang meliputi
berkurangnya respon erotis terhadap orgasme, ejakulasi prematur, dan sakit pada alat
kelamin sewaktu masturbasi.
Alexander dan Allison mengatakan bahwa pada dasarnya perubahan fisiologik yang
terjadi pada aktivitas seksual pada usia lanjut biasanya berlangsung secara bertahap dan
menunjukkan status dasar dari aspek vaskular, hormonal dan neurologiknya.

Perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses penuaan bila ditinjau dari
pembagian tahapan seksual menurut Kaplan adalah berikut ini :

1. Fase desire
Dipengaruhi oleh penyakit, masalah hubungan dengan pasangan, harapan kultural,
kecemasan akan kemampuan seks. Hasrat pada lansia wanita mungkin menurun seiring
makin lanjutnya usia, tetapi bias bervariasi. Interval untuk meningkatkan hasrat seksual
pada lansia pria meningkat serta testoteron menurun secara bertahap sejak usia 55 tahun
akan mempengaruhi libido.

2. Fase arousal
 Lansia wanita : pembesaran payudara berkurang; terjadi penurunan flushing,
elastisitas dinding vagina, lubrikasi vagina dan peregangan otot-otot; iritasi uretra dan
kandung kemih.
 Lansia pria : ereksi membutuhkan waktu lebih lama, dan kurang begitu kuat;
penurunan produksi sperma sejak usia 40tahun akibat penurunan testoteron; elevasi
testis ke perineum lebih lambat.

3. Fase orgasmic
 Lansia wanita : tanggapan orgasme kurang intens disertai lebih sedikit konstraksil
kemampuan mendapatkan orgasme multipel berkurang.

6
 Lansia pria : kemampuan mengontrol ejakulasi membaik; kekuatan dan jumlah
konstraksi otot berkurang; volume ejakulat menurun.

4. Fase pasca orgasmic


Mungkin terdapat periode refrakter dimana pembangkitan gairah sampai timbulnya fase
orgasme berikutnya lebih sukar terjadi.

Tabel perubahan fisiologi dari aktivitas seksual yang diakibatkan oleh proses menua
menurut Kaplan

Fase tanggapan seksual Pada wanita lansia Pada pria lansia

Fase desire Terutama dipengaruhi oleh Interval untuk meningkaatkan


penyakit baik dirinya sendiri atau hasrat melakukan kontak seksual
pasangan, masalah hubungan meningkat;hasrat sangat
antar keduanya, harapan kultural dipengaruhi oleh penyakit;
dan hal-hal tentang harga diri. kecemasan akan kemampuan seks
Desire pada lansia wanita dan masalah hubungan antara
mungkin menurun dengan makin pasangan. Mulai usia 55 th
lanjutny usia, tetapi hal ini bisa testosteron menurun bertahap yang
bervariasi. akan mempengaruhi libido.

Fase arousal Pembesaran payudara berkurang, M embutuhkan waktu lebih lama


semburat panas dikulit menurun; untuk ereksi; ereksi kurang begitu
elastisitas dinding vagina kuat; testosteron menurun;
menurun; iritasi uretra dan produksi sperma menurun bertahap
kandung kemih meningkat;otot- mulai usia 40 th; elevasi testis ke
otot yang menegang pada fase ini perinium lebih lambat dan sedikit;
menurun. penguasaan atas ejakulasi biasany
membaik.

Fase orgasmik(fase Tanggapan orgasmik mungkin Kemampuan mengontrol ejakulasi


muskular) kurang intens disertai sedikit membaik; kekuatan kontraksi otot
kontraksi; kemampuan untuk dirasakan berkurang; jumlah

7
mendapatkan orgasme multipel kontraksi menurun; volume ejakulat
berkurang dengan makin menurun.
lanjutnya usia.

Fase pasca orgasmik Mungkin terdapat periode Periode refrakter memanjang secara
refrakter, dimana pembangkitan fisiologis, dimana ereksi dan
gairah secara segera lebih sukar. orgasme berikutnya lebih sukar
terjadi.

Disfungsi seksual pada lansia tidak hanya disebabkan oleh perubahan fisiologik
saja, terdapat banyak penyebab lainnya seperti:

1. Penyebab iatrogenic
Tingkah laku buruk beberapa klinisi, dokter, suster dan orang lain yang mungkin
membuat inadekuat konseling tentang efek prosedur operasi terhadap fungsi seksual.
2. Penyebab biologik dan kasus medis
Hampir semua kondisi kronis melemahkan baik itu berhubungan langsung atau tidak
dengan seks dan system reproduksi mungkin memacu disfungsi seksual psikogenik

Beberapa masalah umum yang sering timbul dalam gangguan seksual pada lansia
adalah sebagai berikut :
 Gangguan hasrat
 Tahap pemanasan
 Orgasme
 Rasa nyeri
 Sakit fisik
 Obat dan alkohol
 Gangguan yang tidak khusus

Beberapa hal yang dapat menyebabkan masalah kehidupan seksual antara lain :

1. Infark miokard

8
Mungkin mempunyai efek yang kecil pada fungsi seksual. Banyak pasien segan untuk
terlibat dalam hubungan seksual karena takut menyebabkan infark.
2. Pasca stroke
Masalah seksual mungkin timbul setelah perawatan di rumah sakit karena pasien
mengalami anxietas akibat perubahan gambaran diri, hilangnya kapasitas, takut akan
kehilangan cinta atau dukungan relasi serta pekerjaan atau rasa bersalah dan malu atas
situasi. Pola seksual termasuk kuantitas dan kualitas aktivitas seksual sebelum stroke
sangat penting untuk diketahui sebelum nasehat spesifik tentang aktivitas seksual
ditawarkan. Karena sistem saraf otonomik jarang mengalami kerusakan pada stroke,
maka respon seksual mungkin tidak terpengaruh.

Libido biasanya tidak terpengaruh secara langsung. Jika terjadi hemiplegi


permanent maka diperlukan penyesuaian pada aktivitas seksual. Perubahan penglihatan
mungkin membatasi pengenalan orang atau benda-benda, dalam beberapa kasus, pasien
dan pasangannya mungkin perlu belajar untuk menggunakan area yang tidak mengalami
kerusakan. Kelemahan motorik dapat menimbulkan kesulitan mekanik, namun dapat
diatasi dengan bantuan fisik atau tehnik “bercinta” alternatif. Kehilangan kemampuan
berbicara mungkin memerlukan sistem non-verbal untuk berkomunikasi.

3. Kanker
Masalah seksual tidak terbatas pada kanker yang mengenai organ-organ seksual. Baik
operasi maupun pengobatan mengubah citra diri dan dapat menyebabkan disfungsi
seksual (kekuatan dan libido) untuk sementara waktu saja, walaupun tidak ada kerusakan
saraf.

4. Diabetes mellitus
Diabetes menyebabkan arteriosklerosis dan pada banyak kasus menyebabkan neuropati
autonomik. Hal ini mungkin menyebabkan disfungsi ereksi dan disfungsi vasokonstriksi
yang memberikan kontribusi untuk terjadinya disfungsi seksual.

5. Arthritis
Beberapa posisi bersenggama adalah menyakitkan dan kelemahan atau kontraktur fleksi

9
mungkin mengganggu apabila distimulasi secara memadai. Nyeri dan kaku mungkin
berkurang dengan pemanasan, latihan, analgetik sebelum aktivitas seksual.

6. Rokok dan alkohol


Pengkonsumsian alkohol dan rokok tembakau mengurangi fungsi seksual, khususnya bila
terjadi kerusakan hepar yang akan mempengaruhi metabolisme testoteron. Merokok juga
mungkin mengurangi vasokongesti respon seksual dan mempengaruhi kemampuan untuk
mengalami kenikmatan.

7. Penyakit paru obstruktif kronik


Pada penyakit paru obstruktif kronik, libido mungkin terpengaruh karena adanya
kelelahan umum, kebutuhan pernafasan selama aktivitas seksual mungkin dapat
menyebabkan dispnoe, yang mungkin dapat membahayakan jiwa.

8. Obat-obatan
Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, antara lain
beberapa obat anti hipertensi, estrogen, anti psikotik, sedatif, dan lain-lain.

D. PERUBAHAN SEKSUALITAS PADA PRIA LANSIA


Seiring proses penuaan, kemampuan seksualitasi juga akan mengalami penurunan.
Kemampuan untuk mempertahankan seks yang aktif sampai usia lanjut bergantung hanya pada
beberapa faktor yaitu kesehatan fisik dan mental, dan eksistensi yang aktif serta pasangan yang
menarik. Perubahan perilaku sekspada pria yang memasuki masa tua meliputi berkurangnya
respon erotis terhadap orgasme, ejakulasi prematur, dan sakit pada alat kelamin sewaktu
masturbasi.
Beberapa perubahan masalah seksualitas yang terjadi pada pria lansia adalah :
a. Produksi testoteron menurun secara bertahap. Penurunan ini mungkin juga akan
menurunkan hasrat dan kesejahteraan . Testis menjadi lebih kecil dan kurang produktif.
Tubular testis akan menebal dan berdegenerasi. Perubahan ini akan menurunkan proses
spermatogenesis, dengan penurunan jumlah sperma tetapi tidak mempengaruhi kemampuan
untuk membuahi ovum
10
b. Kelenjar prostat biasanya membesar, di mana hipertrofi prostate jinak terjadi pada 50%
pria diatas usia 40 tahun dan 90% pria diatas usia 80 tahun. Dan hipertrofi prostat jinak ini
memerlukan terapi. Namun hal ini dibahas lebih lanjut dalam pembahasan sistem traktus
urinarius.
c. Respon seksual terutama fase penggairahan, menjadi lambat dan ereksi yang sempurna
mungkin juga tertunda. Elevasi testis dan vasokongesti kantung skrotum berkurang,
mengurangi intensitas dan durasi tekanan pada otot sadar dan tak sadar serta ereksi mungkin
kurang kaku dan bergantung pada sudut dibandingkan pada usia yang lebih muda. Dan juga
dibutuhkan stimulasi alat kelamin secara langsung untuk untuk menimbulkan respon.
Pendataran fase penggairahan akan berlanjut untuk periode yang lebih lama sebelum
mencapai osrgasme dan biasanya pengeluaran pre-ejakulasi berkurang bahkan tidak terjadi.
d. Fase orgasme, lebih singkat dengan ejakulasi yang tanpa disadari. Intensitas sensasi
orgasme menjadi berkurang dan tekanan ejakulasi serta jumlah cairan sperma berkurang.
Kebocoran cairan ejakulasi tanpa adanya sensasi ejakulasi yang kadang-kadang dirasakan
pada lansia pria disebut sebagai ejakulasi dini atau prematur dan merupakan akibat dari
kurangnya pengontrolan yang berhubungan dengan miotonia dan vasokongesti, serta masa
refrakter memanjang pada lansia pria. Ereksi fisik frekuensinya berkurang termasuk selama
tidur.
e. Penurunan tonus otot menyebabkan spasme pada organ genital eksterna yang tidak biasa.
Frekuensi kontaksi sfingter ani selama orgasme menurun.
f. Kemampuan ereksi kembali setelah ejakulasi semakin panjang, pada umumnya 12
sampai 48 jam setelah ejakulasi. Ini berbeda pada orang muda yang hanya membutuhkan
beberapa menit saja.
Ereksi pagi hari (morning erection) juga semakin jarang terjadi. Hal ini tampaknya
berhubungan dengan semakin menurunnya potensi seksual. Oleh karena itu, jarang atau
seringnya ereksi pada pagi hari dapat menjadi ukuran yang dapat dipercaya tentang potensi 
seksual pada seorang pria. Penelitian Kinsey, dkk menemukan bahwa frekuensi ereksi pagi rata-
rata 2,05 perminggu pada usia 31-35 tahun dan hal ini menurun pada usia 70 tahun menjadi 0,50
perminggu. Meski demikian, berdasarkan penelitian, banyak golongan lansia tetap menjalankan
aktivitas seksual sampai usia yang cukup lanjut, dan aktivitas tersebut hanya dibatasi oleh status
kesehatan.
11
E. IMPOTENSI ATAU DISFUNGSI EREKSI PADA PRIA LANSIA

a. Defenisi impotensi atau disfungsi ereksi pada pria lansia


Impotensi atau Disfungsi ereksi (DE) adalah ketidakmampuan secara konsisten untuk
mencapai dan / atau mempertahankan ereksi sedemikian rupa sehingga mencapai aktivitas
seksual yang memuaskan. (Vinik, 1998). Secara umum impotensia dibedakan menjadi
impotensia coendi (ketidakmampuan untuk melakukan hubungan seksual), impotensia
erigendi (tidak mampu ber-ereksi) dan impotensia generandi (tidak mampu menghasilkan
keturunan). Prevalensi DE sekitar  52% pada pria di antara 40-70 tahun dan bahkan  lebih
besar pada pria yang lebih tua.Untuk timbul ereksi diperlukan adanya rangsangan yang bisa
berasal dari rangsangan psikologik (fantasi, bayangan erotik), olfaktorik (bau-bauan) dan
rangsangan sentuh atau rabaan. Rangsangan tersebut melalui jalur kortiko-talamikus limbik
maupun talamo-retikularis dan sebaliknya kemudian akan diteruskan ke susunan saraf
ototnom (parasimpatis) akan menyebabkan vasodilatasi korpus kavernosa penis. Setelah
aktivitas seksual terjadi, saraf simpatis akan membantu terjadinya ejakulasi.  Dari gambaran
tersebut dapat disimpulkan bahwa proses ereksi menyangkut berbagai fungsi diantaranya
saraf, vascular, hormonal, psikologik dan kimiawi

a. Etiologi impotensi atau disfungsi ereksi pada pria lansia


Secara garis besar DE dapat dibagi menjadi 2 bagian besar sebagai berikut:
1) DE organik, sebagai akibat gangguan akibat gangguan endokrin, neurogenik, vaskuler
(aterosklerosis atau fibrosis).
 DE endokrinologik biasanya berupa sindroma ADAM (Androgen Deficiency in the
Aging Male), yang merupakan hipogonadisme pada lansia. DE tipe ini disebabkan oleh
gangguan testikular baik primer maupun sekunder. Selain itu juga dapat disebabkan oleh
penyakit yang menyebabkan hiperprolaktinemia, hipertiroid, hipotiroid dan Cushing’s
disease.
 DE neurogenik dapat disebabkan oleh gangguan jalur impuls terjadinya ereksi. Lesi
dilobus temporalis sebagai akibat trauma atau multiple scelrosis stroke, gangguan atau
rusaknya jalur asupan sensorik misalnya pada polineuropati diabetik, tabes dorsalis atau

12
penyakit ganglia radiks dorsalis medula spinalis, juga pada gangguan nervus erigentes
akibat pasca prostatektomi total atau operasi rektosigmoid.
 DE vaskuler merupakan DE yang paling sering pada lansia yang mungkin berhubungan
erat dengan prevalensi penyakit aterosklerosis yang tinggi pada lansia. Gangguan aliran
darah arteri ke korpus kavernosus seperti bekuan darah, aterosklerosis, atau hilangnya
kelenturan dinding pembuluh darah dapat menyebabkan DE. Selain itu DE bisa terjadi
pada penyakit Leriche, yaitu obstruksi di pangkal bifurkasio a. iliaka di daerah
a.abdominalis. Serta penyakit Peyronie mengakibatkan pengisian darah tidak sempurna
yang akan menyebabkan DE.
2) DE psikogenik, sebelum ini selalu dikatakan sebagai penyebab utama DE, namun menurut
penelitian hal ini tidak benar. Justru penyebab utama DE pada lansia  gangguan organik,
walaupun faktor psikogenik ikut memegang peranan.  DE jenis ini yang berpotensi
reversibel  potensial biasanya yang disebabkan oleh kecemasan depresi, rasa bersalah,
masalah perkawinan atau juga akibat dari rasa takut akan gagal dalam hubungan seksual.  
Ada pendapat yang mengatakan bahwa impotensi merupakan akibat masturbasi
yang dahulu atau karena terlalu sering ejakulasi atau sebailiknya karena terlalu lama
menahan dan tidak disalurkan hasrat seks-nya itu. Namun penelitian membuktikan bahwa
ejakulasi atau tidak ejakulasi dalam waktu yang lama tidak langsung mengganggu
kesehatan. Masters dan Johnson mengatakan bahwa ereksi dan ejakulasi tidak dapat
dipelajari karena hal ini terjadi secara reflektoris.
Selain yang telah disebutkan di atas, sekitar 25 % DE disebabkan oleh obat-obatan
terutama obat antihipertensi ( Reserpin, ß blocker, guanethidin dan metildopa), alkohol,
simetidin, antipsikotik, antidepresan, lithium, hipnotik sedatif, dan hormon-hormon seperti
estrogen dan progesteron.

b. Diagnosa impotensia atau disfungsi ereksi pada pria lansia


Ada kemungkinan para lansia yang mengalami disfungsi ereksi akan mencari
pertolongan pada dokter, hal pertama yang perlu dilakukan dokter adalah
memberikan perasaan nyaman pada pasien dengan menjelaskan bahwa disfungsi
ereksi merupakan hal biasa yang dialami oleh para lansia pria dan berusaha
mencarikan solusi yang efektif hingga hal ini akan menenangkan diri pasien. Setiap

13
pasien memiliki privasi, oleh karena itu perlu ditanyakan apakah pasien ingin
mendiskusikan hal ini dengan atau tanpa pasangannya, namun cara yang terbaik
adalah bersama pasangan. Karena pandangan serta dukungan dari pasangan seksual
mereka sangat berharga dan dapat mengembalikan kepercayaan diri pasien untuk
kembali memulai lagi fungsi seksualnya dan secara tidak langsung dapat membantu
mengatasi masalah disfungsi ereksi.
Selain dari segi psikologis perlu juga digali apakah disfungsi ereksi yang
terjadi murni disfungsi ereksi psikogenik atau ada penyakit atau kelainan lain yang
menyebabkan terjadinya disfungsi ereksi. Bila terdapat penyakit atau kelainan yang
mendasari terjadinya disfungsi ereksi maka perlu ditangani penyakit dan kelainan
yang mendasarinya. Peninjauan terhadap obat-obatan yang selama ini dikonsumsi
oleh pasien juga perlu diperhatikan.
Selain dari anamnesa perlu juga diadakan suatu pemeriksaan fisik untuk
mengetahui ada tidaknya disfungsi ereksi:

 Apakah ada tanda-tanda penyakit vaskuler, seperti arteri femoral dan perifer
berkurang atau terdengar bruit.
 Adakah perubahan kulit. Turgor menurun mengakibatkan kulit menjadi kurang
elsatis.
 Adakah perubahan neuropati otonom (simpatis dan parasimpatis) seperti adanya
reflek bulbo kavernosus dan kremaster.
 Adakah gejala hipotensi ortostatik.
 Adakah gejala neuropati perifer seperti DM, alkoholisme, kekurangan vitamin B1,
dan lain-lain.
 Pemeriksaan genitalia, adanya atrofi testis atau dan plak pada peyronie’s disease.
Peyronie’s disease adalah keadaan dimana terjadi kelainan anatomis penis, berupa
tumbuhnya jaringan ikat atau plak yang tidak biasa pada jaringan penis sehingga
aliran darah dalam badan kavernosa penis terganggu untuk mencapai ereksi.
 Pemeriksaan rektal untuk melihat prostate.
 Pemeriksaan laboratorium  umum diperlukan untuk menentukan adanya kondisi
medis penyerta, faktor resiko vaskular atau endokrin yang abnormal.

14
 Pemeriksaan hormone testoteron dan prolaktin.

c. Terapi impotensi atau disfungsi ereksi pada pria lansia


Phosphodiesterase-5 (PDE5) inhibitors merupakan terapi pilihan utama untuk
disfungsi ereksi. PDE5 berada di jaringan kavernosa penis dan akan mendegradasi
cyclic 3' 5' guanosine monophosphate (cGMP) yang bila bekerja bersama nitrat
oksida akan menyebabkan relaksasi otot. Oleh karena itu dengan menghambat PDE5,
obat ini berpotensi untuk mendorong terjadinya ereksi. Namun obat ini menjadi
kontra indikasi pada pasien yang mendapatkan terapi nitrogliserin atau golongan
nitrat lainnya, karena efeknya dapat menyebabkan tekanan darah turun drastis dan
penurunan perfusi arteri koroner dan dapat menyebabkan miokard infark. Pemakaian
obat ini bersama obat-obatan alfa bloker.
Salah satu obat yang sangat populer di dunia untuk mengatasi DE adalah
sildenafil sitrat (Viagra ®). Obat ini bekerja dengan jalan mem-blok pemecahan GMP
siklik yang mempertahankan vasodilatasi korpora kavernosa, tetapi obat ini hanya
bisa diberikan bila keadaan vaskuler penis masih intak. Seperti PDE5  obat ini juga
menjadi kontraindikasi pada pemakaian obat-obatan golongan nitrat karena dapat
menyebabkan hipotensi bahkan syok (Vinik, 1998).

Karena tidak menstimulasi  pembentukan cGMP, melainkan hanya


memperkuat / memperpanjang daya kerjanya, sildenafil tidak efektif jika belum /
tidak terdapat stimulasi atau eksitasi seksual. Efek samping Sildenafil umumnya
bersifat singkat dan tidak begitu serius, yang tersering berupa sakit kepala, muka
merah, gangguan penglihatan (buram sampai melihat segala sesuatu kebiru-biruan),
dan mual, yang kesemuanya berkaitan dengan blokade PDE5 inhibitor yang terdapat
di seluruh tubuh. Obat lain yang kini beredar antara lain Alprostadil (Caverject ®,
Muse ®), Vardenafil (Levitra ®), dan Tadalafil (Cialis ®).
Apomorfin (Uprima ®) adalah agonis dopamin dengan afinitas bagi reseptor-
D1 dan -D2 di hipotalamus yang terkait antara lain pada regulasi ereksi. Daya
erektogennya berdasarkan efek terhadap afinitas lokal dari nitrogenmonoksida,
kemudian konversi guanyltriphosphate menjadi cGMP. Reaksi ini menimbulkan

15
relaksasi otot-otot licin dari corpus cavernosum, yang dapat terisi darah dan terjadilah
ereksi. Setelah penggunaan sublingual kadarnya dalam darah memuncak dalam 4o-60
menit dan ereksi dapat terjadi setelah 20 menit. Efek samping yang tersering berupa
nausea, sakit kepala, dan pusing-pusing.
HRT (hormon replacement therapy) diindikasikan pada pria dengan
hipogonadal. Pengobatan yang aman dan efektif dengan injeksi intra muscular jangka
panjang, maupun transdermal testoteron gel. Testoteron oral sebaiknya dihindari
karena kemungkinan toksik hepatik pada penggunaan jangka lama. Pada pemakaian
testoterone-containing gel sebaiknya menunggu sekitar 10 -15 menit sampai gel
tersebut diabsorbsi dan kering sebelum melakukan aktivitas seksual. Semua pria yang
menggunakan terapi testoterone replacement perlu mendapatkan pemeriksaan rektal
digital dan PSA test sedikitnya 1 tahun sekali.
Pemberian testoteron dapat menyebabkan beberapa efek samping, antara lain :
 Pada laki-laki : testis mengecil, produksi sperma berkurang, ginekomastia,
pembesaran prostat
 Pada wanita : klitoris membesar, tumbuh rambut di daerah muka, volume suara
membesar
 Umum : hepatotoksik, peningkatan  hematokrit darah, aterosklerosis, dan
hipertrofi jantung.
Ada beberapa cara lain selain dengan terapi testoteron. Misalnya alat vakum maupun
protesa. Alat vakum meningkatkan pembesaran penis dengan membuat keadaan
vakum yang menarik darah ke dalam penis. Saat terjadi ereksi, sebuah gelang karet
atau cincin konstriksi pasang pada pangkal penis dan alat vakum tersebut dilepas.
Gelang tersebut dapat memperlambat aliran balik vena dan membantu
mempertahankan ereksi lebih dari 30 menit. Alat vakum ini dapat mengakibatkan
petekhie dan membuat ujung penis lebih dingin dari biasanya. Protesa pada penis
mungkin membantu ketika cara lain tidak berhasil. Pembedahan revaskularisasi penis
relatif bersifat eksperimental dan belum ada kesuksesan yang tinggi.
1. ANDROPAUSE PADA PRIA LANSIA
a. Defenisi Andropause pada pria lansia

16
Andropause berasal dari kata “Andro = kejantanan” dan “pause = istirahat”.
Andropause dapat diartikan sebagai perubahan akibat proses menua pada sistem reproduksi
pria mungkin di dalamnya termasuk perubahan pada jaringan testis, produksi sperma dan
fungsi ereksi.
Ada yang memberi istilah andropause sebagai klimakterium laki-laki yang berarti
seorang laki-laki sedang berada pada tingkat kritis fase kehidupannya, dimana terjadi
perubahan fisik, hormon dan psikis serta penurunan aktivitas seksual. Perubahan-perubahan
ini biasanya terjadi secara bertahap. Tingkah laku, stress psikologik, alkohol, trauma,
ataupun operasi, medikasi, kegemukan dan infeksi dapat memberikan kontribusi pada onset
terjadinya andropause ini.
Sebenarnya andropause bukanlah suatu fenomena baru, hal ini terjadi karena
kemampuan kita untuk mendiagnosa andropause ini sangat terbatas karena tidak ada cara
untuk menprediksi siapa yang akan mengalami gejala andropause. Test yang sensitif untuk
mengetahui bioavaibilitas testoteron baru tersedia akhir-akhir ini, sehingga sebelum ada test
ini andropause terlewatkan begitu saja tanpa terdiagnosa dan tidak memperoleh
penatalaksanaan.

b. Etiologi andropause pada pria lansia


Mulai sejak kira-kira usia 30 tahun, kadar testoteron dalam tubuh menurun kurang
lebih 10% setiap dekadenya. Pada saat yang sama Sex Binding Hormone Globulin (SHBG)
meningkat. SHBG ini akan menangkap banyak testoteron yang bersirkulasi dan membuat
testoteron tidak tersedia untuk digunakan pada jaringan tubuh khususnya untuk terjadinya
perilaku seksual yang normal dan terjadinya ereksi.
c. Gejala dan efek yang ditimbulkan oleh andropause
Andropause berhubungan dengan kadar testoteron yang rendah. Setiap pria
mengalami kemunduran bioavaibilitas testoteron, namun berbeda kadarnya pada setiap
invididu. Ketika hal ini terjadi pria akan mengalami gejala andropause.
Beberapa gejala yang dapat timbul antara lain :
 Depresi
 Kelelahan
 Iritabilitas
17
 Libido menurun
 Sakit dan nyeri
 Berkeringat dan flushing
 Penurunan performa seksual atau disfungsi ereksi
 Sulit berkonsentrasi
 Pelupa
 insomnia
Setiap ketidakseimbangan yang terjadi dalam tubuh akan menimbulkan efek tertentu,
demikian juga andropause dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan:
 Osteoporosis
 Obesitas
 Kehilangan masa otot
 Resiko menderita arteriosklerosis
 Resiko menderita kanker payudara
 Resiko menderita kanker prostat

Gambar : Pengaruh terapi hormon testoteron pada andropause

d. Terapi
Terapi yang dapat diberikan pada andropause yaitu dengan testoterone replacement
therapy baik secara injeksi maupun oral.

18
F. PERUBAHAN SEKSUALITAS WANITA LANSIA
Perubahan-Perubahan Fisiologis pada Wanita berkaitan dengan bertambahnya usia :

• Penurunan Sekresi estrogen setelah menopause


• Hilangnya kelenturan/elastisitas jaringan payudara
• Cerviks yang menyusut ukurannya
• Dinding vagina atropi ukurannya memendek
• Berkurangnya pelumas vagina
• Matinya steroid seks secara tidak Iangsung mempengaruhi aktivitas seks
• Perubahan “ageing” meliputi penipisan bulu kemaluan, penyusutan bibir kemaluan,
penipisan selaput lendir vagina dan kelemahan utot perinael

1. KLIMAKTERIUM PADA WANITA LANSIA


Klimakterium merupakan masa peralihan antara masa reproduksi dan masa
senium. Berlangsung 6 tahun sebelum menopouse dan berakhir 6-7 tahun setelah
menopouse
 Tanda-tanda Klimakterium :
a. Menstruasi tidak lancar atau tidak teratur
b. Haid banyak ataupun sangat sedikit
c. Sakit kepala terus menerus
d. Berkeringat
e. Neuralgia

 Gejala Psikologis pada masa klimakterimum :


a. Kemurungan
b. Mudah tersinggung / mudah marah
c. Mudah curiga
d. Insomnia
e. Tertekan
f. Kesepian
g. Tidak sabar

19
h. Tegang dan cemas

 Syndrome Menopouse pada masa klimakterimum :


a. Berhentinya menstruasi, makin jarang dan makin sedikit
b. Mengalami atropi pada sistem reproduksi
c. Penampilan kewanitaan menurun
d. Keadaan fisik kurang nyaman
a. Kemerah-merahan pada leher, dahi, bagian atas dada, berkeringat, pusing, iritasi,
friigid
e. Berat badan
f. Perubahan kepribadian

 Perubahan Kejiwaan pada masa klimakterimum


a. Merasa tua
b. Tidak menarik lagi
c. Rasa tertekan karena takut menjadi tua
d. Mudah tersinggung
e. Mudah kaget
f. Takut tidak dapat memenuhi kebutuhan seksual suami
g. Rasa takut karena suami menyeleweng

 Gangguan psikologis pada masa klimakterium pada wanita lansia


a. Ketakutan
– Ketergantungan fisik dan ekonomi
– Sakit-sakitan yan kronis
– Kesepian
– Kebosanan karena tidak diperlukan
b. Perubahan mental
– Belajar : kurang mampu belajar yang baru
– Berfikir : terlalu berhati-hati dalam mengungkapkan alasan

20
– Kreatifitas berkurang
– Berkurang rasa humor
– Perbendaharaan kata semakin menurun
c. Gangguan mental
– Agresi : menyerang disertai kekuatan
– Kemarahan dan rasa tidak senang yang kuat
– Kecemasan yang tidak berobyektif
– Kacau & sering bingung
– Penolakan ; ketidakmampuan untuk mengakui secara sendiri terhadap keinginan,
fikiran, perasaan pada kejadian nyata
– Ketergantungan : meletakakkan kepercayaan terhadap orang lain
– Depresi : perasaan sedih & pesimis
– Ketakutan : reaksi emosional terhadap sumber luar
– Manipulasi : proses bertingkah laku untuk memuaskan diri sendiri / orang lain
dengan cara serdik, tidak jujur / tipu muslihat
– Rasa sakit yang tidak berpenyebab

2. MENOPAUSE PADA WANITA LANSIA


a. Defenisi Menopause
Menopause merupakan masa yang pasti dihadapi dalam perjalanan hidup
seorang perempuan dan suatu proses alamiah sejalan dengan bertambahnya usia.
Seorang wanita yang sudah menopause akan mengalami berhentinya haid. Fase ini
terjadi karena ia tidak lagi menghasilkan esterogen yang cukup untuk
mempertahankan jaringan yang responsive dalam suatu cara yang fisiologi.

b. Etiologi menopause
Akibat dari kadar hormon esterogen, progerseteron dan hormon ovarium
yang berkurang akan menyebabkan perubahan fisik, psikologis dan seksual yang
menurun pada wanita pasca menopause (Hacker&Moore, 2001).
21
Seseorang disebut menopause jika tidak lagi menstruasi selama 12 bulan atau
satu tahun. Menopause umumnya terjadi ketika perempuan memasuki usia 48 hingga
52 tahun (Rachmawati, 2006).
Menurut Andra (2007), efek berkurangnya hormon estrogen mengakibatkan
penipisan pada dinding vagina, pembuluh darah kapiler di bawah permukaan kulit
juga akan terlihat. Akhirnya, karena epitel vagina menjadi atrofi dan tidak adanya
darah kapiler berakibat permukaan vagina menjadi pucat. Selain itu, rugae-rugae
(kerut) vagina akan jauh berkurang yang mengakibatkan permukaannya menjadi licin,
akibatnya sering sekali wanita mengeluhkan dispareunia (nyeri sewaktu senggama),
sehingga malas berhubungan seksual.

c. Gejala dan efek menopause


Menopause dianggap sebagian masyarakat sebagai awal dari kemunduran
fungsi kewanitaan secara keseluruhan, bahkan ada yang menganggap menopause
sebagai bencana di usia senja. Banyak perempuan menopause merasa menjadi tua,
yang diasosiasikan dengan ketidakmenarikan dan kehilangan hasrat seksual
(Rachmawati, 2006).

Banyak yang dikeluhkan seorang perempuan pada tahun-tahun menjelang


berhentinya haid. Gejala-gejala yang dikeluhkan diantaranya adalah perubahan dalam
gairah seksual. Berkurangnya cairan vagina, akan timbul rasa sakit kalau terjadi
hubungan badan, selain itu rasa takut kehilangan suami, anak dan ditinggalkan sendiri
dapat menyebabkan keinginan seks menurun dan sulit untuk dirangsang.
Anggapan yang salah tentang seksualitas masa menopause dapat
menimbulkan kecemasan, karena mereka takut tidak bisa melayani suami dengan
baik akan mencari wanita lain atau malah menceraikannya, karena dari mereka tidak
sedikit yang kemudian merasa tidak berarti lagi bagi suaminya, sehingga di sisi lain
banyak juga suami yang menunjukkan sikap dan perilaku yang sangat mengganggu
istri yang telah menopause.
Ada empat kemungkinan mengapa para suami enggan berhubungan seksual
lagi dengan istrinya yaitu tidak tertarik lagi, ada anggapan salah bahwa menopause

22
berarti padamnya dorongan seksual, kesulitan berhubungan intim akibat perlendiran
vagina berkurang, sementara ereksi tetap kokoh seperti sedia kala, penolakan istri
karena merasa sakit saat berhubungan seksual (Pangkahila, 1998). Anggapan seperti
itu sebenarnya lebih banyak dipengaruhi oleh salah pengertian atau karena
mendengar cerita orang lain, kadang pria mencoba mengatasi masalah ini dengan
mencari pasangan lebih muda dengan harapan bahwa kemampuan seksualnya yang
telah surut dapat kembali. Rasionalisasi yang umum dilakukan oleh pria dengan
mencari pasangan lebih muda adalah karena pihak wanita tidak lagi tertarik pada seks
setelah menopause, hal ini semakin diperparah dengan upaya menghindari
berhubungan intim dengan suami disebabkan nyeri saat senggama akibat menipisnya
selaput lendir liang senggama (Hidayana, 2004).
Perubahan yang terjadi pada organ tubuh wanita menopause disebabkan oleh
bertambahnya usia dan juga faktor fisik, faktor psikis dapat mempengaruhi kehidupan
mereka. Gejala psikologis yang menonjol ketika menopause adalah mudah
tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, cemas, depresi, dan
merasa kehilangan daya tarik fisik dan seksual, sehingga dia takut ditinggalkan
suaminya (Purwoastuti, 2008).
Hasil penelitian dan kajian, diperoleh data bahwa 75% wanita yang
mengalami menopause akan merasakan sebagai masalah atau gangguan, sedangkan
sekitar 25% tidak memasalahkannya. Beberapa hal yang mempengaruhi persepsi
seorang perempuan terhadap menopause, antara lain faktor kultural, sosial ekonomi,
gaya hidup, kebutuhan terhadap kehidupan seksual, dan sebagainya (Achadiat, 2007).
Studi yang dilakukan oleh (Duke, 1999) University AS, menunjukkan bahwa
tidak semua perempuan menopause mengalami penurunan hasrat seksual, 39% wanita
berusia 61-65 tahun memiliki aktivitas seksual seperti 27% wanita berumur 66-71
tahun, 13% wanita menopause mempunyai hasrat lebih tinggi dibandingkan ketika
masih muda (Rachmawati, 2006).

d. Upaya pencegahan terhadap keluhan /masalah menopause yang dapat dilakukan di


tingkat pelayanan dasar :

23
1) Pemeriksaan alat kelamin
Pemeriksaan alat kelamin wanita bagian luar, liang rahim dan leher rahim untuk
melihat kelainan yang mungkin ada, misalnya lecet, keputihan, pertumbuhan
abnormal sepertu benjolan dan radang.
2) Pap Smear
Pemeriksaan ini dapat dilakukan setahun sekali untuk melihat adanya tanda
radang atau deteksi awal bagi kemungkinan adanya kanker pada saluran
reproduksi. Dengan demikian pengobatan terhadap adanya kelainan dapat segera
dilakukan.
3) Perabaan Payudara
Ketidakseimbangan hormon yang terjadi akibat penurunan kadar hormone
estrogen, dapat menimbulkan pembesaran atau tumor payudara. Hal ini juga dapat
terjadi pada pemberian hormone pengganti untuk mengatasi masalah kesehatan
akibat menopause.
4) Penggunaan bahan makanan yang mengandung unsure fito-estro-gen
5) Hormon estrogen yang kadarnya menurun pada masa menopause digantikan
dengan makanan yang mengandung unsur fito-estro-gen yang cukup seperti
kedelai ( tahu, tempe, kecap), papaya dan semanggi merah
6) Penggunaan bahan makanan sumber kalsium
7) Menghindari makanan yang banyak mengandung banyak lemak, kopi dan alkohol
3. SENIUM PADA WANITA LANSIA
Yaitu masa sesudah pasca menopause. Ditandai dengan telah tercapainya keseimbangan
baru dalam kehidupan wanita, sehingga tidak ada lagi gangguan vegetatif maupun psikis.

G. UPAYA MENGATASI PERMASALAHAN SEKSUAL PADA LANSIA


Untuk mengatasi beberapa gangguan baik fisik maupun psikis termasuk masalah
seksual diperlukan penanganan yang serius dan terpadu. Proses penanganan ini memerlukan
waktu yang cukup lama tergantung dari keluhan dan kerjasama antara pasien dengan
konselor. Dari ketiga gangguan tersebut, masalah seksual merupakan masalah yang
penanganannya memerlukan kesabaran dan kehati-hatian, karena pada beberapa masyarakat

24
Indonesia terutama masyarakat pedesaan membicarakan masalah seksual adalah masalah
yang tabu.

Manajemen yang dilakukan tenaga kesehatan untuk mengatasi gangguan seksual pada
lansia adalah sebagai berikut :

1. Anamnesa Riwayat Seks


a. Gunakan bahasa yang saling menguntungkan dan memuaskan
b. Gunakan pertanyaan campuran antara terbuka dan teutup
c. Mendapatkan gambaran yang akurat tentang apa yang sebenarnya salah
d. Uraikan dengan panjang lebar permasaIahanya
e. Dapatkan latar belakang medis mencakup daftar lengkap tentang obat-obatan yang
dikonsumsi oieh pasien
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dihadapan pasangannya. Anamnese harus rinci,
meliputi awitan, jenis maupun itensitas gangguan yang dirasakan. Juga anamnese tentang
gangguan sistemik maupun organik yang dirasakan. Penelaahan tentang gangguan
psikologik, kognitif harus dilakukan. Juga anamneses tentang obat-obatan. Pemeriksaan
fisik meliputi head to toe.
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan meliputi keadaan jantung, haati, ginjal dan
paru-paru. Status endokrin dan metaboliuk meliputi keadaan gula darah, status gizi dan
status hormonal tertentu. Apabila keluhan mengenai disfungsi ereksi pada pria,
pemeriksaan khas juga meliputi a.l pemeriksaan dengan snap gauge atau nocturnal penile
tumescence testing. (Hadi-Martono, 1996)
2. Pengobatan yang diberikan mencakup ;
1. Konseling Psikoseksual

2. Therapi Hormon

3. Penyembuhan dengan obat-obatan

4. Peralatan Mekanis

5. Bedah Pembuluh

3. Bimbingan Psikososial
25
Bimbingan dan konseling sangat dipentingkan dalam rencana manajemen gangguan
seks dan dikombinasikan dengan penyembuhan Pharmakologi

4. Penyembuhan Hormon
Pada Pria Lansia : Penggunaan suplemen testosteron untuk menyembuhkan

“Viropause”/andropause pada pria (pemanasan dan ejakulasi)

Pada wanita lansia : Terapi pengganti hormon (HRT) dengan pemberian estrogen pada
klimakterium

5. Penyembuhan dengan Obat


a. Yohimbine, Pemakaian Krim vasoaktif
b. Oral phentholamin
c. Tablet apomorphine sublingual
d. Sildenafil, suntik intra-carporal obat vasoaktif
e. Penempatan intra-uretral prostaglandin

Obat-obatan yang sering diberikan, pada penderita usia lanjut dengan patologi
multipel jika sering menyebabkan berbagai gangguan fungsi seksual pada usia lanjut

Tabel Efek Obat Yang Sering Diberikan dan Pengaruhnya Pada Fungsi Seksual Lansia.

Golongan Obat Contoh Pengaruh Pada Fase Anjuran Obat Pengganti


Anti hipertensi:diuretika Gol. Tiasid Fase pembangkitan Pertimbangkan
penghambat kanal Ca
Anti hipertensi: obat berdaya Klonidin, metil- Fase pembangkitan Pertimbangkan
sentral dopa penghambat kanal Ca
Anti hipertensi: penyakit beta propanolol Fase hasrat dan Pertimbangkan
penggairahan penghambat kanal Ca
Anti-hipertensi penghambat Captopril Fase penggairahan Pertimbangkan
ACE penghambat kanal Ca
Obat anti –psikotik Torasin, Fase desire, fase Pertimbangkan Buspiron,
tiotksen, pembangkitan, priapismus, turunkan dosis bertahap
26
haloperidol ejakulasi retrogad
Obat anti-ansietas Diazepam Fase desire, orgasme Lebih ditekankan pada
pemuaskan
Antikolinergik Atropin, Fase pembangkitan, fase Estrogen oral merupakan
hidroksisin desire pilihan pada yang takbisa
per oral
Estrogen Premarin Fase Bila ada efek samping
pembangkitan(perbaikan berikan secara siklik
lubrikasi, turunkan rasa
nyeri)
Progestin Provera Fase desire(dapat Pertimbangkan
diturunkan libido) alternatifdari Blocker H-2
Antagonis reseptor H-2 Simetidin Fase desire, pembangkitan Waktu pemberian sangat
orgasme penting (berhubungan
dengan waktu aktivitas
seksual)
Narkotik Kodein, Fase desire, pembangkitan Kenali dan obatitd.adiksi
Demerol orgasme
Sedatif Alkohol, Fase desire, pembangkitan Obati gejala kecemasan;
lain-lain barbiturat yakinkan ketakutan akan
digitalis serangan jantung waktu
akt. seksual
Antidepresan trisiklik Imipramin, Fase desire, pembangkitan Pertimbangkan: Prozac,
amitriptilin fase muskular terlambat zoloft
Antidepresan lain Trasodon, Priapisme, fase Pertmb. Prozac, Zoloft
inhibitor MAO pembangkitan, orgasme

27
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Pengkajian Fokus

Pengkajian keperawatan yang berkelanjutan dilaksanakan untuk mendeteksi

adanya kelainan pada sistem reproduksi.

a. Biodata

Meliputi nama pasien, jenis kelamin, alamat, diagnosa medis, Tgl MRS, dan

identitas penanggung jawab.

b. Keluhan Utama

Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari

pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu fisik (rasa sakit

maupun gangguan di sekitar alat reproduksi) dan psikis (mengenai menurunnya

hubungan seksualitas dan gangguan seksual lainnya).

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan,

intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau memperingan

28
serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya yang telah

dilakukan perawat disini harus menghubungkan masalah reproduksi

d. Riwayat kesehatan masa lalu

Riwayat pemakaian alat kontrasepsi, apakah pasien menggunakan kontrasepsi

alami (tanpa alat) atau dengan alat.

e. Riwayat Personal dan Keluarga

Riwayat penyakit keluarga untuk mengetahui jenis penyakit menurun yang

diturunkan kepada pasien seperti penyakit kronis.

f. Riwayat Pengobatan

Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji perawat yaitu:

1) Kapan pengobatan dimulai.

2) Dosis dan frekuensi.

3) Waktu berakhirnya minum obat

g. Riwayat Diet

Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan makanan

yang dikonsumsi sehari- hari.

h. Status Sosial Ekonomi

Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian yang dapat

mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena hal ini memungkinkan dapat

menyebabkan penyakit reproduksi dan gangguan seksual.

29
i. Pengkajian Psikososial

Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien yaitu:

1) Perasaan depresi

2) Frustasi

3) Ansietas/kecemasan

4) Keputusasaan

5) Gangguan Konsep Diri

2. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

b. Tanda-tanda Vital

c. Pemeriksaan Head to Toe

1) Kepala dan rambut

Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna rambut.

2) Mata

Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan gangguan

penglihatan.

3) Hidung

Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan cuping

hidung, tidak ada sekret.

4) Mulut

Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.

5) Telinga

30
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, hilangnya kemampuan
pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara.
6) Leher

Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran vena

jugularis dan kelenjar linfe.

7) Dada / Thorax

Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal

premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan,

perkusi thorax untuk mencari ketidak normalan pada daerah thorax.

8) Abdomen

Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena immobilisasi,

ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika dispensi abdomen

atau tegang.

9) Urogenital

Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Vesika urinaria sulit dikosongkan pada
lanjut usia sehingga meningkatnya produksi urin. Frekuensi BAK meningkat,
kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin serta tidak dapat menahan untuk BAK.
Apakah ada konstipasi (sembelit), diare dan inkontinensia alvi.
10) Neurologi

Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila terjadi

nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual muntah, dan kaku

kuduk.

11) Muskuloskeletal

 Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu

lama, sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.


31
 Tingkat mobilitas: ambulasi dengan atau tanpa bantuan/peralatan,

keterbatasan gerak, kekuatan otot, dan kemampuan melangkah atau berjalan.

 Gerakan sendi

12) Kulit/integumen

 Kaji temperatur, tingkat kelembaban, keutuhan luka, luka bakar,robekan,

turgor , perubahan pigmen, adanya jaringan parut.

13) Reproduksi

Daya seksual, frekuensi seksual cenderung menurun tetapi kapasitas untuk

melakukan dan menikmati berjalan terus. Adanya kecacatan sosial yang mengarah

keaktivitas seksual.

 Pada wanita, selaput vagina menjadi kering, elastisitas jaringan menurun

juga permukaan menjadi halus, atrofi vulva disertai penurunan frekuensi

seksual intercrouse berefek pada seks sekunder.

 Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan


secara berangsur-angsur.
 Pemeriksaan genetalia luar :
a) Inspeksi vulva dan penis, pengeluaran cairan atau darah dari liang
senggama, adakah perlukaan pada vulva dan penis, pada wanita
adakah pertumbuhan kondiloma akuminata, kista
bartholini, abses bartholini maupun fibroma pada labia, perhatikan
bentuk dan warna, adakah kelainan pada perineum, penis dan anus.

b) Palpasi , Teraba tumor, benjolan maupun pembengkakan pada


kelenjar bartholini.

 Pemeriksaan Dalam

32
 Pemeriksaan dalam untuk menentukan :

a) Rahim : Bagaimana posisi rahim, besar, pergerakan, dan

konsistensi rahim, apakah ada nyeri saat pemeriksaan.

b) Adneksa (daerah kanan kiri rahim) : Pemeriksaan ini dilakukan dengan

menggerakkan jari yang berada didalam fornix lateral dan tangan yang ada

diluar bergerak ke samping uterus.

c) Forniks posterior (kavum douglas) : Pemeriksaan ini untuk mengetahui

apakah terdapat nanah (infeksi) dan apakah forniks menonjol

akibat perdarahan kavum abdominalis.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b/d infeksi pada sistem reproduksi.
2. Disfungsi seksual b/d perubahan kesehatan seksual.
3. Resiko terhadap infeksi b/d kontak dengan mikroorganisme.
4. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan.

33
C. INTERVENSI
Dx.1 Nyeri b/d infeksi pada sistem reproduksi.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan • Kaji nyeri (karakteristik, skala nyeri,
intensitas nyeri)
selama 1x24 jam, nyeri dapat
 Meluruskan kesalahan konsep pada
berkurang/hilang dengan kriteria hasil :
keluarga.
 Rasa nyeri berkurang  Bicarakan mengenai ketakutan, marah
dan rasa frustasi klien.
 Klien dapat beradaptasi terhadap nyeri
 Dorong penggunaan tehnik manajemen
 Mengidentifikasi aktivitas yang stress.
meningkatkan dan menurunkan nyeri  Kolaborasi:

 Dapat mengidentifikasi dan  Berikan analgesik sesuai indikasi

menurunan sumber-sumber nyeri  Berikan privasi selama tindakan.

Dx. 2 Disfungsi seksual b/d perubahan kesehatan seksual


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Kaji riwayat seksual mengenai pola
selama 3x 24 jam, disfungsi seksual dapat seksual, kepuasan, pengetahuan seksual,
diatasi dengan kriteria hasil: masalah seksual
 Menceritakan masalah mengenai  Identifikasi masalah penghambat untuk
fungsi seksual memuaskan seksual
 Mengekspresikan peningkatan  Beri penjelasan mengenai pengetahuan
kepuasan dengan pola seksual. seksual dan masalah seksual.

34
 Melaporkan keinginan untuk  Berikan dorongan bertanya tentang seksual
melanjutkan aktivitas seksual atau fungsi seksual.
 Berikan reinforcement positif pada pasien
atas kerjasamanya

Dx. 3 Resiko terhadap infeksi b/d kontak dengan mikroorganisme


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan • Ajarkan teknik antiseptik untuk

selama 3x24 tidak terjadi tanda-tanda membersihan alat genetalia

infeksi dengan kriteria hasil : • Amati terhadap manefestasi kliniks infeksi

 Infeksi tidak terjadi • Infomasikan kepada klien dan keluarga


 Klien mampu memperlihatkan mengenai penyebab, resiko-resiko pada
teknik cuci tangan yang benar,
kekuatan penularan dari infeksi
bebas dari proses infeksi
nasokomial selama perawatan • Kolaborasi : Terapi antibiotik sesuai advise
 Memperlihatkan pengetahuan dokter
tentang fakor resiko yang berkaitan
dengan infeksi
 Melakukan pencegahan yang tepat
terhadap faktor penyebab infeksi.

a. Infeksi tidak te

b. Tanda- tand

Dx. 4 Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit, prognosis dan
kebutuhan pengobatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

35
Setelah dilakukan tindakan keperawatan • Kaji tingkat pengetahuan dan pemahaman

selama 1 x 30 menit, diharapkan pasien pasien mengenai proses penyakitnya

mengerti dan paham mengenai


 Kaji harapan masa depan pasien terhadap
penyakitnya.
penyakit yang dialaminya.
Kriteria hasil:
 Berikan informasi mengenai terapi obat-
 Menunjukan pemahaman akan
obatan, interaksi, efek samping dan
proses penyakit dan prognosis
pentingnya pada program.
 Mampu menunjukan prosedur yang

diperlukan dan menjelaskan  Tinjau factor-faktor resiko individual dan

rasional dari tindakan dan pasien bentuk penularan/tempat masuk infeksi.

ikut serta dalam program


 Tinjau perlunya menjaga gaya hidup
pengobatan
pribadi secara sehat dan kebersihan

lingkungan.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

36
Sejalan dengan bertambahnya usia, masalah seksual merupakan masalah yang tidak
kalah pentingnya bagi pasangan usia lanjut. Masalah ini meliputi ketakutan akan
berkurangnya atau bahkan tidak berfungsinya organ sex secara normal sampai ketakutan
akan kemampuan secara psikis untuk bisa berhubungan sex.
Untuk mengatasi beberapa gangguan baik fisik maupun psikis termasuk masalah
seksual diperlukan penanganan yang serius dan terpadu. Proses penanganan ini
memerlukan waktu yang cukup lama tergantung dari keluhan dan kerjasama antara
pasien dengan konselor. Dari ketiga gangguan tersebut, masalah seksual merupakan
masalah yang penanganannya memerlukan kesabaran dan kehati-hatian, karena pada
beberapa masyarakat Indonesia terutama masyarakat pedesaan membicarakan masalah
seksual adalah masalah yang tabu.

B. Saran
Makalah dibuat berdasarkan kebutuhan seorang mahasiswa sebagai tanggung
jawabnya dalam menyelesaikan tugas sebuah mata kuliah. Diperlukan bimbingan dan
arahan dari dosen pembimbing sehingga kiranya makalah tersebut dapat menjadi sesuatu
yang lebih berguna di masa yang akan datang.
Penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan olehnya itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai bahan ajar untuk penyusunan
berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Darmojo, R Boedi dan Martono, H Hadi.2000.Geriatri ( ilmu kesehatan usia lanjut ).


Jakarta : FKUI

37
2. Widyastuti, Yani dan Anita Rahmawati, Yuliasti, E. 2009. Kesehatan Reproduksi.
Yogyakarta. Fitramaya
3. Modul Kesehatan Reproduksi. 2008. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
4. http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/17/masalah-seksual-lansia/

5. http://www.smallcrab.com/lanjut-usia

6. http://www.smallcrab.com/lanjut-usia/493-andropause-waktunya-si-jantan-istirahat

7. http://www.smallcrab.com/lanjut-usia/469-mengenal-impotensi-atau-disfungsi-ereksi

8. http://sehatnews.com/wlovesex/up-date/3999.html

9. http://www.damandiri.or.id/file/ratnasuhartiniunairbab2.pdf

10. http://www.docstoc.com/docs/6600963/Masalah-Usia-LAnjut

11. http://www.klipingku.com/result-page/masalah%20seks%20pada%20lansia

38

Anda mungkin juga menyukai