Anda di halaman 1dari 52

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi yang terjadi pada suatu
keadaan dan diarahkan melalui proses komunikasi ke arah tercapainya
sesuatu tujuan (Kirsmansa. 2010).
Seorang pemimpin yang baik adalah pandai dalam mengambil keputusan
yang tepat dan berorientasi pada tindakan/action. Untuk dapat mengambil
keputusan dan bertindak dengan baik maka seorang pemimpin harus
memiliki pengetahuan, kesadaran diri, kemampuan berkomunikasi dengan
baik, energi, dan tujuan yang jelas. Seorang pemimpin harus menjadi role
model yang baik dalam cara kepemimpinannya, dalam pelaksanaan tugas
maupun dalam membangun kerja sama dan bekerja sama dengan orang lain
termasuk dengan bawahannya. Selain itu seorang pemimpin yang efektif
harus memiliki kualitas diri dan kualitas perilaku sebagai berikut :
integritas, berani mengambil resiko, inisiatif, energy, optimis, pantang
menyerah (perseverance), seimbang, kemampuan menghadapi stress, dan
kesadaran diri serta memiliki kualitas perilaku seperti: berpikir kritis,
menyelesaikan masalah (solve problem), menghormati/menghargai orang
lain, kemampuan berkomunikasi yang baik, punya tujuan dan
mengkomunikasikan visi dan meningkatkan kemampuan diri dan orang
lain (Warta Wargana, 2010).

2. Teori Kepemimpinan dan Gaya Kepemimpinan


Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri perilaku
pemimpin dan konsep- konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan
latar belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan
pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika
profesi kepemimpinan (Kartini Kartono, 2011).
Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu
perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut
kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya
membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya
kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang
disampaikan oleh Davis dan Newstrom (2006).
3. Tipologi Kepemimpinan
Dalam praktiknya, dari ketiga gaya kepemimpinan tersebut berkembang
beberapa tipe kepemimpinan, diantaranya adalah sebagian berikut (Siagian,
2010):
a. Tipe Otokratis
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki
kriteria atau ciri sebagai berikut: Menganggap organisasi sebagai
pemilik pribadi; Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan
organisasi; Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata; Tidak mau
menerima kritik, saran dan pendapat; Terlalu tergantung kepada
kekuasaan formalnya; Dalam tindakan pengge-rakkannya sering
memperguna-kan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan
bersifat menghukum.
b. Tipe Militeristis
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang
pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi
militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang
pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut: Dalam menggerakan
bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan; Dalam
menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan
jabatannya, senang pada formalitas yang berlebih-lebihan, menuntut
disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan, sukar menerima kritikan
dari bawahannya, menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
c. Tipe Paternalistis
Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis
ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut : menganggap
bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa; bersikap terlalu
melindungi (overly protective); jarang memberikan kesempatan kepada
bawahannya untuk mengambil keputusan; jarang memberikan
kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif, jarang
memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan
daya kreasi dan fantasinya, dan sering bersikap maha tahu.
d. Tipe Karismatik
Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab-
sebab mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma. Umumnya
diketahui bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang
amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang
jumlahnya yang sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula
tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin
itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang
menjadi pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan
bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supra
natural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat
dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma. Gandhi bukanlah seorang
yang kaya, Iskandar Zulkarnain bukanlah seorang yang fisik sehat, John
F Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiliki karisma meskipun
umurnya masih muda pada waktu terpilih menjadi Presiden Amerika
Serikat. Mengenai profil, Gandhi tidak dapat digolongkan sebagai orang
yang “ganteng”.
e. Tipe Demokratis
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe
pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi
modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki
karakteristik sebagai berikut : dalam proses penggerakan bawahan selalu
bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang
termulia di dunia; selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan
tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada
bawahannya; senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari
bawahannya; selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork
dalam usaha mencapai tujuan; ikhlas memberikan kebebasan yang
seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang
kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang
sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain; selalu
berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya; dan
berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

B. Konsep Manajemen Keperawatan


1. Pengertian Manajemen
Manajemen keperawatan adalah proses pelaksanaan pelayanan keperawatan
melalui upaya staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan,
pengobatan dan rasa aman kepada pasien, keluarga dan masyarakat (Gillies,
1985, dalam Arwani dan Heru Supriyatno, 2009).
2. Tujuan dan Sasaran Manajemen
a. Tujuan
1) Memiliki dan mengembangkan nilai serta sikap pengetahuan,
kecerdasan, keterampilan serta kemampuan sebagai tenaga
pembangunan di bidang manajemen.
2) Memiliki, keuletan, kesabaran, dan kemandirian dalam bekerja baik
secara individu maupun berkelompok.
3) Mengamati dan menganalisa suatu masalah serta menerapkan ilmu
pengetahuannya untuk melaksanakan praktek dibidang manajemen,
baik untuk kepentingan usahanya ataupun peran sertanya menjadi
seorang professional.
b. Sasaran Manajemen
Adapun sasaran dari manajemen adalah:
1) Human Resources
Dalam setiap aktivitas manajemen yang dilakukan seharusnya selalu
memperhatikan tentang potensi-potensi yang ada pada sumber daya
manusia. Hal ini disebabkan sumber daya manusia merupakan faktor
yang paling penting dalam kegiatan manajemen. Tanpa adanya
pengelolaan sumber daya manusia yang baik, maka dapat dipastikan
kegiatan manajemen tidak dapat berjalan dengan maksimal. Sasaran
terhadap sumber daya manusia, bentuk kegiatanya dapat berupa
memimpin, memotivasi dan mengarahkan orang-orang agar
aktivitasnya mengarah pada tujuan yang akan dicapai.
2) Non Human Resources
Sasaran manajemen yang kedua adalah non human resources atau
segala bentuk fasilitas yang ada untuk menunjang pencapaian tujuan
manajemen. Bentuk kegiatan non human resources adalah
mengadakan dan memelihara serta mengendalilan segala fasilitas yang
diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan misalnya, tempat, alat,
metode kerja dan sebagainya.
3) Prinsip-Prinsip yang Mendasari Manajemen Keperawatan
Prinsip – prinsip yang mendasari manajemen keperawatan adalah :
a) Manajemen keperawatan seharusnya berlandaskan perencanaan
karena melalui fungsi perencanaan, pimpinan dapat menurunkan
resiko pengambilan keputusan, pemecahan masalah yang efektif
dan terencana.
b) Manajemen keperawatan dilaksanakan melalui penggunaan waktu
yang efektif. Manajer keperawatan yang menghargai waktu akan
menyusun perencanaan yang terprogram dengan baik dan
melaksanakan kegiatan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
sebelumnya.
c) Manajemen keperawatan akan melibatkan pengambilan keputusan.
Berbagai situasi maupun permasalahan yang terjadi dalam
pengelolaan kegiatan keperawatan memerlukan pengambilan
keputusan di berbergai tingkat manajerial.
d) Memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan pasien merupakan fokus
perhatian manajer perawat dengan mempertimbangkan apa yang
pasien lihat, fikir, yakini dan ingini. Kepuasan pasien merupakan
poin utama dari seluruh tujuan keperawatan.
e) Manajemen keperawatan harus terorganisir. Pengorganisasian
dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi untuk mencapai
tujuan.
f) Pengarahan merupakan elemen kegiatan manajemen keperawatan
yang meliputi proses pendelegasian, supervisi, koordinasi dan
pengendalian pelaksanaan rencana yang telah diorganisasikan.
g) Divisi keperawatan yang baik memotivasi karyawan untuk
memperlihatkan penampilan kerja yang baik.
h) Manajemen keperawatan menggunakan komunikasin yang efektif.
Komunikasi yang efektif akan mengurangi kesalahpahaman dan
memberikan persamaan pandangan, arah dan pengertian diantara
pegawai.
i) Pengembangan staf penting untuk dilaksanakan sebagai upaya
persiapan perawat – perawat pelaksana menduduki posisi yang
lebih tinggi atau upaya manajer untuk meningkatkan pengetahuan
karyawan.
j) Pengendalian merupakan elemen manajemen keperawatan yang
meliputi penilaian tentang pelaksanaan rencana yang telah dibuat,
pemberian instruksi dan menetapkan prinsip – prinsip melalui
penetapan standar, membandingkan penampilan dengan standar dan
memperbaiki kekurangan.
3. Fungsi – Fungsi Manajemen
Secara ringkas fungsi manajemen adalah sebagai berikut :
a. Perencanaan (planning), merupakan suatu kegiatan memnuat tujuan
organisasi dan diikuti dengan membuat berbagai rencana untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan tersebut, terdiri dari:
1) Gambaran apa yang akan dicapai.
2) Persiapan pencapaian tujuan.
3) Rumusan suatu persoalan untuk dicapai.
4) Persiapan tindakan – tindakan.
5) Rumusan tujuan tidak harus tertulis dapat hanya dalam benak
saja.
6) Tiap – tiap organisasi perlu perencanaan.
b. Pengorganisasian (organizing), merupakan suatu kegiatan
pengaturn pada sumber daya yang dimiliki oleh suatu organisasi
untuk menjalankan rencana yang telah ditetapkan serta menggapai
tujuan perusahaan. Kegiatan pengorganisasian terdiri dari:
pengaturan setelah rencana, mengatur dan menentukan apa tugas
pekerjaannya, macam, jenis, unit kerja, alat – alat, keuangan dan
fasilitas.
c. Penggerak (actuating), menggerakkan orang – orang agar mau /
suka bekerja. Ciptakan suasana bekerja bukan hanya karena
perintah, tetapi harus dengan kesadaran sendiri, termotivasi secara
interval.
d. Pengendalian / pengawasan (controlling), merupakan fungsi
pengawasan agar tujuan dapat tercapai sesuai dengan rencana,
apakah orang – orangnya, cara dan waktunya tepat. Pengendalian
juga berfungsi agar kesalahan dapat segera diperbaiki.
e. Penilaian (evaluation), merupakan proses pengukuran dan
perbandingan hasil – hasil pekerjaan yang seharusnya dicapai.
Hakekat penilaian merupakan fase tertentu setelah selesai kegiatan,
sebelum, sebagai korektif dan pengobatan ditujukan pada fungsi
organik administrasi dan manajemen.
Adapun unsur yang dikelola sebagai sumber manajemen adalah
man, money, material, method, machine, minute dan market.
4. Proses Manajemen Keperawatan
Proses manajemen keperawatan sesuai dengan pendekatan sistem
terbuka dimana masing-masing komponen saling berhubungan dan
berinteraksi dan dipengaruhi oleh lingkungan. Hal tersebut merupakan
suatu sistem maka akan terdiri dari lima elemen yaitu input, proses,
output, kontrol dan mekanisme umpan balik.
Input dari proses manajemen keperawatan antara lain informasi,
personel, peralatan dan fasilitas. Proses dalam manajemen keperawatan
adalah kelompok manajer dari tingkat pengelola keperawatan tertinggi
sampai ke perawat pelaksana yang mempunyai tugas dan wewenang
untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan. Output adalah
asuhan keperawatan, pengembangan staf dan riset.
5. Lingkup Manajemen Keperawatan
Mempertahankan kesehatan telah menjadi sebuah industri besar yang
melibatkan berbagai aspek upaya kesehatan. Pelayanan kesehatan
kemudian menjadi hak yang paling mendasar bagi semua orang dan
memberikan pelayanan kesehatan yang memadai akan membutuhkan
upaya perbaikan menyeluruh sistem yang ada. Pelayanan kesehatan
yang memadai ditentukan sebagian besar oleh gambaran pelayanan
keperawatan yang terdapat didalamnya.
Keperawatan merupakan disiplin praktek klinis. Manajer keperawatan
yang efektif seyogyanya memahami hal ini dan memfasilitasi pekerjaan
perawat pelaksana. Kegiatan perawat pelaksana meliputi:
a. Menetapkan penggunakan proses keperawatan.
b. Melaksanakan intervensi keperawatan berdasarkan diagnose.
c. Menerima akuntabilitas kegiatan keperawatan yang dilaksanakan
oleh perawat.
d. Menerima akuntabilitas untuk hasil – hasil keperawatan.
e. Mengendalikan lingkungan praktek keperawatan.
Seluruh pelaksanaan kegiatan ini senantiasa di inisiasi oleh para manajer
keperawatan melalui partisipasi dalam proses manajemen keperawatan
dengan melibatkan para perawat pelaksana. Berdasarkan gambaran di
atas maka lingkup manajemen keperawatan terdiri dari:
a. Manajemen operasional.
Pelayanan keperawatan di rumah sakit dikelola oleh bidang
keperawatan yang terdiri dari tiga tingkatan manajerial, yaitu:
1) Manajemen puncak.
2) Manajemen menengah.
3) Manajemen bawah.
Tidak setiap orang memiliki kedudukan dalam manajemen berhasil
dalam kegiatannya. Ada beberapa faktor yang perlu dimiliki oleh
orang-orang tersebut agar penatalaksanaannya berhasil. Faktor –
faktor tersebut adalah:
1) Kemampuan menerapkan pengetahuan.
2) Ketrampilan kepemimpinan.
3) Kemampuan menjalankan peran sebagai pemimpin.
4) Kemampuan melaksanakan fungsi manajemen.
b. Manajemen asuhan keperawatan
Manajemen asuhan keperawatan merupakan suatu proses
keperawatan yang menggunakan konsep – konsep manajemen
didalamnya seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengendalian atau evaluasi.
6. Hubungan Antara Manajemen Keperawatan Dengan Proses
Keperawatan
Proses adalah suatu rangkaian tindakan yang mengarah pada suatu
tujuan. Di dalam proses keperawatan, bagian akhir mungkin berupa
sebuah pembebasan dari gejala, eliminasi resiko, pencegahan
komplikasi, argumentasi pengetahuan atau ketrampilan kesehatan dan
kemudahan dari kebebasan maksimal. Di dalam proses manajemen
Keperwatan, bagian akhir adalah perawatan yang efektif dan ekonomis
bagi semua kelompok pasien.
Proses Manajemen Keperawatan :
a. Pengkajian – pengumpulan data
Pada tahap ini perawat dituntut tidak hanya megumpulkan
informasi tentang keadaan pasien, melainkan juga mengenai
institusi (rumah sakit/puskesmas), tenaga keperawatan, administrasi
dan bagian keuangan yang akan mempengaruhi fungsi organisasi
keperawatan secara keseluruhan.
Pada tahap ini harus mampu mempertahankan level yang tinggi
bagi efisiensi salah satu bagian dengan cara menggunakan ukuran
pengawasan untuk mengidentifikasikan masalah dengan segera, dan
setelah mereka terbentuk kemudian dievaluasi apakah rencana
tersebut perlu diubah atau prestasi yang perlu dikoreksi.
b. Perencanaan
Perencanaan disini dimaksudkan untuk menyusun suatu rencana
yang strategis dalam mencapai tujuan, seperti menentukan
kebutuhan dalam asuhan keperawatan kepada semua pasien,
menegakkan tujuan, mengalokasikan anggaran belanja,
memutuskan ukuran  dan tipe tenaga keperawatan yang dibutuhkan,
membuat pola struktur organisasi yang dapat mengoptimalkan
efektifitas staf serta menegakkan kebijaksanaan dan prosedur
operasional untuk mencapai visidan misi yang telah ditetapkan.
c. Pelaksanaan
Pada tahap ini manajemen keperawatan memerlukan kerja melalui
orang lain, maka tahap implementasi di dalam proses manajemen
terdiri dari dan bagaimana memimpin orang lain untuk menjalankan
tindakan yang telah direncanakan.
d. Evaluasi
Tahap akhir dari proses manajerial adalah melakukan evaluasi
seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan.pada tahap ini manajemen
akan memberikan nilai seberapa jauh staf mampu melaksanakan
tugasnya dan mengidentifikasi factor-faktor yang menghambat dan
mendukung dalam pelaksanaan.
Sistem di dalam manajemen keperawatan :
1) Pengumpulan data
Personalia, pasien, peralatan dan persediaan.
2) Perencanaan
Tujuan, sistim, standar, kebijaksanaan, prosedur, anggaran.
3) Pengaturan
Tabel organisasi, evaluasi tugas, deskripsi kerja, pembentukan
kerjasama tim.
4) Kepegawaian
Klasifikasi pasien, penentuan kebutuhan staff, rekrutmen,
pemilihan orientasi, penjadualan, penugasan, minimalisasi
ketidakhadiran, penurunan pergantian, pengembangan staff.
5) Kepemimpinan
Penggunaan kekuatan, pemecahan masalah,pengambilan
keputusan, mempengaruhi perubahan, menangani konflik,
komunikasi dan analisa transaksional.
6) Pengawasan
Penelitian, jaminan keselamatan, audit pasien, penilaian prestasi,
disiplin, hubungan pekerja tenaga kerja, sistim informasi
computer,
Proses manajemen keperawatan sesuai dengan pendekatan sistem
terbuka dimana masing – masing komponen saling berhubungan
dan berinteraksi dan dipengaruhi oleh lingkungan. Karena
merupakan suatu sistem maka akan terdiri dari lima elemen yaitu
input, proses, output, kontrol dan mekanisme umpan balik.
Input dari proses manajemen keperawatan antara lain informasi,
personel, peralatan dan fasilitas. Proses dalam manajemen
keperawatan adalah kelompok manajer dari tingkat pengelola
keperawatan tertinggi sampai ke perawat pelaksana yang
mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dalam pelaksanaan
pelayanan keperawatan. Output adalah asuhan keperawatan,
pengembangan staf dan riset.
Kontrol yang digunakan dalam proses manajemen keperawatan
termasuk budget dari bagian keperawatan, evaluasi penampilan
kerja perawat, prosedur yang standar dan akreditasi. Mekanisme
timbal balik berupa laporan finansial, audit keperawatan, survey
kendali mutu dan penampilan kerja perawat.
7. Pengelolaan Ketenagaan Keperawatan
Ketersediaan tenaga keperwatan merupakan elemen yang sangat penting
dalam memberikan asuhan keperahatan yang bermutu bagi klien.
Pengelolaan ketenagaan keperawatan memerlukan perhatian khusus
oleh seorang manajer atau kepala ruangan. Oleh sebab itu di bawah ini
kelompok mencoba membagikan beberapa metode untuk menentukan
jumlah tenaga keperwatan di ruangan. Perhitungan kebutuhan
ketenagaan keperawatan dapat menggunakan beberapa formula.
Metode Thailand dan Filipina dalam (Arwani dan Heru, 2006), jumlah
perawat yang diperlukan untuk kapasitas tempat tidur dalam jumlah
tertentu, dengan tingkat klasifikasi pasien minimal care dapat
menggunakan rumus sebagai berikut.
Rumus jumlah jam perawatan X 52 minggu X 7 hari X TT
X BOR
41 jumlah minggu efektif x 40 minggu
koreksi 25%

Perhitungannya sebagai berikut (contoh untuk 25 tempat tidur dengan


bor 80%).
Diketahui jam kerja perawat untuk ruang penyakit dalam rata-rata 3,4
jam. Jadi 3,4 x 52 minggu x 7 hari x 24 TT x BOR

41 minggu kerja efektif x 40 jam kerja dalam 1 minggu


Hasilnya ditambah untuk koreksi 25%.
Menurut Gillies (1994) kebutuhan tenaga perawat untuk masing-masing
karakteristik pasien dapat dijelaskan dengan menggunakan rumus
dibawah ini. Untuk mengetahui jumlah kebutuhan perawat di rungan
rawat inap, kita juga dapat menggunakan formula dari Gillies sesuai
dengan karakteristik klien yakni; Total care, parsial dan minimal care.
Jika rata-rata jumlah pasien di ruang rawat inap perhari adalah sebagai
berikut:
Minimal care :7
Partial care :7
Total care :6
Maka:
A x B x 365
(365-hari libur) x jam kerja per hari
Dimana:
A : Jumlah jam kerja perawat per hari
B: Jumlah pasien rata-rata perhari
Perhitungan jumlah kebutuhan perawat berdasarkan pembagian shift
pagi, siang dan malam.
Menurut Wesler dalam Swansburg (2000) untuk mengetahui jumlah
kebutuhan tenaga perawat dapat dikelompokan menjadi; untuk dinas
pagi 47%, dinas siang 36%, dinas malam 17%.
Perhitungan jumlah kebutuhan tenaga perawat dalam satu ruangan dapat
juga dijelaskan dengan cara sebagai berikut:
Misalnya kapasitas tempat tidur untuk ruang rawat inap 25 tempat tidur
penuh (100 %) maka :
a. Persentasi perkiraan tingkat ketergantungan pasien :
1) Total care = 30 % x 25 = 7,5 orang.
2) Partial care = 50 % x 25 = 12,5 orang.
3) Self care = 20 % x 25 = 5 orang.
b. Jumlah jam yang dibutuhkan :
1) Total care 30% = 8 x 6,5 jam = 52 jam.
2) Partial care 50% = 12 x 5 jam = 60 jam.
3) Self care 20 % = 5 x 2,5 jam = 12.5 jam.

Total = 125 jam.

Jadi rata – rata pasien perlu bantuan perawat adalah 125 jam dengan
total klien 25 orang atau 125: 25 = 5 jam dalam 24 jam.
Total jam keperawatan yang dibutuhkan sehari untuk memenuhi standar
adalah 25 x 5 jam = 125 jam.
Satu hari bekerja selama 8 jam, maka 125 jam : 8 = 15,6 (16) perawat
untuk 24 jam.
Jika perawat bekerja 40 jam / minggu, maka 16 x 7 hari / minggu akan
di dapatkan 112 : 5 = 22 perawat (kebutuhan dasar unit dalam
seminggu).

C. Konsep Model Asuhan Keperawatan


MAKP (Model Asuhan Keperawatan Profesional).
1. Pengertian.
Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) adalah suatu sistem
(struktur, proses, dan nilai-nilai) yang memungkinkan perawat profesional
mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk
menopang pemberian asuhan tersebut (Nursalam, 2013).
2. Dasar pertimbangan pemilihan Model Asuhan Keperawatn Profesional
(MAKP).
Mengidentifikasikan 8 model pemberian asuhan keperawatan, tetapi model
yang umum dilakukan di rumah sakit adalah Keperawatan Tim dan
Keperawatan Primer. Karena setiap perubahan akan berdampak terhadap
suatu stress, maka perlu mempertimbangkan 6 unsur utama dalam
penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan yaitu:
a. Sesuai dengan visi dan misi institusi.
b. Dapat diterapkan proses keperawatan dalam asuhan keperawatan.
c. Efisien dan efektif penggunaan biaya.
d. Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga dan masyarakat.
e. Kepuasan kinerja perawat.

3. MPKP (Model Praktek Keperawatan Profesional).


1. Pengertian
MPKP adalah suatu sistem (struktur, proses, dan nilai-nilai profesional)
yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan
keperawatan termasuk lingkungan, yang dapat menopang pemberian
asuhan tersebut (Nursalam, 2013).
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu kerangka
kerja yang mendefinisikan empat unsur yakni: standar, proses keperawatan,
pendidikan keperawatan dan sistem MAKP. definisi tersebut berdasarkan
prinsip-prinsip nilai yang diyakini dan akan menentukan kualitas produksi
atau jasa pelayanan keperawatan. jika perawatan tidak memiliki nilai-nilai
tersebut sebagai suatu pengambilan keputusan yang independen, maka
tujuan pelayanan kesehatan atau keperawatan dalam memenuhi kepuasan
pasien tidak akan dapat terwujud.

unsur-unsur dalam praktik keperawatan dpat dibedakan menjadi empat,


yaitu: standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, MAKP. dlam
menetapkan suatu model, keempat hal tersebut harus menjadi bahan
pertimbangan karena merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan.
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem
(struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat
profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk
lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan.
1) Unsur struktur yang harus disiapkan untuk dapat melaksanakan
MPKP, yaitu:
a) Menetapkan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan jumlah klien
sesuai dengan derajat ketergantungan klien. Penetapan jumlah
tenaga keperawatan menjadi penting karena bila jumlah perawat
tidak sesuai dengan jumlah tenaga yang dibutuhkan , maka tidak
ada waktu bagi perawat untuk melakukan tindakan keperawatan
yang seharusnya dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan.
Akibatnya perawat hanya melakukan tindakan kolaboratif dan tidak
sempat melakukan tindakan terapi keperawatan, observasi, dan
pemberian pendidikan kesehatan.
b) Menetapkan jenis tenaga keperawatan di ruang rawat, yaitu Kepala
Ruang, Perawat Primer dan perawat Asosiate, sehingga peran dan
fungsi masing masing tenaga sesuai dengan kemampuannya dan
terdapat tanggungjawab yang jelas dalam sistem pemberian asuhan
keperawatan.
c) Menyusun standar rencana keperawatan. Dengan standar renpra,
maka PP hanya melakukan validasi terhadap ketepatan penentuan
diagnosis berdasarkan pengkajian yang sudah dilakukan, sehingga
waktu tidak tersita untuk membuat penulisan renpra yang tidak
diperlukan.

Hubungan Antara Keempat Unsur Dalam Penerapan Sistem MAKP


(Rowland & Rowland, 1997)

Proses keperawatan:
 Pengkajian
Standar kebijakan
institusi/ nasional  Perencanaan
 Intervensi
 Evaluasi

Pendidikan pasien:
Sistem MAKP:
Tabel Jenis Model AsuhanKeperawatan
Mencegah penyakit
Menurut Grant danFungsional
Massey (1997) dan
 Mempertahankan
Marquis dan Huston (1998)  Tim
kesehatan
 Modular
 Informed consent
 Primer
 Rencana pulang/
komunitas  Modifikasi
Model Deskripsi Penanggung
Jawab
Fungsional  Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi Peraswat yang
(bukan keperawatan. bertugas pada
model  Perawat melaksanakan tugas (tindakan) tertentu tindakan
MAKP) berdasarkan jadwal kegiatan yang ada. tertentu.
 Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat
dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai
pilihan utama pada saat perang dunia kedua.
pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah
dan kemampuan perawat, maka setiap perawat
hanya melakukan 1-2 jenis intervensi
keperawatan kepada semua pasien di bangsal.
Kasus  Berdasarkan pendekatan holistik dari filosofi Manajemen
keperawatan. keperawatan
 Perawat bertanggungjawab terhadap asuhan dan
observasi pasien tertentu.
 Rasio: I: (pasien : perawat). setiap pasien
dilimpahkan kepada semua perawat yang
melayani seluruh kebutuhannya pada saat
mereka dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat
yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada
jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang
yang sama pada hari berikutnya. metode
penugasan kasus biasanya diterapkan pada satu
pasien satu perawat, umumnya dilaksanakan
untuk perawat privat atau untuk khusus seperti
isolasi, perawat intensif.
Tim  Berdasarkan pada kelompok filosofi Ketua tim
keperawatan.
 Enam sampai tujuh perawat profesional dan
perawat pelaksana bekerja sebagai satu tim,
disupervisi oleh ketua tim.
 Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas
anggota yang berbeda-beda dalam memberikan
asuhan keperawatan terhadap sekelompok
pasien.
 Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/ grup
yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal,
dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang
saling membantu.
Primer  Berdasarkan pada tindakan yang komprehensif Perawat primer
dari filosofi keperawatan. (PP)
 Perawat bertanggungjawab semua aspek asuhan
keperawatan.
 Metode penugasan dimana satu orang perawat
bertanggungjawab penuh selama 24 jam
terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari
pasien masuk sampai keluar rumah sakit.
mendorong praktik kemandirian perawat, ada
kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan
pelaksana. metode primer ini ditandai dengan
adanya keterkaitan kuat dan terus menerus
antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk
merencanakan, melakukan, dan koordinasi
asuhan keperawatan selama pasien dirawat.
Berikut ini merupakan penjabaran secara rinci tentang metode pemberi an asuhan
keperawatan profesional. Ada lima metode pemberian asuhan keperawatan
profesional yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa depan dalam
menghadapi tren pelayanan keperawatan.
1. Fungsional (bukan model MAKP)

Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan


keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu,
karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap perawat
hanya melakukan satu atau dua jenis intervensi keperawatan saja (misalnya,
merawat luka) kepada semua pasien dibangsal.

Figur Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Fungsional (Marquis dan


Huston, 1998: 138)

Kepala Ruangan

Perawat Perawat Perawat Perawat


pengobatan pengobatan pengobatan pengobatan

Pasien/klien

Kelebihan:
a. Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas dan
pengawasan yang baik;
b. Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga.
c. Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat
pasien diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum berpengalaman.

Kelemahan:
a. Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat;
b. Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses
keperawatan;
c. Persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan keterampilan
saja.

2. MAKP Tìm
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan
dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan
pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling membantu.
Metode ini biasa digunakan pada pelayanan keperawatan di unit rawat inap, unit
rawat jalan, dan unit gawat darurat. Konsep metode Tim:
a. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai
teknik kepemimpinan;
b. Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan
terjamin
c. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim;
d. Peran kepala ruang penting dalam model tim, model tim akan berhasil bila
didukung oleh kepala ruang.

Kelebihannya:
a. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh;
b. Mendukung pelaksanaan proses keperawatan;
c. Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah di atasi dan
memberi kepuasan kepada anggota tim.

Kelemahan: komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk


konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit untuk dilaksanakan
pada waktu-waktu sibuk.
Konsep metode Tim:
a. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai
teknik kepemimpinan;
b. Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana kepe- rawatan
terjamin;
c. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim;
d. Peran kepala ruang penting dalam model tim, model tim akan berhasil bila
didukung oleh kepala ruang.

Tanggung jawab anggota tim:


a. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien di bawah tanggung jawabnya
b. Kerja sama dengan anggota tim dan antar tim;
c. Memberikan laporan.

Tanggung jawab ketua tim:


a. Membuat perencanaan
b. Membuat penugasan, supervisi dan evaluasi;
c. Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan
pasien
d. Mengembangkan kemampuan anggota
e. Menyelenggarakan konferensi.

Tanggung jawab kepala ruang:


Perencanaan:
a. Menunjuk ketua tim yang akan bertugas di ruangan masing-masing
b. Mengikuti serah terima pasien pada sif sebelumnya
c. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien: gawat, transisi, dan persiapan
pulang, bersama ketua tim
d. Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan
kebutuhan pasien bersama ketua tim, mengatur penugasan/penjadwalan;
e. Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan
f. Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan
medis yang dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan dengan
dokter tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien;
g. Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan, termasuk kegiatan
membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan, membimbing penerapan
proses keperawatan dan menilai asuhan keperawatan, mengadakan diskusi
untuk pemecahan masalah, serta memberikan informasi kepada pasien atau
keluarga yang baru masuk
h. Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri
i. Membantu membimbing peserta didik keperawatan
j. Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit.
a. Pengorganisasian:
a. Merumuskan metode penugasan yang digunakan
b. Merumuskan tujuan metode penugasan
c. Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas
d. Membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahi 2 ketua tim, dan ketua
tim membawahi 2-3 perawat
e. Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat proses dinas,
mengatur tenaga yang ada setiap hari, dan lain-lain
f. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan
g. Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik
h. Mendelegasikan tugas, saat kepala ruang tidak berada di tempat kepada ketua
tim
i. Memberi wewenang k
epada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien
j. Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya
k. Identifikasi masalah dan cara penanganannya.

b. Pengarahan:
a. Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim
b. Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik
c. Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
d. Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan
asuhan keperawatan pada pasien
e. Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan
f. Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan
tugasnya
g. Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.
c. Pengawasan:
a. Melalui komunikasi: melakukan fungsi pengawasan dan berkomunikasi
langsung dengan ketua tim maupun perawat pelaksana mengenai asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien;
b. Melalui supervisi:
1) Pengawasan langsung dilakukan dengan cara inspeksi, mengamati
sendiri, atau melalui laporan langsung secara lisan, dan
memperbaiki/mengawasi kelemahan-kelemahan yang ada saat itu juga.
2) Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir ketua tim,
membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat
selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan
(didokumentasikan), mendengar laporan ketua tim tentang pelaksanaan
tugas.
3) Evaluasi
4) Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana
keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim.

5) Audit keperawatan

Figur Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan “Team Nursing”

Kepala ruangan

Kepala ruangan Kepala ruangan Kepala ruangan

Kepala ruangan Keoala ruangan Kepala ruangan

Kepala ruangan Kepala ruangan Kepala ruangan

Sumber: Nursalam, 2010: Marquis dan Huston, 2010)

3. MAKP Primer
Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama
24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai
pasien pulang atau keluar dari rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian
perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode
primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara
pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan
koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.

Figure Bagan Pengembangan MAKP (Nursalam, 2009)

Tim medis Kepala ruangan Sarana RS

PP 1 PP 1
PA 1 PA 1
PA 2 PA 2

Pasien Pasien

Figure Diagram Sistem Asuhan Keperawatan Primer (Marquis dan Huston,


1998: 138)

Dokter Kepala ruangan Sarana RS

Perawat Primer

Pasien/Klien
Kelebihan:
a. Bersifat kontinuitas dan komprehensif
b. Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil, dan
memungkinkan pengembangan diri
c. Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter dan rumah sakit
(Gillies, 1989).

Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa dimanusiawikan karena


terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu
tinggi, dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi,
informasi dan advokasi. Dokter juga merasakan kepuasan dengan model primer
karena senantiasa mendapat-kan informasi tentang kondisi pasien yang selalu
diperbarui dan komprehensif.
Kelemahannya adalah hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki
pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self direction,
kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinis, penuh
pertimbangan, serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu.
Konsep dasar metode primer:
a. Ada tanggung jawab dan tanggung gugat
b. Ada otonomi
c. Ketertiban pasien dan keluarga.

Tugas perawat primer:


a. Mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif
b. Membuat tujuan dan rencana keperawatan
c. Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas
d. Mengomunikasikan dan mengoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh
disiplin lain maupun perawat lain
e. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai
f. Menerima dan menyesuaikan rencana
g. Menyiapkan penyuluhan untuk pulang
h. Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial di
masyarakat
i. Membuat jadwal perjanjian klinis
j. Mengadakan kunjungan rumah.

Peran kepala ruang/bangsal dalam metode primer:


a. Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer
b. Orientasi dan merencanakan karyawan baru
c. Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada perawat asisten;
d. Evaluasi kerja
e. Merencanakan/menyelenggarakan pengembangan staf
f. Membuat 1-2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan yang terjadi.

Ketenagaan metode primer:


a. Setiap perawat primer adalah perawat bed side atau selalu berada dekat
dengan pasien
b. Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer
c. Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal
d. Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun non-
profesional sebagai perawat asisten

4. MAKP Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas.
Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap sif, dan tidak ada
jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya.
Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini
umumnya dilaksanakan untuk perawat privat/pribadi dalam memberikan asuhan
keperawatan khusus seperti kasus isolasi dan perawatan intensif (intensive care).
Kelebihannya:
a. Perawat lebih memahami kasus per kasus;
b. Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah.

Kekurangannya:
a. Belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab
b. Perlu tenaga yag cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yag sama.

Figur Sistem Asuhan Keperawatan “Case Method Nursing”


(Marquis dan Huston, 1998 :136)
Kepala ruangan

Staf perawat Staf perawat Staf perawat


Pasien/klien Pasien/klien Pasien/klien

5. Modifikasi: MAKP Tìm-Primer


Model MAKP Tim dan Primer digunakan secara kombinasi dari kedua sistem.
Menurut Sitorus (2002) penetapan sistem model MAKP ini didasarkan pada
beberapa alasan berikut:
a. Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat primer
harus mempunyai latar belakang pendidikan S-1 Keperawatan atau setara.
b. Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab asuhan
keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.
c. Melalui kombinasi kedua model tesebut diharapkan komunitas asuhan
keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer,
karena saat ini perawat yang ada di RS sebagian besar adalah lulusan D-3,
bimbingan tentang asuhan keperawatan diberikan oleh perawat primer/ketua
tim.

Contoh (dikutip dari Sitorus, 2002):


Model MAKP ini ruangan memerlukan 26 perawat. Dengan menggunakan
model modifikasi keperawatan primer ini diperlukan empat orang perawat
primer (PP) dengan kualifikasi Ners, di samping seorang kepala ruang rawat
yang juga Ners. Perawat pelaksana (PA) 21 orang, kualifikasi pendidikan
perawat pelaksana terdiri atas lulusan D-3 Keperawatan (tiga orang) dan SPK
(18 orang). Pengelompokan tim pada setiap sif jaga terlihat pada figure
dibawah ini.
Figure Metode Tim Primer (Modifikasi)

Kepala Ruangan

PP 1 PP 2 PP 3 PP 4

PA PA PA PA

PA PA PA PA

PA PA PA PA

PA PA PA PA

7-8 pasien 7-8 pasien 7-8 pasien 7-8 pasien

Tabel Tingkatan dan Spesifikasi MAKP


Tingkat Praktik Metode Ketenangan Dokumentasi Askep Riset
Keperawatan Pemberian
Askep
MAKP Mampu Modifikasi 1. Jumlah Standar
pemula memberikan keperawatan sesuai Renpra
asuhan primer tingkat (masalah
keperawatan ketergantuga aktual)
profesi tingkat n pasien.
pemula 2. Skp/perawat/
DIV (1:25-
30 pasien)
sebagai
CCM.
3. D-3
keperawatan
sebagai PP
perawat
pemula.
MAKP 1 Mampu Modifikasi 1. Jumlah Standar 1. Riset
memberikan keperawatan sesuai Renpra deskriptif
asuhan primer tingkat (masalah oleh PP.
keperawatan ketergantung aktual dan 2. Identifikasi
profesional an pasien. masalah masalah riset
tingkat 1. 2. Spesialis resiko) .
keperawatan 3. Pemanfaatan
(1:9-10 hasilriset.
pasien)
sebagai
CCM.
3. S.Kep/peraw
at sebagai
PP.

4. D-3
Keperawatan
sebagai PA.
MAKP Mampu Manajemen 1. Jumlah Clinical 1.
II memberikan kasus dan sesuai patway/ intervensi
asuhan keperawatan tingkat standar repra oleh
keperawatan ketergantun (masalah spesialis.
profesional gan pasien. aktual dan 2.
tingkat II. 2. Spesialis risiko) masalah
keperawatn riset.
91:3 PP). 3.
3. Spesialis hasil riset.
keperawata
n (1:9-10
pasien).
4. Kep/perawa
t sebagai
PP.
MAKP Mampu Manajemen 1. Jumlah Clinical 1. Riset
III memberikan kasus. sesuai patway intervensi
asuhan tingkat oleh
keperawatan ketergantun spesialis.
profesional gan pasien. 2. Identifikasi
tingkat III. 2. Dokter masalah
keperawata riset.
n klinik 3. Pemanfaatan
(konsultas hasil riset
3. Spesialis
keperawata
n (1:3 PP).
4. Kep/perawa
t sebagai
PP.

D. Identifikasi pasien
1. Pengertian
Identifikasi merupakan proses pengenalan, menempatkan obyek atau
individu dalam suatu kelas sesuai dengan karateristik tertentu (Bachtiar, 2012).
Poerwadarminta (2007) berpendapat bahwa identifikasi adalah penentuan atau
penetapan identitas seseorang atau benda. Identifikasi adalah penerapan atau
penentu ciri-ciri atau keterangan lengkap seseorang (Hamzah, 2008). Menurut
Hardawinati (2003) identifikasi adalah tanda pengenal diri, penentu atau
penetapan identitas seseorang dan pengenalan tanda-tanda atau karateristik suatu
hal berdasarkan pada tanda pengenal. Berdasarkan pendapat para ahli di atas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa identifikasi adalah penempatan atau penentu
identitas seseorang atau benda saat tertentu. sedangkan identifikasi yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah pengecekan ulang data pasien sebelum
melaksanakan kegiatan asuhan keperawatan pada pasien untuk kepentingan masa
perawatan sela dirumah sakit. Proses identifikasi ini setidaknya memerlukan dua
cara untuk mengidentifikasi setidaknya memerlukan dua cara mengidentifikasi
pasien, Dalam hal ini nomor kamar atau lokasi tidak digunakan.
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki/
meningkatkan ketelitiam identifikasi pasien, salah satu alat yang digunakan
adalah gelang identitas pasien. Ada beberapa tindakan atau prosedur yang
membutuhkan identifikasi pasien, yaitu pemberian obat-obatan, prosedur
pemeriksaan radiologi, intervensi pembedahan dan prosedur invasif lainnya
seperti transfuse darah, pengambilan sampel. Gelang identifikasi dibedakan
dalam beberapa warna dengan tujuan yang berbeda-beda, yaitu :
Pink : pasien dengan jenis kelamin perempuan
Biru : pasien dengan jenis kelamin laki-laki
Merah : semua pasien yang memiliki alergi obat
Kuning : semua pasien dengan risiko jatuh
Ada 3 hal yang wajib ada pada gelang pengenal pasien (biru dan pink) untuk
mengidentifikasi pasien, yaitu : nama lengkap pasien, tanggal lahir dan nomor
rekam medis. Sedangkan untuk gelang alergi (merah) ada 4 hal yang wajib
dicantumkan, yaitu: nama lengkap, umur, nomor rekam medis dan jenis alergi
pasien.

2. Tujuan Identifikasi Pasien


Berdasarkan standar akreditasi Rumah Sakit tahun 2012 maksud dan
tujuan identifiksi pasien yaitu menggunakan cara yang dapat dipercaya dalam
mengidentifikasi pasien sebagai indivisu yang mendapatkan pelayanan atau
pengobatan dan untuk mencocokkan pelayanan dan pengobatan terhadap individu
tersebut. Menurut Peraturan Menteri kesehatan Nomor 1691, 2011 tujuan dan
maksud dari identifikasi adalah: Untuk mengidentifikasi pasien yang akan
menerima pelayanan atau pengobatan. Kesesuaian atau pengobatan terhadap
individu tersebut Kebijakan atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk
mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor identifikasi
umumnya digunakan nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas atau cara
lain. Nomor kamar atau lokasi pasien tidak bisa digunakan untuk identifikasi.

3. Strategi dalam identifikasi pasien


Dalam rangka meminimalkan resiko tersebut WHO Collaborating Center for
Patient Safety Solutions menerbitkan 9 solusi keselamatan Pasien Rumah Sakit
(World Health Organization et al., 2007), di mana pada solusi yang kedua adalah
identifikasi pasien. Strategi yang ditawarkan dalam identifikasi pasien tersebut
adalah:
a. Pastikan bahwa organisasi kesehatan memiliki system identifikasi pasien
1) Menekankan bahwa tanggungjawab utama perawat sebelum melakukan
perawatan, pengobatan, pengambilan specimen atau pemeriksaan klinis
harus memastikan identitas pasien secara benar.
2) Mendorong penggunaan setidaknya 2 identitas (nama dan tanggal lahir).
3) Standarisasi pendekatan untuk identifikasi pasien antara fasilitas yang
berbeda dalam sistem perawatan kesehatan.
4) Menyediakan protokol yang jelas untuk mengidentifikasi pasien dan
untuk membedakan identitas pasien dengan nama yang sama.
5) Mendorong pasien untuk berpartisipasi dalam semua tahapan proses
perawatan di rumah sakit.
6) Mendorong pemberian label pada wadah yang digunakan untuk
pengambilan darah dan specimen lainnya.
7) Menyediakan protocol yang jelas untuk menjaga identitas sampel pasien
saat pra-analitis, analitis dan proses pasca-analitis
8) Menyediakan protocol yang jelas untuk mempertanyakan hasil
laboratorium atau temuan tes lain ketika mereka tidak konsisten dengan
riwayat klinis pasien.
9) Menyediakan protocol yang jelas untuk mempertanyakan hasil
laboratorium atau temuan tes lain ketika mereka tidak konsisten dengan
riwayat klinis pasien.
b. Memasukan ke dalam program pelatihan atau orientasi tenaga kesehatan
tentang prosedur pemeriksaan.verifikasi identitas pasien.
c. Mendidik pasien tentang pentingnya dan relevansi identifikasi pasien yang
benar dengan cara yang positif yang juga menghormati kekhawatiran untuk
privasi.

4. Hambatan dalam identifikasi pasien


Dalam proses identifikasi sering ditemukan timbulnya hambatan-hambatan.
Hambatan tersebut akan menimbulkan kegagalan dalam proses identifikasi.
Sebagaimana terdapat dalam 9 Solusi Keselamatan Pasien Rumah Sakit (World
Health Organization et al.,2007), yaitu
1. Kesulitan dalam mencapai perubahan perilaku individu untuk mematuhi
rekomendasi, termasuk penggunaan pintas dan workarounds.
2. Variasi proses antar organisasi dalam geografis daerah.
3. Variasi proses di mana mungkin ada fasilitas regional dikelola oleh praktisi
yang sama (misalnya colour code band . pergelangan tangan dengan arti yang
berbeda dalam berbagai organisasi)
4. Biaya yang terkait dengan solusi teknis yang potensial.
5. Integrasi teknologi dalam organisasi.
6. Persepsi penyedia layanan kesehatan dengan pasien terganggu oleh verifikasi
diulang identitas pasien.
7. Solusi teknologi yang gagal untuk mempertimbangkan realitas pengaturan
perawatan klinis.
8. Peningkatan beban kerja staf dan waktu yang dihabiskan yang bukan untuk
perawatan pasien.
9. Kesalahan mengetik dan memasukkan data pasien saat mendaftar pasien
dalam system komputerisasi.
Masalah budaya, termasuk :
a) Stigma terkait dengan penggunaan gelang identifikasi.
b) Resiko tinggi kesalahan identifikasi pasien karena nama struktur,
kemiripan nama dan ketidakakuratan tanggal lahir untuk pasien usis
lanjut.
c) Pasien yang menggunakan kartu kesehatan milik orang lain dalam rangka
untuk mengakses layanan kesehatan.
d) Pakaian yang menutupi identitas.
e) Kurangnya keakraban nama lokal dengan meningkatkan jumlah petugas
kesehatan asing

5. Alur Pelaksanaan Identifikasi Pasien


Pelaksanaan alur identifikasi pasien tentunya disesuaikan pada instansi rumah sakit
masing-masing.

E. Pendokumentasian Asuhan Keperawatan


1. Defenisi
Dokumentasi keperawatan merupakan komponen yang integral dari asuhan
keperawatan yang berkualitas. Ini merupakan alat komunikasi penting antara perawat
dan tenaga profesional layanan kesehatan lainnya. Bukti dokumentasi memungkinkan
perawat manajer dapat menilai apakah perawatan yang diberikan oleh perawat secara
perorangan bersifat profesional, aman dan kompeten. Hal ini juga meningkatkan
visibilitas aktivitas asuhan keperawatan. Selain itu, catatan keperawatan dapat
dijadikan sebuah bukti hukum jika terjadi tuntutan hukum. Untuk alasan itu,
dokumentasi keperawatan harus dilaksanakan secara sistematis dan terus
dipertahankan (Munyisia, Yu, & Hailey, 2010).
Dokumentasi keperawatan adalah suatu dokumen atau catatan yang
berisi data tentang keadaan pasien yang dilihat tidak saja dari tingkat
kesakitan akan tetapi juga dilihat dari jenis, kualitas dan kuantitas dari layanan
yang telah diberikan perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien ( Alli, 2010).
Dokumentasi keperawatan adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat dimulai dari proses pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana
tindakan, tindakan keperawatan dan eveluasi yang dicatat baik berupa
elektronik maupun manual serta dapat dipertanggungjawabkan oleh perawat
( Hayrinena, 2010).

2. Tujuan
Tujuan dokumentasi keperawatan adalah menurut Serri (2010) adalah :
a) Sebagai bukti kualitas asuhan keperawatan
b) Bukti legal dokumentasi sebagai pertanggungjawaban perawat kepada
klien
c) Menjadi sumber informasi terhadap perlindungan individu
d) Sebagai bukti aplikasi standar praktek keperawatan
e) Sebagai sumber informasi statistik untuk standar riset keperawatan
f) Dapat mengurangi biaya informasi terhadap pelayanan kesehatan
g) Sumber informasi untuk data yang harus dimasukkan dalam dokumentasi
keperawatan yang lain sesuai dengan data yang dibutuhkan
h) Komunikasi konsep risiko asuhan keperawatan
i) Informasi untuk peserta didik keperawatan
j) Menjaga kerahasiaan informasi klien
k) Sebagai sumber data perencanaan pelayanan kesehatan dimana dimasa
yang akan datang.

3. Manfaat
Manfaat dokumentasi keperawatan menurut Serri (2010) adalah :
a) Bernilai hukum yaitu dokumentasi keperawatan dapat dijadikan sebagai
bukti dalam persoalan yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
yang diberikan kepada klien yang bersangkutan
b) Kualitas pelayanan yaitu memberi kemudahan dalam menyelesaikan
masalah pelayanan kesehatan sehingga tercapai pelayanan kesehatan yang
berkualitas
c) Sebagai alat komunikasi yaitu sebagai alat perekam terhadap masalah
yang berkaitan dengan klien
d) Terhadap keuangan yaitu sebagai acuan atau pertimbangan dalam biaya
perawatan terhadap klien
e) Terhadap pendidikan yaitu sebagai bahan atau referensi pembelajaran
f) Terhadap penelitian sebagai bahan atau objek riset dalam pengembangan
profesi keperawatan
g) Untuk akreditasi sebagai acuan untuk mengetahui sejauh mana peran dan
fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien.

4. Standar Dokumentasi
Standar dokumentasi adalah pernyataan tentang kualitas dan kuantitas
dokumentasi dipertimbangkan secara baik untuk memperkuat pola pencatatan
dan sebagai petunjuk atau pedoman pendokumentasian dalam kegiatan
keperawatan ( Yustiana Olfah, 2016).
Tujuan standar dokumentasian keperawatan dibuat dengan tujuan untuk :
a) Mengetahui pengetahuan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan
b) Mengetahui mutu asuhan keperawatan
c) Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan
d) Meningkatkan kepuasan pasien terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan
e) Menurunkan biaya perawatan
f) Melindungi kepentingan pasien dan perawat
g) Dengan adanya standar dokumentasi ini perawat akan senantiasa
meningkatkan kemampuannya dalam memberikan asuhan keperawatan
sehingga mutu asuhan keperawatan dapat terjamin ( Yustiana Olfah,
2016).

5. Prinsip Dokumentasi Keperawatan


Prinsip dokumentasi keperawatan menjelaskan tentang peraturan dan
persyaratan untuk melaksanakan dokumentasi keperawatan untuk membantu
perawat memahami dan menerapkan standar praktik pelayanan
kepetrawatan, ada baiknya mengetahui tentang prinsip pendokumentasian
dalam keperawatan. Prinsip pendokumentasian dalam pelayanan
keperawatan adalah memberikan informasi tentang :
a) Mencerminkan sudut pandang klien terhadap pelayanan yang diberikan
oleh perawat, mengidentifikasi kualitas pemberi asuhan dan catatan
pelaksanaan asuhan keperawatan termasuk hasil kesehatan klien saat ini.
b) Mempromosikan kesinambungan pelayanan keperawatan melalui
komunikasi antar profesi.
c) Mampu menunjukkan komitmen perawat untuk memberikan perawatan
yang aman, kompeten dan etis.
d) Menunjukkan bahwa perawat telah menerapkan pengetahuan
keperawatan, keterampilan dan penilaian yang diperlukan oleh standar
professional dan etika perundang-undangannya yang relevan sesuai
kebijakan rumah sakit ( Yustiana Olfah, 2016).

6. Komponen standar dokumentasi


Standar dokumentasi yang lengkap menunjukkan tiga komponen
dimana setiap komponen disertai indicator. Komponen standar dokumentasi
terdiri dari:
a) Standar 1 komunikasi
Perawat melakukan dokumentasi yang berisi informasi yang akurat,
relevan dan komprehensif mengenai kondisi klien, kebutuhan klien,
intervensi keperawatan dan hasil kesehatan klien.
Indikator perawat :
- Memberikan tanda tangan lengkap atau inisial dan gelar professional
dengan semua dokumentasi.
- Memberikan tanda tangan lengkap dan inisial pada data base saat
initialing dokumentasi
- Memastikan bahwa dokumentasi tulisan tangan terbaca dan
menggunakan tinta permanen
- Menggunakan singkatan dan simbol yang masing-masing singkatan
dan simbol tersebut memiliki interpretasi berbeda dan telah disepakati
dan diterima dalam bidang pelayanan dan profesi kesehatan
- Mendokumentasikan saran, perawatan atau layanan yang diberikan
kepada individu dalam kelompok, kelompok khusus, komunikasi atau
populasi (misalnya sesi pendidikan kelompok).
- Mendokumentasikan asuhan keperawatan yang diberikan teknologi
informasi dan telekomunikasi (misalnya memberikan terapi melalui
telefon).
- Mendokumentasikan inform consent ketika perawat memberikan
pengobatan atau intervensi tertentu dan advokasi kebijakan
dokumentasi yang jelas dan prosedur yang konsisten dengan standar
asuhan keperawatan ( Yustiana Olfah, 2016).
b) Standar 2 : akuntabilitas dan kewajiban
Perawat mendokumentasikan asuhan keperawatan sesuai dengan
standar professional dan etika, peraturan dan kebijakan yang relevan
dari rumah sakit.
Indicator perawat :
- Pendokumentasian perawatan dilakukan sesegera mungkin setelah
tindakan perawatan dilakukan.
- Penulisan tanggal dan waktu pelaksanaan tindakan perawatan.
- Dokumentasi dibuat berdasarkan urutan kronologis kejadian.
- Pendokumentasian tidak boleh meninggalkan baris kosong pada
lembar dokumentasian perawat harus menutup bagian yang kosong itu
dengan garis yang memenuhi lembar dokumentasi. Bilamana
dokumentasi menggunakan sistem elektronik perawat harus menahan
diri sampai koreksi entri data yang keliru sambil memastikan bahwa
informasi asli tetap terlihat sesuai dengan kebijakan aturan rumah
sakit.
- Dilarang menghapus, mengubah atau memodifikasi dokumentasi orang
lain.
- Dokumen apapun yang tak terduga, kejadian tak terduga atau abnormal
untuk klien, harus direkam berdasarkan fakta kejadian dengan
berkaitan dengan proses perawatan.

c) Standar 3 keamanan
Perawat melindungi informasi kesehatan klien dengan menjaga
kerahasiaan dan menyimpan informasi sesuai dengan prosedur yang
konsisten sesuai dengan standar professional dan etika berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang relevan.
Indicator perawat :
- Memastikan bahwa informasi perawatan klien yang relevan diambil
dalam catatan kesehatan klien, seperti yang didefinisikan oleh
kebijakan rumah sakit.
- Mempertahankan kerahasiaan informasi kesehatan klien, termasuk
password atau informasi yang diperlukan untuk mengakses catatan
kesehatan klien.
- Memahami dan mematuhi kebijakan, standar dan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan kerahasiaan, privasi dan keamanan
( Yustiana Olfah, 2016).
F. Perhitungan BOR dan LOS
1. BOR (Bed Occupancy Ratio) = Angka penggunaan tempat tidur
BOR menurut Arwani (2011) adalah “the ratio of patient service days
toinpatient bed count days in a period under consideration”.
Menurut Depkes RI (2015), BOR adalah prosentase pemakaian tempat
tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi
rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.
Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2015).

JUMLAH PASIEN
X 100
BOR =
JUMLAH TEMPAT TIDUR

2. LOS (Length of Stay) = Rata-rata lamanya pasien dirawat


LOS menurut Huffman (dalam Arwani, 20111) adalah “The average
hospitalization stay of inpatient discharged during the period under
consideration”. LOS menurut Depkes RI (2015) adalah rata-rata lama
rawat seorang pasien.Indikator ini disamping memberikan gambaran
tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan,
apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu
pengamatan yang lebih lanjut.Secara umum nilai LOS yang ideal antara 6-
9 hari (Depkes RI, 2015).

LOS = Jumlah lama dirawat

(jumlah pasien keluar (hidup + mati)


G. Analisis SWOT
Analisis SWOT (singkatan bahasa Inggris dari "kekuatan"/ strengths,
"kelemahan"/ weaknesses, "kesempatan"/ opportunities, dan "ancaman"/
threats) adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk
mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam suatu
proyek atau suatu spekulasi bisnis. Proses ini melibatkan penentuan tujuan
yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor
internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan
tersebut.
Teknik ini dibuat oleh Albert Humphrey, yang memimpin proyek riset
pada Universitas Stanford pada dasawarsa 1960-an dan 1970-an dengan
menggunakan data dari perusahaan-perusahaan Fortune 500. Sebelum
melakukan perencanaan, maka perlu dikaji terlebih dahulu beberapa hal.
Focus identifikasi bisa menggunakan pendekatan yang lazim dipakai yaitu
SWOT. Di dalam pendekatan ini kita akan mengumpulkan semua data tentang
tenaga keperawatan, adimistrasi dan bagian keuangan yang akan mepengaruhi
fungsi organisasi keperawatan secara keseluruhan. Setiap data akan di
kelompokan apakah merupakan kekuatan, kelemahan, kesempatan ataukah
merupakan ancaman bagi oraganisasi.

1. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam analisis SWOT


a) Pengisian item IFAS dan EFAS
Cara pengisian faktor IFAS dan EFAS disesuaikan dengan komponen yang
ada dalam pengumpulan data (bisa merujuk pada data fokus dan contoh
pengumpulan data pada bagian lain di dalam buku ini). Data tersebut
dibedakan menjadi 2, yaitu IFAS (internal factors) yang meliputi aspek
weakness dan strength dan faktor EFAS (external faktors) yang meliputi
aspek opportunity dan threatened.
b) Bobot
Beri bobot masing-masing faktor mulai 1.0 (paling penting) sampai dengan
0.0 tidak penting, berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap strategi
perusahaan.
c) Peringkat (rating)
Hitung peringkat masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai
dari 4 (sangat baik) samoai dengan 1 (kurang/poor) berdasarkan pengaruh
faktor tersebut. Data rating didapatkan berdasarkan hasil pengukuran baik
secara observasi, wawancara, pengukuran langsung. Faktor strength dan
opportunity, menggambarkan nilai kinerja positif, sebaliknya faktor
weaknesss dan threatened. Menggambarkan nilai kinerja yang negatif.
Kemudian, kalikan bobot dengan rating untuk mendapatkan nilai masing-
masing faktor.

2. Matrix SWOT
Menurut Rangkuti (2013), matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas
bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat
disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini
dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis.
Berikut ini adalah keterangan dari matriks SWOT diatas :
1. Strategi SO  (Strength and Oppurtunity)
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan
peluang sebesar–besarnya.
2. Strategi ST (Strength and Threats)
Strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk
mengatasi ancaman.
3. Strategi WO (Weakness and Oppurtunity)
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan
cara meminimalkan kelemahan yang ada.
4. Strategi WT (Weakness and Threats)
Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha
meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

3. Fishbone Analisis
Analisa tulang ikan dipakai jika ada perlu untuk mengkategorikan berbagai
sebab potensial dari satu masalah atau pokok persoalan dengan cara yang
mudah dimengerti dan rapi. Juga alat ini membantu kita dalam menganalisis
apa yang sesungguhnya terjadi dalam proses. Yaitu dengan cara memecah
proses menjadi sejumlah kategori yang berkaitan dengan proses, mencakup
manusia, material, mesin, prosedur, kebijakan dan sebagainya.
a) Langkah-langkah.
1) Menyiapkan sesi sebab-akibat.
2) Mengidentifikasi akibat.
3) Mengidentifikasi berbagai kategori.
4) Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang saran.
5) Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama.
6) Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling mungkin.
b) Manfaat analisa tulang ikan.
Memperjelas sebab-sebab suatu masalah atau persoalan.

Langkah-langkah penerapan :
Langkah 1: Menyiapkan sesi Analisa Tulang Ikan.
1. Analisa Tulang Ikan kemungkinan akan menghabiskan waktu 50 – 60
menit.
2. Peserta dibagi dalam kelompok, maksimum 6 orang per kelompok.
3. Dengan menggunakan alat curah pendapat memilih pelayanan atau
komponen pelayanan yang akan dianalisa.
4. Siapkan kartu dan kertas flipchart untuk setiap kelompok.
5. Buatlah gambar pada flipchart berdasarkan contoh dibawah ini.
6. Tentukan seorang Pencatat. Tugas Pencatat adalah mengisi diagram tulang
ikan.
Langkah 2: Mengidentifikasi akibat atau masalah.
1. Akibat atau masalah yang akan ditangani tulislah pada kotak sebelah paling
kanan diagram tulang ikan. Misalnya Laporan Anggaran Akhir bulan
terlambat.
Langkah 3: Mengidentifikasi berbagai kategori sebab utama.
1. Dari garis horizontal utama, ada empat garis diagonal yang menjadi
"cabang". Setiap cabang mewakili "sebab utama" dari masalah yang ditulis.
2. Kategori sebab utama mengorganisasikan sebab sedemikian rupa sehingga
masuk akal dengan situasi. Kategori-kategori ini bisa diringkas seperti :
a. Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia, Mesin, Materi,
Pengukuran.
b. Metode, Mesin, Material, Manusia - (4M).
c. Tempat (Place), Prosedur (Procedure), Manusia (People), Kebijakan
(Policy) - (4P).
d. Lingkungan (Surrounding), Pemasok (Supplier), Sistem (System),
Keterampilan (Skill) - (4S).
3. Kategori tersebut hanya sebagai saran; bisa menggunakan kategori lain
yang dapat membantu mengatur gagasan-gagasan. Sebaiknya tidak ada
lebih dari 6 kotak.

Langkah 4: Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang


saran.
1. Setiap kategori mempunyai sebab-sebab yang perlu diuraikan dengan
menggunakan curah pendapat.
2. Saat sebab-sebab dikemukakan, tentukan bersama-sama dimana sebab
tersebut harus ditempatkan dalam Diagram tulang ikan. (yaitu, tentukan di
bawah kategori yang mana gagasan tersebut harus ditempatkan. Misalnya
di kategori mesin).
3. Sebab-sebab ditulis pada garis horizontal sehingga banyak "tulang" kecil
keluar dari garis horizontal utama.
4. Suatu sebab bisa ditulis dibawah lebih dari satu kategori sebab utama
(misalnya, menerima data yang terlambat bisa diletakkan dibawah
manusia dan sistem).

Langkah 5: Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama.


1. Setelah setiap kategori diisi carilah sebab-sebab yang muncul pada lebih
dari satu kategori. Sebab - sebab inilah yang merupakan petunjuk "sebab
yang tampaknya paling mungkin " lingkarilah sebab yang tampaknya
paling memungkin pada diagram. Catat jawabannya pada kertas flipchart
terpisah.

Langkah 6: Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling mungkin.


1. Diantara semua sebab-sebab, harus dicari sebab yang paling mungkin.
2. Kaji kembali sebab-sebab yang telah didaftarkan (sebab yang tampaknya
paling memungkinkan) dan tanyakan , "Mengapa ini sebabnya ?".
3. Pertanyaan "Mengapa ?" akan membantu Anda sampai pada sebab pokok
dari permasalahan teridentifikasi.
Tanyakan "Mengapa ?" sampai saat pertanyaan itu tidak bisa dijawab lagi.
Kalau sudah sampai kesitu sebab pokok telah terindentifikasi.

Anda mungkin juga menyukai