Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“PERILAKU KEORGANISASIAN”

TENTANG

“SISTEM ORGANISASI”

Disusun Oleh Kelompok 4 :

1. YULIA SEPTI PURNAMA SARI

2. FITRA KURNIAWAN

3. DARMADI

4. MUHAMMAD RAFI

5. NUR ALFAJRI

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI BANGKINANG

TAHUN AJARAN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum waramatullahi wabarakatuh

Definisi sederhana dari organisasi adalah suatu kelompok orang yang mempunyai

tujuan yang sama. Tujuan merupakan hasil yang berupa barang, jasa, pengetahuan

dan lain - lain. Tujuan disini dapat didefinisikan sebagai output, dan untuk menjadi

output di perlukan input. Input dapat berupa raw material, sumber daya manusia,

materi, informasi dll. Sistem sendiri dapat didefenisikan sebagai suatu kesatuan yang

terdiri dari komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan

aliran informasi, materi atau energi.

Pada kesempatan ini kami akan membahas makalah dan tugas presentasi yang

berjudul sistem organisasi, yang meliputi dasar-dasar struktur organisasi, kultur

organisasi, dan kebijakan SDM dan praktiknya.

Segala kekurangan yang terdapat pada makalah ini, kami meminta maaf yang

sebesarnya. Serta juga berterimakasih karena telah diberi waktu untuk membahas dan

mempresentasikan makalah ini.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bangkinang, Oktober  2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................................... 3

BAB I : PENDAHULUAN…………………………………………………..

A. Latar belakang………………………………………………….. ……. 4

BAB II: PEMBAHASAN………………………………………………………

A.    Dasar-Dasar Struktur Organisasi ......................................................... 5-8

B.     Kultur Organisasi.................................................................................. 9-11

C. Kebijakan SDM dan Praktiknya.......................................................... 12-13

BAB III: PENUTUP……………………………………………………………

A. KESIMPULAN………………………………………………………… 14

B. SARAN…………………………………………………….................. . 14

C. DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… 15

3
 BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dizaman yang serba modern ini, kini banyak aktivitas manusia yang

berhubungan dengan sistem informasi. Tidak hanya di Negara-negara maju, di

Indonesia pun sistem informasi telah banyak diterapkan dimana-mana. Seperti di

kantor, di pasar-pasar swalayan, di bandara, bahkan dirumah ketika pemakai sedang

bercengkerama dengan dunia internet.  Entah disadari atau tidak, sistem informasi

telah banyak membantu manusia dalam banyak hal.

Dewasa ini, sistem informasi memiliki peranan yang sangat penting dalam

suatu organisasi atau lembaga. Dengan adanya sistem informasi suatu lembaga atau

perusahaan akan lebih dimudahkan dalam segala aktivitas lembaganya tersebut.

Dalam sebuah perusahaan, sistem informasi dianggap sebagai senjata dalam

melakukan persaingan bisnis. Dengan adanya sistem informasi, maka suatu lembaga

atau perusahaan dapat mencapai suatu keunggulan yang kompetitif.

Banyak bentuk organisasi di masyarakat, misalnya negara, partai politik,

perkumpulan masyarakat, bahkan bentuk organisasi yang paling kecil yaitu keluarga

dan lain sebagainya. Kata organisasi mempunyai dua pengertian umum, yaitu sebagai

suatu lembaga atau fungsional, seperti perguruan tinggi, rumah sakit, perwakilan

pemerintah, perwakilan dagang, perkumpulan olah raga dan lain sebagainya, lainnya

sebagai proses pengorganisasian pengalokasian dan penugasan para anggotanya

untuk mencapai tujuan yang efektif.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A.   Dasar-Dasar Struktur Organisasi

Struktur adalah cara sesuatu disusun atau dibangun, Organisasi adalah suatu

wadah berkumpulnya minimal dua orang untuk mencapai sebuah tujuan. Struktur

Organisasi adalah Suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian secara posisi yang

ada pada perusahaaan dalam menjalin kegiatan operasional untuk mencapai tujuan

(ensiklopedi bebas).

Ada enam elemen kunci yang perlu diperhatikan oleh para manajer ketika

mereka hendak mendesain struktur organisasi mereka. Keenam elemen tersebut

adalah:

1.      spesialisasi kerja,

2.      departementalisasi,

3.      rantai komando,

4.      rentang kendali,

5.      sentralisasi dan desentralisasi,

6.      serta formalisasi.

1. Specialisasi Pekerjaan

Dengan memecah-mecah pekerjaan menjadi tugas-tugas kecil yang baku yang

dapat dilaksanakan terus berulang-ulang, suatu pekerjaan dapat dikerjakan secara

lebih efektif. Spesialisasi pekerjaan (work specialization), atau pembagian tenaga

kerja (division of labor), digunakan untuk menggambarkan sejauh mana berbagai

kegiatan dalam organisasi dibagi-bagi menjadi beberapa pekerjaan tersendiri.

5
2. Departementalisasi

Departementalisasi adalah dasar yang dipakai untuk mengelompokkan

pekerjaan secara bersama-sama. Departementalisasi dapat berupa proses, produk,

geografis, dan pelanggan. Setelah memecah-mecah pekerjaan melalui spesialisasi,

perlu mengelompokkannya bersama sehingga tugas-tugas yang sama dapat

dikoordinasi dalam satu basis.

Keuntungan utama dari cara pengelompokkan semacam ini adalah didapatnya

efisiensi dari disatukannya para spesialis yang sama. Departementalisasi fungsional

berusaha mencapai skala ekonomi dengan cara menempatkan orang-orang dengan

keterampilan dan orientasi yang sama ke dalam unit yang sama.

3. Rantai Komando

Rantai komando adalah garis wewenang yang tanpa putus yang membentang

dari puncak organisasi ke eselan paling bawah dan menjelaskan siapa bertanggung

jawab kepada siapa.

Dua konsep lain yang melengkapi rantai komando, yaitu wewenang dan

kesatuan komando. Wewenang (authority) mengacu pada hak-hak yang melekat

dalam sebuah posisi manajerial untuk memberikan perintah dan untuk berharap

bahwa pemerintah itu dipatuhi. Untuk memfasilitasi koordinasi, tiap posisi manajerial

diberi sebuah tempat dalam rantai komando, dan tiap manajer diberi tingkat

wewenang tertentu untuk memenuhi tanggung jawabnya. Prinsip kesatuan komando

(unity of command) membantu melanggengkan konsep garis wewenang yang tidak

terputus.

4. Rentang Kendali (span of control)

Rentang kendali adalah Jumlah bawahan yang dapat diarahkan oleh seorang

manajer secara efisien dan efektif. Pertanyaan mengenai rentang kendali penting

karena hingga kadar tertentu hal ini menentukan jumlah tingkatan dan manajer yang

perlu dimiliki oleh suatu organisasi. Dengan mengendalikan semua hal yang sama,

semakin lebar atau besar rentangannya, semakin efisien organisasi.

6
Rentang kendali yang lebih lebar akan lebih efisien dalam hal biaya. Namun,

dalam keadaan tertentu, rentang yang lebih lebar bisa mengurangi efektivitas. Itu

terjadi bila rentang tersebut menjadi terlalu lebar, kinerja karyawan memburuk karena

para penyelia tidak lagi memiliki waktu untuk memberikan kepemimpinan dan

dukungan yang diperlukan. Supervisi yang terlalu ketat sehingga menghambat

otonomi karyawan.

5. Sentralisasi dan Desentralisasi


Sentralisasi mengacu pada sejauh mana tingkat pengambilan keputusan

terkonsentrasi pada satu titik di dalam organisasi. Desentralisasi adalah lawan dari

sentralisasi. Di beberapa organisasi, manajer puncak membuat semua keputusan.

Manajer tingkat bawah hanya menjalankan arahan manajemen puncak. Di sisi

ekstrem yang lain, ada organisasi yang pengambilan keputusannya diserahkan kepada

para manajer yang paling dekat dengan suatu tindakan. Organisasi yang pertama

disebut sangat sentralisasi, yang kedua desentralisasi.

Istilah sentralisasi (centralization) mengacu pada tingkat sampai sejauh mana

pengambilan keputusan dikonsentrasikan pada satu titik tunggal dalam organisasi.

Konsep tersebut hanya mencakup wewenang formal, yaitu hak-hak yang melekat

pada posisi seseorang. Biasanya, suatu organisasi dikatakan sentralistis jika

manajemen puncak membuat keputusan-keputusan kunci organisasi dengan meminta

sedikit masukan atau tanpa masukan sama sekali dari personel tingkat bawah.

Sebaliknya, semakin banyak personel tingkat bawah yang memberikan masukan atau

secara aktual diberi kebebasan memilih untuk membuat keputusan, semakin

desentralistis suatu organisasi. Organisasi yang dicirikan dengan sentralisasi secara

inheren berbeda dengan organisasi desentrralistis. Dalam organisasi yang

desentralistis, tindakan untuk memecahkan masalah dapat diambil dengan lebih cepat,

lebih banyak orang bisa memberikan masukan bagi keputusan, dan karyawan lebih

kecil kemungkinannya merasa terasing dari mereka yang membuat keputusan yang

memengaruhi kehidupan kerja mereka.

7
6. Formalisasi

 Formalisasi mengacu pada sejauh mana pekerjaan-pekerjaan di dalam

organisasi dibakukan. Jika sebuah pekerjaan sangat formal, pemangku pekerjaan akan

memiliki sedikit sekali kebebasan untuk memilih apa yang harus dikerjakan, kapan

harus dikerjakan, dan bagaimana dikerjakan. Karyawan diharapkan untuk selalu

menangani input yang sama dengan cara yang sama, serta akhirnya menghasilkan

output yang konsisten dan seragam. Di organisasi dengan tingkat formalisasi tinggi,

ada deskripsi tugas yang jelas, beragam aturan organisasi, dan prosedur yang

didefinisikan secara tegas.

8
B.   Kultur Organisasi
Kesepakatan yang luas bahwa kultur organisasi (organizational culture) mengacu

pada sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan

organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini, ketika dicermati secara lebih seksama,

adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.

Ada tujuh karakteristik utama yang secara keseluruhan merupakan hakikat kultur

sebuah organisasi:

1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko. Sejauh mana karyawan didorong

untuk bersikap inovasi dan berani mengambil resiko.

2. Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan

presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detail.

3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang

pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.

4.  Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen

memepertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada dalam

organisasi.

5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim

ketimbang pada individu-individu.

6. Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang

santai.

7. Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan

dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.

Peran kultur dalam mempengaruhi karyawan menjadi semakin penting di tempat

kerja saat ini. Tatkala organisasi terus memperluas rentang kendali, meratakan

struktur, memperkenalkan tim, mengurangi formalisasi, dan memberdayakan

karyawan mereka, makna bersama yang diberikan oleh kultur yang kuat memastikan

bahwa setiap orang dituntun ke arah yang sama.     

              

9
A. Kultur adalah suatu istilah Deskriptif

Kultur organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik

kultur suatu organisasi, bukan dengan apakah mereka menyukai karakteristik itu atau

tidak. Kultur organisasi adalah suatu istilah deskriptif. Ini penting karena hal ini

membedakan konsep ini dari konsep kepuasan kerja. Semakin kuat kultur sebuah

organisasi, semakin kecil kebutuhan manajemen untuk menyusun dan menetapkan

beragam aturan dan ketentuan formal yang dimaksudkan guna menuntun perilaku

karyawan.

1. Fungsi-fungsi kultur

Kultur memiliki sejumlah fungsi dalam sebuah organisasi, diantaranya;

1. Berperan sebagai penentu batas-batas, artinya kultur menciptakan perbedaan

antara satu organisasi dengan organisasi lainnya.

2. Rasa identitas anggota organisasi.

3. Kultur memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar

daripada kepentingan individu.

4. Kultur meningkatkan stabilitas sistem sosial. Kultur adalah perekat social

yang membantu menyatuka organisasi dengan cara menyediakan standar

mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan karyawan.

5.  Kultur bertindak sebagai mekanisme sense-making serta kendali yang

menuntun dan membentuk sikap dan perilaku karyawan.

2. Kultur sebagai Beban

Kultur mempertinggi komitmen organisasional dan meningkatkan konsistensi

perilaku karyawan. Ini merupakan keuntungan bagi organisasi. Dari sudut pandang

karyawan, kultur bernilai karena mengurangi ambiguitas. Kultur memberi tahu

karyawan bagaimana segala sesuatu dilakukan dan apa yang penting.

3. Hambatan untuk Perubahan

Kultur menjadi kendali manakala nilai-nilai yang dimiliki bersama tidak

sejalan dengan nilai-nilai yang dapat meningkatkan efektivitas organisasi. Hal ini

paling mungkin terjadi bila lingkungan sebuah organisasi bersifat dinamis. Ketika

10
lingkungan terus berubah dengan cepat, kultur yang sudah kuat mengakar dalam

sebuah organisasi mungkin tidak pas lagi. Karenanya, konsistensi perilaku menjadi

asset sebuah organisasi hanya ketika hal ini berhadapan dengan lingkungan yang

stabil. Namun, konsistensi semacam itu bisa menghambat dan mempersulit organisasi

untuk menggapai perubahan yang terjadi di lingkungan.

4. Hambatan bagi Keragaman

Merekrut karyawan baru yang karena factor ras, usia, jenis kelamin,

ketidakmampuan (cacat), atau perbedaa-perbedaan lain, tidak sama dengan mayoritas

anggota organisasi lain akan menciptakan sebuah paradoks. Manajemen

mengingkinkan karyawan baru tersebut menerima nilai-nilai inti dari kultur

organisasi. Jika tidak, karyawan-karyawan ini tidak mungkin cocok atau diterima.

Tapi pada saat yang sama manajemen ingin secara terbuka mengakui dan menjunjung

tinggi berbagai perbedaan yang dibawa oleh karyawan-karyawan ini ketempat kerja.

Kultur yang kuat memiliki tekanan yang besar kepada karyawan untuk

menyesuaikan diri. Kultur tersebut membatasi rentang nilai dan gaya yang dapat

diterima.

5. Hambatan bagi Akuisi dan Merger

Secara historis, faktor-faktor kunci yang diperhatikan manajemen ketika

membuat keputusan akuisi atau merger terkait dengan isu keuntungan financial atau

sinergi produk. Belakangan ini, kompabilitas (kesesuaian) kultur juga menjadi fokus

utama. Sementara laporan keuangan atau lini produk yang menggembirakan mungkin

merupakan daya tarik awal dari perusahaan yang akan diakuisi, apakah akuisi

tersebut benar-benar akan berhasil tampaknya lebih terkait dengan seberapa cocok

atau sesuai kultur kedua organisasi tersebut. Merger memiliki tingkat kegagalan yang

sangat tinggi, dan senantiasa disebabkan oleh persoalan manusia.

11
C.    KEBIJAKAN SDM DAN PRAKTEKNYA

Sumber daya manusia sebagai individu-individu di dalam organisasi memiliki

keunikannya masing-masing yang tidak dapat disamaratakan sehingga kebijakan

yang diterapkan dalam suatu organisasi selayaknya mampu mewadahi bahkan

menjembatani beragam keunikan tersebut. Kebijakan yang ditetapkan dalam

organisasi beserta praktiknya mempengaruhi perilaku kelompok maupun individu

dalam organisasi tersebut.

1. Pentingnya pengelolaan MSDM

SDM merupakan asset kritis organisasi yang tidak hanya diikutsertakan dalam

filososfi perusahaan/organisasi tapi juga dalam proses perencanaan strategis. Sukses

bersaing organisasi bisa dicapai dengan pengelolaan SDM potensial yang

dimilikinya.

2. Kebijakan dan Praktik MSDM dalam Organisasi

Banyak perusahaan yang ingin memiliki karyawan yang bersahabat dan

ramah.  Perusahaan-perusahaan sadar bahwa jauh lebih mudah memperkerjakan

orang-orang dengan kepribadian yang mereka cari, daripada memiliki dengan hanya

kecakapan teknis, dan kemudian berusaham untuk mengubah mereka melalui

pelatihan.

12
3. Evaluasi kinerja dalam sistem organisasi

Sebuah organisasi yang betul-betul efektif adalah organisasi yang mampu

menciptakan suasana kerja dimana para pekerja tidak hanya melaksanakan pekerjaan

yang telah dibebankan saja tapi juga mampu membuat suasana supaya para pekerja

lebih bertanggung jawab, bertindak secara kreatif demi peningkatan efesiensi dalam

usaha mencapai tujuan. Tiga pendekatan dalam memahami efektivitas menurut steers

(1985);

a. Pendekatan Tujuan, pencapaian tujuan merupakan indikator utama dalam

menilai efektivitas

b. Pendekatan Sistem, efektivitas diukur dengan meninjauh sejauh mana

berfungsinya unsur-unsur dalam sistem untuk mencapai tujuan

c. Pendekatan Kepuasan Partisipasi, dalam pendekatan ini, individu partisipan

ditempatkan sebagai acuan utama dalam menilai efektivitas. Hal ini

didasarkan pada asumsi bahwa keberadaan organisasi ditentukan oleh kualitas

partisipasi kerja individu. Diantara tujuan evaluasi adalah;

1. Untuk membantu manajemen dalam membuat keputusan-keputusan umum

terkait SDM.

2. Mengidentifikasi kebutuhan traning dan pengembangan SDM.

3. Sebagai kriteria untuk menilai/memvalidasi seleksi dan program

pengembangan yang  dilaksanakan.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:

a)      Sistem adalah sekumpulan elemen-elemen yang saling berkaitan yang memiliki

satu tujuan.

b)      Elemen yang tidak memiliki manfaat atau tidak memberikan keuntungan bagi

elemen yang lain, maka elemen tersebut bukan merupakan bagian dari sistem.

c)      Setiap sistem harus memiliki tujuan. Tanpa adanya tujuan dari sistem tersebut,

maka sistem menjadi tak terarah atau tidak terkendali.

d)     Pengorganisasian (organizing) merupakan proses penyusunan anggota dalam

bentuk struktur organisasi untuk mencapai tujuan organisasi dengan sumber daya

yang dimiliki dan lingkungan yang melingkupinya baik intern maupun ekstern.

e)      Organisasi adalah sekelompok orang (dua atau lebih) yang secara formal

dipersatukan dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

B. Saran
Dengan sedikit memberikan gambaran tentang konsep dasar sistem dan sistem

informasi ini, penulis memberikan saran supaya, ketika kita berada pada suatu

lembaga atau organisasi, kita bisa memanfaatkan sistem informasi sebagai media

dalam aktivitas lembaga atau organisasi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Knight, K. “Matrix Organization,” Journal of Management Studies, Mei 1976.

Mohrman, S. A. Designing Team-Based Oranization, San Fransisco: Jossey Bass,

1995.

Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku 2, Jakarta:

Saelemba Empat

1. Knight, K. “Matrix Organization,” Journal of Management Studies, Mei 1976, hal.

111-130.

2 Mohrman, S. A. Designing Team-Based Oranization, San Fransisco: Jossey Bass,

1995, hal. 36-49

3 Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku 2,

Jakarta: Saelemba Empat. Hal. 214-224

15

Anda mungkin juga menyukai