Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PAJAK PENGHASILAN UMUM

DOSEN PENGAMPU
Novriadi, SE., M.Ak

DISUSUN OLEH:
Ardhiya Cahyani
(195310626)

UNIVERSITAS ISLAM RIAU


FAKULTAS EKONOMI
AKUNTANSI (SI)
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, saya ucapkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kita, sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah tentang Pajak Penghasilan Umum.

Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang Pajak Penghasilan Umum
ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Dumai, 24 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Contents

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii

BAB I...................................................................................................................................1

PENDAHULUAN...............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................2

1.3 Batasan Masalah........................................................................................................2

1.4 Tujuan Penulisan.......................................................................................................2

BAB II.................................................................................................................................3

PEMBAHASAN..................................................................................................................3

2.1 Objek Pajak Penghasilan...........................................................................................3

2.2 Objek Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap (BUT)..............................................5

2.3 Pengurangan Penghasilan..........................................................................................6

2.4 Menghitung Pajak Penghasilan.................................................................................9

2.5 Pelunasan Pajak Penghasilan...................................................................................14

BAB III..............................................................................................................................16

ii
PENUTUP.........................................................................................................................16

3.1 Simpulan..................................................................................................................16

3.2 Saran........................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semakin pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil pembangunan
nasional, globalisasi, dan reformasi diberbagai bidang, perlu dilakukan perubahan
undang-undang tersebut guna meningkatkan fungsi dan peranannya dalam rangka
mendukung kebijakan pembangunan nasional khususnya di bidang ekonomi.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan telah beberapa
kali diubah dan disempurnakan, yaitu dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1991, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2000, dan yang terakhir Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan tersebut dilakukan dengan


tetap berpegang pada prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara universal,
yaitu keadilan, kemudahan/efisensi administrasi, dan produktivitas penerimaan
Negara serta tetap mempertahankan system self assessment. Oleh karena itu,
tujuan dan arah penyempurnaan Undang-Undang Pajak Penghasilan tersebut
adalah:
1. lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak
2. lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak
3. lebih memberikan kesederhanaan administrasi perpajakan
4. lebih memberikan kepastian hokum, konsistensi,dan transparansi
5. lebih menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing
dalam menarik investasi langsung di Indonesia, baik penanaman modal asing
maupun penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan
daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja yang termasuk ke dalam Objek Pajak Penghasilan?
2. Apa saja yang termasuk ke dalam Objek Pajak Penghasilan Bentuk Usaha
Tetap?
3. Apa saja yang termasuk ke dalam Pengurangan Penghasilan?
4. Bagaimana cara menghitung Pajak Penghasilan?
5. Apa saja yang termasuk ke dalam pelunasan Pajak Penghasilan?

1.3 Batasan Masalah


1. Objek Pajak Penghasilan adalah
2. Objek Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap adalah
3. Pengurangan Penghasilan adalah
4. Cara menghitung Pajak Penghasilan adalah
5. Pelunasan Pajak Penghasilan adalah

1.4 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui Objek Pajak Penghasilan
2. Untuk mengetahui Objek Pajak Penghsilan Bentuk Usaha Tetap
3. Untuk mengetahui Pengurangan Penghasilan
4. Untuk mengetahui cara menghitung Pajak Penghasilan
5. Untuk mengetahui Pelunasan Pajak Penghasilan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Objek Pajak Penghasilan


Objek Pajak merupakan segala sesuatu (barang, jasa, kegiatan, atau keadaan)
yang dikenakan pajak. Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan
nama dan dalam bentuk apa pun.
1. Penghasilan yang Termasuk Objek Pajak
Berdasarkan pasal 4 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008, penghasilan yang
termasuk Objek Pajak adalah:
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi,
bonus, gratifikasi, uang pension, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-Undang ini
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
c. laba usaha
d. keuntungan karena penjualan atau pengalihan asset
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
dan pembayaran tambahan pengembalian pajak
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang
g. premi asuransi
h. keuntungan selisih kurs mata uang asing
i. selisih lebih karena penilaian kembali aset dan sebaginya.

3
2. Penghasilan yang PPh-nya Bersifat Final
Berdasarkan pasal 4 ayat (2) UU PPh, penghasilan berikut ini termasuk
penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final:
a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi
dan surat utang Negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan ole koperasi
b. penghasilan berupa hadiah undian
c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya
d. penghasilan dari transaksi pengalihan asset berupa tanah atau banguan
e. penghasilan tertentu lainnya yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.

3. Penghasilan Tidak Termasuk Objek Pajak


Berdasarkan pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008,
penghasilan yang tidak termasuk Objek Pajak menurut ketentuan adalah:
a. bantuan atau sumbangan, asset hibah yang diterima oleh keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan
pendidikan, dan lain-lain.
b. warisan
c. aset termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 2 ayat (1) huruf b UU PPh sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal
d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura/ kenikmatan dari Wajib Pajak.
e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
f. dividen atau bagian laba yang diterima perseroan terbatas
g. iuran yang diterima dari dana pension yang pendiriannya telah di sah kan
h. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur
lebih lanjut, dan sebagainya.

4
2.2 Objek Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Objek Pajak Bentuk
Usaha Tetap adalah:
a. penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari aset
yang dimiliki atau dikuasai oleh Bentuk Usaha Tetap.
b. penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, dan
pemberiana jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijankan oleh BUT.
c. penghasilan sebagaimana tersebut dalam pasal 26 yang diterima oleh kantor
pusat sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dan aset atau kegiatan
yang memberikan penghasilan tersebut.

1. Penentuan Laba Bentuk Usaha Tetap


Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, perlu diperhatikan hal berikut.
a. biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan kantor pusat dari usaha atau
kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis
dengan yang dijalankan oleh BUT di Indonesia.
b. biaya administrasi kantor pusat yang tidak diperbolehkan untuk dibebankan
adalah biaya yang berkaitan dengan usaha BUT , yang besarnya ditetapkan
oleh direktur jenderal pajak.
c. pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai
biaya adalah royalty atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan
aset, paten, atau hak-hak lainnya, imbalan sehubungan dengan jasa
manajemen dan jasa lainnya, bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan
usaha perbankan.
d. pembayaran sebagaimana tersebut pada poin c yang diterima atau diperoleh
dari kantor pusat tidak dianggap sebagai Objek Pajak, kecuali bunga yang
berkenaan dengan usaha perbankan.

5
2. Penghasilan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang Ditanamkan Kembali di
Indonesia
Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di
Indonesia dikenakan pajak sesuai ketentuan pasal 26 ayat (4) Undang-Undang
Pajak Penghasilan dengan tariff 20%. Apabila Pajak Penghasilan tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia, atas penghasilan tersebut tidak dikenakan
pajak, dengan syarat:
a. penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah
dikurangi Pajak Penghasilan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan
yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri.
b. penanaman kembali dilakukan dalam Tahun Pajak berjalan atau selambat-
lambatnya Tahun Pajak berikutnya dari Tahun Pajak diterima penghasilan.
c. tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling sedikit
dalam jangka waktu 2 tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan
berproduksi secara komersial.

2.3 Pengurangan Penghasilan


Pengeluaran/beban/biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat
dibagi dalam 2 golongan, yaitu:
1. pengeluaran/beban/biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari satu
tahun yang merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji.
2. pengeluaran/beban/biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun
yang pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi, misalnya
aset tetap atau aset berwujud, aset tak berwujud, dan sebagainya.

Dalam perpajakan, pengeluaran/beban/biaya dibedakan menjadi dua, yaitu:


1. Biaya yang Diperkenankan Sebagai Pengurang (Deductible Expense)

6
Deductible exspense adalah pengeluaran/beban/biaya yang mempunyai
hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak yang
pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa
manfaat atas pengeluaran tersebut.
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha, seperti biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan
atau jasa termasuk upah, gaji, bonus, dan sebaginya yang diberikan dalam
bentuk uang, bunga, sewa, royalty, biaya perjalanan, biaya pengolahan
limbah, premi asuransi, biaya promosi, biaya administrasi, pajak kecuali
pajak penghasilan.
b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh aset berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain
yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun
c. iuran kepada dana pension yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri
keuangan
d. kerugian karena penjualan atau pengalihan aset yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan
e. kerugian selisih kurs mata uang asing
f. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan
g. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia.

2. Biaya yang Tidak Diperkenankan sebagai Pengurang (Non-Deductible


Expense)
Non-Deductible expense adalah pengeluaran/beban/biaya untuk medapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak
atau pengeluaran dilakukan tidak dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan

7
adat kebiasaan pedagang yang baik. Oleh karena itu, pengeluaran yang
melampaui batas kewajaran yang dipengaruhi oleh hubungan istimewa tidak
boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Berikut ini pengeluaran-
pengeluaran yang tidak diperkenankan dikuragkan dari penghasilan bruto bagi
Wajib Pajak dalam negeri dan BUT, sesuai pasal 9 ayat (1) UU Nomor 36
tahun 2008.
a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu, atau anggota.
c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali (PMK No.
81/PMK.03/2009 dan PMK No. 219/PMK.011/2012)
d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh Wajib Pajak orang
pribadi
e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan
f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham
atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
g. aset yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b UU PPh
h. pajak penghasilan
i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib
Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.

8
k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di
bidang perpajakan.

2.4 Menghitung Pajak Penghasilan


Secara umum, pajak penghasilan yang terutang dengan rumus berikut.
PPh Terutang = Tarif Pajak x Penghasilan Kena
Pajak

1. Tarif Pajak
Tarif pajak merupakan persentase tertentu yang digunakan untuk menghitung
besarnya PPh. Tarif PPh dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Tarif Umum dibagi menjadi 2 yaitu:
 Tarif PPh untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri (pasal 17 ayat (1)
huruf a UU PPh, yaitu:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp50.000.000 5%
Di atas Rp.50.000.000 sampai dengan Rp250.000.000 15%
Di atas Rp250.000.000 sampai dengan Rp500.000.000 25%
Di atas Rp500.000.000 30%

Contoh:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Tuan Chika pada 2016 adalah
Rp200.000.000 pajak penghasilan terutang:
5% x Rp50.000.000 Rp 2.500.000
15% x Rp150.000.000 Rp.22.500.000
Rp.25.000.000

 Tarif PPh untuk Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha
Tetap (pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh) adalah 28%. Tarif tersebut
menjadi 25% berlaku mulai Tahun Pajak 2010 (pasal 17 ayat (2) UU PPh)

9
Berdasarkan SE No.SE-66/PJ/2010, penerapan tariff umum bagi
Wajib Pajak badan selanjutnya dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Tarif 12,5% bagi Wajib Pajak badan dengan peredaran bruto tidak
melebihi jumlah Rp4.800.000.000. seluruh penghasilan kena pajak
dikalikan dengan tariff 12,5%.
2. Tarif 12,5% untuk sebagian penghasilan kena pajak dan 25% untuk
sebagian penghasilan kena pajak lainnya bagi Wajib Pajak dengan
peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000 dan tidak melebihi
RP50.000.000.000.
3. Tarif 25% bagi Wajib Pajak badan dengan peredaran bruto melebihi
jumlah Rp50.000.000.000. Seluruh penghasilan kena pajak dikalikan
dengan tarif 25%.

b. Tarif Khusus
Tarif Khusus PPh terutang sebesar 1% dari peredaran bruto usaha bagi Wajib
Pajak orang pribadi dan badan kecuali bentuk usaha tetap yang memiliki
penghasilan dari peredaran bruto usaha tertentu. Peredaran bruto tersebut
adalah sebesar Rp4.800.000.000 setahun.

2. Penghasilan Kena Pajak (PKP)


Secara umum, besarnya penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam
negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto
dikurangi biaya untuk medapatkan, menagihkan, dan memelihara penghasilan.
Penentuan penghasilan kena pajak dikelompokkan menjadi:
a. Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang Memiliki Peredaran Usaha
Tertentu
 Tarif yang dikenakan adalah 0,5%
 Penghasilan kena pajak yang dimaksud adalah peredaran bruto sebulan

10
 PPh terutang dihitung dari tarif dikalikan penghasilan kena pajak

PPh Terutang = Tarif x PKP


= 1% x Peredaran Bruto Sebulan

b. Wajib Pajak Orang Pribadi Menggunakan Norma Perhitungan


 Tarif yang dikenakan adalah tarif pasal 17 UU PPh ayat (1) huruf a UU
PPh.
 Penghasilan Kena Pajak dihitung sebagai berikut:
PKP = Penghasilan Neto – PTKP
= (Peredaran Bruto x % NPPN) - PTKP

 PPh terutang dihitung dari tariff dikalikan penghasilan kena pajak:


PPh Terutang = Tarif x PKP
= Tarif x (Peredaran bruto x % NPPN) -
PTKP

Jika Wajib Pajak orang pribadi adalah muslim yang membayarkan zakat
atas penghasilan kepada badan amil zakat (BAZIZ), jumlah zakat yang
dibayarkan tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan neto.
Penghitungan PKP dan PPh terutang diformulasikan sebagai berikut.
PKP = Penghasilan neto - Zakat atas penghasilan - PTKP
= (Peredaran Bruto x % NPPN) - Zakat atas penghasilan -
PTKP

PPh Terutang = Tarif x PKP


= Tarif x {Peredaran bruto x %NPPN} – Zakat atas
penghasilan - PTKP

c. Wajib Pajak Orang Pribadi Menyelenggarakan Pembukuan


 Tarif yang dikenakan adalah tarif pasal 17 UU PPh ayat (1) huruf a
UU PPh.
 Penghasilan kena pajak dihitung sebagai berikut:

11
PKP = Penghasilan neto - PTKP
= (peredaran bruto - pengeluaran/biaya yang boleh
dikurangkan) - PTKP

 PPh terutang dihitung dari tariff dikalikan penghasilan kena pajak:


PPh terutang = tarif x PKP
= tarif x {(peredaran bruto - pengeluaran/biaya
yang boleh dikurangkan) - PTKP}

Jika Wajib Pajak orang pribadi adalah muslim yang membayarkan zakat
atas penghasilan kepada badan amil zakat (BAZIZ), jumlah zakat yang
dibayarkan tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan neto.
Penghitungan PKP dan PPh terutang diformulasikan sebagai berikut.
PKP = Penghasilan neto - zakat atas penghasilan -PTKP
= (peredaran bruto - pengeluaran/biaya yang boleh
dikurangkan) - zakat atas penghasilan - sisa rugi
dikompensasikan - PTKP

PPh terutang = tarif x PKP


= tarif x {(peredaran bruto - pengeluaran/biaya yang
boleh dikurangkan) - zakat atas penghasilan - sisa
rugi dikompensasikan - PTKP}

d. Wajib Pajak Badan dalam Negeri Menyelenggarakan Pembukuan


 Tarif yang dikenakan adalah tarif pasal 31E UU PPh
 Penghasilan kena pajak dihitung sebagai berikut.
PKP = Penghasilan
= (peredaran bruto - pengeluaran/biaya yang boleh
dikurangkan)

 PPh terutang dihitung dari tarif fikalikan penghasilan kena pajak


PPh terutang = tarif x PKP
= tarif x (peredaran bruto - pengeluaran/biaya
yang boleh dikurangkan)

12
Tarif pajak yang diberlakukan adalah sesuai dengan pasal 31E UU PPh.
Pada peredaran bruto usaha dalam jumlah tertentu, wajib pajak badan
wajib menyelenggarakan pembukuan. Penghitungan PKP dan PPh
terutang diinformasikan sebagai berikut:
PKP = Penghasilan neto – sisa rugi dikompensasikan
= (peredaran bruto – pengeluaran/biaya yang boleh
dikurangkan) – sisa rugi dikompensasikan

PPh Terutang = tarif x PKP


= tarif x {(peredaran bruto – pengeluaran/biaya
yang boleh dikurangkan) – sisa rugi
dikompensasikan}

e. Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap


 Tarif yang dikenakan adalah tariff pasal 17 (1) huruf b UU PPh
 Penghasilan kena pajak dihitung sebagai berikut.
PKP = Penghasilan
= (peredaran bruto - pengeluaran/biaya yang boleh
dikurangkan)

 PPh terutang dihitung dari tarif dikalikan penghasilan kena pajak:


PPh terutang = tarif x PKP
= tarif x (peredaran bruto - pengeluaran/biaya yang
boleh dikurangkan)

2.5 Pelunasan Pajak Penghasilan


Pelunasan pajak penghasilan dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu:
1. Pelunasan Pajak dalam Tahun Berjalan Melalui Pihak Lain
Pelunasan pajak dalam tahun berjalan melalui pihak lain dikelompokkan sebagai
berikut:

13
a. Pemotongan pajak penghasilan oleh pihak lain atas penghasilan berupa gaji,
upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam
bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan
yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sebagaimana
dimaksud dalam pasal 21 ayat 1 undang-undang pajak penghasilan terutang
pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya
penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih
dahulu.
b. Pemungutan pajak penghasilan oleh pihak badan pemerintah berkenaan dengan
pembayaran atas penyerahan barang dan badanbadan tertentu baik badan
pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau
kegiatan usaha di bidang lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat 1
undang-undang pajak penghasilan, terutang pada saat pembayaran, kecuali
ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
c. Pemotongan pajak penghasilan oleh pihak lain atas penghasilan berupa dividen,
bunga, royalti, penghargaan, hadiah, bonus, dan lain-lain yang diterima oleh
wajib pajak dalam negeri atau bentuk 17 usaha tetap sebagaimana dimaksud
dalam pasal 23 undang-undang pajak penghasilan, terutang pada akhir bulan
dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yang
bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
d. Pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak luar negeri
selain bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat 1 dan
ayat 2 undang-undang pajak penghasilan, terutang pada akhir bulan
dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yang
bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
e. Pelunasan pajak atas penghasilan penghasilan tertentu (bunga deposito dan
simpanan lain di bank, hadiah undian, transaksi, saham, dan sekuritas lain,
dan sebagainya) yang diatur tersendiri dengan peraturan pemerintah,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 2 undang-undang pajak.

14
2. Pelunasan Pajak dalam Tahun Berjalan oleh Wajib Pajak Sendiri
Disamping melalui pihak lain, pelunasan pajak dapat dilakukan sendiri
oleh wajib pajak dengan cara sebagai berikut:
a. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang menerima penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan dan badan-badan yang tidak wajib melakukan
pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak sebagaimana dimaksud dalam
pasal 21 ayat 2 undangundang pajak penghasilan wajib memiliki NPWP dan
melaksanakan sendiri perhitungan dan pembayaran pajak penghasilan yang
terutang dalam tahun berjalan serta melaporkannya dalam surat pemerintahan
tahunan.
b. Wajib pajak membayar sendiri pajak atas penghasilan yang diperoleh atau
diterima melalui angsuran pajak penghasilan dalam tahun berjalan (PPh pasal
25).

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Dengan berakhirnya pembuatan makalah ini dapat kita simpulkan bahwa
mengenai Pajak Penghasilan (umum) adalah pajak yang dikenakan terhadap
subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun
pajak. Subjek pajak disini adalah segala seusatu yang mempunyai potensi untuk

15
memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak pnghasilan.
Undang-undang pajak penghasilan di Indonesia mengatur pengenaan pajak
penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima
atau diperolehnya dalam tahun pajak. Jika subjek pajak telah memenuhi
kewajiban pajak secara objektif maupun subjektif maka disebut wajib pajak.
Pelunasan pajak penghasilan dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu pelusan pajak oleh wajib pajak sendiri dan melalui pihak lain. Dalam
hal pelunasan pajak oleh pihak lain, perhitungan, pemotongan, penyetoran, dan
pelaporan dilakukan oleh pihak yang memberikan/membayarkan penghasilan.
Pelunasan pajak juga bisa dilakukan tidak dalam tahun pajak berjalan (sesudah
tahun pajak berakhir).

3.2 Saran
Saya selalu berharap keada semua pihak yang berwenang dalam pemungutan
pajak agar pajak yang didapat dari pemungutan wajib pajak tersebut harus bisa
dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat bermanfaat untuk
seluruh masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Resmi, Siti. 2019. Perpajakan Teori & Kasus. Jakarta: Salemba Empat.

16

Anda mungkin juga menyukai