Anda di halaman 1dari 3

What ; “Apakah gerakan prodemokrasi itu?

” 

Sebagai sebuah istilah, "Gerakan Pro-demokrasi" mengandung arti yang cukup luas, tergantung
dari sudut pandang yang dipakai serta konteks penempatannya. Dalam perkembangannya,
terutama justru sesudah minggirnya Suharto pada 21 Mei 1998 yang lalu, gerakan yang ada di
Indonesia memperoleh sebutan REFORMASI. Dengan demikian, Gerakan Reformasi dewasa ini
lebih berkumandang dan berhasil menggantikan sebutan Pro-Demokrasi.

Untuk menghindari kesalah-pahaman, maka perlu kiranya kita mencapai kesepakatan akan
sebutan yang sebaiknya diterapkan untuk mengamati serta mengikuti gerakan yang dimaksudkan
di atas. Menurut penulis, sebutan pro-demokrasi atas gerakan di Indonesia masih tetap relevan
untuk terus digunakan, menginggat makna yang lebih luas seperti terkandung dalam kata
tersebut serta potensinya untuk terus dikembangkan ke taraf konsolidasi gerakan massa untuk
mencapai demokrasi sejati. Ini merupakan langkah awal dalam menguatkan usaha penguburan
Orde Baru sebagai sebuah sistem.

Gerakan Pro-Demokrasi merupakan salah satu elemen saja di dalam spektrum perlawanan
terhadap sistem Orde Baru. Gerakan Pro-Demokrasi adalah fenomena yang wajar dan
merupakan konsekuensi logis yang tidak dapat dihindari dalam proses perkembangan sebuah
gerakan di mana kondisi kehidupan masyarakatnya sarat dengan represi.

Who : ”Siapakah gerakan prodemokrasi?”

Sebagai sebuah elemen, Gerakan Pro-Demokrasi dengan segala kelebihan dan kekurangannya,
sesungguhnya, menjadi sebuah wadah di mana berbagai pihak ikut ambil bagian. Mereka adalah
mahasiswa, organisasi politik (orpol), LSM, kelompok akademisi, bias juga partai politik,
dengan berbagai isme-nya. Mereka tampil dan dikenal melalui berbagai bentuk protes aksinya.
Dari segi organisasi, mereka beragam dan didasari oleh aneka macam aliran serta pola pemikiran
pula. Meski pun demikian, keanekaragaman bentuk serta tujuan organisasi yang ada memiliki
kesamaan pendekatan: manifestasi mereka mengambil bentuk protes aksi yang bersifat aksi
massa.
Konsekuensi logis dari keaneka-ragaman bentuk dan aliran dalam Gerakan Pro-Demokrasi
tersebut berupa berjuta-juta tuntutan masing-masing organisasi yang secara umum bersifat
popular (istilah yang penulis pinjam dari khasanah gerakan Amerika Latin). Secara tersirat atau
pun tidak, tuntutan mereka baik yang menamakan diri sebagai gerakan moral atau pun politik,
selalu menuju pada esensi masalah utama dari sebuah sistem yang anti kerakyatan dan represif.

Organisasi gerakan prodemokrasi biasanya memiliki ciri militan. Sejak represivitas orde baru,
potensi militansi dalam perlawanan semakin menampakkan dirinya baik secara kualitatif atau
pun kuantitatif, yang pada hari ini, sesudah lengsernya Suharto, ternyata para pemuda dan
mahasiswa berani melawan mesin Negara yang anti rakyat.

When + Where : ”kapan dan dimana munculnya gerakan prodemokrasi?”

Sedangkan dibelahan Negara yang lain, telah lebih dulu bergelora. Lihat saja Filipina dengan
Peristiwa Manila di tahun 1982, di China dengan Tragedi Tiananmen tahun 1989, di Thailand
dengan Peristiwa Bangkok di tahun 1992. Sedangkan hampir seluruh negeri di Amerika Latin
berhasil menumbangkan Rezim Otoritarian bentukan penjajah Amerika Serikat dan Sekutunya.
Di Indonesia, gerakan prodemokrasi muncul di akhir 80an. Dan akumulasi gerakan tersebut
berbuah hasil di tahun 1998, meski didahului dengan kejadian tragis ‘tragedi mei kelabu’ 1997.
Dimana berhasil menumbangkan kedigdayaan Jenderal Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun.

Why : ”mengapa terjadi gerakan prodemokrasi?”

Kelompok prodemokrasi secara umum menyatakan bahwa problem umum yang dihadapi bangsa
khususnya di negeri-negeri dunia ketiga adalah kuatnya dominasi Negara yang dalam beberap
segi hal memandulkan kreativitas dan aspirasi rakyat. Negara berupaya menjalankan politik
sentralisasi serta menggunakan pendekatan hegemoni budaya dan militeristik, sehingga Negara
sangat berkuasa tanpa melibatkan partisipasi rakyatnya.

Masa-masa transisi (pergantian dari rezim otoriter ke rezim baru) pada faktanya memperlihatkan
kerentanan Negara terhadap praktek new bureaucratic polity dan new militarism, dengan
kembalinya militer dalam ruang politik dimana rentan munculnya negara otoritarian gaya baru.
Oleh karena itu untuk mendorong percepatan demokrasi transisi, konsolidasi demokrasi mutlak
dilakukan.

How : “bagaimana gerakan prodemokrasi itu?”

Proses gerakan dan hasilnya akan berbeda di tiap-tiap konteks negara dan musuhnya. Yang
terpenting adalah bagaimana gerakan itu mampu memahami kondisi obyektif maupun
subyektifnya. Jika pembaca sepakat dengan saya, kondisi obyektif saat ini telah bergerak ke arah
yang lebih menguntungkan untuk sebuah perubahan. Tak lain, factor penting disini adalah
krimondial (krisis neo-liberalisme) yang diiringi dengan kebangkitan rakyat. Namun, tak dapat
dipungkiri pula akan adanya kelemahan. Gerakan Pro-Demokrasi pada tahap ini, yakni belum
menemukan identitasnya sendiri secara kolektif. Kenyataan ini membawa kemenangan yang
kecil dan minim, yang seharusnya kita mengerti dan terima dengan baik. Ada pun penyebab
kemenangan minim tersebut: kondisi obyektif yang tidak dibarengi dengan solidnya Gerakan
Pro-Demokrasi, sebenarnya memperoleh dukungan massa rakyat. Tujuan yang sebenarnya dari
Gerakan Pro-Demokrasi bukan lah sekedar memaksa Suharto minggir, melainkan terus berjuang
hingga tercipta masyarakat yang demokratis serta berkeadilan social. Gerakan Prodemokrasi
selalu memiliki program bersama. Program bersama tersebut dapat menjadi kekuatan yang
ampuh bila ia dapat menyerap aspirasi rakyat seluas-luasnya dan memiliki kemampuan
memobilisasi yang besar. Program bersama yang merupakan program umum itu harus dijelujuri
oleh garis politik yang tepat dan dilengkapi dengan semboyan-semboyan politik praktis yang
tepat pula, untuk kemudian disosialisasikan ke segenap massa rakyat seluas-luasnya. Di sinilah
perlunya secara mutlak pekerjaan di kalangan massa. Dengan demikian massa yang selama Orde
Baru didepolitisasi itu dapat disadarkan, dibangkitkan untuk kemudian dimobilisasi.

Anda mungkin juga menyukai