[DATE]
[COMPANY NAME]
[Company address]
DESA GHAIB
LINTASAN KERETA
DIOSETTA
1
Penulis : Diosetta
Ilustrator Cover : Luthfiandi
Diosetta,
Desa Ghaib Lintasan Kereta /Diosetta-cet1,2021
1.Novel
ii. diosetta@gmail.com
2
“Mereka ada di
tengah-tengah kita? Tidak…
Kita ada di tengah-tengah
mereka”
3
PROLOG
4
Beberapa orang percaya , bahwa manusia saat ini hidup
berdampingan dengan makhluk tak kasat mata di tempat yang sama
namun di alam yang berbeda. Namun sulit untuk saling membuktikan
mengenai keberadaan mereka bagi orang-orang yang memang tidak
ditakdirkan untuk melihat atau berurusan dengan makhluk-makhluk ini.
5
CHAPTER I
RIANG TAWA
LINTASAN MALAM
6
Aku merenung di pinggir rel kereta api yang sudah dilintasi
berkali kali oleh kereta saat itu. Sudah hampir setengah malam aku
merenung di sini. Aku berfikir, mungkin saja kehidupan setelah mati
lebih indah daripada kehidupanku saat ini.
Tidak ada hal baik dari pernikahan ini, hanya uang yang ada di
pikiran istriki. Bukan saja gajiku yang tidak pernah cukup, namun
ternyata istiku memiliki hutang ke seorang lintah darat yang bahkan
tidak dapat kubayar walaupun dengan gajiku selama bertahun-tahun.
7
hidupku , dan mungkin juga akan lebih baik seandainya ketenangan ini
tidak hanya sejenak…
….
“Di sini…”
“Mas ikut main yuk… “ ucap salah satu dari anak itu.
….
“Kena… Kamu jadi setanya” Ucap seorang anak yang lain yang
berhasil menyentuh temanya.
8
Tanpa sadar aku tersenyum sendiri, betapa indahnya menjadi
seorang anak kecil yang tidak memiliki beban dalam hidupnya.
Seandainya saja aku masih bisa merasakan hidup seperti mereka,
bermain tanpa kenal waktu dan tertawa puas tanpa beban.
….
“Ayo kejar… ayo kejar…” Ucap anak itu dengan nada yang
meledekku.
Anak anak lain juga meledeku dan sudah bersiap berlari bila aku
memilih untuk mengejar mereka. Awalnya aku bermaksud membiarkan
mereka, namun sepertinya tidak ada salahnya aku menangkap salah
satu dari mereka dan sedikit memberikan mereka pelajaran.
Aku mengejar salah satu yang terdekat dari posisiku. Cukup sulit
dengan umurku yang jauh diatas mereka untuk mengimbangi
kelincahan anak-anak itu, namun akhirnya tetap saja aku berhasil
menyentuh salah satu dari mereka dan berganti dialah yang mengejarku
dan anak anak yang lain.
9
Aku meneruskan permainan yang menyenangkan ini dengan
mereka dan mulai bisa melupakan apapun yang akan kuhadapi di hari
esok, hingga akhirnya sebuah cahaya muncul menyinari kami dengan
lampunya yang sangat terang.
…..
10
……………..
11
Hampir semua penumpang bus tersebut tewas seketika
termasuk anak-anak yang berada di dalam bus tersebut.
Saat ini warga yang tinggal di sekitaran rel kereta tersebut masih
sering melihat kemunculan anak anak yang bermain di sekitaran
perlintasan. Hampir sebagian besar yang melihat adalah warga
pendatang yang tidak mengetahui bahwa anak-anak itu bukanlah
makhluk yang seharusnya bisa di lihat dengan mata manusia biasa.
12
13
CHAPTER II
BAYANGAN
14
“Maaf pak saya sudah tidak bisa kerja di sini lagi” Ucap salah
seorang anak buahku yang sebenarnya sudah cukup lama bekerja di
bengkel las yang kutangani.
“Heh… tunggu dulu, ada masalah apa… cerita dulu” Balasku
yang mencoba menahanya agar tidak buru-buru mengambil keputusan.
“Nggak pak.. udah , bapak juga ga bakal percaya sama saya..
saya pamit” balasnya yang segera meninggalkan bengkel dengan
membawa tas yang berisi barang-barangnya.
Melihat keputusanya sudah bulat , aku tidak lagi menahanya
dan membiarkan karyawanku itu pergi. Lagi pula cukup mudah mencari
penggantinya dengan kondisi lapangan pekerjaan yang semakin menipis
di saat ini.
“Nanti saya tanyain ke yang sering jajan di sini deh pak, tapi saya
ga janji ya… soalnya gosip tentang bengkel bapak itu udah cukup
nyebar” Jawab Pemuda itu.
Aku menyeruput kopiku dan menarik nafas panjang sebelum
membalas perkataanya.
15
“gosip apa lagi sih… makhluk halus? Namanya tinggal dan punya
usaha di pinggir rel kereta sudah pasti ada gosip begituan… tinggal
kitanya mau fokus kerja apa jadiin gosip itu alasan” Jawabku pada
pemuda itu.
16
“Ya sudah biarin dulu… kalian kerja di sisi lain atau ruangan lain
dulu.. nanti malam lembur ya , itu teralis mau diambil sama yang pesan
besok.” Perintahku.
Tarjo dan karyawan lain saling memandang seolah tidak setuju,
namun mereka tak berani membantahku.
….
“Sudah pak, saya cek ga ada yang rusak.. tapi ga tau kenapa ga
mau nyala” jawabnya dengan bingung.
Aku tidak percaya dan segera mengecek mesin las yang mereka
gunakan, dan sekilas memang tidak ada yang rusak dan lagi kenapa
semua mesin mereka bisa rusak secara bersamaan.
17
“diisengin sama penunggu sini pak… “ lanjutnya lagi.
Aku hanya menggeleng-geleng mendengar ucapan karyawanku
yang satu ini.
“Nggak… mungkin mesinya cuma panas.. , ya udah istirahat dulu
aja, tuh udah saya siapin makanan” Ucapku pada mereka.
18
Aku semakin mendekat dan mulai merasa ada yang aneh. Tidak
mungkin Tarjo bisa bekerja di ruangan remang-remang apalagi di sudut
yang gelap seperti ini.
Dengan kedatanganku Tarjo masih tidak menoleh, hingga
akhirnya aku mencoba menepuk pundaknya.
“Tar… jo…”
Ucapanku terhenti ketika yang menoleh bukanlah Tarjo
karyawanku.
Yang menoleh adalah sesosok makhluk menyerupai Tarjo
dengan wajah yang rusak sebelah. Satu bola matanya menggantung di
sisi wajah yang tidak terlapisi kulit.
Seketika tubuhku lemas, jangankan untuk berlari.. berdiri saja
sudah sangat sulit.
“To.. tolooong!” ucapku yang berusaha meninggalkan makhluk
itu sekuat tenaga dan menghampiri karyawanku di luar.
Aku memaksa kakiku merangkak keluar, namun makhluk itu
masih terus menatapku.
suara besi dipukul dan suara mesin terdengar dari pekerjaan
karyawanku diluar. Ternyata ucapan mereka benar. Bengkel kami yang
terletak di pinggir rel ini memang dihantui makhluk halus.
“Tolong! Tarjo.. siapa saja, Tolong!” Aku berteriak menghampiri
karyawanku.
Namun ternyata suara bising di luar bukan berasal dari
pekerjaan karyawanku.
Seorang anak kecil pucat dengan tubuhnya yang penuh luka
sedang memainkan mesin las yang tidak digunakan.
Di atas pohon duduk seorang nenek-nenek tua yang
menyeringai dengan gigi hitamnya..
Dan saat aku menoleh , disebelah kiriku terdapat seorang pria
sedang memainkan palunya ke besi dengan wajahnya dan hancur dan
badanya yang tinggal setengah.
19
Kakiku semakin lemas dan hampir kehilangan kesadaran.
Namun aku harus memaksa diriku untuk meninggalkan tempat ini.
Akhirnya dengan sekuat tenaga aku berhasil mencapai pagar
seng dan keluar menuju jalan raya yang bersebelahan langsung dengan
rel kereta.
Aku berlari dengan tergopoh-gopoh, terlihat remang-remang
lampu tukang angkringan langgananku masih menyala dan ada orang di
sana.
“Itu… itu bosmu”
Terdengar suara pedagang angkringan yang berbicara pada
seseorang sambil menunjuk ke arahku.
Seseorang muncul dari tenda angkringan itu, itu Tarjo .. dia
segera berlari dan mencoba membantuku.
“Bos… bos gapapa?” Tanya Tarjo padaku.
“Bener kata kamu jo… Bengkel itu isinya demit semua..” Ucapku
sambil terengah-engah.
20
Aku berpindah tempat duduk ke tempat yang lebih terang dan
bersiap menyeruput kopiku. Namun wajah Tarjo dan penjual angkringan
itu terlihat aneh. Wajahnya terlihat pucat seperti melihat sesuatu.
“Jo… apa itu Jo” Ucap pedagang angkringan itu sambil melihat
ke arahku.
21
22
CHAPTER III
DUA SEJOLI
PENANTI MALAM
23
“Sabar ya… nanti kalau aku sudah siap pasti aku ajak orang
tuaku” Ucapku pada kekasihku Niar yang masih saja merajuk soal
pertunangan kami di perjalanan pulang dengan sepeda motorku.
“Aku kurang sabar apa mas? Kamu sudah lulus… sudah kerja…
nunggu apa lagi?” Niar masih mempertahankan pendapatnya.
Memang hubungan pacaran kami sudah berjalan cukup lama,
mungkin lebih dari lima tahun. Bukanya aku tidak ingin menikahinya,
walaupun sudah memiliki pekerjaan , kondisi finansialku masih jauh dari
mapan untuk membahagiakanya.
“Kamu jangan maksa aku! Menikah itu ga gampang… kalau nanti
kita hidup susah , pasti aku juga yang kamu salahin!” Balasku dengan
nada yang penuh emosi.
Suara isak tangis terdengar dari Niar, sepertinya ia tidak dapat
lagi menahan emosinya setelah perdebatan ini.
“Setelah kita berpacaran selama lima tahun, kamu masih bisa
berfikir aku orang seperti itu?” Ucapnya.
Entah, setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya membuat
emosiku semakin memuncak.
“Kalau kamu memang tidak mau melanjutkan hubungan ini…
lebih baik kita hentikan di sini..” Ucap Niar lagi yang bercampur dengan
suara tangisan.
Aku segera menghentikan motorku dan menyuruhnya turun.
“Kamu mengancam?” Ucapku dengan marah.
Niar terlihat hanya menangis tanpa membalas pertanyaanku.
“Atau jangan-jangan kamu sudah punya calon lain yang lebih
siap menikahimu?”
Entah bagaimana emosiku bisa membuatku berkata seperti itu.
Yang aku tahu semua ucapanku ini hanya membuatnya semakin
menangis.
“Sudah mas… sudah… ga usah dilanjutin lagi”
Niar berusaha menghentikan ucapanku.
24
“Kamu yang mulai semua ini.. sekarang kita perjelas semuanya”
“Sudah mas.. sudah… cukup!” Potong Niar.
“Kalau kamu memang tidak berniat melanjutkan hubungan ini,
tinggalin aku disini… Aku ga mau sakit lebih dari ini” Ucap Niar air mata
yang tertumpah di pipinya.
Aku tidak bisa mendapat paksaan seperti ini , pemikiran bodoh
untuk menikah dalam kondisi seperti ini. Sepertinya Niar tidak berfikir
sejauh itu.
“Baik kalau itu mau kamu… kita selesai sampai di sini!”
Ucapku dengan penuh emosi dan meninggalkan Niar menangis
sendiri di jalan raya tepat di pinggir rel kereta api.
…..
Entah apa yang merasukiku hingga bisa berbicara sekejam itu
pada Niar , dia adalah wanita yang baik. Namun akhir-akhir ini tingkahnya
berbeda , seolah banyak hal yang dirahasiakan olehku. Namun sepertinya
meninggalkanya di pinggir jalan malam-malam seperti ini adalah hal yang
keterlaluan.
Aku berhenti beberapa ratus meter dari tempatku
meninggalkan Niar. Setidaknya dari sini aku bisa mengawasinya hingga ia
menaiki angkutan umum.
Sebuah warung angkringan terlihat didekat tempatku berhenti.
Aku memarkirkan motorku dan beristirahat di sana sambil mengawasi
Niar yang terlihat sendiran di jalan.
“ Mas… kopi hitam satu ya” Ucapku pada pemuda yang bertugas
menjaga angkringan itu.
Dengan sigap, pemuda itu membuat secangkir kopi hitam dan
menyuguhkan kepadaku.
“Sendirian mas?” Ucapnya sambil menyerahkan secangkir kopi
hitam panas ke hadapanku.
“Iya mas… ngantuk, jadi ngopi dulu aja” Balasku.
25
Pemuda itu membereskan beberapa barangnya dan bersiap
untuk pergi.
“Mas, saya tinggal ngambil nasi dulu ya di ujung gang… tolong
titip sebentar” Ucapnya tanpa curiga sedikitpun padaku.
“Monggo mas… santai, tak jagain” Balasku.
Aku menyeruput kopiku sedikit demi sedikit, setidaknya rasa
hangat dari kopi ini mampu sedikit meredakan emosiku.
“Kulo nuwun… permisi”
Tiba tiba seorang perempuan masuk ke tenda angkringan. Dari
caranya berpakaian , mungkin dia salah satu warga sekitar sini.
“Mas… yang jaga biasanya kemana ya?” Tanyanya padaku.
“oh.. lagi ngambil nasi sebentar, ditunggu aja ya…” Jawabku.
Wanita itu setuju dan dengan sabar menunggu kedatangan
pemilik angkringan ini. Namun setelah cukup lama , pemuda itu tidak
datang juga.
Aku menunggu dengan gelisah, Niar belum juga terlihat di jalan
padahal angkutan umum belum ada yang lewat satupun. Berkali kali aku
mengintip keluar tenda hingga membuat wanita itu merasa curiga.
“Masnya nungguin siapa?” Tanya wanita itu.
“Oh… enggak, nungguin yang jaga juga kok” Jawabku memberi
alasan namun sepertinya wanita itu sedikit tidak percaya.
“Bagus deh mas… soalnya kalau malam jalanan di sini
berbahaya, banyak perempuan yang di culik, atau dirampok di sekitar sini
malam-malam.. “ Ucap wanita itu menakut-nakuti.
Spontan aku menoleh ke arah wanita itu, ucapnya berhasil
membuatku memikirkan keselamatan Niar.
“Wah… jangan becanda mbak, mbaknya sendiri juga keluar
malem-malem sendiran” Balasku mencoba mencairkan suasana.
“Kalau saya sudah biasa mas, saya kan warga sini…. Orang sini
kenal saya semua” Jawabnya dengan santai.
26
Aku tidak lagi membalas kata-katanya. Ucapanya itu jelas
membuatku semakin cemas. Berkali-kali aku menoleh ke arah luar
berharap melihat Niar segera muncul dari kegelapan melintasi tempatku
menunggunya ini.
“Benar masnya nggak nunggu siapa-siapa?” Sekali lagi wanita
itu menanyakanku.
Aku menarik nafas, sepertinya tidak mungkin aku berbohong
lagi.
“Saya nungguin teman saya mbak, tadi kami berantem..
seharusnya dia berjalan melewati tempat ini.”
Wanita itu tersenyum mendengar pengakuanku.
“kalau masnya cemas lebih baik mas samperin teman mas itu…”
ucap wanita itu.
Aku hanya menggeleng sambil tersenyum. Tak mungkin aku
kembali setelah perbuatanku padanya.
Nampaknya reaksiku membuat wanita itu merasa kecewa.
Setelah cukup lama tiba-tiba wanita itu menengok keluar seolah
melihat sesuatu.
“Teman masnya yang itu bukan?” ucap wanita itu.
Aku menoleh keluar , dan benar.. Niar mulai terlihat dari ujung
jalan. Namun… tak jauh di belakangnya terlihat ada seorang pria berbaju
lusuh yang mengikutinya.
“Iya.. itu teman saya, tapi.. siap laki-laki dibelakangnya itu?”
Ucapku pada wanita itu.
Namun saat aku menoleh , wanita itu tidak terlihat di
tempatnya. Mungkin saja wanita itu memutuskan untuk pulang karena
terlalu lama menunggu.
Rasa cemasku pada Niar membuatku tidak mencari tahu
keberadaan wanita itu. Dengan segera aku meninggalkan gelas kopiku
dan bermaksud memanggil niar.
“Niarrr Awass!” Teriaku dari jauh. Namun dia masih terlalu jauh.
27
Aku berlari menghampirinya, namun seorang pria di
belakangnya terlihat semakin dekat dengan menyembunyikan tanganya
di kantong jaketnya.
Pemandangan itu membuatku merasa khawatir. Apalagi Niar
terlihat sangat lemah dengan wajahnya yang masih mencoba menahan
tangis.
Di depan Niar terlihat sebuah bangunan tua yang tidak
berpenghuni. Sesosok bayangan pria juga muncul dari sana seolah
merencanakan sesuatu.
Ucapan wanita di angkiran tadi soal wanita yang dirampok
benar-benar terbayang di pikiranku. Dengan rasa cemas aku berlari
secepat mungkin berharap bisa mencapai Niar sebelum pria-pria itu
menyergapnya.
Pria di belakang Niar terlihat semakin dekat, dan sedikit lagi Niar
akan sampai di hadapan bangunan tua yang gelap yang sangat fatal
apabila terjadi apa-apa terhadap Niar di sana.
Aku berlari- dan terus berlari berharap masih sempat
menolongnya. Namun tiba-tiba sebuah cahaya bersinar dari ujung jalan
mengarah ke arah Niar.
Sebuah mobil angkutan umum menyusul Niar dan berhenti di
hadapanya.
Tak lama setelahnya aku tidak lagi melihat Niar di jalan.
Aku menoleh ke arah angkutan umum itu, terlihat dari jendela
Niar melihat ke arahku dengan wajahnya yang sangat pucat.
Aku menarik nafas dalam-dalam dan teriak sekuat tenaga
meluapkan emosiku. Seandainya terjadi apa-apa dengan Niar di jalan ,
aku pasti tidak akan mampu memaafkan diriku sendiri.
Sebuah kebodohan melakukan hal ini terhadap wanita yang
paling kusayangi. Perlahan aku kembali ke motorku dengan penuh rasa
menyesal. Seandainya masih ada kesempatan, aku akan menemui Niar
dan meminta maaf atas kebodohan ini.
28
Kejadian tadi sudah benar-benar menyadarkanku betapa
sayangnya aku kepada Niar.
…
Aku kembali ke tempat motorku diparkir , tepat di sebelah
warung angkringan.
Terlihat di sana seorang perempuan yang sedang duduk
menunggu pesanananya di antar. Mungkin saja, itu wanita yang tadi.
Namun saat aku masuk ke tenda, ternyata bukan wanita tadi
yang kutemui…
Melainkan Niar yang sedang menungguku di sana dengan
menahan tangis.
“Mas…. Maafin Niar” Ucapnya padaku.
Tanpa berkata sepatah katapun aku segera menghampirinya
dan memeluknya.
Selama lima tahun berpacaran, belum pernah aku sebahagia ini
memeluknya, dan belum pernah aku merasa seberharga inilah
keberadaan Niar di sisiku.
“Maafin mas ya Niar.. Besok mas akan bilang ke bapak untuk
ngelamar kamu” Ucapku.
“Mas ga peduli seperti apa jatuh bangun kehidupan kita nanti,
buat mas keberadaan Niar sudah cukup membuat mas bahagia”
Niar tidak membalas ucapanku. Ia hanya menangis tanpa henti.
Entah mengapa Niar bisa seemosi ini, mungkin perbuatanku
memang sudah keterlaluan terhadapnya.
“Maafin aku mas… aku belum berani jujur sama mas sampai bisa
begini” Ucapnya sambil menahan tangis.
“Aku ga mau terlalu membebani mas , Niar Cuma bisa menuntut
mas untuk menikahi Niar”
Sebuah benda dikeluarkan dari tasnya. Aku mengenali benda
itu, namun aku masih memastikan dari penjelasan yang akan Niar
ucapkan.
29
“Seminggu setelah kita menginap di Jogja kemarin… Niar
merasa ada yang aneh. Hingga setelah beberapa minggu , Niar nyoba
periksa.. dan ternyata benar, Niar Hamil mas…”
Aku tersontak, ucapan Niar saat itu membuatku seperti
mendapatkan sambaran petir.
Bukan, bukan karena kehamilanya. Aku tau dengan jelas, itu
adalah hasil perbuatanku. Betapa brengseknya aku telah melakukan
perbuatan tadi di saat Niar sedang menanggung beban sebesar ini.
“Kenapa Niar baru bilang…? “Ucapku sambil menghapus air
mata di pipinya.
“Mas akan tanggung jawab, Mas akan menikahi Niar apapun
resikonya… Sekarang jangan nangis lagi ya, kita tanggung ini bersama-
sama”
Niar mengangguk dan menghabiskan tangisanya di pelukanku.
Setelah pemilik angkringan kembali, aku segera memesankan
teh hangat untuk Niar membiarkanya sedikit lebih tenang.
“Lho… ini pacarnya mas? Kok bisa tiba-tiba ada di sini” Tanya
pemuda itu.
“Iya, tadi nyusul naik angkutan umum” Jawabku seadanya
mencegah perbincangan yang lebih jauh.
Pemuda itu mengerti dan hanya melanjutkan pekerjaanya.
“Mas… sebenernya tadi ada alasan kenapa Niar turun dari
angkutan umum dan nunggu di sini” Ucap Niar tiba-tiba.
“Saat diangkutan umum, Niar melihat seorang perempuan
sedang duduk di motor mas… pakaianya seperti orang rumahan biasa,
tapi sekilas Niar lihat wajah perempuan itu hancur tak berbentuk”
Mendengar ucapan Niar si penjaga angkringan meninggalkan
pekerjaanya dan memperhatikan ucapan Niar.
“Niar khawatir sama mas, makanya niar turun dan jalan ke sini..
tapi ternyata makhluk itu udah ga ada”
30
Aku merasa heran, namun sepertinya si pemilik angkringan
ingin menceritakan sesuatu.
“Banyak mbak yang melihat dia… tepi tenang, dia ga pernah
ngeganggu kok”
Sambil membersihkan meja pemuda itu melanjutkan ceritanya.
“Kadang dia juga sering terlihat berdua bersama kekasihnya,
Biasanya yang cowo wujudnya menggunakan jaket dan tidak memiliki
lengan” Ucapnya.
Cerita dari pemilik angkringan itu mengingatkanku pada
seseorang yang mengikuti Niar dari belakang.
“Mereka adalah roh sepasang kekasih yang bunuh diri di Rel
kereta api ini….”
31
“Nggak mas… aku ga mau pisah sama mas” Ucap seorang wanita
yang baru saja menerima amukan dari keluarganya.
“Mas juga… tapi mas juga ga mungkin melawan kedua orang tua
mas” Seorang pria terlihat putus asa menerima takdirnya ini.
Hubungan mereka sudah berjalan cukup lama, namun sejak
awal kedua orang tua mereka memang tidak pernah menyetujui
hubungan mereka.
Kedua pasangan ini berharap, suatu saat hati kedua orang tua
mereka akan luluh dan menerima hubungan mereka. Sayangnya keadaan
malah berubah semakin buruk. Kedua orang mereka memaksa mereka
untuk berpisah dengan berbagai cara.
Berbagai sumpah serapah diucapkan oleh orang tua si pemuda
kepada kekasihnya yang membuatnya tidak bisa berhenti menangis.
Tekanan yang mereka terima membuat mereka tidak sanggup lagi
menerima siksaan itu.
…
TAMAT
33
CHAPTER IV
PENUNGGU
34
Tiupan angin yang sejuk membuatku merasa nyaman di tempat
ini. Saking nyamanya, aku sampai betah berjam-jam menunggu ada
tanda-tanda pergerakan dari umpan pancing yang sudah kulepaskan
sejak dari tadi.
“Belum dapet-dapet Jon?” Ucap temanku Darno yang juga
menghabiskan waktu bersamaku di kali pinggir rel kereta api ini.
“Dapet satu… tapi kecil, ya sudah tak lepas lagi..” Balasku.
Entah… sejak dari pagi umpanku jarang sekali disukai oleh ikan-
ikan di sini. Hanya ikan-ikan kecil saja yang terlihat mengincar umpanku.
Padahal saat aku mengintip Ember Darno sudah cukup banyak ikan yang
memenuhi Embernya.
“Aku tak pindah ke sana saja no… siapa tau ikan di sana lebih
bersahabat sama pancinganku” Ucapku sambil meninggalkan Darno
menuju tempat yang sedikit tersembunyi.
Aku melemparkan kailku dan memasang ganjalan pada kayu
pancingku agar saat ada ikan yang memakan umpanku aku bisa segera
sadar dan menariknya.
Sama saja seperti tadi… tidak ada satupun ikan yang
menghampiri umpanku hingga aku mulai mengantuk.
“Srrrt…..”
Mendadak terdengar suara dari pancingku.
Aku tau, saat ini ada seekor ikan yang sedang memakan
umpanku.
Dengan segera aku menggenggam tongkat pancingku dan
berusaha menarik ikan itu. Namun ternyata tidak semudah itu.
Hampir saja aku terjatuh ke dalam kali karena kuatnya tenaga
ikan yang menariku. Namun aku tidak mau kalah… aku mengganjalkan
pancingan ke salah satu pohon dan menjadikan sebuah batu sebagai
picakan untuk menariknya.
Ternyata usahaku berhasil… ikan itu mulai mengikuti ritmeku
hingga bayanganya mulai terlihat di permukaan air.
35
Tunggu.. walaupun perlawananya cukup kuat, aku tidak pernah
menyangka bayangan ikan yang hidup di kali ini bisa sebesar ini.
Aku cukup ragu untuk mengangkatnya, namun tidak ada yang
dapat membunuh rasa penasaranku kecuali melihatnya sendiri.
Segera aku mengambil saringan ikan dan menyerok ke arah
bayangan yang masih menempel di ujung kailku.
Ikan itu melompat mencoba melawan berkali-kali… Namun aku
cukup panik saat wujudnya mulai terlihat.
Ternyata itu adalah seekor ikan lele… hanya saja ukuranya
sangat tidak biasa, hampir bisa menyamai ukuran lengan tanganku.
Dengan segera aku membawa ikan itu ke ember besar yang
berisi air dan bersiap memamerkanya ke Darno.
“Tuh kan… sabar pasti adah buahnya! Liat nih…” Ucapku sambil
memamerkan isi emberku.
Darno meninggalkan pancinganya dan melongokan kepalanya
kearah emberku yang dipenuhi hanya oleh satu ekor ikan lele saja.
“Widih…. Gede banget, itu ikan beneran?” Ucap Darno yang
merasa takjub.
“Beneran lah… emangnya balon?” Balasku.
Darno hanya menggeleng takjub melihat besarnya ikan yang ku
tangkap itu namun tiba-tiba reaksinya berubah dan berjongkok
memperhatikan ikan itu.
“Kenapa no?” Tanyaku yang penasaran.
Darno masih serius memperhatikan ikan lele raksasa itu.
“Eng..enggak… kok kayaknya tadi aku ngeliat matanya ikan ini
kedip ya? Kayak mata manusia gitu…” Ucapnya.
Aku memperhatikan ikan lele itu , namun tidak ada keanehan
sama sekali.
“Mana enggak kok, biasa aja matanya” Jawabku yang memang
tidak menemukan keanehan apa-apa dari ikan ini.
36
“Kamu yakin mau dibawa pulang? Ga dilepasin lagi aja?” Ucap
Darno.
“Enggak lah… tak bawa pulang buat lauk ntar, toh seharian ini
Cuma ikan ini yang kudapat” Ucapku.
Nampaknya Darno juga tidak berniat menahanku hingga
akhirnya kami berdua pulang menuju rumah masing-masing.
…
37
“Bu… enak banget lelenya! Biasanya kan kalau ukuranya besar
dagingnya ga gurih” Ucap Adri yang terlihat makan dengan lahap.
“Iya ya pak… berarti bapak pinter mancingnya” Balas istriku
mencoba memujiku..
“Nggak lah… yang masak yang pinter” Aku membalas godaanya
sambil melahap ikan yang sudah dimasak dengan sempurna ini.
39
Tunggu , maksudnya ikan lele yang kami makan tadi? Bagaimana
kami bisa tau bahwa lele besar tadi adalah penunggu kali pinggi rel.
“Maaf.. maafkan kami, kami sama sekali tidak tahu bahwa ikan
itu bukan ikan biasa”
Ucapku sambil berusaha menghentikan makhluk yang mencekik
istriku itu.
“Apa? Apa yang harus kami lakukan agar kau melepaskan
kami?” Lanjutku dengan semakin memohon..
Makhuk itu terdiam cukup lama, aku tak mampu lagi menahan
air mataku dengan semua kejadian ini.
…
“Kembalikan dia dan semua bagian tubuhnya ke kali itu.. atau
kalian semua akan membayarnya dengan nyawa kalian”
Setelah ucapan itu, Cengkraman di leher Rini terlepas hingga
membuatnya terjatuh. Namun ia masih belum sadar dan menatap
dengan tatapan yang kosong.
Tak menunggu lama, akui segera mengambil sebuah baskom
mengumpulkan mengampiri tempat sampha tempat istriku membuang
sisa-sisa tulang ikan lele itu dan mengumpulkanya.
Satu persatu sisa-sisa tulang dan bagian tubuh ikan itu
kukumpulkan. Suara rintihan dari kamar Adri masih terdengar dan
membuatku semakin gelisah.
Setelah yakin tidak ada bagian tubuh yang tersisa dari ikan itu,
aku segera berlari menuju kali di pinggir rel secepat mungkin tanpa
mempedulikan apapun.
Dan benar.. saat aku sampai di kali itu. segerombolan bayangan
makhluk hitam udah berkumpul melayang diatas kali menyambut
kedatanganku.
“I… ini , saya pastikan semua bagian tubuhnya ada di sini..”
Suaraku bergetar saat mengatakan itu pada mereka semua.
40
Salah satu dari makhluk itu tiba-tiba muncul di belakangku
seolah memastikan apa yang kubawa.
“Kembalikan ke tempatnya….”
“Tunggu…”
“Belum semuanya…”
Benar , aku sudah memastikan tidak ada lagi sisa tubuh ikan itu
di rumah. Dan itu sudah kularung kembali ke kali.
“Belum semuanya…”
41
Ucapnya lagi, namun kali ini dengan tanganya yang menunjuk
ke arahku.
Rini dan Ardi sudah berdiri tepat dipinggir kali. Aku berteriak
dan berusaha menghampirinya.. namun sekumpulan makhluk hitam
mengumpul di sekitar kami.
“Kembalikan semuanya…”
….
42
…
“Mas bangun… udah mau magrib nih”
Terdengar teriakan istriku membangunkanku dari tidurku.
Tu.. tunggu apa ini? Bukanya tadi aku sedang berada di kali?
Ucapku yang merasa heran dengan apa yang terjadi.
“Lelenya gak aku masak, buat besok aja ya… itu kita dapet nasi
berkat dari tetangga.. habis ada hajatn” Ucap istriku.
Dengan segera aku berlari mengecek ikan lele yang tadi siang
aku tangkap. Terlihat di sebuah ember ikan itu masih hidup di ember
yang sama saat aku menyerahkanya pada Rini.
“Nggak…”
Maghrib sudah lewat dan hari mulai malam saat aku sampai di
tempat tadi.
43
Pemandangan kali tempatku memancing tadi berubah menjadi
mengerikan, tidak seperti tadi siang saat aku memancing.
Tiba-tiiba pria berjanggut putih yang ada di pagar rel itu muncul
di belakangku. Kemunculanya di tengah rasa paniku yang belum hilang
berhasil membuatku takut dan terjatuh.
44
Orang itu hanya menggeleng-geleng heran dengan
ketidaktahuanku.
Tapi tunggu… kali ini aku baru sadar. kenapa di beberapa batu
itu ada bekas kembang?
TAMAT
45
46
CHAPTER V
TEROR
GENDERUWO
BEREKOR
47
“Brak…”
….
48
“Bapak mau buat rak cupang… kayunya jangan dimainin ya”
Perintahku pada anaku yang yang masih penasaran dengan kayu yang
kukumpulkan.
“Mas… ikanya cuma yang ini aja? Yang level grade gitu ada ga?”
Tanya salah satu pembeli yang memang mengerti soal percupangan.
“O.. ada donk, tapi saya pajang di belakang.. ayo masuk” Ucapku
yang mengajak orang itu melihat koleksiku di rak yang kubuat di sebelah
sumur.
“Mas… warnanya bisa bagus begini pake air dari sumur itu?”
Ucapnya sambil menunjuk ke sumur tua yang berada di dekatnya.
49
“Pake air tanah mas, udah pake pompa listrik.. sumur itu udah
ga dipake lagi, rencananya sih mau ditutup” Jawabku.
Aku segera kembali ke depan, namun tiba tiba salah satu toples
ikan cupangku jatuh ke bawah. Segera aku merapikanya kembali sambil
mengecek apa yang menyebabkan toples itu terjatuh namun tidak ada
petunjuk apapun.
…..
“Brak….. “
“Grrr..”
50
Orang itu memilih beberapa ikan dan segera membayar.
“Ada mas.. itu di kamar situ. Masuk aja dipilih2… nanti saya
nyusul kalau sudah selesai” Ucapku sambil mempercepat urusanku
dengan pembeli lain.
51
Di depan pintu kamar , terlihat anaku sedang menangis
sesegukan menutupi matanya seolah menghalangi agar tidak melihat
sesuatu.
….
“Eh masnya… belanja apa mas?” Sapa orang itu yang ternyata
menyadari keberadaanku juga.
“Eh ini… belanja pelet sama kutu air untuk makanan cupang”
Jawabku.
53
“Bukanya gak cocok sama ikanya mas… tapi pas saya lagi milih-
milih tiba-tiba ada suara yang membentak saya dari luar” Ucapnya
dengan wajah yang sedikit terlihat ketakutan.
“O.. begitu mas, iya nih.. entah.. sepertinya rumah saya lagi ada
yang ngeganggu.
Aku tahu mbah Sidi, dia sesepuh kampung ini yang ditugaskan
oleh orang keraton untuk merawat petilasan pusaka di dekat kali di
pinggir rel.
“Iya.. sepertinya saya mau minta tolong. Kasihan anak saya kalo
dibiarin” Jawabku.
54
….
55
makhluk hitam besar berbulu dengan mata merah yang nangkring diatas
sumur dengan ekornya yang menggelantung.
“Ya sudah tutup saja.. biar saya yang menghalau makhluk itu
dari tempat ini.. keberadaan benda seperti sumur tua ini sangat mudah
memancing makhluk halus untuk menghuninya.” Jelas Mbah Sidi pada
kami.
56
Namun rupanya ucapanya tidak berhenti sampai di situ.
toh rumah kalian juga ga jauh dari rel kereta api yang sudah
banyak memakan korban”
….
57
“Mas.. kopi hitam paitnya satu!” Pesanku pada seorang pemuda
yang sedang menjaga angkringan di dekat rel kereta.
“Kopi hitam pait tanpa gulanya mas…” Ucap pemuda itu sambil
menyerahkan segelas kopi pesananku.
58
Pemuda itu menurut dan duduk di sebelahku.
TAMAT
59
Halo!
Terima kasih telah membeli buku cetak ataupun E-Book karya
Diosetta.
Semoga cerita ini bisa menghibur kalian semua dan mohon maaf
apabila ada salah kata atau bagian dari cerita ini yang
menyinggung.
Twitter : www.twitter.com/diosetta
Instagram : www.instagram.com/diosetta.69
Karyakarsa : www.karyakarsa.com/diosetta69
Best Regards,
Diosetta
60
61