Anda di halaman 1dari 7

GURU DAN KINERJANYA

(Tugas Minggu Ke-4

Akhmad Makhfud (12010190016)


Program Pasca Sarjana (S2 – PAI)
IAIN Salatiga

A. Tugas Guru
Guru adalah aktor utama di samping orang tua dan elemen lainnya kesuksesan
pendidikan yang dicanangkan. Tanpa keterlibatan aktif guru, pendidikan kosong dari materi,
esensi, dan substansi. Secanggih apapun sebuah kurikulum, visi misi, dan kekuatan
financial, sepanjang gurunya pasif dan stagnan, maka kualitas lembaga pendidikan akan
merosot tajam. Sebaliknya, selemah dan sejelek apa pun sebuah kurikulum, visi misi,dan
kekuatan financial, jika gurunya inovatif, progresif, dan produktif, maka kualitas lembaga
pendidikan akan maju pesat. Lebih-lebih jika sistem yang baik ditunjang dengan kualitas
guru yang inovatif, maka kualitas lembaga pendidikan semakin dahsyat.
Guru memiliki peranan, tugas dan tanggungjawab terhadap peserta didiknya. Peran
guru tidak akan bisa digantikan sekalipun dengan mesin canggih. Karena tugas guru
menyangkut pembinaan sifat mental manusia yang menyangkut aspek-aspek yang bersifat
manusiawi yang unik dalam arti berbeda satu dengan yang lainnya.
Thomas J. Sergiovanni dan Robert J. Starratt menyebutkan di dalam bukuNYA
Supervision A Redefinition.
”Teachers worked harder and had better attitudes toward learning, spent more
time in actual teaching, relied more heavily on praising students, and were better able to
involve students as active learners”.
Artinya adalah seorang guru adalah bekerja lebih keras dan memiliki sikap yang
lebih baik terhadap pembelajaran, menghabiskan lebih banyak waktu dalam pengajaran
yang sebenarnya, lebih mengandalkan memuji siswa serta lebih mampu melibatkan siswa
sebagai pembelajar aktif.
Terlepas dari metode apa yang digunakan guru dalam mentransmormasi
pengetahuan kepada anak didik Broudy dan Palmer dalam Thomas J. Sergiovanni dan
Robert J. Starratt membagi tahapan proses pengajaran menjadi lima tahapan yaitu :
1. Tahapan persiapan.
Proses mempersiapkan interaksi dengan siswa di kelas., Ini termasuk
mempersiapkan rencana pelajaran, meninjau catatan, mengantisipasi kemungkinan
tanggapan siswa, dan mempersiapkan siswa untuk apa yang akan mereka pelajari
(memotivasi mereka).
2. Tahapan Presentasi.
Guru menawarkan kepada siswa apa yang mereka pelajari. Ini adalah inti dari
tindakan mengajar, dan dalam spesifikasi langkah inilah berbagai metode pengajaran
sering kali bervariasi.
3. Tahapan Diagnosis.
Guru dan / atau siswa mengamati dan menafsirkan tanggapan untuk
menentukan apakah siswa telah mempelajari materi atau tugas.
4. Tahapan Penguatan atau koreksi.
Jika tanggapannya benar, guru mencoba untuk meyakinkan siswa
mempertahankan apa yang telah mereka pelajari, tetapi jika tanggapannya iDorekt,
guru mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengoreksi tanggapan tersebut.
5. Evaluasi formal.
Prosedur dan tes digunakan oleh guru untuk menentukan seberapa baik siswa
telah mempelajari tugas yang disajikan. Identifikasi ciri-ciri umum dalam tugas
mengajar jelas tidak menghalangi metode pengajaran yang berbeda; Sebenarnya,
metode yang sesuai adalah fungsi dari jenis tugas pembelajaran, dan tujuan serta
strategi guru
B. Faktor Pengaruh Penampilan (Kinerja) Guru di Kelas.
Guru merupakan ujung tombak keberhasilan pendidikan dan dianggap sebagai orang
yang berperanan penting dalam pencapaian tujuan pendidikan yang merupakan percerminan
mutu pendidikan. Keberadaan guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya tidak lepas
dari pengaruh faktor internal maupun faktor eksternal yang membawa dampak
pada perubahan kinerja guru.

Faktor yang mempengaruhi kinerja guru yang dapat diungkap Wayne K. Hoy &
Patrick B Forsyth dalam bukunya Effective Supervision : Theory Into Practice, sebagaimana
berikut:

“Teachers have affective responses to the classroom environment that influence their
behavior. How satisfied are teachers with their jobs, their teaching, and their interactions
with students, colleagues, and superiors?”
Arti bebas:”guru memiliki tanggapan yang afektif terhadap lingkungan kelas yang
mempengaruhi perilaku mereka. Seberapa puaskah guru dengan pekerjaan, pengajaran, dan
interaksi mereka dengan siswa, kolega, serta atasan.”
C. Pengaruh Komitmen, Kompetensi dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Guru
Komitmen seorang guru adalah suatu pendirian diri terhadap apa yang dilakukan
dengan penuh percaya diri dalam menjalankan peran dan tugasnya. Hal itu karena keahlian
atau kompetensi keilmuan yang dimiliki seorang guru hingga seseorang guru itu yakin
dalam menjalankan perananya sebagai pendidik para generasi penerus bangsa. Yang mana
hal tersebut akan mampu meningkatkan kinerja guru menjadi lebih baik.
Namun terkadang semua hal tersebut akan luntur dikarenakan ketidakpuasan seorang
guru terhadap sesuatu yang ia dapatkan dikarenakan sejumlah factor yang
mempengaruhinya sehingga kinerja guru menjadi menurun.
(Wayne K. Hoy & Patrick B Forsyth: 201) yang menyatakan bahwa diantara factor
yang mempengaruhu kinerja guru adalah factor Hygiene yaitu suatu keadaan guru tidak puas
dalam menjalankan pekerjaanya yang mana ketiadakpuasan tersebut dipengaruhi oleh salah
satu atau lebih factor – factor sebagai berikut ini :
1. Organizational policy and administration (Kebijakan dan administrasi organisasi).
2. Supervision (Pengawasan atau supervisi terhadap kompetensi atau ketidakmampuan
guru).
3. Salary (Kenaikan upah atau gaji atau ekspektasi gaji yang tidak terpenuhi meningat).
4. Interpersonal relations with superiors (Hubungan interpersonal dengan atasan).
5. Interpersonal relations with colleagues (Hubungan interpersonal dengan rekan kerja).
6. Interpersonal relations with subordinates. (Hubungan interpersonal dengan bawahan).
7. Working conditions (Kondisi fisik saat kerja).
8. Status (Status pekerjaan).
9. Security (Keamanan saat bekerja)
10. Personal life (Kehidupan pribadi yang mempengaruhi pekerjaan).

D. Iklim Sekolah Yang Sehat


Menurut Reichers dan Schneider (dalam Milner dan Khoza, 2008:158) iklim secara
luas menggambarkan persepsi bersama menyangkut berbagai hal yang ada di sekeliling kita.
Secara sempit iklim diartikan sebagai persepsi bersama mengenai kebijakan organisasi dan
prosedur pelaksanaan, baik secara formal maupun informal. Kopelman, Brief dan Guzzo
(dalam Milner dan Khoza, 2008:158) menjelaskan persepsi bersama memungkinkan
individu untuk memahami ambiguitas, konflik organisasi dan ketidakpastian,
memperkirakan hasil, serta menilai kesesuaian kegiatan organisasi. Oleh karena itu iklim
organisasi mempunyai peran fungsional untuk membentuk dan mengarahkan perilaku
individu dalam organisas
Terdapat 8 dari 10 dimensi iklim sekolah yang sehat yang dijelaskan oleh Miles
dalam Sergiovanni dan Robert J. Starratt sebagaimana berikut ini:
1. Fokus tujuan. Dalam organisasi yang sehat, tujuan (atau biasanya tujuan) dari sistem akan
cukup jelas bagi anggota sistem, dan diterima dengan baik oleh mereka. Kejelasan dan
penerimaan ini, bagaimanapun, harus dilihat sebagai kondisi yang perlu tetapi tidak
cukup untuk kesehatan organisasi. Sasaran juga harus dapat dicapai dengan sumber daya
yang ada atau yang tersedia, dan sesuai - kurang lebih selaras dengan tuntutan
lingkungan.
2. Kecukupan komunikasi. Karena organisasi bukanlah sistem tatap muka secara simultan
seperti kelompok kecil, pergerakan informasi di dalamnya menjadi penting. Dimensi
kesehatan organisasi ini menyiratkan bahwa terdapat komunikasi yang relatif bebas
distorsi "secara vertikal", "secara horizontal", dan melintasi batas sistem ke dan dari
lingkungan sekitarnya. Artinya, trave informasi cukup baik seperti orang yang sehat
"mengenal dirinya sendiri" dengan tingkat minimal represi, distorsi, dll. Dalam organisasi
yang sehat, ada penginderaan yang baik dan cepat dari ketegangan internal; ada cukup
data tentang masalah sistem untuk memastikan diagnosis yang baik atas kesulitan sistem
dapat dibuat. Orang-orang memiliki informasi yang mereka butuhkan, dan
mendapatkannya tanpa melakukan upaya yang tidak semestinya, seperti mereka yang
terlibat dalam pertemuan dengan sekretaris pengawas, membaca koran lokal, atau
mengadakan pertemuan khusus yang berlebihan.
3. Daya penduduk yang optimal.. Dalam organisasi yang sehat, distribusi pengaruh relatif
merata. Bawahan jika ada bagan otoritas formal) dapat berpengaruh ke atas, dan bahkan
lebih penting seperti yang telah ditunjukkan Likert-mereka merasa bahwa atasan mereka
dapat melakukan hal yang sama dengan atasannya. Dalam organisasi seperti itu,
perebutan kekuasaan antarkelompok tidak akan pahit, meskipun konflik antarkelompok
(seperti dalam setiap sistem manusia yang dikenal) niscaya akan hadir. Pendirian dasar
orang-orang dalam organisasi seperti itu, saat mereka melihat ke atas, ke samping, dan ke
bawah, adalah kolaborasi daripada paksaan eksplisit atau implisit.
4. Pemanfaatan sumber daya. Kita mengatakan tentang orang yang sehat, seperti anak kelas
dua, bahwa dia "sedang mengembangkan potensinya". Dengan kata lain, sistem kelas
membangkitkan kontribusi darinya pada tingkat ketegangan yang sesuai dan terarah pada
tujuan. Di tingkat organisasi, "kesehatan" akan mengimplikasikan bahwa input sistem,
terutama personel, digunakan secara efektif. Koordinasi keseluruhan dibuat sedemikian
rupa sehingga orang tidak kelebihan beban atau menganggur. Secara umum, ada sedikit
rasa tegang (dalam arti bahwa mencoba melakukan sesuatu dengan struktur yang lemah
atau tidak tepat akan memberikan tekanan pada struktur tersebut). Dalam organisasi yang
sehat, orang mungkin benar-benar bekerja sangat keras, tetapi mereka merasa bahwa
mereka tidak bekerja melawan diri mereka sendiri, atau melawan organisasi. Kesesuaian
antara disposisi orang sendiri dan tuntutan peran dari sistem adalah baik. Di luar ini,
orang merasa cukup "mengaktualisasikan diri"; mereka tidak hanya "merasa baik" dalam
pekerjaan mereka, tetapi mereka memiliki perasaan yang tulus untuk belajar, tumbuh, dan
berkembang sebagai orang dalam proses memberikan kontribusi organisasi mereka.
5. Kekompakan. Kami menganggap orang yang sehat sebagai orang yang memiliki identitas
yang jelas; dia tahu siapa dia, di balik semua tujuan spesifik yang dia tetapkan untuk
dirinya sendiri. Di luar ini, dia menyukai dirinya sendiri; pendiriannya terhadap
kehidupan tidak membutuhkan penghinaan terhadap diri sendiri, meskipun ada aspek
perilakunya yang tidak efektif atau tidak efektif. Dengan analogi di tingkat organisasi,
kesehatan sistem akan menyiratkan bahwa organisasi mengetahui "siapa itu".
Anggotanya merasa tertarik untuk menjadi anggota dalam organisasi. Mereka ingin
bertahan, terpengaruh olehnya, dan menggunakan pengaruh mereka sendiri dalam gaya
kolaboratif yang disarankan di atas.
6. Semangat. Gagasan tersirat adalah salah satu kesejahteraan atau kepuasan. Kepuasan saja
tidak cukup untuk kesehatan; seseorang mungkin melaporkan perasaan sejahtera dan puas
dalam hidupnya, sementara berhasil menyangkal permusuhan yang mendalam,
kecemasan, dan konflik. Namun tampaknya masih berguna untuk membangkitkan, di
tingkat organisasi, gagasan moral: serangkaian sentimen individu yang terangkum,
berpusat di sekitar perasaan kesejahteraan, kepuasan, dan kesenangan, sebagai lawan dari
perasaan tidak nyaman, tidak diinginkan-untuk ketegangan, dan ketidakpuasan.
7. Inovasi. Sistem yang sehat akan cenderung menciptakan prosedur baru, bergerak ke arah
tujuan baru, menghasilkan jenis produk baru, mendiversifikasi dirinya sendiri, dan
menjadi semakin terdiferensiasi seiring waktu. Dalam arti tertentu, sistem seperti itu
dapat dikatakan tumbuh, berkembang, dan berubah, daripada tetap rutin dan standar.
8. Otonomi. Orang yang sehat bertindak "dari pusatnya sendiri ke luar". Terlihat dalam
kelompok pelatihan atau terapi, misalnya, orang seperti itu tampaknya hampir bebas

E. Pengaruh Iklim Sekolah Terhadap Guru


Iklim sekolah merupakan suatu elemen penting dalam peningkatan mutu sekolah yang
berkualitas. Sergiovanni dan Robert J. Starratt didalam bukunya yang menyatakan :
A conducive school climate will be realized well, if the conditions for a sense of
security, comfort, mutual support and strengthening between school elements. So that
teacher performance can run well and optimally.
Maknanya adalah: Iklim sekolah yang kondusif akan terwujud dengan baik, apabila
syarat akan rasa aman, nyaman, saling mendukung dan menguatkan antar elemen sekolah.
Sehingga kinerja guru dapat berjalan dengan baik dan maksimal.
Oleh karenanya, penciptaan hubungan yang saling mendukung dan menguatkan baik
antara kepala sekolah dengan bawahan yaitu guru dan karyawan, antara guru dengan guru,
antara guru dengan siswa, maupun peserta didik dengan peserta didik itu sendiri. Pola
hubungan komunikasi tersebut, yang akan menumbuhkan suatu kepercayaan antar elemen
sekolah tersebut tidak terkecuali guru, karena dengan adanya kepercayaan yang baik, tidak
akan menimbulkan suatu prasangka buruk pada masing-masing elemen sekolah, seperti jika
terjadi suatu hasil yang kurang maksimal, terutama dari sisi hasil belajar mengajar yang
dilakukan oleh guru. Oleh karena itu, guru juga menuntut adanya iklim sekolah yang baik.
Dengan terciptanya iklim sekolah yang kondusif, maka guru akan merasa nyaman
dalam bekerja dan terpacu untuk bekerja lebih baik, karena kebutuhan guru itu sendiri akan
adanya kebutuhan rasa aman, nyaman, dan tentram tanpa adanya ancaman atau tekanan dari
pihak mana pun terpenuhi dengan baik. Akan tetapi bila sebaliknya, apabila iklim sekolah
yang tidak kondusif dan tidak mendukung kinerja guru akan berdampak negatif, baik bagi
guru maupun personil sekolah lainnya, dan sulitnya tercapai tujuan pendidikan, sehingga
menyebabkan guru merasa jenuh dengan kinerjanya di sekolah. Hal tersebut mencerminkan
bahwa suasana sekolah yang kondusif sangat mendukung peningkatan suasana kehidupan
kinerja guru. Oleh karena itu iklim sekolah memegang peranan penting, sebab iklim itu
menunjukkan pergaulan dan pergaulan di sekolah tersebut.
F. Budaya Sekolah dan Pengaruhnya Terhadap Guru
Thomas J. Sergiovanni dan Robert J. Starratt menyebutkan di dalam bukunya yang
berjudul Supervision A Redefinition bahwa:
“Culture can be defined as a set of understandings or meanings shared by a group of
people.”
Artinya adalah Budaya dapat didefinisikan sebagai seperangkat pemahaman atau
makna yang dimiliki oleh sekelompok orang.
G. Pengaruh Budaya Sekolah Terhadap Guru
Budaya merupakan suatu kebiasan yang menjadi norma tak tertulis. Dengan demikian
budaya sekolah dapat didefinisikan bahwa suatu kebiasaan yang berada di lingkungan
sekolah.
Dengan demikian secara langsung budaya yang melekat di sekolah akan
mempengaruhi seluruh penghuni sekolah tersebut baik berpengaruh terhadap kinerja guru
dan berpengaruh terhadap prestasi belajar peserta didiknya.
Daftar Pustaka

Milner, Karen dan Khoza, Harriet. (2008). A Comparison of Teacher Stress and School Climate
Across Schools with Different Matric Sucess Rates. South African Journal of
Education. 28. 155-173. [Online].
Tersedia: http://ajol.info/index.php/saje/article/viewFile/25151/4350
Thomas J. Sergiovanni & Robert J. Starratt. 1993. Supervision: A Redifinition Bab 5 dan 6.
Wayne K. Hoy & Patrick B Forsyth. .... Effective Supervision: Theory into Practice Bab 9 dan
13.

Anda mungkin juga menyukai