Anda di halaman 1dari 3

Tailing PT Freeport Indonesia Tailing

adalah bahan buangan hasil tambang tembaga dan emas pada perusahan tambang PT Freeport
Indonesia yang berlokasi di Tembagapura Timika Papua. Bahan buangan ini telah menjadi
perhatian yang sangat serius baik kepada masyarakat maupun kepada pemerintah dengan terus
meningkatnya hasil buangan sisa pengolahan tambang tersebut yang kini menjadi permasalahan
pada dampak lingkungan khususnya di kawasan wilayah daerah penanmbangan kota Timika
Papua. Pertambangan biji tembaga dan emas PT Freeport Indonesia sejak dimulai operasi
komersialnya pada tahun 1972 telah membuang tailing sisa pengolahan biji melalui Sungai
Ajkwa. Dari awal produksinya yang hanya 16.000 ton biji perhari, telah meningkat secara tajam
saat ini menjadi sekitar 223.000 ton perhari dari target 300.000 ton perhari. Pembuangan
limbah hasil tambang yang terus meningkat sehingga terjadi pengendapan pada sungai Ajkwa dan
dam tailing yang berdampak pada lingkungan. Menurut Prof Dr Warjono Soemodinoto dari
Departemen Tambang ITB ( 2001) mengatakan bahwa ada dua jenis limbah yang dihasilkan PT
Freeport Indonesia yakni limbah penambangan dan limbah pengolahan berupa tailing dan limbah
– limbah ini dibuang langsung ke sungai Ajkwa. Tailing yang dibuang ini dalam volume yang
sangat besar karena dari 100% biji yang diolah hanya menghasilkan 3 – 5 % konsentrat
sedangkan 95 – 97 % merupakan tailing. Dari kedua jenis hasil limbah tailing yang dibuang dan
mempengaruhi lingkungan adalah limbah tailing yang berasal dari tambang yang dicuci karena
mengandung 2% tembaga dan logam berat lainnya seperti Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal
(pb), Merkuri (Hg), Sianida (Cn) dan lainnya. PTFI bersama kementerian PUPR bekerja sama
dalam pengembangan Tailing menjadi bahan campuran aspal. Pemanfaatan Tailing yang telah
diolah bersama pemerintah untuk terus melipatgandakan nilai tambah yang diciptakan bagi
kabupaten Mimika dan daerah lainnya di papua melalui berbagai kegiatan. Proses
pengolahan/konsentrat Freeport Indonesia merupakan sebuah proses fisik di mana bijih digerus
halus dan mineral yang mengandung tembaga dan emas dipisahkan dari partikel-partikel batuan
yang tidak bernilai ekonomi. Oleh karena topografi istimewa tapak, kegiatan seismiknya, dan
curah hujan tahun yang melebihi 10 meter di beberapa lokasi, kami menggunakan sistem
pengelolaan tailing yang terkendali via aliran sungai yang mengangkut tailing ke suatu daerah
yang ditetapkan di zona dataran rendah dan pesisiran, yang disebut sebagai Modified Ajkwa
Deposition Area (Mod ADA). Daerah pengendapan ini adalah suatu bagian dari bantaran
genangan sungai, dan merupakan sistem yang direkayasa, dikelola untuk pengendapan dan
pengendalian tailing. Sistem pengelolaan ini dijalankan di bawah rencana pengelolaan tailing
komprehensif Freeport Indonesia, yang disetujui oleh Pemerintah Indonesia setelah melakukan
banyak studi teknis dan suatu proses peninjauan ulang secara tahun-jamak. Sistem ini melibatkan
pembangunan struktur penampung lateral, atau tanggul, untuk daerah pengendapan. Tanggul-
tanggul ini belakangan diperluas dan pekerjaan secara terus-menerus dilakukan untuk berbagai
perbaikan sistem, termasuk pemeriksaan, pemantauan, dan pembangunan fisik. Kami terus-
menerus mengevaluasi dan memutakhirkan rencana pengelolaan tailing untuk meminimalkan
risiko. Apabila pertambangan berakhir, penelitian kami memperlihatkan bahwa daerah
pengendapan ini dapat direklamasi dengan vegetasi alamiah atau dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan pertanian, kehutanan, atau perikanan. Rata-rata biaya tahunan untuk melaksanakan
program pengelolaan tailing ini selama tiga tahun terakhir sekitar 120 juta dolar AS. Kami telah
melaksanakan suatu program untuk mendaur ulang Tailing sebagai bahan campuran beton dalam
pembangunan prasarana lokal. Bekerja sama dengan pemerintah daerah Propinsi Papua (PEMDA
Papua) dan pemerintah daerah Kabupaten Mimika (PEMDA), kami telah menggunakan material
Tailing sebagai unsur utama untuk membangun infrastruktur. Infrastruktur yang dibangun baik di
internal di PTFI maupun juga infrastruktur di PEMDA Papua dan PEMDA Mimika seperti Jalan
Trans-Nabire, kantor Pemerintahan Kabupaten Mimika, jalan dan jembatan Pomako, lapangan
parkir gedung pertemuan Eme Neme Yauware Timika dan sejumlah bangunan lainnya. Total
sebanyak 1,1 juta ton material Tailing telah digunakan dalam proyek pembangunan infrastruktur
tersebut dengan biaya sebesar 9,3 juta dolar AS. Pemerintah dan masyarakat setempat
memberikan tanggapan menggembirakan dan setelah vakum selama 4 tahun, PTFI bermaksud
melanjutkan upaya-upaya ini pada tahun-tahun mendatang dimulai pada tahun 2019.

Anda mungkin juga menyukai