Anda di halaman 1dari 23

ANALISIS KANDUNGAN PROTEIN KASAR (PK) DAN SERAT KASAR

(SK) KOMBINASI RUMPUT ODOT (PENNISETUM PURPUREUM

CV.MOTT) DAN KULIT PISANG YANG TERFERMENTASI

( Proposal Usul Penelitian )

Oleh :

Meilita Imelda

1854241008

JURUSAN PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2020
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pisang (Musa paradisiaca) merupakan tanaman hortikultura yang

mempunyai potensi produksi (buah pisang) cukup besar karena produksi

pisang berlangsung tanpa mengenal musim. Buah pisang sangat disukai

dari berbagai kalangan masyarakat karena banyaknya kandungan gizi yang

terdapat didalamnya yaitu vitamin, gula, air, protein, lemak, serat dan

menyimpan energi yang cukup (Stover, 1987). Semakin banyak

masyarakat yang menyukai buah pisang maka volume limbah kulit pisang

yang dihasilkan semakin tinggi. Keberadaan limbah kulit pisang banyak

dijumpai di lingkungan sekitar sehingga dapat mencemari lingkungan.

Dengan demikian pemanfaatan limbah kulit pisang masih kurang

maksimal.

Kulit pisang merupakan limbah agroindustri yang dapat dimanfaatkan

sebagai pakan alternatif, namun kulit pisang masih mengandung serat

kasar yang tinggi dan protein yang rendah. Untuk dapat dimanfaatkan

sebagai pakan ternak, kulit pisang dapat dilakukan pengolahan terlebih

dahulu (Has et al., 2017)

Limbah kulit pisang masih belum mendapatkan penanganan yang cukup

karena pada limbah pisang masih mengandung pati, protein, dan serat
yang cukup tinggi. Masalah yang sering dihadapi pada industri kimia

adalah pemanfaatan bahan-bahan tidak berguna yang murah menjadi

bahan-bahan yang lebih berguna dan bernilai tinggi. Menurut data BPS

(Badan Pusat Statistik) Indonesia, produksi buah pisang terus meningkat

setiap tahunnya dan pada tahun 2013 produksi buah pisang mencapai

6.004.615 ton. Potensi ketersediaan Pisang yang cukup melimpah inilah

yang turut menghasilkan limbah. Kulit pisang yang merupakan bagian

dari buah pisang yang umumnya hanya dibuang sebagai sampah.

Indonesia yang merupakan salah satu negara penghasil pisang terbesar di

Asia ini mengalami kesulitan dalam pengolahan limbahnya. Jumlah dari

kulit buah pisang cukup banyak, yaitu kira – kira sekitar 1/3 bagian dari

buah pisang yang belum dikupas tentu ini merupakan jumlah yang cukup

banyak. Selama ini pemanfaatannya kurang maksimal atau lebih sering

dibuang hanya sebagai sampah. Kulit pisang dalam jumlah yang cukup

banyak akan memiliki nilai jual apabila dimanfaatkan sebagai bahan baku

pakan ternak. Kulit dari buah pisang kepok biasanya oleh masyarakat

hanya dibuang dan hal itu menjadi permasalahan limbah di alam karena

akan meningkatkan keasaman tanah dan mencemarkan lingkungan

(Seftian et al., 2012).

Salah satu jenis limbah dari buah pisang yang bisa dimanfaatkan adalah

limbah kulit pisang kepok. Penggunaan limbah perkebunan sebagai pakan

untuk ternak diperlukan strategi pengolahan dengan tujuan memperbaiki


kandungan nutrisi. Limbah yang digunakan sebagai bahan pakan ternak

masih memerlukan proses pengolahan guna meningkatkan kualitas nutrisi

bahan pakan. Pengolahan limbah sebagai bahan pakan pakan dapat

dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan teknik fermentasi.

Fermentasi bertujuan untuk menghilangkan zat anti nutrisi yang terdapat

pada limbah, meningkatkan kualitas gizi dan memperbaiki tekstur bahan

pakannya. Fermentasi merupakan perombakan substrat organik melalui

enzim yang dihasilkan mikroorganisme untuk menghasilkan senyawa

sederhana. Keberhasilan proses fermentasi dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain ketersediaan substrat, dosis inokulum, jenis

mikroorganisme, waktu fermentasi, pH, dan suhu (Astuti et al., 2013).

Kulit pisang terfermentasi mampu menggantikan rumput lapangan dalam

pakan lengkap sampai 40% dengan kecernaan bahan kering 74,58% dan

kecernaan bahan organik berkisar 72,63% (Astuti, 2015).

Pemanfaatan kulit pisang masih sangat rendah, karena kebanyakan

masyarakat memanfaatkan kulit pisang sebagai pakan ternak atau

membiarkannya menumpuk menjadi sampah sehingga mencemari

lingkungan. Secara umum kandungan gizi kulit pisang sangat banyak,

terdiri dari mineral, vitamin, karbohidrat, protein, lemak dan lain-lain.

Kandungan karbohidat pada kulit pisang sebesar 18,50%, menyebabkan

kulit pisang berpotensi sebagai sumber pati (Hikmatun, 2014).

Saat ini sedang diusahakan secara intensif pemanfaatan bahan-bahan yang

mengandung serat kasar dengan karbohidrat yang tinggi, Misalnya umbi

kayu, ubi jalar, pisang, kulit pisang, dan lain-lain. Pisang dengan nama
Latin Musa paradisiaca merupakan jenis buah-buahan tropis yang sangat

banyak dihasilkan di Indonesia. Dari keseluruhan jumlah tersebut terdapat

jenis buah pisang yang sering diolah dalam bentuk gorengan, salah

satunya pisang kepok. Kulit dari buah pisang kepok biasanya oleh

masyarakat hanya dibuang dan hal itu menjadi permasalahan limbah di

alam karena akan meningkatkan keasaman tanah dan mencemarkan

lingkungan (Seftian et al., 2012).

Komposisi kulit pisang mengandung air sebesar 68,90% dan karbohidrat

sebesar 18,50%. Karbohidrat pada kulit pisang dapat diubah menjadi

etanol melalui proses hidrolisa dan fermentasi. Dengan proses ini kulit

pisang dapat ditingkatkan nilai ekonomisnya (Wahyudi et al., 2011).

Kulit pisang kepok digunakan karena mengandung karbohidrat.

Karbohidrat tersebut diurai terlebih dahulu melalui proses hidrolisis

kemudian difermentasi dengan menggunakan Saccharomyces cereviseae

menjadi alkohol (Setiawati et al., 2013).

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fermentasi kombinasi

rumput odot dan kulit pisang dengan bakteri asam laktat terhadap

kandungan protein kasar dan serat kasar.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan agar dapat memberikan informasi

kepada masyarakat khususnya petani peternak mengenai pemberian


kombinasi rumput odot dan kulit pisang yang difermentasi oleh bakteri

asam laktat.

1.4 Kerangka Pemikiran

Kebutuhan hijauan akan semakin banyak sesuai dengan bertambahnya

jumlah populasi ternak yang dimiliki. Kendala utama di dalam penyediaan

hijauan pakan untuk ternak terutama kontinuitas tidak tetap sepanjang

tahun. Ketersediaan bahan pakan hijauan sangat dipengaruhi faktor

musim, pada musim hujan tersedia dalam jumlah banyak dan sedangkan

pada musim kemarau ketersediaan sangat terbatas. Fermentasi merupakan

salah satu upaya dalam peningkatan kualitas bahan pakan yang telah

banyak dilakukan.

Proses fermentasi dilakukan dengan menambahkan starter yaitu bakteri

asam laktat (BAL) yang sesuai dengan substrat dan tujuan proses

fermentasi. Keunggulan rumput odot antara lain, mampu beradaptasi

diberbagai macam tanah, merupakan tumbuhan parenial, produksinya

tinggi, nilai gizinya tinggi dan tingkat pertumbuhannya tinggi. Untuk

mengatasi hal tersebut biasanya peternak memberi pakan alternatif berupa

limbah pertanian. Kendala utama dari pemanfaatan limbah kulit pisang

sebagai salah satu bahan pakan ternak adalah kandungan serat kasar tinggi

dan protein serta kecernaan rendah. Penggunaan kulit pisang secara

langsung atau sebagai pakan tunggal tidak dapat memenuhi pasokan

nutrisi yang dibutuhkan ternak. Kulit pisang merupakan bahan

penyusunan pakan lengkap dan dapat digunakan sebagai pakan konsentrat,

sehingga
pemberian pakan kulit pisang di kombinasikan dengan rumput odot yang

difermentasi dengan bakteri asam laktat.

Banyaknya pemanfaatan buah pisang untuk diolah menjadi berbagai

macam produk olahan pangan menghasilkan banyaknya limbah kulit

pisang yang mencemarkan lingkungan. Sedangkan sampai saat ini kulit

pisang belum dapat dimanfaatkan lebih optimal, hanya dibuang sebagai

limbah organik. Kulit pisang memiliki potensi untuk diolah menjadi

pakan alternatif untuk ternak, akan tetapi kandungan serat kasar pada

limbah kulit pisang sangat tinggi maka diperlukan adanya pengolahan

pakan untuk menurunkan kadar serat kasar dan meningkatkan kadar

protein yang terdapat pada limbah kulit pisang tersebut.

Rumput gajah mini memiliki beberapa keunggulan yaitu pertumbuhan

cepat, berbulu halus, daun lembut, batang lunak, disukai ternak dan

regrowth (pertumbuhan kembali) yang cepat. Dengan defoliasi yang

teratur pertumbuhan anakan lebih banyak. Keunggulan lain adalah

produksi hijauan tinggi, kandungan protein 10-15% dan kandungan serat

kasar yang rendah (Urribarrí et al. 2005). Rumput ini memiliki kandungan

karbohidrat struktural lebih rendah sehingga memiliki kecernaan yang

tinggi. Dilaporkan juga bahwa pada musim kemarau maupun hujan tidak

terjadi perubahan fisik pada daunnya. Kozloski et al. (2005) melaporkan

bahwa hasil pengujian rumput gajah mini pada ternak domba

menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering tidak dipengaruhi umur

panen. Nilai nutrisi mulai menurun pada umur panen yang semakin

panjang terutama pada interval panen 70 hari. Palatabilitas yang tinggi


dapat dilihat dari level konsumsi bahan kering hay rumput gajah mini pada

pemberian sebanyak 1,5; 1,75 dan 2,25% dari bobot badan dan

menghasilkan daya cerna bahan kering, bahan organik, TDN dan nitrogen

yang relatif sama (Morais et al. 2007). Hal ini menggambarkan bahwa

rumput gajah mini ini tetap disukai oleh ternak sekalipun diberikan dalam

bentuk kering. Kecernaan yang sama pada level konsumsi yang meningkat

menunjukkan bahwa persentase yang dikonsumsi dan yang sisa pada

ketiga level tidak berbeda, sehingga dalam kondisi keterbatasan sumber

pakan pemberian cukup pada level 1,5% dari bobot badan. Selain itu,

rumput gajah mini juga memiliki daya cerna nitrogen dan bahan kering

tertinggi diantara rumput-rumput tropis lainnya.

Menurut uraian diatas bahwa rumput gajah mini memiliki palatabilitas

yang tinggi maka akan lebih baik untuk dikombinasikan dengan kulit

pisang yang memiliki tingkat palatabilitas yang kurang baik, dengan

demikian maka peluang ternak akan memakan limbah kulit pisang ini akan

semakin tinggi.

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu teknologi pakan tepat

guna yang dilakukan dalam pengolahan bahan pakan ternak melalui

fermentasi yang dapat meningkatkan protein kasar dan menurunkan serat

kasar bahan pakan ternak.


1.5 Hipotesis

Diduga bahwa fermentasi menggunakan bakteri asam laktat pada rumput

odot dan kulit pisang menyebabkan naiknya nilai protein kasar dan

menurunkan nilai serat kasar pada kombinasi antara rumput odot dan kulit

pisang.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Pisang

Salah satu limbah perkebunan atau agroindustri yang bisa dimanfaatkan

adalah limbah dari buah pisang. Pada tahun 2016 produksi pisang nasional

sebesar 7.007.125 ton/tahun (Putra et al., 2019). Salah satu limbah

pertanian yang belum digunakan secara maksimal adalah kulit pisang.

Kulit pisang merupakan limbah agroindustri yang dapat dimanfaatkan

sebagai pakan alternatif, namun kulit pisang masih mengandung serat

kasar yang tinggi dan protein yang rendah. Untuk dapat dimanfaatkan

sebagai pakan ternak, kulit pisang dapat dilakukan pengolahan terlebih

dahulu (Has et al., 2017).

Kulit pisang kepok (Musa paradisiaca normalis) mengandung protein

kasar 3,63%, lemak kasar 2,52%, serat kasar 18,71%, calsium 7,18% dan

Phospor 2,06% ( Koni, 2009). Lebih lanjut dinyatakan bahwa kulit pisang

kepok mempunyai berat sekitar 25-40% dari berat buah pisang tergantung

tingkat kematangannya, semakin matang, persentase berat kulit pisang

kepok makin menurun.

Komposisi kimia dari kulit pisang berupa air 68,90 %, lemak 2,11 %,

karbohidrat 18,50 %, protein 0,32 %, kalsium 715 mg/ 100 g, pospor 117

mg/ 100 g, besi 0,6 mg/ 100 g, vitamin B 0,12 mg/ 100 g, dan vitamin C

17,5 mg/ 100 g (Retno dan Nuri, 2011: 2). Kulit pisang kepok yang
difermentasi dengan menggunakan EM4meningkatkan protein kasar

sebesar 14,14% dan menurunkan serat kasar sebesar 18,58% (Agustono,

Herviana dan Nurhajati, 2011).

Langkah-langkah dalam proses fermentasi yaitu pemilihan kulit pisang

kepok, digunakan yang sudah matang, ditandai dengan kulit buah

berwarna kuning. Kulit pisang yang telah dipilih, dicuci dengan air bersih,

kemudian dipotong ± 5 cm. Selanjutnya kulit yang telah dipotong dikukus

menggunakan alat pengukus, selama ± 15 menit dihitung setelah air

mendidih. Pengukusan berfungsi untuk mematikan patogen pada kulit

pisang. Kulit pisang yang telah dikukus ditebarkan diatas nampan dan

diangin-anginkan, setelah dingin dicampur ragi hingga homogen,

sebanyak 3 gram untuk setiap kg kulit pisang. Kemudian dibungkus

dengan kantong plastik. Pengisian ke kantong plastik tidak padat agar

jamur dapat bertumbuh dengan optimum. Plastik dilubangi agar uap air

yang dihasilkan dapat keluar. Kulit pisang disimpan pada suhu kamar

selama 48 jam. Kulit pisang yang telah difermentasi ini kemudian

dikeringkan dan dihaluskan sebelum dicampur pada bahan pakan

lainnya. Setiap kali pencampuran ransum dialokasikan untuk persediaan

selama

±10 hari (Koni, 2013)

2.2 Rumput Odot

Rumput gajah odot adalah salah satu jenis rumput gajah dari hasil

pengembangan teknologi hijauan pakan. Morfologi batangnya berbuku


dengan jarak sangat pendek dibandingkan dengan rumput gajah pada

umumnya. Selain itu batang rumput ini sedikit lunak sehingga sangat

disukai oleh ternak. Rumput gajah mini selain sebagai rumput grazing,

juga cocok digunakan sebagai rumput potong (Hasan, 2012).

Rumput gajah mini atau biasa juga disebut rumput gajah dwarf sangat

potensial dan merupakan salah satu varietas rumput gajah yang tumbuh

tidak terlalu tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai rumput grazing.

Berdasarkan hasil penelitian, rumput ini mempunyai tinggi tanaman rata-

rata 125 cm, jumlah anakan rata-rata 150 per m2, dan tingkat persentase

daun rata-rata 70% pada sistem rotasional grazing (Ako, 2013).

Rumput gajah odot (Pennisetum purpureum cv. Mott) merupakan jenis

rumput unggul yang mempunyai produktivitas dan kandungan zat gizi

yang cukup tinggi serta memiliki palatabilitas yang tinggi bagi ternak

ruminansia. Tanaman ini merupakan salah satu jenis hijauan pakan ternak

yang berkualitas dan disukai ternak. Rumput ini dapat hidup diberbagai

tempat, tahan lindungan, respon terhadap pemupukan, serta menghendaki

tingkat kesuburan tanah yang tinggi. Rumput gajah mini tumbuh

merumpun dengan perakaran serabut yang kompak, dan terus

menghasilkan anakan apabila dipangkas secara teratur. Morfologi rumput

gajah mini yang rimbun, dapat mencapai tinggi lebih dari 1 meter sehingga

dapat berperan sebagai penangkal angin (wind break) terhadap tanaman

utama (Syarifuddin, 2006).


Pemanfaatan rumput gajah mini segar maupun hasil fermentasi anaerob

dan aerob menunjukkan bahwa pengolahan rumput gajah mini melalui

fermentasi dapat meningkatkan kandungan protein kasar serta menurunkan

kandungan NDF dari 56,70% menjadi 42,02 dan 48,13% dan ADF dari

34,99% menjadi 21,89 dan 32,49% (Sirait et al. 2017). Kandungan protein

rumput gajah mini segar sebesar 12,88% meningkat masing-masing

menjadi 13,25 dan 15,38% melalui fermentasi aerob dan anaerob.

Peningkatan protein kasar pada hasil fermentasi areob lebih tinggi

dibandingkan dengan anaerob. Hal ini disebabkan adanya penambahan

urea sebanyak 0,25% dari bahan yang difermentasi. Peningkatan protein

pada rumput gajah mini hasil fermentasi anaerob yang lebih rendah

(sebesar 0,37%) berasal dari bahan aditif berupa limbah pengolahan bihun.

Silase rumput gajah mini (round-bale silage) yang diberikan pada ternak

sapi penggemukan meningkatkan konsumsi hingga sekitar 140% dengan

kecernaan bahan kering 64,7-66,1% (Fukagawa et al. 2017).

2.3 Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri gram positif, tidak berspora,

berbentuk bulat atau batang, memproduksi asam laktat sebagai produk

akhir selama fermentasi karbohidrat, katalase negatif, oksidase positif,

mikroaerotoleran dan asidotoleran (Axelsson, 1998). BAL terbagi dalam

dua golongan, yaitu bakteri homofermentatif dan bakteri heterofermentatif.

Bakteri homofermentatif akan memecah gula menjadi asam laktat

sedangkan bakteri heterofermentatif tidak hanya mengubah gula menjadi


asam laktat tetapi juga menjadi asam asetat, dan etanol (Makarova et al.,

2006 dalam Puryana, 2011).

Sobowale et al., (2007) menyatakan bahwa penambahan bakteri asam

laktat mampu menurunkan kandungan serat kasar selama fermentasi.

Penambahan inokulum ini menyebabkan peningkatan bakteri pada

substrat, sehingga aktivitas enzim meningkat dalam mengurai komponen

serat menjadi molekul yang lebih sederhana. Ratnakomala et al., (2006)

menyatakan bahwa penambahan inokulum akan semakin mempercepat

proses fermentasi dan semakin banyak substrat yang didegradasi.

Jones et al., (2004) yang menyatakan bahwa selama ensilase terjadi

aktivitas pendegradasian komponen selulosa dan hemiselulosa oleh

mikroorganisme yang terlibat pada proses fermentasi. Sementara bakteri

lainnya (terutama bakteri asam laktat) akan mengkonversi gula-gula

sederhana menjadi asam organik (asetat, laktat, propionat dan butirat)

selama ensilase berlangsung. Akibatnya produk akhir yang dihasilkan

lebih mudah dicerna jika dibandingkan dengan bahan tanpa fermentasi.

2.4 Fermentasi

Fermentasi merupakan perombakan substrat organik melalui enzim yang

dihasilkan mikroorganisme untukmenghasilkan senyawa sederhana. Salah

satu jenis mikroorganisme yang dapat digunakan dalam proses fermentasi

adalah EM4 (effective microorganism-4). EM4 merupakan suatu kultur

campuran berbagai mikroorganisme antara lain bakteri fotosintetik, bakteri

asam laktat (Lactobacillus sp), actinomycetes, dan ragi yang dapat


digunakan sebagai inokulum (Has et al., 2017). Fermentasi dapat

meningkatkan kualitas bahan asalnya, seperti meningkatkan kandungan

protein kasar, asam amino dan vitamin, serta menurunkan kandungan

serat kasar, yang pada akhirnya meningkatkan nilai kecernaan. Postulasi

tersebut dibuat berdasarkan Jurnal yang dikeluarkan oleh (Sukaryana et

al. 2011, dalam Toni, 2013)

Salah satu cara yang bisa digunakan untuk meningkatkan kandungan

nutrien limbah bioetanol yaitu dengan melakukan proses fermentasi.

Fermentasi merupakan suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu

substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh

mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Percepatan fermentasi dan

pertumbuhan mikroorganisme memerlukan nutrien tambahan. Selain

memerlukan karbohidrat, juga membutuhkan nitrogen dan mineral yang

cukup untuk dapat tumbuh dan produksi dengan optimal (Akbar, et al.

2013 dan Suryani, et al. 2013).

Fermentasi selain menggunakan kapang atau khamir, juga dapat dilakukan

dengan bakteri atau campuran berbagai mikroorganisme. Sebagai salah

satu contoh yaitu dapat menggunakan EM-4 (Efective Microorganisms 4).

Kultur ini adalah campuran mikroorganisma yang mengandung

Lactobacillus, jamur fotosintetik, bakteria fotosintetik, Actinomycetes, dan

ragi dan telah banyak dibuktikan bahwa EM-4 ini memiliki kemampuan

untuk menurunkan kadar serat kasar dan meningkatkan palatabilitas bahan

pakan (Kukuh, 2010). Fermentasi menggunakan ragi tempe dan EM4


dapat menurunkan kandungan bahan kering kulit pisang jika

dibandingkan dengan kontrol, hal ini disebabkan mikroorganisme yang

ada pada ragi dan Em4 menggunakan nutrien yang ada pada kulit pisang

sebagai sumber makanan sehingga mengurangi konsentrasi bahan kering

(Has et al., 2017).

Apabila fermentasi hanya dilakukan dalam waktu singkat, maka kadar

bioetanol yang dihasilkan akan rendah. Sebaliknya, jika waktu fermentasi

terlalu lama, maka kadar bioetanol yang dihasilkan akan menurun (Novia

et al., 2014). Keuntungan fermentasi dengan EM4 antara lain memperbaiki

kandungan nutrisi, mendegradasi serat kasar, memperbaiki rasa dan aroma

pakan. Kulit pisang kepok yang difermentasi dengan menggunakan

EM4meningkatkan protein kasar sebesar 14,14% dan menurunkan serat

kasar sebesar 18,58% (Agustono et al., 2011).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil fermentasi yaitu suhu, pH,

berat ragi, waktu fermentasi dan jenis ragi. Suhu merupakan salah satu

faktor penting dalam kehidupan mikroba.Definisi pH adalah konsentrasi

ion hidrogen dari sebagian besar larutan,atau lon negatif dari konsentrasi

hidrogen. Pertumbuhan sebagian besar organisme sangat peka terhadap

perubahan pH karena setiap kelompok organisme mempunyai pH optimal

sendiri yang tertentu (Putra et al., 2019).

Keberhasilan proses fermentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain ketersediaan substrat, dosis inokulum, jenis mikroorganisme, waktu

fermentasi, pH, dan suhu (Astuti et al., 2013). Kulit pisang terfermentasi
mampumenggantikan rumput lapangan dalam pakan lengkap sampai 40%

dengan kecernaan bahan kering 74,58% dan kecernaan bahan organik

berkisar 72,63% (Astuti, 2015). Perlakuan fermentasi menggunakan

mikroorganisme tertentu dapat mengurangi kandungan serat kasar serta

meningkatkan kandungan protein kasar serta meningkatkan kecernaan

(Cho et al., 2007).


III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2021, yang terdiri

dari 2 tahap. Tahap pertama yaitu fermentasi rumput odot dengan limbah

kulit pisang dengan Trichoderma sp. Tahap kedua yaitu analisis

laboratorium kandungan protein kasar dan serat kasar kombinasi rumput

odot dan kulit pisang Bertempat di Laboratorium Nutrisi dan Makanan

Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah copper, drum,

termometer, talan, gelas ukur, karung, ember, skop, timbangan, kompor,

buku, pulpen. Sedangkan bahan yang digunakan rumput odot, kulit pisang,

molases, air, alkohol 96%, kertas label dan bakteri asam laktat (EM4).

3.3 Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

yang terdiri dari 4 perlakuan 3 ulangan, sehingga ada 12 satuan percobaan.

Dengan perlakuan sebagai berikut : R0= 100% Rumput Odot R1= 90%

Rumput Odot + 10% Kulit Pisang R2= 80% Rumput Odot + 20% Kulit

Pisang R3= 70% Rumput Odot + 30% Kulit Pisang.


3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Sterilisasi Alat

Semua alat yang digunakan terlebih dahulu dibersihkan dan dicuci

dengan deterjen, kemudian dibilas dengan air bersih dan selanjutnya

dikeringkan, kemudian disemprotkan dengan alkohol 96% sesaat sebelum

digunakan.

3.4.2 Proses Pencampuran Bahan Pakan

Kombinasi rumput odot dengan kulit pisang yang akan difermentasi

terlebih dahulu rumput odot di cacah dengan ukuran 1-3 cm menggunakan

mesin pencacah, kemudian dilayukan selama 12 jam pada ruang terbuka

Setelah itu mengambil rumput odot kombinasi kulit pisang sesuai

perlakuan kemudian rumput odot dikukus menggunakan drum. Rumput

odot dikukus selama 10 menit. Cara pengukusanya yaitu pertama-tama

didihkan air di dalam drum hingga suhu uap air mencapai 90O C

kemudian kukus rumput odot selama 10 menit. Setelah selesai dikukus,

rumput odot didinginkan sekitar 5 menit kemudian ditambahkan kulit

pisang sesuai dengan perlakuan dan masing-masing dicampur hingga

menjadi satu. Langkah selanjutnya tambahkan Trichoderma sp. sesuai

perlakukan yaitu 1% dari pakan yang difermentasi. Kombinasi rumput

gajah dengan tumpi jagung yang berbeda dicampur dengan Trichoderma

sp. sampai merata sesuai perlakuan fermentasi secara aerob selama 4 hari.
3.5 Parameter yang diukur

Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah kandungan protein

kasar dan serat kasar kombinasi rumput odot dan kulit pisang yang

difermentasikan dengan bakteri asam laktat meliputi kandungan protein

kasar dan kadar serat kasar, prosedur kerja analisis proksimat.

Analisa Kadar Protein Kasar

1) Timbang kurang lebih 0,5 g sampel

2) Masukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml

3) Tambahkan kurang lebih 1 g campuran selenium dan 10 ml

H2SO2 pekat (teknis).

4) Labu khjedhal bersama isinya digoyangkan sampai semua sampel

terbasahi dengan H2SO4 5) Destruksi dalam lemari asam sampai jernih

6) Setelah dingin, dituang kedalam labu ukur 100 ml dan dibilas

dengan air suling, kemudian tambahkan aquades hingga mendekati

skala kemudian dihomogenkan.

7) Pipet 5 ml sampel dalam labu ukur 100 ml dan tambahkan 5 ml

larutan NaOH 30% dan 100 ml air suling.

8) Siapkan labu penampung yang terdiri dari 10 ml H3BO3 2% ditambah

dengan 4 tetes larutan indikator campuran (Bromo Cresol Green 0,1%

dan metil merah 0,2% dalam alkohol) dalam erlenmeyer 100 ml.
9) Suling hingga volume penampung menjadi lebih kurang 50 ml.

10)Bilas ujung penyuling dengan air suling kemudian penampung

bersama isinya dititrasi dengan larutan HCL atau H2SO4 0,0222 N,

sampai terjadi perubahan warnai hijau menjadi merah.

Analisa kadar serat kasar

1. Timbang sempel 0,5 g lalu masukkan ke dalam tabung reaksi

2. Tambahkan 30 ml H2SO4 0,3 N dan direfluks selama 30 menit

3. Tambahkan 15 ml NaOH 1,5 N kemudian direfluks selama 30 menit

dan disaring dengan menggunakan sintered glass no.1 sambil diisap

dengan pompa vakum

4. Cuci dengan menggunakan 50 cc air panas, 50 cc H2SO4 0,3 N, 50 cc

air panas dan 50 cc alkohol.

5. Keringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 8 jam atau

biarkan bermalam lalu dinginkan dalam desikator selama 30 menit

kemudian ditimbangan.

6. Tanurkan selama 30 jam lalu dimasukkan kedalam desikator selama

30 menit kemudian ditimbang.


DAFTAR PUSTAKA

Agustono, B., Lamid, M., Ma'ruf, A., dan Purnama, M. T. (2017). Identifikasi
Limbah Pertanian Dan Perkebunan Sebagai Bahan Pakan Inkonvensional
Di Banyuwangi. Jurnal Medik Veteriner. 1(1): 12-22.

Akbar, R.T.M, Yani Suryani, Iman Hernaman. 2015. Peningkatan Nutrisi


Limbah Produksi Bioetanol Dari Singkong Melalui Fermentasi Oleh
Konsorsium Saccharomyces cereviseae dan Trichoderma viride. Jurnal
Sainteks . VIII (2) : 1-15.
Ako, A. 2013. Ilmu Ternak Perah Daerah Tropis. Bogor: IPB Press
Hasan, S. 2012. Hijauan Pakan Tropik. IPB Press. Bogor.
Has, H., Indi, A., dan Pagala, A. (2017). Karakteristik Nutrien Kulit Pisang
Sebagai Pakan Ayam Kampung Dengan Perlakuan Pengolahan
Pakan Yang Berbeda. Kendari: Seminar Nasional Riset Kuantitatif
Terapan.

Hikmatun, T. (2014). Eksperimen Penggunaan Filler Tepung Kulit Pisang


Dalam Pembuatan Nugget Tempe. Food Science and Culinary
Education Journal. 1. doi:http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/fsce.

Jones, C.M., A.J. Heinrichs,G.W. Roth, dan V.A. Issler. 2004. From Harvest
to Feed: Understanding silage management. Pensylvania, Pensylvania
State University.
Kukuh R, dan Hafied . 2010. Pengaruh Suplementasi Probiotik Cair EM4
terhadap Performan Domba Lokal Jantan. Surakarta : Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret.
Koni, T.N.I. 2009. Pemanfaatan Tepung Kulit Pisang Hasil Fermentasi Dengan
Jamur Tempe (Rhyzopus Oligosporus) Dalam Ransum Terhadap
Pertumbuhan Broiler (tesis S2). Kupang (Indones): Universitas Nusa
Cendana. Kupang.
Koni TNI. 2012. Pemanfaatan Kulit Pisang dan Amapas Kelapa Sebagai
Pengganti Jagung Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Ayam
Buras. Buletin Partener 19:197-203.
Kozloski GV, Sanchez LMB, Cadorin RL, Reffatti MV, Neto DP, Lima LD.
2006. Intake and digestion by lambs of dwarf elephant grass (Pennisetum
purpureum Schum cv. Mott) hay or hay supplemented with urea and
different levels of cracked corn grain. Anim Feed Sci Technol. 125:111-
122.
Ratnakomala, S., R. Ridwan., G. Kariina., dan Y. Widyatuti. 2006. Pengaruh
Inokulum Lactobacillus Piantarum 1A-2 dan 1BL-2 Terhadap Kualitas
Silase Rumput Gajah (Penissetum Purpureum). Biodivertas. 7:131-134.

Retno, D. T., dan Nuri, W. 2011. Pembuatan Bioetanol Dari Kulit Pisang. In
Prosisding Seminar Nasional Teknik Kimia ”Kejuangan” ISSN. (pp.
1693-4393).

Seftian, D., Antonius, F., dan Faizal, M. (2012). Pembuatan Etanol Dari Kulit
Pisang Menggunakan Metode Hidrolisis Enzimatik dan Fermentasi.
Jurnal Teknik Kimia. 18(1).
Setiawati, D. R., Sinaga, A. R., dan Dewi, T. K. 2013. Proses Pembuatan
Bioetanol Dari Kulit Pisang Kepok. Jurnal Teknik Kimia, 19(1).

Sirait J, Simanihuruk K, Hutasoit R. 2015. Palatabilitas dan kecernaan rumput


gajah kerdil (Pennisetum purpureum cv. Mott) pada kambing Boerka
sedang tumbuh. Sei Putih (Indonesia): Loka Penelitian Kambing Potong.
(unpublished)

Sobowale, A. O., T. O. Olurin, dan O. B. Oyewole. 2007. Effect Of Lactic


Acid Bacteria Starter Culture Fermentation Of Cassava On Chemical
and Sensory Characteristics Of Fufu Flour. Afr J. Biotech. 16: 1954-
1958.
Stover, R. H., dan Simmonds, N. W. 1987. Bananas Tropical Agricultura
Series. Singapore: Longman Scientific and Technical. 3rd ed. pp. 86 –
101.

Sukaryana, Y., Atmomarsono, U., Yunianto, V. D., dan Supriyatna, E. 2011.


Improvement Of Crude Protein and Crude Fiber Digestibility Of
Fermented Product Of Palm Kernel Cake and Rice Bran Mixture For
Broiler. 1(3) : 167-172.

Syarifuddin, N. A. 2006. Nilai Gizi Rumput Gajah Sebelum dan Setelah


Enzilase Pada Berbagai Umur Pemotongan. Produksi Ternak, Fakultas
Pertanian UNLAM. Lampung.

Putra, G. Y., Sudarwati, H., dan Mashudi. 2019. Effect of Addition Banana
Peel (Musa paradisiaca L.) Fermentation in A Complete Feed on The
Nutrient Contents and Digestibility by in Vitro. Jurnal Nutrisi
Ternak Tropis. 2 (1) : 42-52

Anda mungkin juga menyukai