Anda di halaman 1dari 19

A.

HETEROGENITAS SOSIAL

Jika kita menilik kata “heterogenitas”, maka dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
berarti keanekaragaman. Memang sudah tidak asing lagi bahwa ketika kita mendengar
bangsa Indonesia adalah bangsa dengan berbagai suku, berbagai etnis, berbagai ras,
berbagai kepercayaan, berbagai kebudayaan, berbagai adat, dan keberbagaian yang lain.
Namun, pendekatan historis yang juga telah banyak dilakukan ini, telah cukup untuk
memberikan pemahaman yang logis terkait masyarakat yang plural dan heterogen ini.

“The range of social structure is equally wide, equally recapitulative: the Malayo-Polynesian
tribal systems of interior Borneo or the Celebes; the traditional peasant village of Bali, West
Java, and parts of Sumatra and the Celebes; the “post traditional” rural proletarian villages
of the Central and East Java river plains; the market-minded fishing and smuggling villages
of the Borneo and Celebes coasts; the faded provincial capitals and small towns of interior
Java and the Outer Islands; and the huge, dislocated, half-modernized metropolises of
Jakarta, Medan, Surabaya, and Makassar. The range of economic forms, of systems of
stratification, or of kinship organization is as great: shifting cultivators in Borneo, castle in
Bali, matriliny in West Sumatra. Yet, in this whole vast array of cultural and social patterns,
one of the most important institutions (perhaps the most important) in shaping the basic
character of Indonesian civilization is, for all intents and purposes, absent, vanished with a
completeness that, in a perverse way, attests its historical centrality – the negara, the
classical state of precolonial Indonesia” (Geertz, 1980: 3 – 4).

Memang hal yang dijelaskan oleh Geertz tersebut, tidak mencakup keseluruhan
Indonesia. Namun, Geertz telah berhasil memberikan gambaran bahwa masyarakat kita
adalah masyarakat yang plural dan heterogen. Bahkan dapat pula mudah dipahami
implikasinya terhadap berbagai aspek kehidupan misalnya bahasa, kecenderungan dalam
memilih pekerjaan, tata karma, maupun yang lainnya.

Dewasa ini peradaban menjadi sangat berkembang karena pengaruh besar dari
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, juga ditunjang oleh
perkembangan komunikasi dengan ditemukannya alat-alat komunikasi seperti handphone,
sehingga menyebabkan timbulnya keberanekaragaman pekerjaan dalam masyarakat.
Makna heterogenitas sekarang bukan lagi hanya kepada aspek-aspek seperti budaya, adat,
dan kepercayaan, tetapi juga sudah banyak kita temui spesialisasi pekerjaan, bahkan
dengan semakin berkembanganya zaman seperti sekarang, gender bukan lagi menjadi
sekat yang dapat membedakan utamanya dalah hal pekerjaan. Seorang wanita yang
bekerja sebagai arsitektur, atlet panjat pinang atau laki-laki dengan profesi sebagai juru
masak,desainer, dan lainnya yang dulu pekerjaan-pekerjaan tersebut selalu diidentikkan
dengan gender.

A. PENYIMPANGAN SOSIAL

1. Definisi dan Faktor Penyimpangan Sosial

Setelah kamu mempelajari konsep-konsep dalam memahami sosiologi serta


interaksi social yang terjadi, maka pembahasan kita selanjutnya adalah perilaku
menyimpangan. Hubungan social yang terjalin baik antar individu, individu dengan
kelompok, atau sesama kelompok sangat memungkinkan untuk terjadinya perilaku yang
menyimpang, baik karena pengaruh dari diri sendiri, teman sepermainan, ataupun dari
kelompok dimana individu tersebut melakukan suatu interaksi sosial.

Pernahkan kamu melanggar rambu lalu lintas di jalan? Atau pernahkah kamu tidak
mengerjakan pr yang diberikan oleh gurumu? Perilaku-perilaku tersebut sadar atau
secara tidak sadar mungkin pernah kita lakukan dan perilaku itulah yang disebut dengan
penyimpangan social.

Pada intinya penyimpangan social merupakan perilaku yang tidak sesuai dengan
nilai atau norma yang ada dalam masyarakat, atau perilaku, baik individu atau kelompok
yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan kehendak dari masyarakat. Terdapat
beberapa definisi mengenai penyimpangan social oleh beberapa ahli, yaitu:

a. James W. van Zenden


Penyimpangan perilaku merupakan perilaku yang dianggap keluar dari batas
toleransi oleh sebagain besar orang.
b. Robert M.Z. Lawang
Penyimpangan merupakan tindakan yang menyimpang dari norma dalam
system social, sehingga dibutuhkan suatu usaha oleh pihak yang memiliki wewenang
untuk memperbaikinya.

Nah, setelah memahami apa itu penyimpangan, maka sekarang apa yang
menjadikan seseorang berbuat penyimpang? Factor apa sajakah yang
mempengaruhi perilaku menyimpang?

a. James W. van Zenden mengemukakan ada 2 faktor yaitu:


 Longgar tidaknya norma atau nilai yang ada
Suatu norma yang ada dan berlaku dimasyarakat, tentu terkadang
memiliki sifat yang memaksa, sehingga akan mempengaruhi perilaku individu
maupun kelompok. Contohnya: di Indonesia anak remaja ketika berusia 18 tahun
masih merupakan tanggung jawab orang tua dan keharusan untuk tetap tinggal
bersama orang tua. Sedangkan di Negara barat, remaja yang berusia 18 tahun
terkadang sudah memilih untuk tidak tinggal dengan orang tua mereka. Hal ini
merupakan perbedaan nilai yang ada di Indonesia dan Negara barat.
 Sosialisasi yang tidak sempurna

Sosialisasi yang tidak tepat, terkadang malah menimbulkan perilaku yang


menyimpang, contohnya pada remaja. Remaja seringkali bergaul dengan
sesamanya, akan tetapi dari proses pergaulan tersebut terkadang ada saja
perilaku menyimpang seperti merokok. Jika anak tersebut tidak mengikuti
mungkin malah dianggap tidak keren, sehingga akhirnya mau tidak mau anak
tersebut malah mengikuti temannya yang melakukan perilaku menyimpang
tersebut.

 Sosialisasi subkebudayaan yang menyimpang


Contohnya adalah cara bicara masyarakat Madura yang keras dan
tinggi, sehingga dianggap sebagai perilaku yang menyimpang oleh
masyarakat yang lainnya.
b. Menurut Carase Lambroso, menjelaskan ada 3 faktor yaitu:
 Biologis
Misalnya dari lahir atau dari kecil sudah menjadi seseorang yang suka
mencuri atau membangkang. Biasanya mereka melihat dari ciri-ciri yang ada
dalam diri individu misalnya bentuk muka atau alis, raut muka, dsb.
 Psikologis
Penyimpangan yang terjadi karena factor kepribadian yang cenderung
melakukan perilaku-perilaku menyimpang, bisa juga terjadi karena trauma
yang pernah dialami.
 Sosiologis
Terjadi karena berkaitan dengan sosialisasi yang kurang tepat dimana
individu gagal menyerap nilai-nilai atau norma yang ada.

2. Objek dan Ruang Lingkup Sosiologi Perilaku Menyimpang


Ruang lingkup sosiologi perilaku menyimpang mencakup beberapa aspek
yang sangat berkaitan degan norma dan nilai serta peraturan yang ada. Norma
tersebut berisi peraturan yang biasanya secara tidak tertulis (tidak terkodifikasi) dan
peraturan dibuat oleh pihak yang berwenang secara tertulis (terkodifikasi). Didalam
sosiologi, pelanggaran peraturan tidak hanya dipelajari dari sub bidang sosiologi
perilaku menyimpang saja, tetapi dipelajari juga dalam subbidang masalah social
dan kriminologi. Perbedaan ketiga hal tersebut dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 3.1. Perbedaan krimonologi, penyimpangan, dan masalah social

Dari www.google.com

Masalah sosial tersebut, merupakan perbuatan yang melanggar aturan yang


mencakup didalamnya ada perilaku menyimpang dan kriminologi. Masalah social
merupakan isu yang dianggap meresahkan dan merugikan, seperti pencemaran
udara, kenakalan remaja, pengangguran, dsb. Penyimpangan social bisa dikatakan
sebagai masalah social tetapi tidak semua masalah social termasuk dalam
penyimpangan social. Sedangkan kriminologi merupakan studi tentang orang-orang
yang melakukan pelanggaran hukum. Kejahatan merupakan bentuk khusus dari
penyimpangan. Karena itu, semua penyimpangan tidak bisa dikategorikan sebagai
kejahatan tetapi semua kejahatan pasti sudah termasuk dalam penyimpangan.

Ruang lingkup sosiologi perilaku menyimpang terletak pada bagian


pemahaman mendasar akan ciri-ciri masyarakat dan perilaku manusia, gaya hidup,
sikap, nilai, peran social, interaksi dan masih banyak lagi yang menjadi focus dari
perhatian para sosiolog. Karena itu, objeknya adalah perilaku yang dianggap
menyimpang, tipe yang dituduh menyimpang, kewenangan penguasa untuk bereaksi
atas suatu perilaku menyimpang, jenis reaksi penyimpangan, serta konsekuensi dari
penyimpangan tersebut.

3. Bentuk-Bentuk Penyimpangan Sosial


Terdapat beberapa bentuk-bentuk yang bisa kalian pahami mengenai
penyimpangan social, diantaranya:
a. Berdasarkan jenis kekerapannya
Lemert membagi jenis penyimpangan menjadi dua kategori
 Penyimpangan primer : Dimana pelaku dari penyimpangan tersebut
masih dapat diterima dalam anggota masyarakat. Kesalahan atau
tindakan penyimpangan yang dilakukannya pun bersifat sementara,
tidak dilakukan secara berulang, dan masih dapat ditoleransi.
Contoh: melanggar tata terbit sekolah, tidak melakukan tugas dengan
baik sesuai dengan waktu yang ditetapkan.
 Penyimpangan sekunder: Penyimpangan, dimana tindakan yang
dilakukan adalah tindakan pengulangan dari sebelumnya.
Penyimpagan ini tidak bisa ditolerir oleh masyarakat.
Contohnya: pencurian, pembunuhan, perampokan, dll.

b. Berdasarkan jumlah pelaku


 Penyimpangan individu: yaitu penyimpangan yang hanya dilakukan
oleh seorang individu saja. Contohnya tidak menaati orang tua,
 Penyimpangan social kelompok : penyimpangan yang dilakukan oleh
banyak orang secara bersama-sama. Contoh: tawuran, membolos
bersama.

c. Berdasarkan sifatnya
 Penyimpangan positif : penyimpangan yang memiliki dampak positif
terhadap system social yang telah dianggap ideal oleh masyarakat.
Penyimpangan ini terjadi jika system social yang ada dianggap sudah
kurang mamadahi dalam kehidupan sehingga perlu adanya system yang
baru.
 Penyimpangan negative : penyimpangan yang dianggap rendah dan
berakibat tidak baik karena tidak sesuai dengan norma yang ada.

4. Jenis Penyimpangan Sosial


a. Penyimpangan seksual. Misalnya : perzinahan, suka dengan sesama jenis,
pemerkosaan
b. Penyalahgunaan narkoba. Misanya : zat serta obat-oabtan yang harusnya
digunakan untuk orang sakit, malah dipakai untuk orang yang sehat.
c. Perkelahian pelajar. Perkelahian ini atau biasa disebut tawuran merupakan
permasalahan yang banyak terjadi di Indonesia. Hal tersebut sangatlah
merugikan karena dapat menimbulkan kerusakan, penganiayaan, bahkan
pembunuhan.
d. Alkoholisme yang dapat menimbulkan ketidaksadaran, hilang kendali, serta
tidak dapat berfikir dengan normal. Akibatnya bisa terjadi kerusakan,
kekerasan fisik, penganiayaan, bahkan pembunuhan.
e. Tindakan criminal. Merupakan perilaku yang melanggar peraturan atau
norma hukum
f. Penyimpangan terhadap gaya hidup dari biasanya
Misalnya sikap arogansi atau sombong terhadap hal yang menjadi
kepunyaannya contohnya kekayaan, jabatan, kepandaian, serta masih
banyak lagi. Sikap eksentrik yaitu perilaku yang dianggap aneh, contohnya
memakai tindik di lidah, gaya rambut berdiri ke atas, dan lainnya.

5. Teori Penyimpangan Sosial


Terdapat beberapa tokoh sosiologi yang mengkaji dan melihat permasalahan
mengenai penyimpangan social ini dari berbagai perspektif. Namun, yang akan
dijelaskan disini hanya beberapa saja, diantaranya yaitu:
 Teori kelekatan Bowlby
Teori ini banyak dipakai oleh akademisi pada bidang psikologi
perkembangan. Teori tersebut diperkenalkan oleh Bowlby tahun 1969 yang
didasarkan pada observasi terhadap bayi yang berpisah dengan ibu kandungnya
(Semium & OFM, 2006:33-34). Ia berpendapat bahwa ketika seorang bayi
ditinggalkan oleh ibunya, maka mereka akan mengalami stress dan kecemasan
berlebihan. Kecemasan tersebut ditunjukkan melalui 3 proses yaitu tahap proses,
tahap keputusasaan, dan tahap pelepasan. Tahap proses terjadi dengan
ditunjukkan pada kondisi anak yang menangis, gelisah dan mencari seseorang
yang dirasa memiliki perhatian lebih terhadap mereka. Tahap keputusasaan
terjadi ketika anak merasa tenang tetapi sebenarnya mereka sedih. Sedangkan
tahap pelepasan terjadi ketika mereka bertemu kembali dengan ibu kandung
mereka. Menurut teori ini, seseorang bisa saja tumbuh tanpa kasih sayang dari
ibu, tetapi ketika dewasa hubungan interpersonal yang terjadi cenderung kurang
hangat. Penyimpangan dalam teori ini terjadi karena factor psikologis, salah
satunya karena konflik batin dan emosi yang tidak stabil (Nasution, 2019: 53).

 Teori labelling
Teori ini diperkenalkan oleh Edwin M. Lemert yang muncul karena sebuah
studi mengenai perilaku menyimpang, dengan asumsi bahwa labeling adalah
proses penjulukan kepada seseorang dimana julukan tersebut akan menjadi
identitias bagi orang tersebut. Penilaian atau penjulukan kepada orang tersebut
ditentukan oleh pemikiran dari orang lain. Ketika seseorang yang mendapat
julukan tersebut melakukan suatu hal yang mengarah pada penyimpangan, maka
orang sekitar akan memberikan julukan kearah kriminalitas atau kejahatan
kepada orang tersebut. menurut teori ini, saking kuatnya pengaruh penjulukan
yang diberikan oleh orang-orang sampai-sampai menghilangkan jati diri di pelaku
yang sesungguhnya. Seseorang yang pernah melakukan pencurian kemudian
tertangkap atau diketahui oleh masyarakat sekitar maka orang-orang tersebut
akan memberikan julukan yang mungkin saja berupa “si maling” kepada orang
tersebut sehingga mempengaruhi citra orang itu di masyarakat. Namun, didalam
sosiologi kita tidak bisa menilai perbuatan tersebut apakah baik atau buruk, yang
harus kita sesuaikan denga ciri sosiologi sebagai ilmu pengetahuan.

 Teori Adaptasi Robert K. Merton


Menurut Merton, dalam suatu unsur social budaya terdapat 2 unsur penting
yaitu kerangka aspirasi dan unsur yang mengatur untuk mencapai aspirasi
tersebut. dalam artian terdapat nilai social yang dianggap baik dan buruk yang
dijadikan pedoman oleh masyarakat. Tetapi ketika tidak ada kaitan antara tujuan
dengan cara untuk mencapai tujuannya, maka akan terjadi penyimpangan yang
oleh Merton diungkapkan melalui 4 cara yaitu:
a. Konformitas adalah cara adaptasi dimana pelaku mengikuti tujuan atau cara
yang ditentukan oleh masyarakat.
b. Inovasi, terjadi ketika seseorang menerima tujuan yang sesuai nilai budaya
tetapi cara yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut kurang
memadahi.
c. Rituaslime, terjadi ketika seseorang menerima cara yang dikenalkan secara
kultur, tetapi menolak tujuan kebudayaan yang ada.
d. Retrearisme, terjadi ketika seseorang menolak terhadap cara-cara yang
dilakukan yang telah melembaga untuk mencapai tujuan tersebut. Namun,
masyarakat memiliki kepercayaan untuk tidak mau berperilaku menyimpang
terhadap norma dan nilai yang telah melembaga.

 Teori Pergaulan Berbeda (Edwin, H. Sutherland)


Penyimpangan dalam teori ini bersumber dari suatu pergaulan yang berbeda
yang terjadi karena proses alih budaya dan proses mempelajari budaya yang
menyimpang. Ia menjelaskan teorinya dalam buku yang berjudul Principle of
criminology tahun 1939. Menurutnya, setiap orang mungkin malakukan sebuah
kontak dengan pengaruh-pengaruh criminal atau pengaruh non criminal, dimana
dapat mempengaruhi kehidupan seseorang entah menjadi kuat dan lemah, yang
mana dapat membentuk seseorang untuk melakukan kejahatan atau tidak
melakukan kejahatan. Edwin memiliki sembilan premis, yaitu:
a. Criminal behavior is learned (tingkah laku kejahatan itu dipelajari)
Dimana dalam premis ini dijelaskan bahwa perilaku menyimpang tidak terjadi
karena factor genetika, tetapi karena fator eksternal.
b. Criminal behavior is learned in interaction with other persons in a process of
communication.
Bahwa tingkah laku penyimpangan atau perilaku criminal dipelajari melalui
interaksi dan komunikasi.
c. The principal part of the learning of criminal behavior occurs within intimate
personal
groups
Premis ini menjelaskan bahwa penyimpangan terjadi pada kelompok orang
yang terdekat, sehingga ada transfer ilmu dan terjadilah pemindahan
kejahatan.
d. When criminal behavior is learned, the learning includes :
(a) techniques of committing the crime, which are sometimes very
complicated, sometimes very simple and,
(b) the specific direction of motives, drives, rationalizations, and attitudes
Premis yang menjelaskan bahwa ketika mempelajari perilaku criminal terjadi
pula pembelajaran mengenai teknik dan tata cara perbuatan tersebut.
e. The specific direction of motives and drives is learned from definitions of the
legal codes as favorable or unfavorable.
Premis ini menjelaskan bahwa peraturan tidak selalu dipahami oleh
masyarakat, sehingga muncul perilaku untuk mencari celah dari aturan
tersebut yang mana dianggap menguntungkan pihak tertentu. Pembelajaran
perilaku kriminal bukan hanya di tekniknya saja tetapi juga dalam
menganalisis peraturan yang dianggap bisa menguntungkan.
f. A person becomes delinquent because of an excess of definitions favorable
to violation of law over definitions unfavorable to violation of law.
Premis yang menjelaskan bahwa perilaku menyimpang itu dipelajari dengan
mempertimbangkan untung dan rugi nya terhadap pelanggaran yang
dilakukan. Ini merupakan inti dari Differential Association Theory atau teori
pergaulan berbeda.
g. Differential associations may vary in frequency, duration, priority, and
intencity
Premis yang mengatakan bahwa kualitas pembelajaran tingkah laku criminal
sangat ditentukan oleh frekuensi, lama tidaknya, durasi, dan intensitas
pembelajaran perilaku criminal.
h. The process of learning criminal behavior by association with criminal and
anticriminal patterns involves all of the mechanism that are involves in any
other learning.
Premis ini menjelaskan bahwa pembelajaran tingkah laku criminal dengan
pola criminal atau anti criminal dilakukan dengan melibatkan semua
mekanisme yang ada, sehingga terpola dan memiliki mekanisme yang tepat.
i. While criminal behavior is an expression of general needs and values, it is
not explained by those general needs and values, since noncriminal behavior
is an expression of the same.
Dalam premis ini dijelaskan bahwa perilaku criminal tidak dijelaskan oleh
kebutuhan dan nilai-nilai karena perilaku noncriminal juga memiliki kebutuhan
dan nilai yang sama, sehingga perilaku criminal itu tersamarkan oleh perilaku
non kriminalnya.

 Teori Anomie Emile Durkheim


Teori ini dikemukan oleh Emile Durkheim pada akhir abad 19. Ia melihat
bahwa hubungan yang terjadi di masyarakat merupakan hubungan yang stabil
dan teratur seperti dalam ilmu fisika, matahari akan terbit pada waktunya dan
akan terbenam pada waktunya juga. Mengacu pada hal tersebut, ia melihat
bahwa jika semua hubungan dalam masyarakat dapat terjalin dengan stabil
maka masyarakat akan berjalan sesuai dengan fungsinya. Namun jika tidak,
maka system dalam masyarakat akan mengelami kehancuran dan kerusakan.
Kerusakan tersebut akan menimbulkan perilaku kejahatan yang oleh Durkheim
disebut sebagai keadaan yang normal dan tidak dapat dihindari oleh masyarakat.
Pertama, kejahatan timbul karena munculnya agen perubahan yang dimana
jika tidak ada perubahan maka masyarakat akan berperilaku sama dan setuju-
setuju saja dengan prinsip social yang ada. Kedua, kejahatan terjadi karena ada
“penyakit social” dalam masyarakat dan membutuhkan perhatian sehingga
masyarakat akan bersama-sama dalam mengevaluasi norma yang telah
disepakati bersama tadi. Durkheim menyebut keadaan ini dengan istilah anomie
atau keadaan tanpa norma. Anomie ini menggambarkan keadaan hancurnya
keteraturan social sebagai akibat dari hilangnya batasan dan nilai dalam
masyarakat. Keadaan tersebut dapat menimbulkan perpecahan karena tidak
semua aturan dapat diterima dan dijalankan oleh masyarakat.
 Teori social control
Teori ini ditemukan pada abad 20 oleh E.A Ross, seorang sosiolog Amerika.
Teori ini bertolak pada keteraturan masyarakat dalam menaati peraturan yang
ada dalam masyarakat. Ketaatan tersebut didasari pada adanya kekuatan yang
mengontrol masyarakat. Namun, jika kekuatan pengontrol tersebut lemah, maka
akan menyebabkan masyarakat melakukan tindakan kejahatan atau bertindak
criminal. Control social ini dapat berdampak baik, jika dapat menghalangi orang
untuk berbuat kejahatan, dan bisa berdampak negative jika dapat mendorong
terjadinya penindasan atau perilaku membatasi.

6. Dampak Perilaku Menyimpang


Suatu perilaku menyimpang merupakan perilaku yang banyak dilakukan baik
secara sadar atau tidak dimana mereka tidak memperhatikan sisi negatifnya.
Perilaku tersebut bisa saja dilakukan atas dasar keinginan sendiri, ajakan teman atau
orang lain, bahkan bisa pula karena keadaan yang memaksa. Perilaku-perilaku yang
dilakukan tersebut tentu saja dapat menimbulkan pengaruh tidak hanya untuk diri
sendiri, tetapi juga keluarga bahkan masyarakat. Pengaruh yang timbul untuk diri
sendiri misalnya gangguan psikologi, karena dari perilaku menyimpang yang telah
dilakukan timbul pandangan yang negative dari masyarakat bagi diri sendiri juga
orang tua karena dianggap gagal dalam mendidik.

C . PENGENDALIAN SOSIAL

1. Definisi Pengendalian Sosial

Manusia tentu setiap harinya akan selalu berinteraksi dengan orang lain. Namun,
dalam interaksi tersebut tidak jarang menimbulkan suatu masalah, misalnya
kesalahpahaman atau berkelahi. Tentunya kita menginginkan agar kejadian tersebut
tidak terjadi. Untuk itu, diperlukan suatu kendali untuk dapat mencegah hal terjadi.

Lalu apa arti dari pengendalian social itu? Dari katanya saja mungkin kalian sudah
memiliki angan-angan mengenai apa itu pengendalian. Apakah sama dengan berusaha
untuk mencegah? Atau mengambil alih? Atau mengawasi?

Pengendalian sebenarnya memiliki arti yang sangat luas, karena pengendalian


mencakup semua proses yang direncanakan atau tidak. Suatu pengendalian dapat
dilakukan oleh individu terhadap individu, individu terhadap kelompok, atau sebaliknya,
kelompok terhadap individu. Namun dibalik luasnya arti dari pengendalian tersebut
tetaplah tujuan utamanya yaitu untuk mencapai suatu keserasian, kestabilan atau
keadaan yang ekuilibrium terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.

Nah, kalian pasti pernah melihat atau mengetahui orang yang pernah mencuri.
Orang tersebut mungkin saja melakukannya karena dalam keadaan terpaksa atau
karena memang sudah menjadi kebiasaanya. Kebiasaannya dalam mencuri tersebut
harus segera dihentikan melalui suatu pengendalian. Pertanyaannya adalah apakah
pengendalian itu harus dilakukan setelah seorang individu atau kelompok melakukan
tindakan yang menentang norma dan nilai?

2. Sifat Pengendalian Sosial

Suatu pengendalian, menurut sifatnya dibedakan menjadi dua, yaitu preventif dan
represif. Pengendalian yang prevetif artinya pengendalian itu dilakukan sebagai bentuk
pencegahan terhadap segala hal yang dapat mengganggu keadaan yang stabil tersebut.
Misalnya dalam lingkungan keluarga, orang tua akan memberikan baju yang jumlahnya
sama terhadap anak-anaknya untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan
antar anak tersebut, sehingga hal yang tidak sesuai norma atau nilai tersebut dapat
dicegah terjadinya. Pengendalian itu dapat dilakukan di tempat-tempat seperti proses
sosialisasi, pendidikan formal, atau informal. Sedangkan pengendalian yang sifatnya
represif, dilakukan setelah terjadi suatu gangguan terhadap suatu keadaan
keseimbangan. Misalnya, dapat berwujud pemberian sanksi atau hukuman ringan.

Cara dalam melakukan pengendalian juga dapat dilakukan dengan cara tanpa
kekerasan (persuasive) atau dengan kekerasan (coersive). Dalam suatu masyarakat
dengan keadaan yang relative stabil, cara pengendalian bisa dilakukan secara tanpa
kekerasan (persuasive). Cara persuasive lebih menekankan pada bagaimana
membimbing dan mengajak masyarakat untuk menciptakan keadaan yang stabil, sesuai
aturan atau norma. Sedangkan cara paksaan dilakukan dengan menekankan pada
tindakan yang menggunakan kekerasan atau ancaman. Pengendalian secara koersif
diperlukan didalam masyarakat yang berubah karena dengan pengendalian tersebut
dapat membentuk kaidah baru yang dapat menggantikan kaidah lama yang goyah atau
bahkan sudah tidak relevan dengan kehidupan saat ini.

Nah bagaimana, sudah paham bukan? Untuk dapat lebih menambah pemahaman
kalian, coba perhatikan gambar berikut.
Gambar.3.2 dan 3.3 Cara pengendalian persuasive (menasehati) dan koersif (hukuman berada diluar kelas)

Diakses dari www.ruangguru.com dan www.popmama.com

3. Bentuk Pengendalian Social


a. Gossip (desas desus)

Desas desus atau gossip biasanya merupakan berita yang belum pasti
kebenarannya, tetapi hal tersebut biasanya mampu membuat pelaku menyadari
perbuatannya karena mendapat tekanan dari masyarakat sekitar.

b. Teguran

Merupakan peringatan yang ditujukan kepada pelaku, sehingga pelaku tersebut


dapat segera menyadari kesalahannya.

c. Hukuman

Merupakan sanksi negative yang diberikan pada pelaku baik secara tertulis atu tidak.

d. Pendidikan

Merupakan pengendalian yang sudah melembaga baik dilingkungan keluarga atau


masyarakat. Pendidikan ini berfungsi untuk membimbing individu agar menjadi
pribadi yang bertanggung jawab dan bermoral.

e. Agama

Merupakan pedoman hidup untuk meraih kebahagiaan dengan menjalankan segala


perintah dan menjauhi larangan agama yang dipeluknya. Agama dapat dijadikan
pedoman dalam berperilaku sehingga akan berusaha untuk menghindari perilaku
yang dapat melanggar norma dan nilai dalam masyarakat.

f. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik ini menjadi alternative paling akhir jika alternative lain sudah tidak
bisa dilakukan.

4. FUNGSI PENGENDALIAN SOCIAL

Koencaraningrat menyebutkan ada 5 fungsi yaitu

a. Mempertebal keyakinan masyarakat tentang kebaikan norma


b. Memberikan imbalan kepada masyarakat yang menaati norma
c. Mengembangkan rasa malu
d. Mengembangkan rasa takut, dan
e. Menciptakan system hukum

5. AGEN PENGENDALIAN SOSIAL


Penyimpangan yang terus dilakukan baik oleh individu atau kelompok tentu akan
memiliki dampak yang negatif jika hal itu terus menerus dilakukan.

Gambar. 3.4. Beberapa institusi yang berperan sebagai control sosial

LATIHAN SOAL

1. Ira sejak kecil memang sangat suka bergaul dengan teman laki-laki, bahkan hal ini
berlanjut hingga usia remaja. Namun, dia sudah memiliki komitmen bahwa yang ia lakukan
tersebut hanyalah suatu pertemanan saja, bahkan orang tuanya pun percaya karena ia juga
bisa memastikan dirinya baik-baik saja tanpa terjadi hal yang menyimpang. Suatu hari ia
diantarkan oleh teman laki-lakinya sampai kedepan rumah dan orang tuanya pun juga
mengetahui siapa yang mengantar. Namun, setelah dua hari tetangga Ira memberitahu
orang tuanya bahwa ada kabar jika masyarakat banyak yang membicarakan perilaku Ira dan
menganggap ia sebagai anak yang tidak baik. Meskipun orang taunya sangat percaya
kepada Ira, tetapi akhirnya orang tua Ira memberitahukan kepada ia supaya tidak lagi
diantar pulang oleh teman laki-lakinya tetapi masih boleh bergaul dengan mereka. Dari
contoh diatas, yang menjadi pemegang control social dan sifatnya yang tepat adalah

a. orang tua dan bersifat persuasive

b. masyarakat dan sifatnya memaksa

c. teguran dan sifatnya memaksa

d. kecenderungan kepercayaan yang kuat terhadap nilai yang ada di masyarakat dan
bersifat persuasive

e. pendidikan dan bersifat persuasive

2. Dikelas XI IPS 2 akan diadakan pemilihan ketua kelas dengan kandidat 3 orang yaitu Rio
dengan predikat siswa teladan dan rajin mengerjakan pr, Anjar dengan predikat siswa nakal
dan suka bercanda, dan Diana siswi ambisius yang suka dengan tantangan. Setelah terjadi
pemilihan, akhirnya yang terpilih adalah Anjar karena banyak sekali yang iseng memilih dia
untuk menjadi ketua kelas hingga akhirnya dia pun terpilih. Bu Ningsih selaku wali kelas juga
mendukung Anjas menjadi ketua kelas dengan harapan bahwa sikap nakalnya sedikit
berkurang. Akhirnya mau tidak mau Anjas diberikan amanah oleh Bu Ningsih untuk
mengatur kelas agar dapat terkondisikan dengan baik. Anjas akhirnya membuat peraturan
bahwa yang tidak melakukan piket harus didenda sebesar Rp5.000,00. Namun, teman-
temannya yang juga sikap nakalnya kurang lebih sama dengan Anjas menyepelekan dan
melanggar peraturan yang sudah dibuat olehnya. Hal itu merupakan suatu bentuk
penyimpangan yang terjadi karena?

a. Pertemanan yang terjalin, antara Anjas dan temannya yang sama-sama nakal sehingga
menyepelekan

b. Peraturan yang dibuat Anjas kurang dapat memakasa teman-temannya

c. Kebiasaan teman-teman Anjas yang memang sudah nakal

d. Denda yang diberikan dirasa tergolong sedikit

e. Sikap Bu Ningsih yang kurang tegas


3. Raina dan Safira merupakan dua orang sahabat yang baru saja berteman kurang lebih 3
bulan lamanya. Mereka bertemu ketika pertama kali dikelas 10 setelah penerimaan peserta
didik baru. Meskipun mereka masih belum mengenal karakter dari masing-masing tapi
mereka yakin bahwa lambat laun mereka juga akan mengenal bagaimana sifat dan karakter
masing-masing. Tanpa Safira tau, Raina sering kali ketika SMP dulu meminta uang untuk
pembayaran SPP di setiap bulannya kepada orang tuanya, tapi ia akan membayarkannya
setelah dua bulan sekali, dan itu sudah ia lakukan mulai dari kelas 9 SMP. Bahkan ketika di
SMA sekarangpun ia juga melakukan hal yang sama dengan dalih bahwa tidak apa uangnya
untuk berfoya-foya dulu nanti dikembalikan dengan meminta uang jajah lebih untuk
mengganti uang SPP tersebut. Karakter yang dimiliki Raina tersebut sesuai dengan premis
yang dikemukakan oleh Edwin yaitu?

a. The specific direction of motives and drives is learned from definitions of the legal codes
as favorable or unfavorable

b. When criminal behavior is learned

c. Differential associations may vary in frequency, duration, priority, and intencity

d. Criminal behavior is learned in interaction with other persons in a process of


communication

e. The principal part of the learning of criminal behavior occurs within intimate personal
groups

4. Pak Sarwoto memiliki satu seorang putra yang tengah menempuh pendidikan di SMP.
Beliau khawatir anaknya akan terjerumus dalam pergaulan yang salah seperti merokok atau
membolos pelajaran bahkan membolos sekolah. Untuk mengatasi hal tersebut maka Pak
Sarwoto setiap hari mengantar dan menjemput putranya ke sekolah. Beliau juga meminta
izin ke sekolah untuk melaporkan perilaku anaknya selama satu minggu sekali. Sikap pak
Sarwoto tersebut didasari pada?

a. Rasa cemas yang berlebihan

b. Perasaan sayang kepada anaknya

c. Bentuk upaya yang dilakukan agar anaknya tidak terjerumus pada perilaku yang salah.

d. Tidak ingin anaknya memiliki citra buruk di sekolah atau masyarakat

e. Pengalaman pribadi milik Pak Sarwoto ketika sekolah dulu


5. Aldi merupakan anak dari Pak Bagas. Ia memiliki sikap yang nakal dan karena
kenalakalnnya tersebut, sudah sering pak Bagas dipanggil ke sekolahanya bahkan sampai
kepada Polsek terdekat karena ia pernah mengikuti balap liar. Karena sudah lelah dengan
perilaku anaknya, Pak Bagas pasrah terhadap sanksi untuk anaknya kepada sekolah
maupun Polsek terdekat dengan pertimbangan bahwa hukuman yang diberikan dapat
menimbulkan rasa kapok kepada Aldi. Akhirnya karena Pak Bagas sudah tidak telaten dan
sanksi dari sekolah maupun Polsek juga tidak memberi efek apa-apa, dia memutuskan
untuk membawa Aldi ke pondok dan menetap selama satu tahun dan setelah setahun Pak
Bagas akan mengajak Aldi kembali ke rumah lagi. Tak disangka upaya terakhir yang
dilakukan oleh pak Bagas memberikan efek yang positif karena kenalakan yang Aldi lakukan
sudah berkurang signifikan. Berdasarkan pada cerita diatas, agen pengendalian social yang
memegang peranan penuh dalam mengendalikan Aldi adalah?

a. Sekolah

b. Pak Bagas

c. Kapolsek

d. Institusi agama

e. Sanksi yang diberikan untuk Aldi

Esai

1. Jelaskan dengan bahasamu sendiri bagaimana peran sosiologi dalam melihat gejala
social yang ada di masyarakat!
2. Bagaimana cara menurut anda yang dapat lakukan untuk mengatasi orang yang
telah kecanduan terhadap alkoholisme?
3. Coba tuliskan berdasarkan apa yang terjadi di sekitarnya mengenai apa saja
penyimpangan postiv dan pernah terjadi.
4. Coba buatlah sebuah contoh studi kasus yang mengandung penjabaran dari premis
“Criminal behavior is learned in interaction with other persons in a process of
communication” atau yang artinya bahwa tingkah laku penyimpangan atau perilaku
criminal dipelajari melalui interaksi dan komunikasi.
5. Coba tuliskan 3 contoh heterogenitas yang ada di salah satu suku di Indonesia.
(boleh memilik salah satu suku di Indonesia)
Aktivitas

Setelah memahami apa itu penyimpangan dan


pengendalian, maka coba lakukan observasi di lingkungan
sekolah atau rumahmu terhadap seseorang yang pernah
melakukan tindakan yang menyimpang dan bagaimana
bentuk pengendaliannya. Buatlah dalam bentuk makalah,
dan laporkan kepada gurumu.

Anda mungkin juga menyukai