3 PB
3 PB
Artikel Penelitian
ABSTRAK
Penyebaran Tuberkulosis di Indonesia bisa dianggap sebagai permasalahan serius, dimana Indonesia menempati posisi ke tiga di
dunia dengan jumlah penderita TB terbanyak yang mencapai 388.627 jiwa. Kota Yogyakarta memiliki tingkat penemuan kasus TB
tergolong tinggi mencapai 1.048 jiwa dan tingkat kesembuhan pasien TB masih dibawah target nasional. Penelitian ini akan membahas
tentang implementasi kebijakan pemerintah yaitu PERMENKES No 67 Tahun 2016 dalam penanggulangan Tuberkulosis. Dengan
menggunakan pendekatan kualitatif dengan kajian literatur terdahulu sebagai bahan perbandingan atau penguji, hasil kemudian
dijelaskan dalam bentuk narasi. Secara keseluruhan pengimplementasian kebijakan penanggulangan Tuberkulosis di Kota Yogyakarta
berjalan dengan baik, akan tetapi angka kesembuhan pasien TB di Kota Yogyakarta masih rendah dibawah target nasional. Oleh
karena itu perlu adanya komitmen dan koordinasi pemerintah dan masyrakat dalam penanggulangan Tuberkulosis di Kota Yogyakarta.
Kata kunci: Implementasi, Penyakit menular, Penanggulangan Tuberkulosis
ABSTRACT
The spread of Tuberculosis in Indonesia can be seen as a serious problem as the country place third in the world highest
burdens with 388.627 cases. The city of Yogyakarta has a high TB incidence rate with 1.048 cases found, which cure rate
is still below the national target. This research explains about the implementation of government policy that is PERMENKES
No 67 Tahun 2016 in Tuberculosis prevention. By using qualitative approach with previous literature study as a source
of comparison or test, the result is explained in narrative form. Overall, the Tuberculosis prevention policy in Yogyakarta
city has been implemented well, though the TB cure rate is low; below the national target. Therefore, commitment
and coordination between the government and the community is needed in Yogyakarta’s Tuberculosis prevention.
Keywords: Implementation, Infectious diseases, Tuberculosis prevention
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI, Vol. 09, No. 02 Juni 2020 • 83
Implementasi Kebijakan Pemerintah : Maisarah Mitra Adrian, Eko Priyo Purnomo, Agustiyara
ganas penyebab kematian nomor satu setelah meminimalisir penyakit Tuberkulosis. Salah
penyakit jantung dan pernapasan akut. satu upaya pemerintah dalam menanggulangi
Kota Yogyakarta merupakan salah satu daerah Tuberkulosis diwujudkan dalam Peraturan Menteri
yang tingkat penemuan kasus Tuberkulosisnya Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun
tergolong tinggi dengan angka 1.048 jiwa dari 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
total penduduk 388.627 jiwa. Hal ini dipengaruhi Indonesia Nomor 67 Tahun 2016 merupakan
oleh faktor social seperti rendahnya pendapatan sebuah upaya untuk menciptakan masyarakat
perkapita, tingkat pendidikan, kepadatan yang sehat, menurunkan angka kesakitan,
penduduk dan gaya hidup yang tidak sehat. Selain angka kecacatan atau kematian, memutuskan
itu juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti belum penularan, mencegah terjadinya resistensi obat
optimalnya program penanggulang Tuberkulosis dan mengurangi segala dampak negative yang
yang ada karena kurangnya komitmen dalam terjadi akibat Tuberkulosis (Kemenkes RI, 2016).
penangulang Tuberkulosis seperti kebijakan, Dengan target utama pada skala nasional yaitu
pelayanan, pendanaan dan sarana dan prasarana Indonesia eliminasi Tuberkulosis tahun 2030 dan
pendukung (Dinas Kesehatan Kota Surabaya, bebas Tuberkulosis 2050.
2017). Pada tahun 2018 penemuan kasus baru Oleh karena itu, maka penting adanya penelitian
TB dan pravalensi TB BTA (Basil Tahan Asam) ini untuk mengetahui implementasi kebijakan
(+) di Kota Yogyakarta mengalami peningkatan pemerintah dalam hal ini Peraturan Menteri
dari tahun sebelumnya. Adapun grafik penemuan Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun
kasus TB dapat dilihat dari gambar 1. 2016 dalam penanggulan kasus Tuberkulosis
di Kota Yogyakarta. Dengan harapan dapat
KASUS BARU TB & PRAVALENSI TB KOTA menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah dalam
YOGYAKARTA TAHUN 2011-2018 mempersiapkan kesempatan emas yaitu bonus
300 demografi. hal ini dikarenakan Indonesia memiliki
250
200 usia produktif lebih besar dibandingkan usia tidak
150
100
produktif, yang kemudian dapat berpengaruh
50
0
terhadap proses tercapainya cita-cita negara
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 menjadi negara maju karena mayoritas penderita
Kasus Baru Pravalensi
Tuberkulosis berada pada usia produktif.
METODE PENELITIAN
Gambar 1. Grafik Kasus baru TB dan Prevalensi TB Di Kota
Yogyakarta Tahun 2011-2018. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif
Selain itu tingkat kesembuhan atau angka dengan pendekatan kualitatif. Pada penelitian
keberhasilan pengobatan pasien pengidap ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
Tuberkulosis di Kota Yogyakarta pun masih rendah data yang diperoleh dari kajian literatur terdahulu
diwabah dari target nasional sebesar 90%. Hal ini yang digunakan sebagai bahan perbandingan
dapat dilihat pada gambar 2. maupun bahan penguji untuk melihat seberapa
jauh implementasi kebijakan pemerintah dalam
ANGKA KEBERHASILAN penanggulangan Tuberkulosis di Kota Yogyakarta.
Menurut Sugiyono (2009) penggunaan metode
PENGOBATAN TB (SUCCESS RATE) kualitatif digunakan untuk meneliti suatu objek
95
89
alamiah yangmana peneliti adalah instrumen
90 kunci, selain itu dalam menganalisis data bersifat
85.28 84.68
83 83 83.41 83.51 84.23 induktif dengan menekankan makna generalisasi
85 82
80.68 81.07 pada hasilnya. Obyek pada penelitian ini
79
80 adalah kebijakan pemerintah terkait dengan
penanggulangan kasus Tuberkulosis dalam hal ini
75
Capaian Target implementasi PERMENKES NO 67 TAHUN 2016
70 di Kota Yogyakarta.
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
84 • Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI, Vol. 09, No. 02 Juni 2020
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI, Vol. 09, No. 02 Juni 2020 • 85
Implementasi Kebijakan Pemerintah : Maisarah Mitra Adrian, Eko Priyo Purnomo, Agustiyara
86 • Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI, Vol. 09, No. 02 Juni 2020
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI
Tuberkulosis. Hal ini dikarenakan, melalui wali kota dan seterusnya. Selain itu, pada
komunikasi yang baik seperti pengedukasian struktur organisasi yang baik perlu adanya
dalam bentuk sosialisasi atau penyuluhan standard operating procedures (SOP) guna
terhadap masyarakat dapat menumbuhkan mengarahkan dan mengatur implementator
kesadaran masyarakat dalam hidup bersih dan dalam melaksanakan implementasi kebijakan.
sehat, serta masyarakat dapat mengetahui Dalam Peraturan Wali Kota No 90 Tahun
langkah-langkah apa saja yang diambil dalam 2019 di atur alur koordinasi anatar institusi
pencegahan, penemuanan dan pengobatan sebagai implementator untuk mempermudah
Tuberkulosis. Dengan adanya komunikasi yang dan mempercepat implementasi kebijakan.
baik proses penyampaiain informasi maupun Terdapat relevansi antara sikap pemerintah Kota
koordinasi dapat berjalan sesuai dengan yang Yogyakarta dengan teori implentasi kebijakan
diharpakan, sehingga dapat mewujudkan tujuan Edward III dalam implementasi Peraturan Menteri
dari implementasi kebijakan tersebut dalam hal Kesehatan Republik Indonesia No 67 Tahun 2016
ini penanggulan Tuberkulosis di Kota Yogyakarta di Kota Yogyakarta, yangmana apabila ke empat
dengan cepat dan tepat. faktor tersebut dilaksanakan dengan baik dapat
Sumber daya merupakan salah satu aspek menjadikan implementasi kebijakan terlaksana
penunjang sangat diperlukan dalam proses dengan efektif dan efisien sebagai upaya
implementasi kebijakan, baik itu sumber daya pemecahan masalah Tuberkulosis.
manusia maupun sumber daya pendukung lainnya
seperti biaya dan fasilitas yang memadai. Menurut KESIMPULAN
Edward III sumber daya mempengaruhi proses
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
implementasi dapat dilihat dari pegawai dalam
implentasi kebijakan pemerintah dalam hal
hal ini pemerintah ataupun tenaga medis. Adanya
ini PERMENKES No 67 Tahun 2016 dalam
pegawai yang kompeten sebagai implementator
penangulan Tuberkulosis di Kota Yogyakarta.
dalam pengimplementasian kebijakan sangatlah
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan
penting, karena kebijakan yang baik tidak akan
bahwa:
terlaksana dengan baik apabila implentator nya
1. Dalam pengimplementasian PERMENKES
tidak kompeten dibidangnya. Selain itu, keseriusan
No 67 Tahun 2016 di Kota Yogyakarta dari
dalam penangan Tuberkulosis juga dilihat dari
segi sumberdaya penyedia fasilitas kesehatan
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan
sudah berjalan dengan baik. Hal ini didukung
yang memadai. Dalam hal ini Kota Yogyakarta
dengan adanya Peraturan Wali Kota No
mewujudkan dengan penambahan puskesmas
90 Tahun 2019 sebagai bentuk komitmen
mandiri yang dapat melakukan tindakan langsung
pemkot Yogyakarta dalam penanggulangan
terhadap pasien TB dan pemberian reward kepada
Tuberkulosis. Hal ini dapat dilihat dari
pasien yang berhasil sembuh.
pelaksanaan enam kegiatan sebagai upaya
Penanggulangan kasus Tuberkulosis dapat
penanggulan TB yaitu promosi kesehatan,
dilihat dari keseriusan sikap pelaksananya mulai
surveilans TB, pengendalian faktor resiko,
dari wali kota selaku kepala daerah hingga
penemuan dan penanganan TB, pemberian
petugas-petugas medis yang berada di fasilitas
kekebalan, pemberian obat pencegahan.
pelayanan kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari
Pengimplementasian kebijakan ini bisa
kesungguhan implementator terhadap kebijakan.
berjalan dengan baik di pengaruhi oleh empat
Kebijakan tidak akan berjalan dengan baik apabila
indikator berdasrkan teori Edward III yaitu
tidak ada respon dari implementator, sehingga
komunikasi, sumberdaya, sikap pelaksana
mengakibatkan kebijakan tersebut menjadi
dan struktur birokrasi yang jelas.
kebijakan yang gagal atau cacat karena tidak
2. Pengimplementasian kebijakan ini tidak
tepat sasaran. Pada indikator ini pemerintah Kota
seluruhnya berjalan dengan baik karena
Yogyakarta dalam merespon Peraturan Menteri
berkaca dari salah satu tujuan PERMENKES
Kesehatan Republik Indonesia No 67 Tahun 2016
No 67 Tahun 2016 adalah menurunkan
dinilai sudah baik dilihat dengan ditetapkannya
angka kesakitan. Akan tetapi, di Kota
Peraturan Wali Kota No 90 Tahun 2019 sebagai
Yogyakarta angka kesembuhan atau angka
bentuk komitmen pemkot Yogyakarta dalam
keberhasilan pengobatan pasien TB masih
penanggulangan Tuberkulosis.
berada dibawah target nasional. Hal ini
Struktur birokrasi tidak terlepas dari sebuah
disebabkan karena adanya pasien yang
hirarki organisasi, dalam hal ini tenaga kesehatan
meninggal, droup out pengobatan, gagal
dalam penanggulangan kasus Tuberkulosis
pengobatan, pindah pengobatan serta
bertanggung jawab kepada dinas kesehatan,
adanya deskriminasi terhadap pasien TB
dinas kesehatan bertanggung jawab kepada
dilingkungan masyarakat.
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI, Vol. 09, No. 02 Juni 2020 • 87
Implementasi Kebijakan Pemerintah : Maisarah Mitra Adrian, Eko Priyo Purnomo, Agustiyara
88 • Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI, Vol. 09, No. 02 Juni 2020