Evaluasi Program Pengendalian Tuberkulosis Di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2016
Evaluasi Program Pengendalian Tuberkulosis Di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2016
SKRIPSI
Oleh :
SUNITA MELATI
140100106
SKRIPSI
Oleh :
SUNITA MELATI
140100106
LatarBelakang : Kasus baru TB paru di kota Medan pada tahun 2013 ditemukan sebesar 26.330
kasus dengan 2.894 kasus TB paru BTA (+) dimana seluruhnya mendapat penanganan
pengobatan dengan kesembuhan 74,74%, serta angka keberhasilan pengobatan 79.03%.
Puskesmas Teladan Medan merupakan Puskesmas rujukan yang memiliki fasilitas pemeriksaan
mikroskopis.Tujuan : Untuk melakukan evaluasi program pengendalian tuberculosis (P2TB) di
Puskesmas Teladan Medan.Metode : Ini adalah penelitian deksriptif, metode cross sectional
dengan total sampling. Menggunakan data sekunder form TB.03 di Puskesmas Teladan Medan,
analisa univariat dan perhitungan indicator nasional P2TB.Hasil : Distribusi responden
berdasarkan jumlah terbanyak : adalah usia 19-30 tahun yaitu 32.8%, jenis kelamin laki-laki
68.7%, tidak ditemukan parut BCG 22.9%, IMT pada kategori underweight 38.9%, yang memiliki
PMO 68.7%, dilakukannya pemeriksaan kontak serumah 55%, klasifikasi penyakit kategori paru
89.3%, yang belum pernah berobat/ - 1 bulan 54.2%, konversi di bulan ke-2yaitu 99.2%,
pengobatan 6 bulan 100%, sembuh 70.2%, prosentase angka konversi BTA + 99.2%, angka
kesembuhan 51.1% dan angka keberhasilan pengobatan 51.1%.Kesimpulan : Angka konversi
sudah berada diatas angka minimal standar nasional, sedangkan angka kesembuhan dan angka
keberhasilan pengobatan masih berada di bawah angka minimal standar nasional.
ii
Background. New cases of pulmonary tuberculosis in Medan in 2013 were found to be 26,330
cases with 2,894 cases of pulmonary tuberculosis (-) where all received treatment with 74.74%
cure, and the treatment success rate was 79.03%. The Teladan Medan Public Health Center was a
referral public health center with a microscopic examination facility.Purpose. To evaluate the
tuberculosis control program (P2TB) at the Teladan Medan Public Health Center.Method. This
was a descriptive research, cross sectional method with total sampling. Using secondary data
form TB.03 at he Teladan Medan Public Health Center, univariate analysis and calculation of
national indicator of P2TB.Results. Respondents distribution based on the highest number was the
age of 19 - 30 years, that was 32,89%, gender of male equal of 68,79%, not found scarring BCG
of 22,9%, IMT in underweight category of 38,9% , which has a PMO of 68.79%, conducted a
home contact examination of 55%, disease classification of lung category of 89,3%, never
treatment - 1 month of 54,2%, conversion in second month, that was 99,2%, treatment for 6 month
of 100%, recovered of 70,2%, percentage of rate the conversion of BTA + of 99.2%, the cure rate
of 51.1%, and the success rate of treatment of 51.1%.Conclusion. The conversion rate was above
the national minimum standard, while the cure rate and the treatment success rate were still below
the national minimum standard.
iii
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Yang telah
memeberikan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan laporan hasil penelitian ini. Laporan hasil penelitian
ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan
program studi Sarjana Kedokteran, Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada
semua pihak yang telah turut serta membantu penulis dalam menyelesaikan
laporan akhir hasi penelitian ini, diantaranya:
1. Kepada Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp. S(K) selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Kepada Dr. dr. Imam Budi Putra, MHA, Sp. KK selaku wakil Dekan I
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. Kepada dr. Zaimah Z. Tala, Sp. GK selaku wakil Dekan II Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4. Kepada Dr. dr. Dina Keumala Sari, M. Gizi, Sp. GK selaku wakil Dekan III
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5. Kepada Dosen Pembimbing dalam penulisan penelitian ini, Dr. dr. Isti Ilmiati
Fujiati, M.Sc., CMFM, M.Pd, Ked, yang dengan sepenuh hati telah
meluangkan segenap waktu untuk bimbingan dan mengarahkan penulis, mulai
dari awal penyusunan penelitian, pelaksanaan penelitian dan pembuatan
laporan hasil, sehingga selesainya laporan hasil penelitian ini.
6. Kepada Dosen Penguji dalam penulisan penelitian ini, dr. Rodiah Rahmawati,
Sp. M selaku Ketua Penguji dan Dr. dr. Imam Budi Putra, MHA, SpKK selaku
Anggota Penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang
membangun dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini.
7. Kepada Puskesmas Teladan Medan yang telah memberikan izin untuk
melakukan penelitian di Puskesmas tersebut.
iv
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan hasil penelitian ini masih belum
sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan laporan hasil penelitian ini di kemudian hari.
Halaman
Halaman Pengesahan .................................................................................. i
Abstrak ....................................................................................................... ii
Abstract ....................................................................................................... iii
Kata Pengantar ............................................................................................ iv
Daftar Isi...................................................................................................... vi
Daftar Gambar ............................................................................................. viii
Daftar Tabel ................................................................................................ ix
Daftar Singkatan.......................................................................................... x
Daftar Lampiran .......................................................................................... xi
vi
vii
viii
ix
Lampiran Judul
1 Biodata Penulis
2 Lembar Orisinalitas
3 Surat Izin Survei Awal Penelitian
4 Ethical Clearance
5 Surat Izin Penelitian
6 Data Induk Penelitian
7 Data Statistik SPSS
xi
adalah angka penemuan kasus baru TB BTA positif dimana angka standar
minimal nasionalnya 70%. sementara dari tahun 2012-2015 CDR di Indonesia
justru mengalami penurunan dan belum mencapai standar minimal nasional
berturut-turut adalah 61; 60; 59,6; 57,1 persen.
CNR adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien baru yang ditemukan
dan tercatat diantara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu. Dari sisi
penemuan kasus upaya penemuan kasus di Indonesia tahun 2014 per Provinsi
dengan CNR tertinggi sebagian besar di wilayah timur, yaitu Sulawesi Utara dan
Maluku, CNR terendah didominasi oleh Provinsi wilayah barat, yaitu
Kalimantan Timur dan Riau. Angka CNR seluruh kasus tuberkulosis di
Indonesia tahun 2014 sebesar 129/100.000 penduduk meningkat menjadi
130/100.000 penduduk pada tahun 2015.
Pada tahun 2014, CNR TB Paru BTA (+) di Sumatera Utara baru mencapai
122/100.000 penduduk. Bila dilihat pencapaian per Kab/Kota, tertinggi di
Sibolga dan Pematang Siantar. Sedangkan terendah di Kabupaten Dairi dan Nias
Utara. Berdasarkan Profil Kesehatan Kab/Kota Sumatera Utara tahun 2014,
angka keberhasilan rata-rata ditingkat Provinsi mencapai 97,61% dengan
perincian persentase kesembuhan 89,69% dan persentase pengobatan lengkap
7,92%. Angka keberhasilan tertinggi di Gunung Sitoli dan Sibolga, sedangkan
terendah di Nias Barat. Dari 33 Kab/Kota terdapat 8 Kab/Kota yang belum
mampu mencapai angka keberhasilan 85% (24.3%) (Dinkes Sumut, 2014).
Cure rate adalah angka kesembuhan atau persentase pasien baru TB BTA
positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan. Angka standart
nasionalnya yakni 85%. Angka keberhasilan tertinggi di Sulawesi Utara dan
Lampung, Sedangkan terendah pada Provinsi Kalimantan Tengah. Provinsi
dengan angka keberhasilan pengobatan ≥ 85% sebanyak 18 Provinsi (54,5%)
(Ulwiyah, 2015). Angka kesembuhan kasus TB di Indonesia mengalami
penurunan dari tahun 2012-2015 berturut-turut adalah 90,2; 90,5; 90,1, 85
persen (dalam Nurulia, 2017).
Kasus TB paru di Kota Medan tahun 2013 secara klinis terjadi peningkatan
dari tahun 2012. Angka penemuan TB pada tahun 2012 yaitu sebesar 21.079
kasus dengan 3.037 kasus TB paru BTA (+), sedangkan pada tahun 2013
ditemukan sebesar 26.330 kasus dengan 2.894 kasus TB paru BTA (+) dimana
seluruhnya mendapatkan penanganan pengobatan dengan kesembuhan 2.163
orang (74,74%) serta angka keberhasilan pengobatan sebesar 79,03%. Selain itu,
dari 39 puskesmas yang ada di Kota Medan terdapat 1.729 penderita TB paru
BTA (+). Dari 1.729 penderita TB paru BTA (+) hanya sebanyak 1.616
penderita (87,67%) diberikan pengobatan (Mansur, 2015).
Puskesmas Teladan Medan merupakan puskesmas rujukan dari puskesmas-
puskesmas yang ada disekitarnya yang memiliki fasilitas pemeriksaan
mikroskopis dan bakteriologis, dan juga merupakan Puskesmas yang memiliki
pasien TB cukup banyak.
2. Bagi institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data tambahan bagi instansi
terkait.Selain itu, penelitian ini diharapkan juga dapat memperkaya
kepustakaan mahasiswa fakultas kedokteran.
3. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat,
terutama pasien TB paru.Diharapkan hal ini dapat mendorong pasien TB
paru agar dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konversi
BTA, dan kesembuhan TB.
2.1 TUBERKULOSIS
2.1.1 DEFINISI
2.1.2 ETIOLOGI
2.1.4 KLASIFIKASI
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
e. Kasus pindahan adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki
register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
f. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan
masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan (Werdhani, 2012).
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun.Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan,badan makin kurus(berat
badan menurun),sakit kepala,meriang,nyeri otot,keringat malam dll.Gejala
malaise ini semakin lama semakin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak
teratur (Setiabudi, dkk, 2014).
2.1.6 DIAGNOSA
2.1.7 PENGOBATAN
4. OAT sisipan bila pada akhir tahap intensif dari pengobatan dengan kategori 1
atau kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat
sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan (Depkes RI, 2002).
1. Usia
Usia berhubungan dengan kejadian TB paru dimana usia dapat mempengaruhi
kerja dan efek obat karena metabolisme obat pada orang yang muda berbeda
dengan orang tua. Insidensi tertinggi TB paru biasanya pada usia muda atau
produktif, yaitu usia 15-55 tahun. Di Indonesia diperkirakan sekitar 75%
pasien TB adalah kelompok usia paling produktif secara ekonomis (15-55
tahun). Hal ini disebabkan pada usia produktif cenderung melakukan aktivitas
diluar yang menyebabkan terpapar sehingga berisiko untuk terkena TB.
Berdasarkan penelitian Amaliah (2012) penderita TB paru dengan usia
produktif (15-55) memiliki risiko terjadinya gagal konversi sebesar 1,824 kali
lebih besar dibanding penderita dengan usia tidak produktif (Listriarini, 2015).
2. Jenis Kelamin
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih sering terkena TB
paru dibandingkan perempuan.Hal ini oleh karena laki-laki memiliki aktivitas
yang lebih tinggi dibandingkan perempuan, sehingga kemungkinan terpapar
lebih besar pada laki-laki.Selain itu kebiasaan merokok dan mengkomsumsi
alkohol pada laki-laki dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah
terkena TB paru (Amaliah, 2012).
3. Pekerjaan
Hubungan antara penyakit TB paru erat kaitannya dengan pekerjaan.Secara
umum peningkatan angka kematian yang di pengaruhi rendahnya tingkat
sosial ekonomi yang berhubungan dengan pekerjaan merupakan penyebab
tertentu yang didasarkan pada tingkat pekerjaan. Hasil penelitian
mengemukakan bahwa sebagian besar penderita TB paru adalah tidak bekerja
(53,8%) (Fariz, 2014).
Peran PMO
PMO adalah orang pertama yang selalu berhubungan dengan pasien
sehubungan pengobatannya.PMO yang mengingatkan untuk minum obat,
mengawasi sewaktu menelan obat, membawa pasien ke dokter untuk control
berkala, dan menolong pada saat ada efek samping (Depkes RI, 2005, Murtiwi,
2005).
Sesuai dengan strategi DOTS, setiap pasien yang baru ditemukan dan
mendapatkan pengobatan harus diawasi menelan obatnya setiap hari agar
terjamin kesembuhan, tercegah dari kekebalan obat atau resistensi.Sebelum
pengobatan pertama kali dimulai, pasien dan PMO harus diberi penyuluhan
secara singkat tentang perlunya pengawasan menelan obat setiap hari.
Penyuluhan tersebut meliputi gejala−gejala TB, tanda−tanda efek samping
obat, dan mengetahui cara mengatasi bila ada efek samping, cara merujuknya,
kegunaan pemeriksaan sputum ulang, serta cara memberi penyuluhan TB
(WHO, 1998, Murtiwi, 2005).
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka
pendek dengan pengawasan langsung.Untuk menjamin kepatuhan pasien
menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT) oleh seorang PMO yang
sebaiknnya datang dari masyarakat, bukan kalangan kesehatan yang jumlahnya
terbatas (Aditama, 2000). PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru,
anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga
(Depkes RI, 2006).
Penilaian sikap PMO oleh penderita sangat dipengaruhi oleh status PMO
itu berasal dari keluarganya atau PMO itu seorang petugas kesehatan
Puskesmas.PMO yang berasal dari keluarganya sendiri lebih banyak
Status gizi pada kelompok umur dewasa >18 tahun dapat diketahui melalui
prevalensi gizi berdasarkan indikator Indeks Massa Tubuh (IMT).Status gizi
pada kelompok dewasa berusia 18 tahun didominasi dengan masalah obesitas,
walaupun masalah kurus juga masih cukup tinggi. Hasil Riskesdas 2013
menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada kelompok umur dewasa
sebanyak 14,76% dan berat badan lebih sebesar 11,48%. Dengan demikian
prevalensi kelompok dewasa kelebihan berat badan sebesar 26,23%.
Sedangkan prevalensi penduduk dewasa kurus 11,09% (Kemenkes, 2013).
Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur > 18 tahun dan tidak
dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.
Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut :
1. Angka konversi
Angka konversi adalah prosentase pasien baru TB paru terkonfirmasi
bakteriologis yang mengalami perubahan menjadi BTA negatif setelah
menjalani masa pengobatan tahap awal. Program pengendalian TB di
Indonesia masih menggunakan indikator ini karena berguna untuk
mengetahui secara cepat hasil pengobatan dan untuk mengetahui apakah
pengawasan langsung menelan obat dilakukan dengan benar.
Di fasilitas layanan kesehatan, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien
TB.01, yaitu dengan cara mereview seluruh kartu pasien baru TB Paru
Terkonfirmasi Bakteriologis yang mulai berobat dalam 3-6 bulan
sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang hasil pemeriksaan
dahak negatif, setelah pengobatan tahap awal (2 bulan/ 3 bulan). Di tingkat
kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dengan mudah dapat dihitung dari
laporan TB.11. Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%.
2. Angka kesembuhan
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien
baru TB paru terkonfirmasi bakteriologis yang sembuh setelah selesai masa
pengobatan, diantara pasien baru TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis
yang tercatat. Untuk kepentingan khusus (survailans), angka kesembuhan
dihitung juga untuk pasien Paru Terkonfirmasi Bakteriologis pengobatan
ulang (kambuh dan dengan riwayat pengobatan TB sebelumnya) dengan
tujuan:
a. Untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan kekebalan terhadap
obat terjadi di komunitas, hal ini harus dipastikan dengan surveilans
kekebalan obat.
Sedangkan angka gagal untuk pasien baru TB paru BTA positif tidak
boleh lebih dari 4% untuk daerah yang belum ada masalah resistensi obat,
dan tidak boleh lebih besar dari 10% untuk daerah yang sudah ada masalah
resistensi obat.
3. Angka keberhasilan pengobatan TB
Angka Keberhasilan Pengobatan adalah angka yang menunjukkan
prosentase pasien baru TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis yang
menyelesaikan pengobatan (baik yang sembuh maupun pengobatan
lengkap) diantara pasien baru TB paru Terkonfirmasi Bakteriologis yang
tercatat. Dengan demikian angka ini merupakan penjumlahan dari angka
kesembuhan dan angka pengobatan lengkap.
Tatalaksana pasien TB
Data Demografi :
Usia
Jenis kelamin
Pemeriksaan Fisik :
Parut BCG
IMT
Faktor Pendorong :
PMO
Pemeriksaan kontak
serumah
Evaluasi Program
Pengendalian TB :
Angka keberhasilan
pengobatan
Angka konversi
Angka kesembuhan
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2017 sampai dengan Oktober 2017
dan mengambil data dari rekam medis mulai dari 1 Januari 2016 sampai dengan
31 Desember 2016.
Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang didiagnosa
BTA positif yang dilihat dari rekam medis di Puskesmas Teladan Medan,
Kecamatan Medan Kota.
22
Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data sekunder, yaitu
berupa rekam medis penderita TB paru BTA positif.
Setelah data yang diperlukan untuk penelitian ini terkumpul, maka dilakukan
tahap pengolahan data yang melalui beberapa tahap yaitu (Notoatmodjo, 2012) :
1. Editing
Dilakukan untuk pengecekan dan perbaikan dari data-data yang
dikumpulkan.
2. Coding
Yaitu mengubah data bentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau
bilangan.
3. Entry
Yakni memasukkan data-data kedalam program atau software komputer.
4. Cleaning
Pengecekkan kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya
kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian
dilakukan pembetulan atau koreksi.
Analisis data penelitian ini melalui prosedur, antara lain (Notoatmodjo, 2012) :
Analisis Univariat yang bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari
variabel-variabel yang diteliti.Analisis univariat ini untuk melihat gambaran
karakteristik setiap variabel yang diteliti.
1. Analisis Univariat
Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin,
Pengawas Minum Obat (PMO), parut BCG, klasifikasi penyakit, tipe pasien,
riwayat pengobatan sebelumnya, pemeriksaan kontak serumah, Indeks Masa
Tubuh (IMT), tahap konversi, waktu pengobatan, dan status kesembuhan.
Dapat dilihat pada tabel 4.1 menunjukan bahwa sebaran subjek penelitian
adalah subjek yang berumur <18- >60 tahun. Frekuensi tertinggi terdapat pada
subjek penelitian yang berusia 19-30 tahun sebanyak 43 orang (32.8%).
Menurut penelitian Amaliah (2012) penderita TB paru dengan usia produktif
(15-55) memiliki risiko terjadinya gagal konversi sebesar 1,824 kali lebih
besar dibanding penderita dengan usia tidak produktif.
27
Jenis Kelamin n %
Laki-Laki 90 68.7
Perempuan 41 31.3
Total 131 100.0
Dapat dilihat pada tabel 4.2 menunjukan bahwa sebaran subjek penelitian
adalah subjek yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Frekuensi tertinggi
terdapat pada subjek penelitian yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 90 orang
(68.7%). Beberapa peniliti menunjukkan bahwa laki-laki lebih sering terkena TB
paru dibandingkan perempuan. Hal ini oleh karena laki-laki memiliki aktivitas
yang lebih tinggi dibandingkan perempuan, sehingga kemungkinan terpapar lebih
besar pada laki-laki (Sitepu, 2009). WHO (2012) melaporkan bahwa disebagian
besar dunia, lebih banyak laki-laki daripada wanita yang didiagnosa TB.
Parut BCG n %
Tidak Ada Data 56 42.7
Jelas 22 16.8
Tidak ada 30 22.9
Meragukan 23 17.6
Total 131 100.0
Dapat dilihat pada tabel 4.3 menunjukan bahwa sebaran subjek penelitian
adalah subjek yang terlihat jelas, tidak ada, atau meragukan pada parut BCG.
Frekuensi tertinggi terdapat pada subjek penelitian yang tidak ada parut BCG
sebanyak 30 orang (22.9%). Menurut penelitian (Daud, dkk, 2012) dalam
penelitiannya menunjukkan status imunisasi BCG berpengaruh secara signifikan
terhadap tingkat keparahan kejadian TB paru. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang menyatakan bahwa mereka yang tidak imunisasi BCG sangat berperan
terhadap hubungan pemberian imunisasi BCG dengan kejadian TB paru.
Pencegahan imunisasi atau vaksinasi merupakan tindakan yang mengakibatkan
seseorang yang mempunyai ketahanan tubuh yang lebih baik, sehingga mampu
mempertahankan diri terhadap penyakit atau masuknya kuman dari luar. Vaksin
terhadap penyakit TB adalah vaksin BCG yang telah diwajibkan di 64 negara dan
direkomendasikan di beberapa Negara lainnya (Crofton, 2002).
Tabel 4.4 Data Pemeriksaan Fisik Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)
di Puskesmas Teladan Medan
IMT n %
Tidak ada data 28 21.4
<18.5 51 38.9
18.6-22.9 37 28.2
23-24.9 7 5.3
25.29.9 5 3.8
>30 3 2.3
Total 131 100.0
Dapat dilihat pada tabel 4.4 menunjukan bahwa sebaran subjek penelitian
adalah subjek yang berdasarkan IMT <18.5 - >30. Frekuensi tertinggi terdapat
pada subjek penelitian yang memiliki IMT <18.5 sebanyak 51 orang (38.9%).
Apabila kualitas dan kuantitas gizi yang masuk dalam tubuh cukup akan
berpengaruh pada daya tahan tubuh sehingga tubuh akan tahan terhadap infeksi
kuman TB paru. Namun apabila keadaan gizi buruk maka akan mengurangi dahan
tubuh terhadap penyakit ini (Sitepu, 2009).
PMO n %
Ada 126 68.7
Tidak ada 5 31.3
Total 131 100.0
Dapat dilihat pada tabel 4.5 menunjukan bahwa sebaran subjek penelitian
adalah subjek yang ada atau tidak adanya pengawas minum obat (PMO).
Frekuensi tertinggi terdapat pada subjek penelitian yang ada atau memiliki
pengawas minum obat (PMO) sebanyak 126 orang (68.7%). Berdasarkan
analisis univariat tentang PMO pada pasien TB Nogosari Boyolali diketahui
bahwa 55.0% atau 22 orang mempunyai peran yang baik dalam PMO dan
45.0% atau 18 orang mempunyai peran yang kurang dalam PMO, sehingga
dapat diketahui peran PMO pada pasien TB paru di Puskesmas Nogosari
Boyolali termasuk dalam kategori baik (Prabowo, 2014).
Tabel 4.6 Data Faktor Pendorong Pasien Berdasarkan Pemeriksaan Kontak Serumah
di Puskesmas Teladan Medan
Pemeriksaan Kontak Serumah n %
Ada 72 55.0
Tidak ada 59 45.0
Total 131 100.0
Dapat dilihat pada tabel 4.6 menunjukan bahwa sebaran subjek penelitian
adalah subjek yang ada atau tidak adanya pemeriksaan kontak serumah.
Frekuensi tertinggi terdapat pada subjek penelitian yang ada pemeriksaan
kontak serumah sebanyak 72 orang (55.0%). Pemeriksaan kontak serumah
adalah orang yang kontak serumah dengan penderita TB terutama mereka yang
BTA+ dan pada keluarga dengan anak yang menderita TB hendaknya
menjalani skrining TB melalui pemeriksaan. Pemeriksaan TB tersebut
dilakukan denga melakukan pemeriksaan dahak sewaktu-pagi-sewaktu (SPS).
Dapat dilihat pada tabel 4.7 menunjukan bahwa sebaran subjek penelitian
adalah subjek yang diklasifikasikan berdasarkan paru dan ekstra paru.
Frekuensi tertinggi terdapat pada subjek penelitian yang didiagnosa TB paru
sebanyak 131 orang (100.0%).
Dapat dilihat pada tabel 4.8 menunjukan bahwa sebaran subjek penelitian
adalah subjek yang dikategorikan berdasarkan tipe pasien yaitu baru, pindahan,
dan kambuh. Frekuensi tertinggi terdapat pada subjek penelitian yang baru
didiagnosa sebanyak 117 orang (89.3%). Menurut penelitian Sihotang (2013)
seluruh pasien TB paru merupakan tipe pasien dengan kasus baru. Tidak
terdapat pasien dengan tipe relaps, default, failure, transfer in dan kasus lain.
Penelitian yang dilakukan di Puskesmas Bahu Malalayang 1 Manado
menemukan bahwa sebanyah 91,8% pasien yang dating untuk berobat
merupakan pasien kasus baru (sihotang, 2013).
Dapat dilihat pada tabel 4.9 menunjukan bahwa sebaran subjek penelitian
adalah subjek yang memiliki riwayat pengobatan sebelumnya. Frekuensi
tertinggi terdapat pada subjek penelitian yang belum pernah diobati / -1 bulan
sebanyak 71 orang (54.2%).
Tahap Konversi n %
Bulan ke-2 130 99.2
Bulan ke-3 1 0.8
Total 131 100.0
Dapat dilihat pada tabel 4.10 menunjukan bahwa sebaran subjek penelitian
adalah subjek yang dilihat dari tahap konversi . Frekuensi tertinggi terdapat pada
subjek penelitian yang memiliki tahap konversi pengobatan dibulan ke-2
sebanyak 130 orang (99.2%). Pengawasan pengobatan secara langsung penting
setidaknya selama tahap pengobatan intensif (2 bulan pertama) untuk
meyakinkan bahwa obat dimakan dengan kombinasi yang benar dan jangka
waktu yang tepat (Prabowo, 2014).
Waktu Pengobatan n %
6 bulan 131 100.0
8 bulan 0 0.0
Total 131 100.0
Dapat dilihat pada tabel 4.11 menunjukan bahwa sebaran subjek penelitian
adalah subjek yang memiliki lama waktu pengobatan berdasarkan 6 bulan dan 8
bulan. Frekuensi tertinggi terdapat pada subjek penelitian yang memiliki lama
waktu pengobatan selama 6 bulan sebanyak 131 orang (100.0%). Tahap intensif
terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E).
Obat-obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudin
diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin
(R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini
diberikan untuk penderita baru TB Paru BTA Positif selama 6 bulan.
Status Kesembuhan n %
Sembuh 92 70.2
Tidak Sembuh 39 29.8
Total 131 100.0
Dapat dilihat pada tabel 4.12 menunjukan bahwa sebaran subjek penelitian
adalah subjek yang memiliki perubahan hasil BTA positif pada awal
pengobatan dan menjadi negative pada akhir pengobatan dan dengan
pengobatan yang lengkap. Frekuensi tertinggi terdapat pada subjek penelitian
yang sembuh 92 orang (70.2%).
Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data rekam medis yang
berjumlah 138 data, dimana diantaranya dibagi menjadi kriteria inklusi dan
eksklusi. Pada kriteria inklusi sebanyak 131 data yang dapat digunakan sedangkan
kriteria eksklusi terdapat 7 data yang tidak dapat digunakan pada penelitian ini.
Setelah keseluruhan data terkumpul maka peneliti akan melakukan entery, coding
dan cleaning yang bertujuan untuk mengelompokan data yang lengkap maupun
tidak lengkap, dimana data yang lengkap berjumlah 67 data sedangkan data yang
tidak lengkap berjumlah 64 data. Setelah data dikelompokan maka akan dilakukan
uji univariat, data yang digunakan adalah data keseluruhan yaitu 134 data.
Selanjutnya dilakukan perhitungan menggunakan rumus dan data lengkap saja
sebanyak 67 data. Dimana penelitian ini juga menggunakan rumus yang diambil
dari buku panduan P2TB yang digunakan sebagai acuan untuk evaluasi.
Data Lengkap :
(67 data)
Univariat
Indikator P2TB
3. Angka konversi
= 99.2%
131
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa angka konversi mencapai 99.2%,
yang mana pasien mengalami perubahan BTA (+) menjadi BTA (-) di masa
pengobatan tahap awal.
Dapat kita lihat dari hasil penelitian yang saya dapat, angka konversi berada
diatas angka minimal standart nasional yang harus dicapai yaitu 80%.
4. Angka kesembuhan
= 51.1%
131
= 51.1%
131
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian evaluasi pengendalian tuberkulosisn di
Puskesmas Teladan Medan tahun 2016 dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Distribusi hasil penelitian data demografi pasien di Puskesmas Teladan
Medan untuk usia paling banyak berada pada kategori usia 19-30 tahun,
dengan jumlah 43 orang (32.8%). Sedangkan pada jenis kelamin paling
banyak pada jenis kelamin laki-laki, dengan jumlah 90 orang (68.7%).
2. Distribusi hasil penelitian data pemeriksaan fisik berdasarkan parut BCG
pasien di Puskesmas Teladan Medan paling banyak berada pada kategori
tidak ada atau tidak ditemukannya bekas imunisasi BCG, dengan jumlah 30
orang (22.9%). Sedangkan pada IMT pasien di Puskesmas Teladan Medan
paling banyak berada pada kategori underweight dengan IMT <18.5, dengan
jumlah 51 orang (38.9%).
3. Distribusi hasil penelitian data faktor pendorong berdasarkan Pengawas
Minum Obat (PMO) pasien di Puskesmas Teladan Medan paling banyak
berada pada kategori ada atau memiliki PMO, dengan jumlah 126 orang
(68.7%). Sedangkan pada pemeriksaan kontak serumah pasien di Puskesmas
Teladan Medan paling banyak berada pada kategori ada atau adanya
pemeriksaan kontak serumah, dengan jumlah 72 orang (55.0%).
4. Distribusi hasil penelitian data karakteristik pemeriksaan berdasarkan
klasifikasi penyakit pasien di Puskesmas Teladan Medan paling banyak
berada pada kategori paru, dengan jumlah 131 orang (100.0%). Pada tipe
pasien di Puskesmas Teladan Medan paling banyak berada pada kategori
pasien TB baru, dengan jumlah 117 orang (89.3%). Pada riwayat pengobatan
sebelumnya pada pasien di Puskesmas Teladan Medan paling banyak berada
pada kategori belum pernah/-1 bulan, dengan jumlah 71 orang (54.2%). Pada
tahap konversi pasien di Puskesmas Teladan Medan paling banyak berada
35
pada kategori konversi di bulan ke-2, dengan jumlah 130 orang (99.2%).
Pada waktu pengobatan pasien di Puskesmas Teladan Medan paling banyak
berada pada kategori pengobatan 6 bulan, yang berjumlah 131 orang
(100.0%). Dan pada status kesembuhan di Puskesmas Teladan Medan paling
banyak berada pada kategori sembuh, dengan jumlah 92 orang (70.2%).
5. Prosentase angka konversi mencapai 99.2%, yang mana sudah berada diatas
angka minimal standart nasional yaitu 80%.
6. Prosentase angka kesembuhan mencapai 51.1%, yang mana masih cukup
jauh untuk mencapai angka minimal standart nasioal yaitu 85%.
7. Prosentase angka keberhasilan pengobatan mencapai 51.1%, yang mana
masih cukup jauh untuk mencapai angka minimal standart nasional yaitu
85%.
5.2 SARAN
1. Bagi Instansi Dinas Kesehatan
Dari hasil yang ditemukan di Puskesmas Teladan Medan, sebaiknya pihak
Dinas Kesehatan Kota Medan lebih meningkatkan penyuluhan atau promosi
kesehatan terhadap upaya pencegahan TB paru di kalangan masyarakat
ataupun pelajar, sehingga dapat memperbaiki pengetahuan dan kesadaran
terhadapTB paru .
2. Bagi Puskesmas
Dari hasil yang ditemukan di Puskesmas Teladan Medan, sebaiknya pihak
Puskesmas selalu mengingatkan penderita TB paru pada saat pengambilan
obat untuk lebih memperhatikan keteraturan dalam minum obat dan untuk
penulisan data rekam medis sebaiknya dilakukan pengisian yang selengkap-
lengkapnya.
3. Bagi penderita TB paru
Dari hasil yang ditemukan di Puskesmas Teladan Medan, sebaiknya
penderita TB paru diharapkan untuk teratur dalam minum obat, berobat
sesuai dengan jadwal dan diharapkan untuk mengonsumsi makanan yang
sehat dan bergizi.
Astri, Nurulia. 2017, Pengaruh Status Gizi Terhadap Konversi Sputum BTA Pada
Penderita Tuberkulosis Yang Telah Menjalani Pengobatan Fase Intensif
Di Puskesmas Panjang, Bandar Lampung. Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
Centre for Obesity Research and Education, 2007. Body Mass Index: BMI
Calculator. Didapat dari: http://www.core.monash.org/bmi.html .Diakses
pada 10 April 2013.
Dinas Kesehatan Sumatera Utara. 2014, Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun
2014,pp.27-29.
http://dinkes.sumutprov.go.id/editor/gambar/file/Narasi%20Profil%20%20
Kesehatan%202014(1).pdf.
37
Prabowo, RD. 2014, Hubungan Antara Peran Pengawas Minum Obat (PMO)
dengan Kepatuhan Kunjungan Berobat Pada Pasien Tuberkulosis Paru (TB
Paru) di Puskesmas Nogosari Boyolali, Boyolali. Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sitepu MY. 2009, Karakteristik Penderita TB Paru Relapse yang Berobat di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4) Medan Tahun 2000-2007. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Zuriya, Yufa. 2016, Hubungan Antara Faktor Host dan LIngkungan Dengan
Kejadian Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Tahun 2016,
Jakarta.Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah.
Riwayat Pelatihan :
1. Peserta PMB (PenerimaanMahasiswaBaru) FK USU 2014
2. Peserta MMB (Management MahasiswaBaru) FK USU 2014
3. Peserta Workshop Vital Sign Standing Committee on Public Health
FakultasKedokteran USU
Riwayat Organisasi :
1. AnggotaSie. Komsumsi PMB FK USU 2015
2. AnggotaSie. Komsumsi Medical Humanity Day 2015
3. Anggota Sie. Komsumsi Try Out FK USU 2015
PERNYATAAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter pada Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis.
Adapun pengutipan yang penulis lakukan pada bagian tertentu dari hasil karya
orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas
sesuai dengan norma, kaidah dan etika penelitian ilmiah.
Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian skripsi ini
bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian tertentu, penulis
bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanski
lainya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Materai
Rp 6.000
ETHICAL CLEARANCE
DATA INDUK
JENIS KLASIFIKASI TIPE TINGKAT WAKTU STATUS
NAMA USIA PARUT BCG IMT PMO PKS PENYAKIT
RPS KESEMBUHAN
KELAMIN PASIEN KONVERSI PENGOBATAN
Tidak
AA. 32 Laki-laki Tidak ada data 19,5 Ada ada Paru Baru Tidak ada data bulan ke-2 6 bulan sembuh
M 37 Laki-laki Meragukan 15,1 Ada ada Paru Baru belum pernah/ - 1bulan bulan ke-2 6 bulan sembuh
N 40 Perempuan Tidak ada 14,6 Ada ada Paru Baru belum pernah/ - 1bulan bulan ke-2 6 bulan sembuh
RF 18 Perempuan Tidak ada data 19,6 Ada ada Paru Baru Tidak ada data bulan ke-2 6 bulan sembuh
M. H 37 Laki-laki Meragukan 16,7 Ada ada Paru Baru belum pernah/ - 1bulan bulan ke-2 6 bulan sembuh
PD 47 Laki-laki Tidak ada data 20,8 Ada ada Paru Baru Tidak ada data bulan ke-2 6 bulan sembuh
PS 46 Laki-laki Tidak ada 17,6 Ada ada Paru Baru belum pernah/ - 1bulan bulan ke-2 6 bulan sembuh
Y 53 Laki-laki Tidak ada data 28,8 Ada ada Paru Baru Tidak ada data bulan ke-2 6 bulan sembuh
BH 15 Perempuan Tidak ada data 14 Ada ada Paru Baru Tidak ada data bulan ke-2 6 bulan sembuh
S 31 Laki-laki Tidak ada 18,3 Ada ada Paru Baru belum pernah/ - 1bulan bulan ke-2 6 bulan sembuh
Tidak
MA 77 Laki-laki Tidak ada data 18,5 Ada ada Paru Baru Tidak ada data bulan ke-2 6 bulan sembuh
DAD 21 Perempuan Jelas 16,5 Ada ada Paru Baru belum pernah/ - 1bulan bulan ke-2 6 bulan sembuh
M 45 Laki-laki Jelas 23,7 Ada ada Paru Baru belum pernah/ - 1bulan bulan ke-2 6 bulan sembuh
DP 28 Laki-laki Tidak ada data 17,6 Ada ada Paru Baru Tidak ada data bulan ke-2 6 bulan sembuh
Tidak
S 57 Laki-laki Tidak ada data 19,4 Ada ada Paru Baru Tidak ada data bulan ke-2 6 bulan sembuh
Tidak
M 51 Laki-laki Meragukan 21,8 Ada ada Paru Baru belum pernah/ - 1bulan bulan ke-2 6 bulan sembuh
Tidak
I 18 Perempuan Tidak ada data 18,9 Ada ada Paru Baru Tidak ada data bulan ke-2 6 bulan sembuh
JP 72 Perempuan Tidak ada 17,9 Ada ada Paru Baru belum pernah/ - 1bulan bulan ke-2 6 bulan sembuh
A 55 Laki-laki Jelas 19,3 Ada ada Paru Baru belum pernah/ - 1bulan bulan ke-2 6 bulan sembuh
Tidak
RI 26 Laki-laki Tidak ada 15,6 Ada ada Paru Baru belum pernah/ - 1bulan bulan ke-2 6 bulan sembuh
Statistics
Jenis Parut Tipe Tahap Waktu Status
kelamin PMO BCG KP pasien RPS PKS konversi pengobatan kesembuhan Usia IMT
N Valid 131 131 131 131 131 131 131 131 131 131 131 131
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Frequency Table
Usia
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 1 9 6.9 6.9 6.9
2 43 32.8 32.8 39.7
3 16 12.2 12.2 51.9
4 20 15.3 15.3 67.2
5 22 16.8 16.8 84.0
6 21 16.0 16.0 100.0
Total 131 100.0 100.0
Jenis kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 90 68.7 68.7 68.7
Perempuan 41 31.3 31.3 100.0
Total 131 100.0 100.0
PMO
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ada 126 96.2 96.2 96.2
Tidak ada 5 3.8 3.8 100.0
Total 131 100.0 100.0
KP
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Paru 131 100.0 100.0 100.0
Tipe pasien
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak ada data 9 6.9 6.9 6.9
Baru 117 89.3 89.3 96.2
Pindahan 4 3.1 3.1 99.2
Kambuh 1 .8 .8 100.0
Total 131 100.0 100.0
RPS
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak ada data 60 45.8 45.8 45.8
belum pernah/ - 1bulan 71 54.2 54.2 100.0
Total 131 100.0 100.0
Tahap konversi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid bulan ke-2 130 99.2 99.2 99.2
bulan ke-3 1 .8 .8 100.0
Total 131 100.0 100.0
Waktu pengobatan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 6 bulan 131 100.0 100.0 100.0
Status kesembuhan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sembuh 92 70.2 70.2 70.2
tidak sembuh 39 29.8 29.8 100.0
Total 131 100.0 100.0
Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 9 6.9 6.9 6.9
2 43 32.8 32.8 39.7
3 16 12.2 12.2 51.9
4 20 15.3 15.3 67.2
5 22 16.8 16.8 84.0
6 21 16.0 16.0 100.0
Total 131 100.0 100.0