Anda di halaman 1dari 3

Gastritis

Pengertian Gastritis
Gastritis adalah inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster yang
dibuktikan dengan endoskopi. Jika belum dibuktikan dengan endoskopi didiagnosis sebagai
dyspepsia. Dyspepsia dapat diakibatkan oleh esophagitis gastritis dan duodenitis.

Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung, secara histopatologi
dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut (Suyono, 2001).
Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau peradangan mukosa lambung yang bersifat akut,
kronis, difus dan local. Ada dua jenis gastritis yang terjadi yaitu gastritis akut dan kronik (Price
& Wilson, 2005).

Klasifikasi Gastritis
Menurut Muttaqin (2011), gastritis diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
a. Gastritis akut
Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan
kerusakan erosi pada bagian superficial.
b. Gastritis kronik
Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang bersifat menahun.
Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga perbedaan yaitu gastritis superficial, gastritis atrofik
dan gastritis hipertrofik.
1) Gastritis superficial, dengan manifestasi kemerahan, edema, serta perdarahan dan erosi
mukosa.
2) Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi pada seluruh lapisan mukosa. Pada
perkembangannya dihubingkan dengan ulkus dan kanker lambung, serta anemia pernisiosa. Hal
ini merupakan karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dal sel chief.
3) Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul-nodul pada mukosa lambung
yang bersifat irregular, tipis dan hemoragik.

Etiologi
a. Gastritis akut
Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti merokok, jenis obat, alkohol, bakteri,
virus, jamur, stres akut, radiasi, alergi atau intoksitasi dari bahan makanan dan minuman, garam
empedu, iskemia dan trauma langsung (Muttaqin, 2011).
1) Obat-obatan, seperti Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid/OAINS (Indomestasin, Ibuprofen, dan
Asam Salisilat), Sulfonamide, Steroid, Kokain, agen kemoterapi (Mitomisin, 5-fluoro-
2deoxyuridine), Salisilat, dan Digitalis bersifat mengiritasi mukosa lambung (Gelfand, 1999).
2) Minuman beralkohol; seperti whisky, vodka, dan gin (Kang, 1985).
3) Infeksi bakteri; seperti H. pylori (paling sering), H. heilmanii, Streptococci, Staphylococci,
Protecus species, Clostridium species, E.coli, Tuberculosis, dan secondary syphilis (Anderson,
2007)
4) Infeksi virus oleh Sitomegalovirus (Giannkis, 2008).
5) Infeksi jamur; seperti Candidiasis, Histoplasmosis, dan Phycomycosis (Feldman,1999).
6) Garam empedu, terjadi pada kondisi refluks garam empedu (komponen penting alkali untuk
aktivasi enzim-enzim gastrointestinal) dari usus kecil ke mukosa lambung sehingga
menimbulkan respons peradangan mukosa (Mukherjee, 2009).
7) Iskemia, akibat penurunan aliran darah ke lambung, trauma langsung lambung, berhubungan
dengan keseimbangan antara agresi dan mekanisme pertahanan untuk menjaga integritas
mukosa, yang dapat menimbulkan respons peradangan pada mukosa lambung (Wehbi, 2008).

Sedangkan penyebab gastritis akut menurut Price (2006) adalah stress fisik dan makanan,
minuman.
1) Stress fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal nafas, gagal
ginjal, kersusakan susunan saraf pusat, dan refluks usus-lambung.
2) Makanan dan minuman yang bersifat iritan. Makanan berbumbu dan minuman dengan
kandungan kafein dan alcohol merupakan agen-agen penyebab iritasi mukosa lambung.

b. Gastritis kronik
Penyebab pasti dari penyakit gastritsi kronik belum diketahui, tetapi ada dua predisposisi penting
yang bisa meningkatkan kejadian gastritis kronik, yaitu: infeksi dan non infeksi menurut Wehbi
(tahun 2008 dalam Muttaqin, 2011)
1) Gastritis infeksi
a) H. pylori. Beberapa peneliti menyebutkan bakteri ini merupakan penyebab utama dari gastritis
kronik (Anderson, 2007)
b) Helycobacter heilmannii, Mycobacteriosis, dan Syphilis (Wehbi, 2008)
c) Infeksi parasit.
d) Infeksi virus.

2) Gastritis non-infeksi
a) Kondisi imunologi (autoimun) didasarkan pada kenyataan, terdapat kira-kira 60% serum
pasien gastritis kronik mempunyai antibodi terhadap sel parietalnya (Genta, 1996).
b) Gastropati akibat kimia, dihubungkan dengan kondisi refluk garam empedu kronis dan kontak
dengan OAINS atau Aspirin (Mukherjee, 2009)
c) Gastropati uremik, terjadi pada gagal ginjal kronis yang menyebabkan ureum terlalu banyak
beredar pada mukosa lambung dan gastritis sekunder dari terapi obat-obatan (Wehbi,2008).
d) Gastritis granuloma non-infeksi kronis yang berhubungan dengan berbagai penyakit, meliputi
penyakit Crohn, Sarkoidosis, Wegener granulomatus, penggunaan kokain, Isolated
granulomatous gastritis, penyakit granulomatus kronik pada masa anak-anak, Eosinophilic
granuloma, Allergic granulomatosis dan vasculitis, Plasma cell granulomas, Rheumatoid
nodules, Tumor amyloidosis, dan granulomas yang berhubungan dengan kanker lambung
(Shapiro, 2006).
e) Gastritis limfositik, sering disebut dengan collagenous gastritis dan injuri radiasi pada
lambung (Sepulveda, 2004).

Patofisiologi
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan swasirna;
merupakan respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah
menelan makanan terkontaminasi), kafein, alkohol, dan aspirin merupakan agen pencetus yang
lazim. Infeksi H. pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut. Organisme
tersebut melekat pada epitel lambung dan menghancurkan lapisan mukosa pelindung,
meninggalkan daerah epitel yang gundul. Obat lain juga terlibat, misalnya anti inflamasi
nonsteroid (NSAID: misalnya indomestasin, ibuprofen, naproksen), sulfonamida, steroid, dan
digitalis. Asam empedu, enzim pankreas, dan etanol juga diketahui mengganggu sawar mukosa
lambung. Apabila alkohol diminum bersama dengan aspirin, efeknya akan lebih merusak
dibandingkan dengan efek masing-masing agen tersebut bila diminum secara terpisah (Price &
Wilson, 2002).

Menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010) patafisiologi gastritis yaitu mukosa barier
lambung umumnya melindungi lambung dari pencernaan terhadap lambung itu sendiri, yang
disebut proses autodigesti acid, prostaglandin yang memberikan perlindungan ini. Ketika
mukosa barrier ini rusak maka timbul gastritis. Setelah barier ini rusak terjadilah perlukaan
mukosa dan diperburuk oleh histamin dan stimulasi saraf colinergic. Kemudian HCL dapat
berdifusi balik kedalam mucus dan menyebabkan luka pada pembuluh yang kecil, yang
mengakibatkan terjadinya bengkak, perdarahan, dan erosi pada lambung. Alkohol, aspirin dan
refluk isi duodenal diketahui sebagai penghambat difusi barier.

Penegakan Diagnosis
Diagnosis gastritis diuat berdasarkan gejala klinis adanya dyspepsia: mual, muntah, dan nyeri
epigastrik dan dibuktikan dengan adanya endoskopi.

Penatalaksanaan
1. Trapi diet disesuaikan dengan toleransi penderita sebaikanya lunak, mudah dicerna dan
tidak merangsang
2. Terapi obat, diberikan berdasarkan gejala yang predominan. Obat-obatan yang dapat
diberikan:
 untuk mengurangi factor agresi asam Untuk mengurangi faktor agresi asam lambung
diberikan antasida 3 ka1i sehari atau cimetidine 5-10 mg/kgBB/kali sebanyak 4 kali
sehari
 Untuk menekan muntah yang berlebihan diberikan metoklopramide 0,15-0,3
mg/kgBB/kali sebanyak 4 kali sehari.
 Antibakterial diberikan untuk eradikasi Campylobacter pylori, diberikan Amoksigilin
50 mg/kgBB/hari 4 kali sehari, Clarithromycin 7,5-15 mg/kg/hari dalam dosis terbagi
2 ka1i sehari, ditambah PPI (Omeprazole) dengan dosis 0,4-0,8 mg/kg/dosis 1 kali
sehari.

Anda mungkin juga menyukai