i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
ANUGERAH
1
Saya lahir tepatnya pada hari Rabu, 15 Mei 2002.
Bukan saat dini hari, tapi bukan pula anak senja si penikmat
kopi. Saya lahir pada pukul 09.00 pagi Waktu Indonesia
bagian Barat (WIB), di salah satu puskesmas di wilayah
Jakarta Timur. Beruntungnya, proses kelahiran saya
ditanggung penuh oleh pemerintah karena menggunakan
kartu BPJS. Oleh karena itu, kedua orang tua saya tidak
perlu mengeluarkan uang sepeser pun. Saya lahir melalui
proses persalinan normal dan dalam keadaan sehat tanpa
kekurangan apa pun.
Saya tumbuh dengan baik dan pesat. Ketika
berumur 1 tahun saya sudah dapat berjalan, mengucapkan
beberapa kata dengan jelas dan menjadi anak yang aktif
serta periang. Kehadiran saya dan kakak menjadi anugerah
yang luar biasa bagi kedua orang tua kami tentunya.
2
Seiring berjalannya waktu, seperti roda yang terus
berputar, terkadang berada di atas dan terkadang berada di
bawah. Pada satu titik, ada suatu keputusan bahwa saya
dan kakak harus tinggal di kampung halaman ayah saya.
Kami harus berpisah dari kedua orang tua. Hal ini karena
pekerjaan ayah tidak menentu dan mama hanya seorang
ibu rumah tangga, sehingga biaya kehidupan akan jauh
lebih mahal dan berat ketika kami harus tetap berada di
3
perantauan bersama orang tua kami. Sementara itu, mama
akan ikut membantu mencari pekerjaan demi membantu
ayah dalam mencari nafkah.
Saya tinggal di desa ketika berumur 2 tahun dan
kakak berumur 3,5 tahun. Saya menghabiskan masa-masa
kecil dan tumbuh kembang bersama kakek, nenek dan
kedua adik ayah. Saya biasa memanggil mereka dengan
sebutan bulek. Kehidupan yang kami jalani sangat
sederhana. Ketika kecil, susu adalah barang mewah yang
hanya dapat saya nikmati pada waktu tertentu. Sebab,
kondisi ekonomi tidak memungkinkan bagi saya
meminumnya setiap hari. Namun nenek tidak kehilangan
akal, ia tidak hanya mengikuti arus yang ada, melainkan
tetap berjuang mengendalikan ke mana arus itu akan
membawanya.
Pada akhirnya, nenek menggantikan susu dengan
air tajin, minuman yang bisa didapatkan tanpa harus
mengeluarkan uang, tetapi dipercaya memiliki kandungan
gizi yang tidak kalah dengan susu. Air tajin adalah air yang
terbuat dari rebusan beras. Sebelum air terserap habis oleh
beras, sisa air yang hanya 1/4 akan mengental. Air itulah
yang disebut dengan air tajin. Air tajin memiliki rasa yang
gurih dan manis serta tekstur yang lebih kental daripada
4
susu. Selama di desa, saya dan kakak terbiasa
mengonsumsi susu tersebut; air tajin. Walaupun pada saat
itu, saya tidak menyangka bahwa minuman yang selalu
saya konsumsi setiap pagi tersebut, adalah air rebusan
beras.
Saya dibiasakan untuk dapat hidup mandiri, supaya
tidak merepotkan siapa pun ketika mereka sedang bekerja
maupun mengurus pekerjaan rumah. Ketika berumur 4
tahun saya sudah terbiasa untuk pergi sendiri, entah itu
untuk sekadar bermain atau membeli barang-barang kecil
kebutuhan di rumah. Saat di desa, ada agenda rutin setiap
bulannya bagi anak-anak untuk datang ke Pos Pelayanan
Terpadu (POSYANDU), baik untuk menimbang berat
badan, mendapatkan vitamin dan yang lainnya.
Pada satu hari, saya dan kakak memiliki jadwal
untuk berkunjung ke POSYANDU. Saat itu, kami pergi
sendiri tanpa didampingi, tanpa alas kaki, dan tanpa
transportasi. Waktu tempuh sekitar 15-20 menit, dan
ketika kami sampai, ternyata agenda pada hari itu sudah
selesai. Pada akhirnya, ketika teriknya sinar matahari
berada di atas kepala, kami pulang berujung kecewa. Tetapi
ajaibnya, ketika di perjalanan pulang, kami ditegur sapa
oleh seseorang ibu yang sedang berkendara. Beliau
5
menanyakan dari mana dan akan ke mana kami pergi,
ketika mendengar jawaban yang kami berikan, lantas
beliau turun dari motornya dan memberikan vitamin serta
dua bungkus makanan ringan. Ternyata, beliau adalah
petugas kesehatan di POSYANDU yang kami datangi, beliau
merasa tersentuh dan pada akhirnya memberikan
pelayanan kesehatan untuk kami di tepi jalan yang sepi.
Dari kejadian ini saya belajar, tidak ada suatu hal yang
berakhir dengan sia-sia jika kita memiliki niat yang baik
dan mulia.
Selain cerita di atas, ada peristiwa yang tidak akan
pernah bisa saya lupakan, peristiwa yang selalu melekat
dalam ingatan. Bahkan tidak hanya untuk saya, tetapi juga
ratusan ribu orang Indonesia khususnya penduduk pulau
Jawa. Salah satu peristiwa paling mencekam yang pernah
terjadi dalam kehidupan masa kecil saya.
Peristiwa gempa Yogyakarta tahun 2006. Peristiwa
yang melanda wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan
Jawa Tengah. Namun, getaran gempa juga dirasakan
sampai ke sebagian wilayah Jawa Timur. Pusat gempa
berada di Kabupaten Bantul, oleh sebab itu Kabupaten
Bantul merupakan wilayah terdampak paling parah di
6
antara tiga kabupaten lainnya. Sedangkan di Jawa Tengah,
dampak terparah berada di wilayah Kabupaten Klaten.
Desa yang saya tinggali, merupakan salah satu desa
terpencil yang bertempat di Kabupaten Klaten. Masih jelas
di ingatan. Saat itu menjelang pukul 6 pagi, ratusan orang
berhamburan keluar dari rumahnya dan disusul berbagai
suara yang sangat gaduh. Saya yang masih tertidur lelap
pun, dapat merasakan adanya getaran yang begitu hebat,
seakan tempat yang saya jadikan alas berbaring, sedang
bergerak membawa saya pergi.
Tidak lama saya terbangun, ternyata saya sudah
berada di pelukan wanita yang akrab dengan panggilan
Bulek. Saya merasa asing ketika bangun, banyak
pertanyaan yang terlintas. Saya berada di mana? Mengapa
banyak orang berkumpul di jalan yang besar? Mengapa
semua orang terlihat begitu kalut dan semrawut? Ada yang
menangis, berteriak histeris, dan bahkan ada yang raut
wajahnya kesakitan seperti teriris-iris. Saat itu saya tidak
tahu apa yang tengah terjadi, hanya ada perasaan lega
melihat keluarga yang saya sayangi berada di sekeliling.
Guncangan ini berhasil meluluh ratakan bangunan
bertuan hingga tak bertuan. Merenggut ribuan nyawa
dengan begitu cepat dan dahsyat. Berbagai isu pun datang,
7
seperti akan adanya gempa susulan sampai gelombang
besar yang siap menerjang. Ribuan orang dibuat semakin
takut dan penuh kegelisahan. Ada yang takut kehilangan
hartanya, ada yang takut akan dosanya.
Beruntungnya kondisi tempat tinggal saya tidak
mengalami kerusakan yang parah, berbagai peralatan juga
masih dapat diselamatkan, dan hal terpenting anggota
keluarga tidak ada yang terluka. Namun, hal ini tidak
membuat saya dan keluarga menjadi lengah. Kakek, Nenek
dan Bulek selalu berjaga malam bergantian, ini dilakukan
selama beberapa malam setelah kejadian gempa.
8
BAB II
BERMAIN DAN BELAJAR
9
Hal ini karena, kakak menjadi korban perundungan teman
sebayanya. Saya sangat sedih, kecewa dan tidak tahu apa-
apa. Mengapa hanya saya yang ditinggal di desa? tanyaku.
Saya berusaha menguatkan diri dan menjalani hari-
hari seperti tak ada yang terjadi. Namun setelahnya, hal
serupa menimpa saya. Saya tidak lepas dari aksi
perundungan seperti yang terjadi pada kakak. Saya
menerima berbagai tindakan, mulai dari verbal hingga
tindakan fisik. Saya tidak tinggal diam, jika tangan dibalas
dengan tangan, nyawa pun harus dibalas dengan nyawa.
Tapi bukan berarti saya ringan tangan dan tidak tahu akan
dosa.
Saya tumbuh menjadi anak yang kuat dan berani.
Menjadi perempuan sekuat baja. Walau begitu, saya tetap
anak perempuan yang lemah hati, yang hatinya dapat
rapuh. Saya senantiasa berdoa agar kedua orang tua
dilimpahkan rezeki dan sehat jasmani rohani supaya saya
segera dijemput dan dibawanya pergi.
Tahun 2009 menjadi akhir kisah saya. Allah
mengabulkan rintihan doa dengan air mata dari seorang
anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Setelah setengah tahun
saya bertahan, akhirnya saya dijemput dan menyusul ke
10
tempat kakak berada, kota yang bahkan dikenal lebih
kejam daripada ibu tiri itu.
Saya sangat bahagia, namun sedih secara
bersamaan. Saya harus meninggalkan mereka yang sudah
mengasuh saya sedari kecil. Tidak heran jika pada saat itu
menjadi momen yang sangat emosional. Terakhir, hanya
peluk dan cium yang menjadi salam perpisahan yang dapat
saling kami berikan.
Kehidupan baru di mulai. Tidak mudah bagi saya
untuk beradaptasi dengan lingkungan saat itu, terlebih
saya belum begitu lancar dalam penggunaan Bahasa
Indonesia. Beruntungnya, banyak tetangga yang membantu
dan mengajak saya berbicara sehingga saya dapat
beradaptasi lebih cepat dari dugaan sebelumnya.
Tidak butuh waktu lama, saya segera meminta
untuk didaftarkan sekolah, ada sekolah terdekat yang
dapat saya jangkau cukup dengan waktu 15 menit.
Sayangnya, harapan saya untuk melanjutkan sekolah ke
jenjang sekolah dasar kandas. Yang saya tahu, saat itu
kedua orang tua menjelaskan bahwa saya belum cukup
umur untuk memasuki jenjang SD. Pada akhirnya,
keputusan terbaik adalah dengan memasukkan saya
11
kembali ke taman kanak-kanak. Jika pada saat itu ada TK
kecil dan TK besar, saya tepatnya berada di TK kecil.
Rencana awalnya saya hanya akan menjalani
setengah tahun masa taman kanak-kanak dan mendaftar
jenjang selanjutnya ketika umur saya sudah cukup.
Rupanya hal itu tidak terjadi, saya justru beberapa bulan
lebih lama karena melanjutkan ke TK besar. Keputusan ini
diambil sebab, belajar dari pengalaman ketika kakak saya
datang lebih dahulu ke Jakarta, ia tidak dapat menguasai
pelajaran dan komunikasi dengan baik, sehingga
mendapatkan nilai yang mengancam kenaikan kelasnya.
Saya menerima semua keputusan yang ada, karena
saya yakin itu adalah keputusan terbaik. Tidak disangka
saya kembali begitu menikmati masa ini, datang ke sekolah
menjadi salah satu kegiatan yang sangat dinantikan. Saya
tumbuh menjadi anak yang aktif dan merespons pelajaran
lebih cepat jika dibandingkan dengan teman yang lain.
Mungkin karena saya sudah melewati masa ini
sebelumnya.
Pelajaran yang sangat saya sukai pada saat itu,
hingga sekarang yaitu berhitung. Setiap beberapa bulan,
ada agenda atau ujian wajib untuk mengetahui semua
kemampuan anak. Dimulai dari membaca, menulis dan
12
berhitung. Ketika tiba waktunya ujian, pelajaran yang saya
nantikan pasti berhitung. Menurut saya berhitung memiliki
sisi kecanduan tersendiri, sebab ketika tidak bisa
menemukan hasilnya, justru saya semakin bersemangat
mencari tahu jawabannya. Biasanya masa ujian
berlangsung selama satu pekan.
Masa ujian sudah berlalu, datanglah pekan olahraga
dan seni yang harus kami ikuti. Ini bukanlah ajang biasa,
melainkan sebuah perlombaan yang cukup besar. Tidak
untuk melawan satu sama lain, tetapi beradu dengan TK se-
kota Jakarta Timur. Ada berbagai kegiatan yang
diperlombakan, baik individu maupun beregu. Saat itu saya
memilih bergabung dalam kelompok permainan olahraga
lempar bola ke dalam keranjang, karena terlihat mudah dan
menyenangkan.
Selama masa pelatihan, ternyata saya tidak cocok
dan tidak dapat menguasai olahraga permainan lempar
bola ke dalam keranjang. Guru saya pun menyadari jika
saya terlihat tidak nyaman dalam permainan itu. Pada
akhirnya saya meminta untuk pindah cabang perlombaan
olahraga, tetapi semua pilihan yang saya inginkan sudah
terisi penuh. Saya bersikukuh untuk pindah cabang
13
perlombaan, apa pun itu saya mau, kecuali permainan
sebelumnya.
Tidak disangka Bu guru mengindahkan permintaan
saya. Saya ditarik keluar dan berpindah haluan. Saya tidak
tahu dipindahkan ke dalam cabang permainan apa, saya
hanya senang dan menurut ketika dipindahkan. Namun
ternyata, saya dimasukkan ke dalam cabang perlombaan
baris berbaris dan diposisikan sebagai ketua barisan
kelompok regu terakhir dari cabang perlombaan ini.
Anehnya, saya tidak menolak dan cukup percaya diri dapat
memimpin pasukan untuk membawa minimal satu piala di
perlombaan kali ini.
Sabtu, 7 Maret 2009, bertempat di Taman Mini
Indonesia Indah, Pekan Olahraga dan Seni diselenggarakan.
Pagi-pagi buta, mama saya sudah banjir keringat di dapur.
Ia sibuk menyiapkan bekal dan berbagai perlengkapan
yang akan kami bawa untuk pergi, mulai dari obat-obatan,
pakaian ganti dan hal-hal kecil yang tidak terpikirkan.
Pukul 6 pagi, saya dan mama sudah bergegas
menuju tempat berkumpul, karena pukul 7 pagi bus yang
akan kami tumpangi berangkat. Ketika semua sudah
berkumpul, bus pun melaju. Kami begitu gembira dan
14
bersemangat, seperti sedang bertamasya bukan akan
memperebutkan piala.
Ketika telah sampai, saya melihat lautan pelangi.
Beragam warna baju olahraga yang digunakan,
menandakan ciri khas TK masing-masing, seketika perut
saya sakit dan mulai berkeringat dingin. Iya, saya merasa
tegang. Saya takut tidak dapat membawa regu ke dalam
kemenangan. Namun, bukan seorang ibu jika tidak dapat
menenangkan anaknya. Mama selalu memberi semangat
secara mental. “Jika tidak menang tidak apa-apa, kamu
tetap anak perempuan kebanggaan mama”, begitu katanya.
Lomba baris-berbaris bertempat di museum listrik
dan energi baru Taman Mini Indonesia Indah. Perlombaan
akan segera dimulai, semua berpencar ke tempatnya
masing-masing. Ketika aba-aba sudah diberikan, saya
mulai mengatur barisan regu. Sebelumnya, saya pastikan
semua atribut terpakai dengan lengkap, mulai dari
pelindung kepala, sarung tangan hingga tali sepatu. Bunyi
peluit pertanda perlombaan terdengar nyaring,
perlombaan pun dimulai. Rute yang kami lalui mengitari
museum, dan sorak sorai para orang tua tidak pernah
berhenti sampai langkah kami berhenti. Tepat di garis
akhir.
15
Perlombaan selesai dalam kurun waktu 20 menit,
setelah selesai tidak lupa saya mengabadikan momen
bersama orang tua dan anggota regu lainnya. Kami
menghabiskan sisa waktu untuk makan, berkeliling dan
mencoba berbagai wahana yang ada sembari menunggu
hasil pengumuman. Tak terasa waktu berjalan dengan
cepat, tibalah waktu pengumuman.
16
Saya sangat bersyukur dan bangga kepada regu
serta diri saya sendiri, perjuangan kami membuahkan hasil.
Kami berhasil membawa piala Juara Harapan I, memang
bukan yang terbaik tapi bagi saya ini adalah kemenangan
yang patut dibanggakan karena merupakan piala pertama
dalam perlombaan pertama yang saya ikuti dan khususnya
saya sendiri yang memimpin pasukan dalam perlombaan.
17
BAB III
KEPINDAHAN
18
Hari Senin kala itu, menjadi hari pertama bagi saya
mengikuti upacara. Setiap orang tua hanya boleh
menemani sampai gerbang penyambutan. Upacara
berlangsung dengan hikmat dan diakhiri pidato Kepala
Sekolah yang memperkenalkan para wali kelas. Saat
pengumuman ternyata saya mendapatkan wali kelas
perempuan. Setelah selesai, murid-murid tidak langsung
memasuki kelas. Para wali kelas mengambil alih untuk
berkenalan sekaligus melakukan absensi di lapangan.
Satu persatu murid dipanggil, perlahan barisan
kelas saya mulai berkurang. Ada perasaan takut dan panik,
seharusnya di pertengahan abjad nama saya sudah
dipanggil. Ini merupakan pengalaman baru dengan
lingkungan yang baru, wajar bila saya merasa begitu takut,
terlebih lagi kondisi saat itu begitu hiruk pikuk. Pada
akhirnya, ketika sudah tidak ada orang di barisan kecuali
saya sendiri, saya menangis menjadi-jadi. Bu guru datang
menghampiri. Saya berkata bahwa nama saya tidak
dipanggil, saya tidak tahu harus ke mana dan berbuat apa.
Kemudian beliau menanyakan siapa nama saya. "Hesti Puji
Dwi Lestari Bu", jawab saya. Beliau heran, ia merasa sudah
memanggil nama Hesti, namun tidak ada yang mengangkat
tangan dan meninggalkan barisan. Saya kembali menjawab
19
bahwa beliau memanggil atas nama Hesti Puji Astuti,
karena merasa itu bukanlah nama saya, saya pun tak
beranjak pergi. Mendengar jawaban saya, beliau kaget dan
menyampaikan permintaan maaf sebab telah keliru
memanggil nama lengkap saya. Bahkan sampai saya duduk
di bangku SMP dan SMA ada saja guru maupun teman yang
keliru memanggil nama lengkap saya. Oleh karena itu
kenangan ini begitu membekas dan sampai saat ini masih
menimbulkan pertanyaan, siapakah Hesti Puji Astuti itu?
Beberapa bulan berlalu. Saya bersyukur bahwa di
lingkungan kali ini tidak ada hal buruk yang terjadi, seperti
perundungan misalnya. Tapi tidak berarti bahwa semua
orang menyukai saya. Jika dahulu ada kaki tangan dari
seorang guru, iya itu adalah saya. Mencatat siapa yang
berisik, tidak menaati peraturan kelas dan yang lainnya,
terlebih lagi saya cukup banyak bicara atau cenderung
bawel karena sering mengingatkan teman-teman saya.
Awal semester yang saya jalani, dapat dikatakan
berjalan dengan lancar. Pembagian rapor semester ganjil
pun sudah dilakukan. Kedua orang tua bangga dan
bersyukur bahwa saya dapat memperoleh peringkat 1 di
kelas, tidak ada penyesalan memasukkan saya kedua
20
kalinya ke taman kanak-kanak. Walaupun saya menjadi
setahun lebih tua dari teman lainnya.
Semester dua menjadi awal perjuangan untuk saya.
Menimbang dari hasil penerimaan rapor di semester ganjil,
bu guru merekrut saya untuk mengikuti lomba OSN tingkat
wilayah binaan IV, dengan bidang studi membaca menulis
dan berhitung atau disingkat CALISTUNG. Saya tidak
menolak tawaran itu, menurut saya ini adalah langkah awal
yang bagus. Jika tidak dicoba maka saya tidak akan tahu
sesulit apa jalan yang akan diterjang. Setelah menerima
tawaran itu, saya belajar dengan giat. Jika saat lomba di TK
saya berjuang secara beregu, kali ini individu. Saya
memang tidak ingin menargetkan harus membawa juara,
karena saya takut mengecewakan sekolah dan diri saya
sendiri. Tapi saya berjanji akan melakukan yang terbaik
yang saya bisa.
Cabang lomba yang saya ikuti mencakup pelajaran
Bahasa Indonesia dan Matematika, tetapi materi yang
dipelajari bukan sesuai tingkat kelas saya melainkan satu
atau dua tahun di atasnya yaitu materi kelas dua dan tiga
bangku sekolah dasar. Selama kurang lebih dua Minggu,
saya dibimbing oleh sekolah dan orang tua saya ketika di
rumah. Hingga tidak terasa hari perlombaan telah tiba.
21
Saya bangun lebih awal daripada biasanya untuk bersiap-
siap. Beruntungnya, sekolah saya menjadi tuan rumah
perlombaan, sehingga saya tidak perlu repot-repot untuk
menggunakan transportasi. Cukup dengan jalan kaki.
Saya tiba lebih awal di sekolah. Belum begitu
banyak peserta yang datang, walaupun begitu perasaan
tegang sudah menyelimuti sedari awal. Bu guru
menghampiri dan mengajak bercengkerama, sekadar
menghibur untuk mengurangi suasana tegang yang ada.
Setelahnya, Beliau memberikan sarapan dan sedikit uang
saku, memang tidak seberapa tapi itu berhasil memacu
semangat saya. Jika sudah diperlakukan sedemikian rupa,
saya tidak boleh mengecewakan.
Bel tanda perlombaan berbunyi. Tiap-tiap peserta
memasuki ruangan yang sudah ditentukan. Saya memasuki
ruangan sembari membaca doa-doa untuk menenangkan
dan harapan memenangkan. Satu-persatu, lembaran demi
lembaran berhasil saya selesaikan. Walau demikian, rasa
kaget tidak pernah luput tiap kali saya membaca soal.
Namun, saya bersyukur dapat menyelesaikan semuanya
dengan mengerahkan kemampuan terbaik yang dimiliki.
Perlombaan selesai sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan. Tetapi, jadwal pengumuman belum dapat
22
dipastikan. Sembari menunggu, saya berkeliling dan
membeli beberapa makanan ringan untuk konsumsi makan
siang. Waktu sudah menunjukkan pukul 15.00 sore, namun
belum ada tanda-tanda juri telah selesai melakukan
penjurian. Ketika sedang menunggu di koridor, Bu guru
menghampiri saya dan membawa kabar yang mengejutkan.
Beliau mengucapkan selamat bahwa saya berhasil
memenangkan perlombaan, saya yang mendengarnya
terkejut dan terheran-heran, mengapa beliau berkata
demikian sedangkan pengumuman belum dilakukan.
Beliau menjelaskan bahwa ia termasuk panitia lomba dan
telah melihat hasil penjurian yang ada, namun sepertinya
pengumuman tidak akan dilakukan pada hari ini, sebab
cabang lomba lain belum selesai dalam penjurian. Pada
akhirnya beliau memerintahkan bahwa lebih baik saya
pulang.
Akhirnya saya pulang. Di perjalanan, saya terus
berpikir mengenai apa yang baru saja dikatakan oleh
beliau. Apakah memang benar atau sekadar membuat saya
merasa tidak cemas. Tidak menutup kemungkinan ada
perasaan bahagia yang saya rasakan. Namun, saya tidak
ingin menelan bulat-bulat berita itu, saya lebih memilih
untuk menyerahkan hasil terbaik kepada Allah dan
23
menunggu kabar sesungguhnya di hari Senin. Sebab bila
memang saya memenangkan perlombaan, pasti akan ada
pengumuman.
Hari Senin tiba, saya begitu bersemangat untuk
segera sampai di sekolah. Saya pun sudah menyiapkan diri
untuk mendengar hasil terbaik maupun terburuk. Selama
upacara berlangsung, mata saya tidak dapat fokus pada
satu titik. Saya terus mencari benda yang “katanya”
berhasil saya bawa pulang. Namun, hasilnya nihil. Tidak
ada yang dapat saya temukan di sekitar area upacara.
Perlahan saya mulai melapangkan dada, kenyataannya
tidak ada piala yang berhasil saya bawa pulang.
Upacara masih berlangsung, tapi saya tidak dapat
fokus pada jalannya upacara kala itu. Terlalu asyiknya saya
termenung, tidak terasa upacara sudah berada di
penghujung acara. Namun, ada yang menarik perhatian
saya seketika, sebuah piala dibawa masuk ke dalam
lapangan. Tidak begitu besar, tapi berkilau. Belajar dari
pengalaman, saya tidak ingin menaruh banyak harapan,
mungkin saja itu piala dari perlombaan lain.
Saya mendengarkan dengan saksama
pengumuman yang akan dibacakan. Tapi entah mengapa,
saat itu waktu seperti berjalan lambat. Ketika dibacakan,
24
pengumuman itu berhasil membuat saya menghela napas.
Memang tidak begitu jelas nama yang dibacakan, tetapi
saya yakin itu bukanlah nama saya, namanya terdengar
seperti laki-laki hanya saja ada unsur nama yang mirip
dengan nama panggilan saya.
Beberapa menit berlalu, saya heran mengapa sosok
yang bernama Ananda itu tidak kunjung tampil ke depan.
Dalam waktu bersamaan, tiba-tiba ada yang menarik
tangan saya dari belakang. Saya sangat terkejut, siapa yang
menarik tangan saya cukup kencang ketika upacara masih
berlangsung. Ternyata, yang menarik tangan saya adalah
wali kelas saya. Beliau bertanya mengapa saya tidak
kunjung maju, saya pun kebingungan. Saya balik bertanya,
“Yang dipanggil Ananda Hesti Bu, mengapa saya harus
maju?” mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut saya,
beliau tertawa. Beliau kemudian menjelaskan, Ananda
dapat berarti juga sebagai kata ganti siswa maupun siswi.
Saya langsung berjalan cepat menuju tengah
lapangan. Raut yang begitu semringah dan penuh
kegembiraan dapat terlihat jelas dari wajah saya. Ucapan
selamat diberikan kepala sekolah dan tidak lupa
menyerahkan piala yang sudah cukup lama beliau genggam
ketika menunggu saya. Beberapa guru ditugaskan untuk
25
mendokumentasikan kegiatan ketika upacara, termasuk
ketika pembagian piala. Saya sangat bersyukur dan
terharu. Saya berhasil membawa piala Juara 1 dalam
perlombaan CALISTUNG, dan membawa saya pada
tingkatan selanjutnya.
26
saya gunakan. Dengan berat hati, tidak ada piala yang dapat
saya bawa pulang.
Hari-hari yang saya jalani begitu menyenangkan.
Tidak seperti kala itu ketika jauh dari kedua orang tua.
Pekerjaan orang tua saya pun sudah lebih baik dari
sebelumnya. Ayah memiliki pekerjaan tetap, beliau bekerja
sebagai buruh pabrik di salah satu PT buku tulis dan mama
saya memutuskan menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya.
Walau demikian, mama mendapatkan sedikit pemasukan
dari mengasuh anak dari adiknya atau biasa saya panggil
bulek.
Ayah merupakan sosok yang pekerja keras. Walau
memiliki pekerjaan tetap, beliau selalu mencari pemasukan
tambahan ketika hari libur. Ketika saya berumur 2 tahun,
ayah bekerja serabutan seperti menjadi kuli bangunan,
sampai saat ini pekerjaan itu tidak beliau tinggalkan. Tidak
jarang ayah mendapatkan panggilan untuk membetulkan
berbagai kerusakan yang terjadi di rumah, salah satu orang
yang sering menggunakan jasa ayah ialah pimpinan di
tempat ayah saya bekerja. Karena itulah ayah saya menjadi
tangan kanan beliau. Hal ini berdampak pada kehidupan
keluarga saya ke depannya.
27
Pimpinan ayah bernama Pak Masdi Sahar. Di
keluarga saya, beliau akrab dengan panggilan Pak Masdi.
Sebagai sosok orang yang "berada", tidak heran beliau
memiliki beberapa rumah megah dan mobil yang berjejer
di halaman rumahnya. Akan tetapi, ada salah satu rumah
yang beliau miliki tidak berpenghuni, beliau pernah
memerintahkan beberapa orang yang berbeda untuk
tinggal sekaligus merawat rumah tersebut. Namun, dari
cerita yang saya dengar tidak ada satu pun di antara
mereka yang sanggup tinggal di rumah tersebut. Rumah
tersebut sudah kosong beberapa tahun lamanya, sehingga
dikaitkan dengan hal-hal tak kasat mata.
Singkat cerita, keluarga saya diminta untuk
menempati rumah tersebut. Rumah tersebut akan
difungsikan sebagai indekos khusus perempuan. Kami
tidak perlu membayar uang sewa, cukup menjadi penjaga
dan mengurus rumah serta berbagai keperluan yang
dibutuhkan. Beliau pun berjanji akan membantu biaya
pendidikan saya dan kakak jika ada masalah keuangan yang
sedang kami hadapi. Banyak hal yang menjadi
pertimbangan kala itu, tapi pada akhirnya keputusan
keluarga saya yaitu mengambil tawaran itu. Momen
kenaikan kelas 2 menjadi momen terakhir saya berada di
28
SDN Jatinegara 07 Pagi. Saya sangat sedih tentunya, tempat
yang membuat nyaman, banyak teman baru yang saya
dapatkan, pada akhirnya harus saya tinggalkan.
SDN Kayu putih 08 Pagi. Sekolah baru yang menjadi
tempat penghabisan sisa 5 tahun pendidikan Sekolah Dasar
saya. Di sekolah ini saya tetap menjadi murid yang aktif dan
cukup berprestasi, tidak jarang mengikuti perlombaan di
dalam maupun di luar sekolah. Berbeda dengan
sebelumnya, kali ini tidak sedikit teman hingga kakak kelas
yang tidak menyukai berbagai hal dan apa pun yang saya
raih. Tidak jarang mereka menunjukkan rasa tidak sukanya
itu. Namun itu tidak membuat saya mundur. Berikut ini
beberapa piala dan penghargaan yang berhasil saya
dapatkan serta masih terawat sampai sekarang. Namun,
beberapa di antaranya sudah tidak terselamatkan.
29
Ketika tahun pertama memasuki SDN Kayu putih 08 pagi,
saya mengikuti lomba tari kreasi daerah tingkat SD dan TK
SE-JABODETABEK di istana anak TMII. Lomba tari ini
diadakan beregu dan kami berhasil membawa salah satu
piala nominasi.
30
Penghargaan berupa piala saat memperoleh peringkat 1
31
Masa Ujian Nasional (UN) berhasil saya lewati
dengan baik. Saya cukup yakin akan memperoleh hasil yang
memuaskan. Ketika tiba pengumuman hasil Ujian Nasional,
saya sangat berdebar-debar. Mengetahui hasil yang
didapatkan, tidak henti-hentinya saya mengucapkan
syukur. Saya memperoleh rerata 9 pada setiap bidang
pelajaran. Oleh karena itu, saya menaruh harapan yang
tinggi untuk dapat lolos di Sekolah Menengah Pertama
(SMP) yang saya idam-idamkan.
32
BAB IV
MASA KEPEMIMPINAN
33
Gedung Pemuda SMPN 74 Jakarta
34
Awalnya saya sangat menginginkan dapat
bersekolah dan mengenyam pendidikan di SMP Negeri 99
Jakarta. Sekolah yang menjadi primadona bagi setiap siswa
yang memasuki Sekolah Menengah Pertama. Selain itu,
lokasi sekolah yang terbilang cukup dekat dengan rumah
membuat orang tua mendukung pilihan saya ini. Namun
sangat disayangkan saya tergeser karena selisih 0,5 dengan
calon peserta didik yang berada di posisi terakhir. Jangan
ditanya betapa kecewanya saya, menangis pun sudah saya
lakukan. Tetapi seperti nasi yang sudah menjadi bubur,
harapan itu harus terkubur.
Akhirnya saya berbesar hati dan berfokus
menyiapkan diri pada Masa Orientasi Siswa (MOS). MOS
menjadi pengalaman yang lucu dan tidak akan pernah bisa
saya lupakan. Bagaimana bisa saya lupakan, saat itu kami
para peserta didik baru diwajibkan menggunakan atribut
dari atas kepala hingga ujung kaki. Menggunakan kalung
yang harus dibuat sendiri dengan ukuran dan bahan
tertentu. Menebak dan membawa berbagai makanan
ringan untuk menjadi bekal di sekolah. Saya masih ingat
ketika itu harus kesulitan mencari balon gas untuk dibawa
di hari pembukaan, sudah menjelang magrib saya belum
bisa menemukan penjual balon gas di sekitar rumah.
35
Namun ternyata saat pagi-pagi saya tiba di sekolah,
beberapa penjual balon gas sudah bersiap menjajakan
dagangannya.
Ketika MOS kami mendapatkan kakak pembimbing
yang berbeda-beda setiap ruangnya, dan tiap ruang pun
memiliki nama yang berbeda tergantung pada tema yang
digunakan pada tahun tersebut. Saat itu tema yang
digunakan adalah media sosial dan tidak heran jika ruang
kelas saya bernama Line. Banyak kegiatan seru yang saya
rasakan, seperti lomba yel-yel antar ruangan sampai lomba
cerdas cermat. Kegiatan MOS selama seminggu berjalan
lancar sesuai dengan agenda yang sudah direncanakan.
Hingga di hari terakhir, dilakukan upacara penutupan yang
menandakan diakhirinya Masa Orientasi Siswa.
Senang rasanya menjalani masa awal SMP. Saya
mulai mengenal berbagai hal seperti pelajaran-pelajaran
yang di sekolah dasar belum diajarkan, sampai kegiatan
ekstrakurikuler yang wajib diikuti dan berbagai agama
yang belum pernah saya temui sewaktu di SD. Selain itu, di
sinilah saya belajar mengenai sebuah organisasi yang
menangani kegiatan sekolah dan mencakup keseluruhan
warga sekolah. Iya, itu adalah Organisasi Siswa Intra
Sekolah (OSIS). Kala itu saya sangat tertarik mengenai
36
organisasi ini, selain dapat menambah teman baru, saya
merasa tertantang untuk dapat masuk ke dalam OSIS.
OSIS bukanlah organisasi yang bisa dimasuki oleh
sembarang orang. Melainkan ada persyaratan dan proses
seleksi yang harus diikut i oleh para calon anggota OSIS.
Singkatnya kala itu, setelah melewati berbagai tahapan
seleksi, saya dinyatakan lolos sebagai anggota OSIS masa
jabatan 2015/2016. Setelah dinyatakan lolos, kami para
anggota OSIS masa jabatan baru harus mengikuti
serangkaian acara serah terima jabatan yang menjadi
tradisi. Dalam struktur organisasi, jabatan tertinggi
ditempati oleh Ketua OSIS dan diikuti Badan Pengurus
Harian (BPH) serta divisi-divisi yang memegang tanggung
jawab pada setiap ekstrakurikuler. Saat itu saya
bertanggung jawab dalam divisi kegiatan Rohani Islam
(ROHIS). Ketua OSIS dan BPH hanya bisa diduduki oleh
anggota OSIS masa jabatan sebelumnya yang masih
melanjutkan pada masa jabatan saat ini, atau dapat
dikatakan mereka adalah seorang senior.
37
Saat menjalani masa jabatan di OSIS saya menjadi
lebih sibuk dibandingkan teman yang tidak mengikuti OSIS.
Ketika seharusnya saya pulang pukul 13.00 tetapi karena
ada agenda tambahan seperti rapat maupun
ekstrakurikuler, saya baru dapat pulang pukul 17.00 dan
sampai di rumah menjelang magrib. Namun ada kisah
menarik dibalik itu. Ketika SD ada lagu yang sering diputar
di mana-mana dan tidak asing di telinga saya, yang berjudul
kisah kasih di sekolah. Menceritakan sepasang sejoli yang
dimabuk asmara ketika di sekolah.
Saya tidak pernah membayangkan dapat memiliki
kisah seperti ini. Menjadi seperti sosok Milea pada Film
Dilan. Mari sebut saja “Ray”. Ray merupakan teman satu
38
ruangan saya ketika MOS, sosok yang lucu dan menjadi
favorite kakak kelas pembimbing. Bahkan, semua ruangan
mengenal sosoknya. Saya bukan sosok yang mudah
berbaur, butuh waktu bagi saya paling tidak untuk
menyesuaikan. Namun suatu ketika saat pembagian buku
dan saya menuju jalan pulang, kami berpapasan. Kemudian
dia menghampiri saya dan menawarkan bantuan untuk
membawa buku. Padahal ketika itu saya melihat bahwa
tangannya sudah terisi tumpukan buku miliknya yang
diikat dengan rapi. Saya pun tahu betapa beratnya
membawa belasan buku tersebut, sehingga saya heran
mengapa dia menawarkan bantuan. Terlebih lagi saat itu
kami memang tidak dekat, saya pun tidak yakin dia
mengenal atau bahkan tahu nama saya.
Dia memang sosok yang ramah dan mudah bergaul.
Tapi saya tidak menyangka dia memperhatikan betul
sekelilingnya. Sebab di luar dugaan, ternyata dia mengenal
saya, tidak hanya mengenal wajah namun lebih tepatnya
tahu nama saya. Dia ingat bahwa kami teman satu ruangan
ketika MOS dan menyebutkan nama saya dengan benar.
Padahal ketika itu menurut saya, saya hanyalah sebuah
jarum pada tumpukan jerami, iya tidak terlihat. Semenjak
itu kami menjadi dekat. Saya menganggap dia sosok yang
39
sangat humoris dan sering menghibur. Namun, terkadang
juga menjadi sosok yang perhatian dan begitu peduli.
Sehingga saya tidak terlalu mengambil pusing dengan
sikapnya yang terkadang bisa menjadi begitu baik.
Beberapa hari terakhir dia menjadi sosok yang
lebih perhatian. Saya tidak begitu ingat sejak kapan, namun
dia sering menunggu saya supaya dapat pulang bersama.
Ketika itu transportasi yang kami gunakan untuk pulang
berupa angkutan umum, namun angkutan umum tujuan
kami tidak sama. Suatu hari ada rapat mendadak yang
digelar OSIS, tapi saya sudah menitip pesan kepada teman
untuk menyampaikan kepada Ray supaya tidak menunggu
seperti biasa.
Ketika keluar dari gerbang, saya sangat terkejut
mendapati dia masih menunggu di luar. Padahal ketika itu
jam sudah menunjukkan pukul lima sore, itu berarti dia
sudah menunggu saya selama empat jam. Saat itu saya
mulai merasa ada yang tidak beres, entah itu pada sikapnya
ataupun menyangkut perasaannya. Saya tidak ingin ada
yang berubah, apalagi jika harus menyakiti perasaannya.
Saya sudah cukup nyaman menjadi teman dekat berbagi
kisah dan keluh kesah. Terlebih lagi ketika itu ada sosok
40
yang menarik perhatian saya, namun Ray tidak
mengetahuinya.
Suatu hari dia menawarkan untuk mengantar saya
pulang. Mendengar hal tersebut, saya tertawa bukan main.
Bagaimana bisa dia mengantar saya pulang jika dia juga
menggunakan angkutan umum, bahkan dengan tujuan
yang berbeda. Namun, rupanya dia tidak bergurau. Ketika
saya menunggu angkutan yang biasa saya naiki, dia pun
ikut menunggu. Saya mengajukan pertanyaan, apakah
mungkin dia ingin bermain ke rumah saya, namun dia
menggeleng. Saat saya menaiki angkutan umum pun,
rupanya dia benar-benar naik ke dalam angkutan yang
sama. Tapi hari itu dia tidak banyak bicara seperti biasanya,
tidak seperti sosok yang saya kenal.
Saat sudah tiba di tujuan, saya turun dan membayar
jasa transportasi yang saya gunakan. Ia pun ikut turun,
namun ketika saya mengajaknya melanjutkan perjalanan
menuju ke rumah, dia menolak. Tidak lama sebuah
angkutan umum yang berlawanan arah datang, ketika itu
pula dia cepat-cepat memasuki angkutan tersebut. Saya
yang sangat heran langsung memanggilnya, namun ia
langsung berteriak bahwa dia memang sudah berjanji akan
41
mengantar saya pulang. Seperti di awal sudah ia
sampaikan.
Jika saat itu sudah ada Film Dilan, mungkin saya
bisa mengira bahwa dia sedang me-reka adegan yang
dilakukan Dilan terhadap Milea dan menganggap apa yang
dia lakukan hanyalah lelucon semata. Namun film Dilan
merupakan keluaran tahun 2018. Saat SMA saya baru
menyadari bahwa apa yang dia lakukan ketika itu sama
halnya dengan apa yang dilakukan Dilan terhadap Milea,
padahal dalam filmnya Dilan membawa motor pribadi ke
sekolah. Namun memilih mengantar Milea dengan
angkutan umum.
Singkat cerita ketika memasuki kenaikan kelas 2,
dia memberi kabar akan pindah sekolah. Saya sangat
terkejut sekaligus merasa bersalah. Sebab sebelumnya saya
telah menolak ungkapan perasaannya sebanyak dua kali.
Namun, lagi-lagi saya menganggap ucapannya itu hanyalah
gurauan semata. Saat memasuki awal semester, saya tidak
melihat batang hidungnya sekalipun. Dia pergi tanpa
mengucapkan sepatah kata, hanya menitipkan pesan
melalui teman terdekatnya supaya saya baik-baik saja.
Kepergiannya berhasil membuat saya merasakan
42
kehilangan sosok yang begitu berarti dan penyesalan
tersendiri.
Setelahnya, saya kembali menyibukkan diri pada
keanggotaan OSIS. Tidak terasa masa kepengurusan akan
segera berakhir dan regenerasi kepengurusan baru akan
tiba. Saat tiba penentuan calon Badan Pengurus Harian,
ternyata saya terpilih menjadi salah satunya. Perasaan
kaget dan bingung menjadi satu, sebab kala itu saya berniat
untuk tidak meneruskan keanggotaan OSIS. Terpilihnya
saya menjadi salah satu kandidat, membuat saya
mengurungkan niat tersebut.
Hari-hari yang saya lalui menjadi dua kali lebih
sibuk dibanding sebelumnya. Saya harus menyiapkan
poster promosi diri dan menghafal visi misi. Ketika hari
pemilihan tiba, saat itu hari Senin. Setelah upacara, saya
melakukan promosi dan dilanjutkan dengan agenda
pemilihan di kelas masing-masing. Semua orang gembira
khususnya para siswa, sebab kegiatan ini menyita cukup
banyak waktu dan membuat beberapa guru yang terlibat
menjadi sibuk sehingga tidak dapat mengisi bidang
studinya.
Perhitungan suara dilakukan manual. Dihitung oleh
Badan Pengurus Harian (BPH) yang masih menjabat dan
43
disaksikan oleh pembina OSIS beserta tokoh penting
lainnya. Ketika istirahat pertama, saya belum melihat ada
hasil yang diumumkan. Namun sejujurnya saya tidak
terlalu berharap untuk menduduki posisi tertinggi. Sebab
menurut saya, setiap peran dan kedudukan yang akan
ditempati, memiliki tanggung jawab dan andil peran yang
sama-sama penting.
Posisi pembina OSIS ketika itu diduduki oleh
seorang perempuan sekaligus guru BK di sekolah.
Namanya Bu Nurul. Ketika itu, saya berpapasan dengan
beliau di koridor lantai 3. Saya tersenyum kepada beliau
dan berniat melanjutkan langkah menuju kelas. Namun
ketika ingin melanjutkan langkah kaki, beliau memanggil.
Saat saya hampiri beliau tersenyum dan mengucapkan
selamat. Saya yang bingung kemudian bertanya, “Selamat
untuk apa Bu?” Beliau menjawab, selamat untuk
terpilihnya saya menjadi Ketua OSIS periode 2016/2017.
Saya yang sangat terkejut ketika itu langsung mohon pamit
kepada beliau untuk melihat papan pengumuman.
Saya berlari-lari kecil di koridor dan tangga.
Beruntungnya papan pengumuman terletak di lantai 2,
sehingga saya tidak perlu turun hingga lantai dasar. Ketika
di koridor, saya bertemu dengan beberapa teman saya yang
44
baru kembali dari kantin. Kami bertegur sapa dan
tersenyum, kemudian mereka mengucapkan selamat
dengan disertai sedikit godaan. Saya yang masih tidak
percaya kembali menanyakan hal yang sama kepada
mereka, “Selamat untuk apa?” mereka hanya menjawab
dengan memerintahkan saya segera melihat papan
pengumuman.
Ketika saya tiba, beruntungnya papan
pengumuman sepi, mungkin karena para siswa sudah
memasuki kelas, sebab bel masuk sudah berbunyi
beberapa saat lalu ketika saya menuju lantai 2. Saat melihat
papan pengumuman. saya tetap terkejut, ternyata memang
benar, saya memperoleh hasil pemilihan terbanyak disusul
dengan teman laki-laki yang bernama Joshua. Sehingga
dengan hasil yang ada, saya terpilih menjadi Ketua OSIS dan
Joshua sebagai wakilnya.
45
Jas kebanggaan yang masih tersimpan dengan baik
46
makanan sehari-hari, tak jarang saya beralih profesi
menjadi pemandu acara dadakan tanpa gaji. Semua saya
jalani dengan senang hati, walaupun terkadang menerima
masukan dan kritikan yang tak mengenakan hati.
47
sebelumnya. Proses seleksi dilakukan lebih matang dan
tersusun, walaupun memakan waktu yang lebih lama.
Pengalaman paling berkesan yang pernah terjadi
pada masa SMP yaitu ketika terlibat dalam acara reuni
akbar SMPN 74 Jakarta yang meliputi angkatan 1968-1992.
Acara tersebut di gelar pada tanggal 6 November 2016,
bertempat di Graha Marinir, Kwitang. Ketika itu BPH OSIS
yang menjabat di angkatan saya dan periode sebelumnya
diminta menjadi panitia untuk membantu acara tersebut.
Sebelumnya memang tidak dijelaskan secara mendetail
tugas apa yang akan kami emban, namun ketika hari
pelaksanaan, ternyata tugas kami menjadi penerima tamu
dan membagikan suvenir. Di luar dugaan, ternyata suvenir
yang harus kami bagikan sangat banyak. Tidak heran jika
kami diminta turut andil menjadi bagian dalam acara.
Ketika itu, ada momen yang mengharuskan saya
menaiki panggung utama. Saya naik ke panggung sebab ada
panggilan bagi Ketua OSIS yang tengah menjabat pada saat
itu. Saya sangat berdebar-debar karena dilihat oleh ratusan
orang, ditambah lagi ada sesi tanya jawab yang terjadi
secara tiba-tiba di atas panggung. Entah pertanyaan apa
yang kala itu diajukan, namun yang teringat jelas di ingatan
48
saya, semua orang di dalam gedung tertawa mendengar
jawaban yang keluar dari mulut saya.
Acara berjalan dengan lancar dan berakhir ketika
hari menjelang sore. Hari itu terasa sangat panjang dan
melelahkan, namun sebanding dengan pengalaman yang
kami dapatkan. Selain itu tidak disangka bahwa kami
memperoleh sedikit uang saku dari kerja keras membantu
acara. Dan juga, kami berfoto dengan artis yang merupakan
seorang komedian sekaligus pembawa acara, Abdel
Fachrian atau dikenal juga dengan Abdel Temon. Ia
merupakan salah satu alumni dari SMPN 74 Jakarta. Oleh
karena itu ia hadir pada acara hari itu dan menjadi
pembawa acara. Pengalaman ini tidak akan pernah bisa
saya lupakan.
49
BAB V
KELUARGA DAN RUMAH KEDUA
50
kelulusan yang cepat, 1 tahun lebih cepat. Saya pikir ini
adalah hal yang jarang ditemui di sekolah lain, sehingga
saya tertarik ingin mencobanya. Ketika libur panjang
setelah UN, saya dan mama berkunjung untuk melihat
beberapa sekolah tujuan yang menjadi pilihan. SMAN 12
Jakarta menjadi agenda kunjungan utama di hari itu. Saat
tiba di sana, saya jatuh hati dengan suasana di SMAN 12
Jakarta, seperti belum kenal tapi sudah sayang. Sehingga
saya semakin mantap untuk memilih SMA ini dalam salah
satu pilihan nanti.
Ketika hasil pengumuman Ujian Nasional tiba, saya
sangat terkejut. Hasil yang saya tunggu-tunggu tidak sesuai
dengan yang diharapkan. Terlebih saya mendapatkan
beban harapan yang tinggi dari lingkungan di sekitar saya.
Saya menangis, merasa gagal dan mengecewakan. Saat itu
angkatan saya memang menjadi angkatan pertama
diterapkannya soal High Order Thinking Skills (HOTS) pada
Ujian Nasional. Sehingga tahun 2018 menjadi salah satu
nilai UN dengan rerata yang rendah atau dapat dikatakan
jatuh jika dibandingkan dengan angkatan sebelumnya.
Saya mendapatkan nilai rerata 8,3 pada Ujian
Nasional. Hasil yang cukup bagus jika dibandingkan dengan
keseluruhan nilai UN pada saat itu. Tapi tidak cukup bagus
51
bagi mereka yang ber-ekspektasi tinggi pada saya. Saya
menangis ketika itu karena merasa sudah mengecewakan
kedua orang tua saya dan teringat passing grade yang tinggi
untuk dapat masuk ke SMA Negeri 12 Jakarta. Sejak awal
saya berniat masuk ke jurusan MIPA, namun ketika
pendaftaran saya mengurungkan niat tersebut. Saya tidak
cukup yakin dapat lolos, sehingga tidak ingin mengambil
risiko, dan pada akhirnya saya mendaftar jurusan IPS.
Orang tua saya selalu mendukung pilihan saya,
karena mereka tahu bahwa yang akan menjalani ke
depannya adalah saya. Jadi pilihan apa pun yang saya ambil,
mereka menekankan bahwa tanggung jawab harus
dipegang kuat atas pilihan tersebut. Sebenarnya saya tidak
masalah jika harus masuk jurusan IPS, karena ketika hasil
minat bakat yang pernah saya ikuti keluar, hasil
menunjukkan bahwa saya memiliki keseimbangan jurusan,
hanya selisih beberapa poin unggul pada jurusan MIPA.
Sehingga saya meyakinkan diri, bahwa saya pasti bisa
beradaptasi di jurusan mana pun nanti.
Alhamdulillah. Setelah beberapa hari proses PPDB,
nama saya tidak bergeser dari urutan pertama jalur umum.
Sedikit timbul penyesalan karena tidak mencoba menaruh
pilihan di jurusan MIPA. Namun, saya tetap bersyukur
52
karena berhasil menjadi murid SMAN 12 Jakarta. Kedua
orang tua kembali berpesan, pilihan yang saya ambil harus
benar-benar dijalankan dengan penuh tanggung jawab,
tidak semata-mata hanya karena keinginan bersekolah di
SMA Negeri 12 Jakarta.
Masa Orientasi Sekolah (MOS) digelar selama
sepekan. Agenda yang dilaksanakan seputar pembekalan
materi dan pengenalan lingkungan serta berkenalan
dengan tenaga pendidik yang mengajar. Sayangnya, ada
satu hari saya tidak dapat mengikuti kegiatan MOS. Pada
hari ke dua saya izin tidak dapat hadir dikarenakan mama
saya melahirkan. Iya, mama kembali mengandung ketika
saya duduk di kelas 3 SMP. Kabar yang sangat mengejutkan
bagi keluarga, khususnya saya sendiri. Tapi kabar tersebut
tetap menjadi kabar yang menggembirakan.
Jumat, 6 Juli 2018. Lahir seorang anak laki-laki
dengan tubuh yang mungil dan kemerahan. Keluarga saya
sepakat memberi nama Malik Nur Rahmat. Semoga
menjadi anak yang soleh dan penuh dengan rahmat. Belum
lama ini, ia merayakan ulang tahunnya yang ke 2 tahun
pada 16 Juli 2020.
53
Hari ke dua di Rumah Sakit
54
Pasukan 17 adalah garda terdepan pasukan. Saya
berkata demikian karena mereka yang berada di barisan
terdepan. Kemudian disusul oleh pasukan inti, yaitu
pasukan 8 yang berarti bulan Agustus. Pasukan ini berisi
sang pengibar, penggerek dan pembawa bendera. Terakhir,
pasukan yang berada di paling belakang barisan, pasukan
ini berisi orang-orang yang memiliki tinggi badan lebih
pendek dibandingkan pasukan 17 dan 8. Saya sadar jika
saya termasuk orang yang memiliki tubuh pendek,
sehingga tidak heran jika dimasukkan ke dalam pasukan
45.
55
regenerasi. Mendengar kata MPK sedikit asing ditelinga
saya ketika itu, sebab saat di SMP tidak ada organisasi
tersebut. Mengingat sebelumnya saya sudah terjun di
Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) selama dua tahun.
Pada kesempatan kali ini saya memilih untuk
mendaftarkan diri ke dalam organisasi Majelis Perwakilan
Kelas (MPK). Selama tahap penyaringan calon anggota
MPK, kegiatan baru yang bersifat wajib muncul. Latihan
Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS) adalah kegiatan yang
wajib diikuti bagi setiap murid kelas X. kegiatan ini dibagi
menjadi dua sesi yaitu intern dan ekstern. LDKS juga
membagi beberapa orang dalam satu kelompok,
melakukan berbagai tugas yang mengasah ketelitian,
kesabaran, dan memakan banyak waktu. Namun hal ini
bertujuan untuk membangun kekompakan dan kedekatan
di dalam suatu angkatan, khususnya di dalam kelompok itu
sendiri. Melakukan berbagai tugas LDKS dan seleksi MPK
dalam waktu berdekatan serta bahkan terkadang
bersamaan, membuat saya menyadari jikalau nanti lolos
menjadi anggota MPK, seperti inilah kira-kira sibuk dan
lelahnya.
56
Kerja kelompok ke sekian kalinya untuk LDKS
57
bahwa saya tidak akan lolos, berdasarkan asumsi dari
rumor yang mereka dengar. Ternyata dugaan tersebut
benar. Ketika itu saya sangat heran sebab tidak ada
penjelasan yang diberikan. Dan ketika duduk di bangku
kelas XI saya mengetahui alasan sebenarnya. Bukan karena
saya kurang cakap dan kompeten, namun suatu hal yang
tidak bisa disebutkan.
Kegiatan terus berlanjut. Saya mengikuti LDKS
ekstern yang diadakan di luar sekolah. Peserta LDKS
ekstern tidak melibatkan satu angkatan, melainkan dipilih
oleh mentor dan kakak kelas ketika itu. Kami berangkat
menggunakan kendaraan yang biasa digunakan oleh TNI,
yang dapat menampung banyak orang sekaligus. Banyak
kegiatan seru, menantang, dan menguji adrenalin yang
kami jalankan. Seperti salah satu foto di bawah ini.
58
Di SMAN 12 Jakarta terdapat berbagai
ekstrakurikuler yang disediakan dan difasilitasi oleh
sekolah. Mulai dari sports sampai kesenian. Kegiatan
ekstrakurikuler bersifat wajib, minimal satu
ekstrakurikuler pilihan yang harus diikuti. Kebetulan sejak
TK saya memang menyukai kesenian berupa tari
tradisional dan pernah memenangkan sebuah perlombaan
ketika SD. Sehingga saya memutuskan untuk kembali
mengikuti tari tradisional sebagai ekstrakurikuler yang
dipilih. Tari tradisional yang saya ikuti berasal dari Aceh
yaitu Tari Ratoh Jaroe. Tari Ratoh Jaroe merupakan salah
satu ekstrakurikuler yang paling terkenal dan mencetak
banyak prestasi. Ekstrakurikuler ini terkenal dengan
sebutan TRADOLVE yang berarti Traditional Dance of
Twelve. Saat ini angkatan saya merupakan angkatan
TRADOLVE ke-12.
59
Serah terima jabatan TRADOLVE 10 kepada TRADOLVE 11
60
Lomba outdoor lebih sulit jika dibandingkan dengan indoor,
karena luasnya arena membuat kami harus benar-benar
menggunakan indra pendengar dengan baik. Selain itu,
jumlah penonton menjadi lebih banyak karena tidak
terbatas seperti di dalam ruangan. Kesulitan lain ketika itu
saat terik matahari mulai muncul, sehingga dapat
mengganggu gerakan jika kami tidak benar-benar fokus.
61
Juara 1 pada lomba perdana di SMAN 5 Jakarta
62
Lomba di SMANU MHT
63
pelaksanaan lomba, teman laki-laki saya harus digantikan
dengan teman perempuan yang lain. Ia harus digantikan
sebab ia merupakan ketua pelaksana acara kegiatan di
sekolah, dan acara tersebut tidak dapat ditinggalkan.
Ketika hari perlombaan, lomba berjalan dengan
lancar. Pada sesi debat, tim kami bertemu dengan SMAN
102 Jakarta dan sesi debat dimenangkan oleh tim kami.
Namun, kami tidak lolos pada babak penyisihan, sehingga
perjuangan kami terhenti. Walaupun pada perlombaan
ketika itu kami tidak membawa piala, tapi kami bersyukur
mendapatkan pengalaman yang begitu berharga dan juga
teman-teman seperjuangan yang luar biasa.
64
Semester 2 pada kelas XI berhasil saya lalui dengan baik.
Saya bersyukur masih dapat mempertahankan peringkat
yang sebelumnya sudah dicapai. Mempertahankan lebih
sulit daripada meraih, itu pepatah yang sering saya dengar
dan terbukti kebenarannya.
65
BAB VI
MASA DEPAN
66
cita-cita mulia dengan mengabdikan diri untuk memajukan
kecerdasan putra putri bangsa.
Namun, semakin banyaknya hal yang terjadi dan
dilalui, membuat goyah keinginan sebelumnya yang
dimiliki. Bertambahnya usia dan semakin tinggi jenjang
pendidikan yang ditempuh membuat semakin dewasa pola
pikir saya. Sehingga ada banyak bidang dan sesuatu yang
lebih menarik dari sudut pandang saya. Selain itu, saya
benar-benar dikelilingi oleh teman-teman yang sangat luar
biasa. Walaupun usianya masih sebaya, atau bahkan ada
yang lebih muda dari saya namun mereka sudah memiliki
mimpi yang besar. Tidak hanya mimpi yang besar, tetapi
juga perjuangan dalam meraih mimpi tersebut sudah mulai
mereka rancang. Pahit manisnya, asam asinnya, serta lika-
liku perjuangan untuk mengejar segala impian.
Cita-cita sendiri bagi saya mempunyai arti suatu
impian dan harapan akan masa depan. Namun pastinya
cita-cita mempunyai arti yang berbeda bagi setiap orang.
Dalam jangka pendek atau waktu yang dekat, berarti
menyangkut kehidupan setelah SMA. Saya menargetkan
untuk dapat memasuki Perguruan Tinggi Negeri melalui
SNMPTN. Oleh karena itu, saat ini pada semester 5 saya
tengah berjuang hidup dan mati untuk memaksimalkan
67
peluang agar dapat menjadi bagian dari siswa/siswi yang
dapat berjuang di jalur SNMPTN. Tidak lupa mendekatkan
diri kepada Allah adalah jalur utama. Tapi jika belum
jalannya jangan terlalu kecewa, begitu sekiranya.
Selanjutnya, jika Allah memang belum berkehendak untuk
saya di jalur SNMPTN, saya berupaya dan berdoa supaya
diberikan kekuatan jasmani dan rohani untuk bertempur di
jalur SBMPTN. Kedua orang tua saya diberikan umur yang
panjang dan kesehatan, baik rohani, jasmani, dan materi.
Ada beberapa pilihan jurusan yang sudah saya
siapkan untuk PTN tahun depan, di antaranya Manajemen,
Akuntansi dan Psikologi. Seperti pada masa TK saya sudah
bercerita bahwa saya menyukai bidang studi matematika
atau berhitung, sampai sekarang saya masih menyukainya.
Oleh karena itu, menurut saya pilihan program studi
Manajemen dan Akuntansi menjadi pilihan yang tepat pada
jurusan saya yang merupakan SOSHUM. Namun di samping
itu, saya juga tertarik dengan program studi psikologi,
berkaitan dengan perilaku manusia sebagai objeknya.
Cita-cita ketika sudah berhasil memasuki dunia
perkuliahan yaitu saya ingin mengembalikan masa
kejayaan seperti ketika di SMP. Aktif kembali mengikuti
kegiatan organisasi, turut mengambil bagian dalam
68
memajukan kampus yang nantinya akan saya masuki, dan
juga menjadi mahasiswi berprestasi yang gaungnya
terdengar tidak hanya di dalam universitasnya saja. Tidak
lupa saya juga ingin memaksimalkan usaha untuk
mendapatkan beasiswa, baik yang pemerintah sediakan
maupun dari lembaga swasta yang bekerja sama dengan
kampus. Sebisa mungkin saya tidak ingin membebani
kedua orang tua.
Di kehidupan yang lebih jauh lagi, kehidupan yang
mendatang dan lebih matang, saya ingin menjadi
perempuan yang tangguh. Siap menahan badai tetapi tidak
terbuai dengan tenangnya pantai. Menjadi wanita karier
namun juga Ibu Rumah Tangga yang baik untuk anak-
anaknya kelak. Tidak lupa pastinya, saya akan membalas
jasa kedua orang tua yang telah merawat dan
membesarkan sampai di titik sejauh serta terbaik yang
mereka upayakan. Selain itu, saya bercita-cita ingin
memberangkatkan kedua orang tua saya pergi haji, jika ada
rezeki yang lebih lagi, saya ingin sekeluarga dapat
berangkat bersama-sama.
Jika membicarakan pendamping hidup pada usia
belasan seperti sekarang ini, lucu rasanya. Namun tidak
mengapa jika sudah memiliki kriteria sosok pendamping di
69
masa depan. Jika ditanya sosok seperti apa yang saya
harapkan, sederhana saja. Teruntuk laki-laki pendamping
saya kelak. Saya tidak menuntut banyak, tapi jadilah laki-
laki yang bekerja keras dan bertanggung jawab serta
paham betul akan agama. Tidak hanya berjuang untuk
kesuksesan di dunia, tetapi juga dapat menuntun ke dunia
yang abadi kelak. Tidak hanya menyayangi saya, tetapi juga
keluarga besar saya. Berada di saat senang, sedih dan sulit.
Lapang, luang maupun sempit. Menjadi keluarga yang
bahagia dunia dan akhirat.
70
PENUTUP
71
72