Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan satu hal yang sangat penting dalam kehidupan

manusia, untuk menjaganya perlu dilakukan tindakan pencegahan (preventif) dan

pengobatan (kuratif). Salah satu pengobatan alternatif adalah pengobatan secara

tradisional. Obat-obat tradisional selain menggunakan bahan ramuan dan

tumbuhan tertentu banyak tersedia dialam dan harga terjangkau. Sampai saat ini di

pedesaan masih banyak yang melakukan pengobatan (terapi, jamur akupuntur,

pijat refleksi) dengan obat tradisional (jamu dan sebagainya). Pemeliharaan dan

pengembangan pengobatan tradisional sebagai warisan budaya bangsa yang terus

ditingkatkan dan didorong pengembangannya melalui penggalian, pengujian dan

penemuan obat-obat baru, termasuk budidaya tanaman.(1)

Tanaman herbal di Indonesia telah banyak digunakan sebagai bahan obat

tradisional. Salah satu tanaman yang dimanfaatkan sebagai bahan obat ialah

tanaman mangkokan (Polyscias scutellaria (Burn.f.) Fosberg) . Daun mangkokan

mengandung flavonoid jenis flavonol seperti kuersetin, kamferol, mirisetin dan

flavon seperti luteolin dan apigenin, saponin, tannin, kalsium oksalat, peroksidase,

besi, lemak, fosfor, vitamin A, B1, C, dan protein.(2,3)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fuhrman & Aviram (2002),

daun mangkokan mengandung flavonoid jenis flavonol dan flavon. Flavonoid

jenis flavonol dan flavon kaya akan antioksidan. Antioksidan yang terdapat pada

ekstrak daun mangkokan berfungsi menguatkan dan mengantisipasi kerusakan

1
2

pada pembuluh darah yang berfungsi sebagai anti peradangan. Menurut Tarigan

dkk (2008), daun mangkokan mengandung flavonoid dan saponin. (4,5).

Dari hasil penelitian Febriyanda, dkk, kadar flavonoid total ekstrak etanol

96 % daun mangkokan sebesar 0,3525 % dan kadar tanin ekstrak etanol 96 %

daun mangkokan sebesar 87,766 mg/g. Manfaat flavonoid lainnya antara lain

untuk melindungi struktur sel, meningkatkan efektifitas vitamin C, anti inflamasi,

mencegah terjadinya ostheophorosis dan sebagai antibiotik (Haris, 2010).

Kuersetin merupakan salah satu flavonol yang paling aktif dan mempunyai

kemampuan antioksidan yang kuat. Senyawa flavonoid dari golongan flavon

yakni luteolin dan apigenin dimana luteolin juga memiliki efek yang baik untuk

kesehatan tubuh yaitu sebagai antioksidan, penangkap radikal bebas, pengatur

sistem imun, dan pencegahan terhadap kanker sedangkan menurut Cadenas &

Packer (2002), apigenin dipercaya sebagai anti peradangan dan anti bakteri.(6–8)

Dari hasil penelitian Ratmana dkk (2017) ekstrak daun mangkokan dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Dimana

Staphylococcus aureus merupakan flora normal dalam tubuh manusia yang

terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat terutama di sekitar

hidung, mulut, alat kelamin, dan sekitar anus. Staphylococcus aureus dapat

menyebabkan berbagai penyakit misalnya sariawan, infeksi pada kulit dan luka,

pneumonia, serta infeksi pada aliran darah. Staphylococcus aureus juga dapat

menyebabkan bisul, jerawat, meningitis, dan arthritis.(9,10)

Luka adalah rusak atau hilangnya jaringan tubuh yang terjadi karena

adanya suatu faktor yang mengganggu system perlindungan tubuh. Faktor tersebut
3

seperti trauma, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan

hewan. Bentuk dari luka berbeda tergantung penyebabnya, ada yang terbuka dan

tertutup. Salah satu contoh luka terbuka adalah insisi/luka sayat dimana terdapat

robekan linier pada kulit dan jaringan dibawahnya.(11)

Luka sayat adalah luka yang terjadi karena teriris oleh instrument yang

tajam, misalnya terjadi akibat pembedahan. Ciri-cirinya yaitu luka terbuka, nyeri,

panjang luka lebih besar dari pada dalamnya. Karakteristik luka sayat ada

beberapa, yaitu : luka sejajar, tidak adanya memar berdekatan tepi kulit, tidak

adanya ‘bridging’ jaringan memanjang dari satu sisi kesisi lain dalam luka.(12)

Luka yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya infeksi. Penyebab infeksi

disebabkan oleh bakteri atau mikroorganisme yang patogen, mikroba masuk

kedalam jaringan tubuh dan berkembang biak didalam jaringan. Diantara bakteri

yang dapat menyebabkan infeksi adalah Staphylococcus aureus.(13)

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mempermudah penggunaan daun

mangkokan adalah dengan dibuat menjadi suatu sediaan topikal berupa salep.

Salep merupakan sediaan setengah padat yang ditujukan untuk pemakaian topikal

pada kulit atau selaput lendir. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen

dalam dasar salep yang cocok.(14)

Pemilihan basis salep yang tepat sangat penting karena basis salep

mempengaruhi efek terapeutik dari suatu salep. Salep yang digunakan pada

epidermis, mukosa, salep penetrasi atau bentuk cream memerlukan basis salep

yang berbeda-beda. Kelarutan dan stabilitas obat dalam basis, juga sifat luka pada

kulit, menentukan pilihan dari pembawa sediaan padat. Basis salep terbagi
4

menjadi empat golongan, yaitu: basis hidrocarbon, basis serap, basis absorpsi,

basis yang dapat dicuci dengan air, dan basis yang larut dalam air.(15)

Berdasarkan hasil penelitian daun mangkokan (Polyscias scutellaria

(Burn.f.) Fosberg) dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus

aureus, maka dari itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui aktivitas daun

mangkokan (Polyscias scutellaria (Burn.f.) Fosberg) yang dibuat dalam sediaan

salep sebagai penyembuh luka terbuka pada kelinci.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut :

a. Apakah ekstrak etanol daun mangkokan (Polyscias scutellaria (Burn.f.)

Fosberg) dapat diformulasikan sebagai sediaan salep?

b. Apakah formulasi sediaan salep ekstrak etanol daun mangkokan (Polyscias

scutellaria (Burn.f.) Fosberg) mempunyai efek penyembuhan luka sayat

pada kelinci?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, hipotesis dalam penelitian ini

adalah:

a. Ekstrak etanol daun mangkokan (Polyscias scutellaria (Burn.f.) Fosberg)

dapat diformulasikan dalam sediaan salep luka.

b. Formulasi salep ekstrak etanol daun Mangkokan (Polyscias scutellaria

(Burn.f.) Fosberg) mempunyai efek sebagai obat luka sayat pada kelinci.
5

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui apakah ekstrak etanol daun mangkokan (Polyscias

scutellaria (Burn.f.) Fosberg) dapat diformulasikan dalam sediaan salep

luka.

b. Untuk mengetahui apakah formulasi salep ekstrak etanol daun mangkokan

mempunyai efek sebagai obat luka sayat pada kelinci.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Dapat menambah pengetahuan tentang khasiat daun mangkokan dalam

proses penyembuhan luka gores.

2. Dapat memberikan informasi bahwa khasiat daun mangkokan dapat

digunaan sebagai penyembuhan pada luka gores.


6

1.6 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

 Formulasi Sediaan Salep  Uji Organoleptis - Bentuk


Ekstrak Etanol Daun - Warna
Mangkokan (Polyscias - Bau
scutellaria (Burn.f.)
Fosberg) konsentrasi
5%, 10 % dan 15 %

 Kontrol (-) : Basis Salep  Uji Homogentias Zat aktif tercampur


merata dalam dasar
 Kontrol (+) : Betadine salep
Zalf

 Uji pH pH Kulit bekisar


antar 4,5-6,5

 Pemeriksaan
Efektivitas Salep
Ekstrak Etanol
Uji panjang luka
Daun Mangkokan
(Polyscias
pada kelinci (mm)
scutellaria
(Burn.f.)
Fosberg) Sebagai
Obat Luka Sayat

Gambar 1.6 Kerangka Konsep


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi daerah tumbuh (habitat), nama daerah, klasifikasi

tumbuhan, kandungan kimia dan kegunaan tumbuhan.

2.1.1 Daerah Tumbuh

Mangkokan atau daun mangkokan (Polyscias scutellaria (Burn.f.)

Fosberg) adalah tumbuhan hias pekarangan dan tanaman obat yang relatif populer

di Nusantara. Namanya mengacu pada bentuk daunnya yang melengkung serupa

mangkok. Tumbuhan ini sering ditanam sebagai tanaman hias atau tanaman pagar,

tumbuhan ini dapat ditemukan di ladang atau di tepi sungai karna tanaman ini

tumbuh liar. Daun mangkok jarang atau tidak pernah berbunga, tumbuhan ini

terdapat ditempat yang terkena sinar matahari dan tumbuh pada ketinggian 1-200

M. Batang berkayu, bercabang, berbentuk bulat, panjang dan lurus. Daun tunggal,

bertangkai, agak tebal, bentuknya bulat berlekuk seperti mangkok, pangkal

berbentuk jantung, tepi bergerigi, diameter 6-12 cm, pertulangan menyirip,

berwarna hijau tua.

Gambar 2.1 Daun Mangkokan

7
8

2.1.2 Nama Daerah

Nama Daerah : mamanukan (Sunda), godong mangkokan (Jawa), puring

(Madura). Nusa Tenggara : lanido, ndalido, ranido, ndari (Roti). Sulawesi : daun

mangkok (Menado), mangko-mangko (Makasar). Maluku: ai lohoi, ai laun niwel,

daun koin, papeda (Ambon), goma matari, sawoko, rau paroro, lanido. Melayu:

daun koin, papeda, mangkok, memangkokan, pohon mangkok. Nama simplisia

Nothopanacis Scutellarii Folium (daun mangkokan).(3)

2.1.3 Klasifikasi Tumbuhan

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Devisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Apiales

Famili : Araliaceae

Genus : Nothopanax

Spesies : Polyscias scutellaria (Burn.f.) Fosberg

Nama umum Indonesia : Mangkokan, cowekan

Nama Sinonim : N. cochlecltum (Lam.) Miq., polyscias scutellaria

(Burmj.) Fosb., panax cochleatum DC.


9

2.1.4 Kandungan Kimia dan Kegunaan Daun Mangkokan

Daun mangkokan digunakan sebagai tempat darurat pengganti mangkok

atau piring untuk makan bubur sagu, sehingga dinamakan daun mangkok. Daun

mangkokan mengandung flavonoid jenis flavonol seperti kuersetin, kamferol,

mirisetin dan flavon seperti luteolin dan apigenin, saponin, tannin, kalsium

oksalat, peroksidase, besi, lemak, fosfor, vitamin A, B1, C, dan protein.(2,3)

Menurut Fuhrman dan Aviram (2002), flavonoid jenis flavonol dan flavon

kaya akan antioksidan. Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang mampu

menghambat banyak reaksi oksidasi baik secara enzimatis maupun non enzimatis.

Flavonoid bertindak sebagai penampung yang baik terhadap radikal hidroksi dan

superoksida dengan demikian melindungi lipid membran terhadap reaksi yang

merusak. Aktivitas antioksidannya dapat menjelaskan mengapa komponen

tertentu merupakan komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional

untuk gangguan fungsi ginjal. Flavonoid merupakan golongan terbesar senyawa

fenol.(4,16,17)

Manfaat flavonoid lainnya antara lain untuk melindungi struktur sel,

meningkatkan efektifitas vitamin C, anti inflamasi, mencegah terjadinya

ostheophorosis dan sebagai antibiotik (Haris, 2011). Kuersetin merupakan salah

satu flavonol yang paling aktif dan mempunyai kemampuan antioksidan yang

kuat. Senyawa flavonoid dari golongan flavon yakni luteolin dan apigenin dimana

luteolin juga memiliki efek yang baik untuk kesehatan tubuh yaitu sebagai

antioksidan, penangkap radikal bebas, pengatur sistem imun, dan pencegahan

terhadap kanker sedangkan menurut Cadenas & Packer (2002), apigenin


10

dipercaya sebagai anti peradangan dan anti bakteri. Menurut Tjirosoepomo, daun

mangkokan diduga dapat memperbaiki kerusakan fungsi ginjal.(3,6,7)

2.2 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa

bahan alam yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan atas simplisia nabati,

simplisia hewani dan simplisia mineral (pelikan).Simplisia tumbuhan obat

merupakan bahan baku proses pembuatan ekstrak, baik sebagai bahan obat atau

sebagai produk. Ekstrak tumbuhan obat dapat berfungsi sebagai bahan baku obat

tradisional atau sebagai produk yang dibuat dari simplisia.(18)

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi atau penyarian merupakan proses pemisahan senyawa dari

matriks atau simplisia dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Peran ekstraksi

dalam analisis fitokimia sangat penting karena sejak tahap awal hingga akhir

menggunakan proses ekstraksi, termasuk fraksinasi dan pemurnian. Ada beberapa

istilah yang banyak digunakan dalam ekstraksi, antara lain ekstraktan (pelarut

yang digunakan untuk ekstraksi), rafinat (larutan senyawa atau bahan yang akan

diekstraksi), dan linarut (zat yang diinginkan terlarut dalam rafinat).(19)

Metode ekstraksi yang digunakan tergantung pada jenis, sifat fisik, dan

sifat kimia kandungan senyawa yang akan diekstraksi. Pelarut yang digunakan

tergantung pada polaritas senyawa yang akan disari, mulai dari yang bersifat

nonpolar hingga polar, sering disebut sebagai ekstraksi bertingkat. Pelarut yang
11

digunakan dimulai dengan heksana, petroleum eter, lalu selanjutnya kloroform

atau diklometana, diikuti dengan alkohol, metanol dan terakhir apabila diperlukan,

digunakan air.(19)

Simplisia dikumpulkan dan dibersihkan dari pengotor dengan cara

pemilahan (pemisahan simplisia lain yang tidak digunakan) atau pencucian.

Dalam melakukan ekstraksi terhadap simplisia sebaiknya digunakan simplisia

yang segar, tetapi karena berbagai keterbatasan umumnya dilakukan terhadap

bahan yang telah dikeringkan. Kerja berbagai enzim yang terdapat dalam

simplisia segar akan dihambat pada proses ekstraksi.(19)

Pengeringan simplisia dilakukan setelah kerja enzim dihambat dengan cara

mencelupkan dalam metanol mendidih selama beberapa detik sehingga perubahan

senyawa secara enzimatis dapat dicegah atau dikurangi. Cara pengeringan dipilih

yang tidak mengakibatkan terjadinya perubahan metabolit baik secara kualitatif

ataupun kuantitatif. Pengeringan dilakukan secepat-cepatnya, selain pengaruh

sinar matahari dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Salah satu contoh

pengeringan yang sering dilakukan adalah dengan aliran udara. Sebelum simplisia

diekstraksi, simplisia kering dapat disimpan dalam wadah tertutup rapat dan tidak

terlalu lama, untuk mencegah timbulnya hama atau kutu yang dapat merusak

kandungan kimia. Pengecilan ukuran diperlukan agar proses ekstraksi berjalan

cepat. (19)

2.3.1 Metode Ekstraksi

Tujuan ekstraksi adalah menarik atau memisahkan senyawa dari

campurannya atau simplisia. Ada berbagai cara ekstraksi yang telah diketahui,
12

masing-masing cara tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya.Dalam

melakukan ekstraksi, struktur untuk setiap senyawa, suhu dan tekanan merupakan

faktor yang perlu diperhatikan.Menurut beberapa metode ekstraksi yang umum

digunakan adalah sebagai berikut: (19)

1. Maserasi

Maserasi adalah cara ekstraksi simplisia dengan merendam dalam pelarut

pada suhu kamar sehingga kerusakan atau degradasi metabolit dapat

diminimalisasi. Pada maserasi, terjadi proses keseimbangan konsentrasi antara

larutan di luar dan di dalam sel sehingga diperlukan penggantian pelarut secara

berulang. Kinetik adalah cara ekstraksi, seperti maserasi yang dilakukan dengan

pengadukan, sedangkan digesti adalah cara maserasi yang dilakukan pada suhu

yang lebih tinggi dari suhu kamar, yaitu 40-60oC.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah cara ekstraksi simplisia menggunakan pelarut yang selalu

baru, dengan mengalirkan pelarut melalui simplisia hingga senyawa tersari

sempurna. Cara ini memerlukan waktu lebih lama dan pelarut yang lebih

banyak.untuk meyakinkan perkolasi sudah sempurna, perkolasi dapat diuji adanya

metabolit dengan pereaksi yang spesifik.

3. Refluks

Refluks adalah cara ekstraksi dengan pelarut pada suhu titik didihnya selama

waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya

pendingin balik. Agar hasil penyarian lebih baik atau sempurna, refluks umumnya
13

dilakukan berulang-ulang (3-6 kali) terhadap residu pertama.Cara ini

memungkinkan terjadinya penguraian senyawa yang tidak tahan panas.

4. Soxhletasi

Soxhletasi adalah cara ekstraksi menggunakan pelarut organik pada suhu

didih dengan alat soxhlet. Pada soxhletasi, simplisia dan ekstrak berada pada labu

berbeda.Pemanasan mengakibatkan pelarut menguap, dan uap masuk dalam labu

pendingin.Hasil kondensasi jatuh bagian simplisia sehingga ekstraksi berlangsung

terus-menerus dengan jumlah pelarut relatif konstan.Ekstraksi ini dikenal sebagai

ekstraksi sinambung.

5. Infusa

Infusa adalah cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut air, pada suhu 96-

98oC selama 15-20 menit (dihitung setelah suhu 96oC tercapai). Bajana infusa

tercelup dalam tangas air.Cara ini sesuai untuk simplisia yang bersifat lunak

seperti bunga dan daun.

6. Destilasi (penyulingan)

Destilasi merupakan cara ekstraksi untuk menarik atau menyari senyawa yang

ikut menguap dengan air sebagai pelarut. Pada proses pendinginan, senyawa dan

uap air akan terkondensasi dan terpisah menjadi destilat air dan senyawa yang

diekatraksi. Cara ini umum digunakan untuk menyari minyak atsiri dari

tumbuhan.
14

7. Lawan arah (counter current)

Cara ekstraksi ini serupa dengan cara perkolasi, tetapi simplisia bergerak

berlawanan arah dengan pelarut yang digunakan.Cara ini banyak digunakan untuk

ekstraksi herbal dalam skala besar.

8. Ultrasonik

Ekstraksi ultrasonik melibatkan penggunaan salepombang ultrasonik dengan

frekuensi 20-2000 kHz sehingga permeabilitas dinding sel meningkat dan isi sel

keluar.Frekuensi getaran memengaruhi hasil ekstraksi.

9. Salepombang mikro (microwave assisted axtraction, MAE)

Ekstraksi menggunakan salepombang mikro (2450 MHz) merupakan

ekstraksi yang selektif dan digunakan untuk senyawa yang memiliki dipol polar.

Cara ini dapat menghemat waktu ekstraksi dibandingkan dengan cara

konvensional seperti maserasi, dan menghemat pelarut.

10. Ekstraksi gas superkritis (supercritical gas extraction, SGE)

Metode ekstraksi dilakukan menggunakan CO2 dengan tekanan tinggi, dan

banyak digunakan untuk ekstraksi minyak atsiri atau senyawa yang bersifat

mudah menguap atau termolabil.Penggunaan karbondioksida (CO2) lebih disukai

karena bersifat inert, toksisitas rendah, aman bagi lingkungan, harga relatif murah,

dan tidak mudah terbakar pada kondisi superkritisnya.

2.3.2 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan cair, kental, atau kering yang merupakan hasil

proses ekstraksi atau penyarian suatu matriks atau simplisia menurut cara yang

sesuai. Ekstrak cair diperoleh dari ekstrak yang masih mengandung sebagian besar
15

cairan penyari. Ekstrak kental akan didapat apabila sebagian besar cairan penyari

sudah diuapkan, sedangkan ekstrak kering akan diperoleh jika sudah tidak

mengandung cairan penyari.(19)

Penguapan hasil ekstraksi yang masih banyak mengandung pelarut,

dimaksudkan untuk memperoleh ekstrak yang lebih pekat dengan tujuan agar

konsentrasi senyawa lebih besar dan memudahkan penyimpanan. Proses ini sering

disebut dengan pemekatan. Penguapan dapat bersifat parsial sehingga diperoleh

ekstrak cair atau kental. Dalam proses pemekatan, suhu yang digunakan sebaiknya

tidak terlalu tinggi untuk mencegah peruraian senyawa dalam ekstrak.(19)

Penguapan sering dilakukan sebelum ekstrak diproses lebih lanjut, seperti

pemisahan atau fraksinasi. Proses pemekatan dapat dilakukan dengan sederhana

menggunakan penangas air. Cara ini amat mudah dan cocok untuk ekstrak dengan

pelarut yang memiliki titik didih tidak terlalu tinggi. Ekstrak dalam wadah yang

diletakkan diatas penangas air memerlukan waktu cukup lama sehingga

kemungkinan ada senyawa yang terurai.Penggunaan oven untuk penguapan

memiliki kelebihan karena suhu dapat diatur dan disesuaikan dengan titik didih

cairan penyari.(19)

Oven lebih digunakan untuk penguapan yang kadar cairannya tidak terlalu

banyak. Alat ini dapat dilengkapi dengan alat vakum yang membuat ruang dalam

oven menjadi hampa udara sehingga penguapan dapat lebih cepat daripada oven

biasa.Sekarang, penguapan banyak menggunakan penguap putar (rotary

evaporator), dilakukan pada suhu rendah sekitar 40-50oC dan dibantu dengan alat

vakum udara sehingga titik didih pelarut lebih rendah. Penguapan berlangsung
16

cepat sehingga kemungkinan terjadinya penguraian senyawa yang termolabil

dapat dihindari.(19)

2.4 Salep

2.4.1 Pengertian Salep

Salep (unguenta) menurut FI ed. III adalah sediaan setengah padat yang

mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Salep tidak berbau tengik,

kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep mengandung obat narkotik

adalah 5%.(15,20)

2.4.2 Dasar Salep

Dasar salep digolongkan ke dalam 4 kelompok, yaitu:

a. Dasar salep senyawa hidrokarbon.

b. Dasar salep serap

c. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air atau dasar salep emusi M/A

d. Dasar salep yang dapat larut dalam air.(14)

2.4.3 Cara Pembuatan Salep

Aturan umum cara pembuatannya adalah:

a. Zat yang dapat larut dalam dasar salep, dilarutkan bila perlu dengan

pemanasan rendah.

b. Zat yang tidak cukup larut dalam dasar salep, lebih dulu diserbuk dan

diayak dengan derajat ayakan no. 100.

c. Zat yang mudah larut dalam air dan stabil, serta dasar salep mampu

mendukung/menyerap air tersebut, dilarutkan dulu dalam air yang

tersedia, setelah itu ditambahkan bagian dasar salep lain.


17

d. Bila dasar salep dibuat dengan peleburan, maka campuran tersebut

harus diaduk sampai dingin.

Salep harus homogen dan ditentukan dengan cara salep dioleskan pada

sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan

homogen.(14)

2.5 Kulit

Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki

fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan

luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis seperti

pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan

selsel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan

keringat, dan pembentukan pigmen melanin melindungi kulit dari bahaya sinar

ultraviolet matahari, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan

dan infeksi dari luar.(21)

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari

lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa sekitar 1,5 m2 dengan berat

kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang essensial, dan vital serta

merupakan cermin kesehahatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks,

elastis, dan sensitif serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan lokasi

tubuh.(22)
18

2.5.1 Struktur Kulit

Adapun lapisan kulit meliputi:

a. Lapisan Epidermis

Merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang

berbeda-beda: 400-600µm untuk kulit tebal (kulit telapak tangan dan kaki) dan

75-10µm untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki

rambut). Epidermis yang paling tipis yaitu di kelopak mata dan yang paling

tebal adalah pada bagian yang paling banyak digunakan (telapak kaki dan

tangan).

b. Lapisan Dermis

Dermis yaitu lapisan kulit dibawah epidermis, memiliki kebetulan yang

bervariasi bergantung pada daerah tubuh dan mencapai maksimum 4mm di

daerah punggung. Lapisan ini menjadi ujung syaraf perasa. Keberadaan ujung-

ujung syaraf perasa dalam kulit jangat memungkinkan membedakan berbagai

rangsangan dari luar. Masing-masing syaraf perasa memiliki fungsi tertentu

seperti syaraf dengan mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan, panas dan

dingin.

c. Lapisan Hipodermis

Pada bagian bawah dermis, terdapat suatu jaringan ikat longgar yang

disebut jaringan hypodermis atau subkutan dan mengandung sel lemak yang

bervariasi. Lapisan subkutan adalah lapisan paling dalam pada struktur kulit.

Pada lapisan kulit ini terdapat syaraf, pembuluh darah dan limfe. Fungsi
19

lapisan ini adalah membantu melindungi tubuh dari benturan-benturan fisik

dan mengatur betura tubuh.(22)

Gambar 2.2 Struktur Kulit

2.5.2 Fungsi Kulit

Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh sehingga berperan sebagai

pelindung tubuh dari kerusakan atau pengaruh lingkungan yang buruk. Ada

beberapa fungsi kulit, antara lain:

1. Kulit sebagai pelindung

2. Fungsi absorpsi

3. Kulit sebagai fungsi eksresi

4. Fungsi persepsi

5. Kulit sebagai pegatur suhu tubuh

6. Kulit sebagai sebagai pembentuk vitamin D

7. Kulit sebagai tempat penyimpanan

8. Kulit sebagai alat peraba

9. Kulit penunjang penampilan.(23)

2.6 Luka

2.6.1 Pengertian Luka


20

Luka adalah peristiwa yang tidak dapat dihindari dari kehidupan yang

diwujudkan sebagai hilangnya atau terputusnya seluler, anatomi, integritas,

fungsional dan jaringan hidup. Faktor yang menyebabkan luka seperti trauma,

tergores benda tajam, sengatan hewan sampai terjadinya ledakan. Proses

penyembuhan luka yang terorganisir dengan baik secara biokimiawi yaitu yang

mengarah ke pertumbuhan dan regenerasi dari jaringan yang terluka secara

khusus. Penyembuhan luka melibatkan aktivitas jaringan yang rumit dari sel

darah, sitokin dan faktor pertumbuhan lainnya yang akhirnya mengarah ke

pemulihan ke kondisi normal.(24,25)

2.6.2. Jenis-jenis Luka

1. Vulnus Excoriasi (Luka Lecet)

Jenis luka yang satu ini derajat nyerinya biasanya lebih tinggi dibanding

luka robek, mengingat luka jenis ini biasanya terletak di ujung-ujung

syaraf nyeri di kulit.

2. Vulnus Punctum (Luka tusuk)

Luka tusuk biasanya adalah luka akibat logam, yang harus di ingat maka

kita harus curiga adanya bakteri clostridium tetani dalam logam tersebut.

3. Vulnus Contussum (Luka memar)

Luka kontussum adalah luka memar, tentunya jangan diurut ataupun

ditekan-tekan, karena hanya aka mengakibatkan robek pembuluh darah

semakin lebar saja.

4. Vulnus Insivum (Luka sayat)


21

Luka sayat adalah jenis luka yang disebabkan karena sayatan dari benda

tajam, bisa logam maupun kayu dan lain sebagainya. Jenis luka ini

biasanya tipis.

5. Vulnus Schlopetorum (Luka Tembak)

Jenis luka ini disebabkan karena peluru tembakan, maka harus segera

dikeluarkan tembakanya.

6. Vulnus combustion (Luka bakar)

Luka bakar adalah luka yang disebabkan akibat kontaksi antara kulit

dengan zat panas seperti air panas(air mendidih), api, dll.

7. Luka gigitan

Luka jenis ini disebabkan dari luka gigitan binatang, seperti serangga, ular,

dan binatang buas lainya. Kali ini luka gigitan yang dibahas adalah jenis

luka gigitan dari ular berbisa yang berbahaya.

8. Laserasi atau Luka Parut

Luka parut disebabkan karena benda keras yang merusak permukaan kulit,

misalnya karena jatuh saat berlari.

9. Terpotong atau Teriris

Terpotong adalah bentuk lain dari perlukaan yang disebabkan oleh benda

tajam, bentuk lukanya teratur dan dalam, perdarahan cukup banyak,

apalagi kalau ada pembuluh darah arteri yang putus terpotong.(26)


22
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini yang dilakukan secara eksperimental yaitu untuk

mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul, sebagai akibat dari adanya

perlakuan tertentu.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2019

3.2.2 Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Formulasi,

Laboraturium Farmakologi, Laboraturium Fitokimia Institut Kesehatan Helvetia

Medan, Laboraturium Herbarium Medenense USU.

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik,

blender, batang pengaduk, erlemayer, toples, kertas saring Whatman No.42, kapas,

pisau kater, kandang, pencukur bulu, ayakan mesh, rotary evaporator, lumpang

dan alu, waterbath, cawan porselen, aluminium foil, pH meter, jangka sorong,

penggaris, kamera, kertas label, sarung tangan, masker, objek glas, tissue.

23
24

3.3.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah Daun Mangkokan (Polyscias scutellaria

(Burn.f.) Fosberg) , Adeps lanae, Setil alkohol, Vaselin album, Cera alba, NaCl

0,9%, Pehacain Inj, Alkohol 96% dan Betadine Zalf.

3.4 Penyiapan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling, yaitu tanpa

membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel diambil di

daerah Ayahanda, Medan. Daun yang diambil adalah daun muda, segar, tidak

berlubang, bentuknya bulat berlekuk seperti mangkok, pangkal berbentuk jantung,

tepi bergerigi, diameter 10-12 cm . Pengambilan daun dilakukan pada pagi hari.

(27)

3.4.1 Determinasi Tumbuhan

Deteminasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Herbarium Medenense

Universitas Sumatera Utara.

3.4.2 Pembuatan Simplisia

Pengolahan daun mangkokan (Polyscias scutellaria (Burn.f.) Fosberg)

meliputi pencucian, pengeringan, dan pembuatan serbuk simplisia sampel

uji.

a. Pencucian

Pencucian dilakukan dibawah air mengalir yang bersih, lalu ditiriskan,

kemudiaan ditimbang, diperoleh berat basah 5 kg.


25

b. Pengeringan

Pengeringan dilakukan dengan cara dijemur di udara terbuka,

terhindar dari sinar matahari langgsung selama ± 3 minggu.

Pengeringan diahiri setelah terdapat beberapa tanda seperti warna

memudar, mudah dipatah/rapuh.

c. Pembuatan serbuk

Pembuatan serbuk dilakukan dengan menggunkan blender. Serbuk

kemudian ditimbang dan diperoleh berat serbuk 1 kg. Serbuk

disimpan di tempat yang terlindung dari sinar matahari.(28)

3.5 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Mangkokan

Pembuatan ekstrak menggunakan metode maserasi dengan menggunakan

pelarut etanol 96%.

Cara Kerja :

Sebanyak 500 g serbuk kering daun mangkokan dimasukkan ke dalam

wadah, dituangi dengan 5 liter etanol 96%, ditutup. Kemudian dibiarkan selama 6

jam terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk. Setelah itu diamkan kembali

selama 18 jam. (29)

Pisahkan maserat dengan cara disaring menggunakan kertas saring. Ampas

diremaserasi kembali dengan etanol 96% sebanyak 2,5 liter. Dipindahkan ke

dalam wadah tertutup, dibiarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 1

hari, disaring. Pemekatan ekstrak dilakukan dengan menggunakan rotary

evaporator pada suhu 50oC sampai diperoleh ekstrak kental.(29)


26

3.6 Pembuatan Dasar Salep

3.6.1 Formulasi Salep

Dasar salep yang digunakan adalah dasar salep serap, kemudian dibuat

salep dari ekstrak etanol daun mangkokan yang telah dikeringkan dengan

konsentrasi ekstrak daun mangkokan 5%, 5% dan 15%. Adapun formulasi salep

dalam setiap 50 gram yang digunakan adalah:

R/ Vaselin album 43

Adeps lanae 1,5

Steril alkohol 1,5

Cera Alba 4

m.f unguentum 50

Pada penelitian ini dibuat dasar salep sebanyak 200 gram dengan

komposisi sebagai berikut:

200
1. Vaselin album : x 43 gram = 172 gram
50

200
2. Adeps lanae : x 1,5 gram = 6 gram
50

200
3. Setil alkohol : x 1,5 gram = 6 gram
50

200
4. Cera Alba : x4 gram = 16 gram
50

Dilakukan penimbangan dasar salep sebanyak 200 gram yang terdiri dari

asetil alkohol 6 g, adeps lanae 6 g, vaselin album 172 g, dan cera alba 16 g.
27

Tabel 3.1. Formulasi Basis Salep Ekstrak Etanol Daun Mangkokan (30)
Komposisi Formula (g) Kegunaan
Vaselin Album 43 Basis Salep
Adeps Lanae 1,5 Basis Salep
Setil Alkohol 1,5 Zat Pengemulsi
Cera Alba 4 Zat Pengeras
Cara Pembuatan Basis Salep:

Vaselin album dan adeps lanae dimasukkan ke dalam lumpang dan digerus

hingga homogen (M1). Setil alkohol dan cera alba dimasukkan ke dalam cawan

porselen dan dipanaskan di atas penangas air pada suhu 60-70 oC sampai melebur

(M2). Setelah itu di dalam lumpang masukkan M1 ditambahkan M2 sedikit demi

sedikit hingga terbentuk basis salep yang baik.(30)

Tabel 3.2. Formulasi Salep Ekstrak Etanol Daun Mangkokan (EEDM)

Komposisi F1 F2 F3 F4 F5
Ekstrak Etanol Daun - 2,5g 5g 7,5g Betadine
Mangkokan (EEDM) (g) Zalf
Basis Salep (g) 50g 47,5g 45g 42,5g

Masing- masing formula tersebut dibuat dengan cara sedikit dasar salep

dimasukan ke dalam lumpang panas, kemudian ditambahkan dengan Ekstrak

Etanol Daun Mangkokan (EEDM) dan digerus dengan penambahan dasar salep

sedikit demi sedikit sampai habis digerus homogen. Setelah homogen, salep

dimasukkan ke dalam pot plastik dan diperoleh dasar salep EEDM dengan

berbagai konsentrasi. Kemudian pembuatan salep untuk konsentrasi 5%

ditimbang 47,5 g lalu ditambahkan ekstrak mangkokan sebanyak 2,5 g sedikit

demi sedikit digerus sampai homogen. Salep dimasukkan ke dalam pot plastik dan

tutup rapat, disimpan ditempat yang terlindung dari cahaya.(31)


28

Untuk pembuatan salep dengan EEDM konsentrasi 5% dan 15% dilakukan

dengan cara yang sama diatas, tetapi dasar salep yang ditimbang masing-masing

sebanyak 45 g dan 42,5 g dan EEDM yang digerus homogen dalam masing-

masing dasar salep tersebut adalah 5 g dan 7,5 g.(31)

3.6.2 Pemeriksaan Sediaan Salep

Pemeriksaan sediaan salep yang dilakukan meliputi :

a. Pemeriksaan Organoleptik

Pengujian organoleptik dilakukan dengan mengamati sediaan salep

dari bentuk, bau dan warna sediaan. Menurut Depkes RI, spesifikasi

salep yang harus dipenuhi adalah memilih bentuk setengah padat,

warna harus sesuai dengan spesifikasi pada saat pembuatan awal salep

dan baunya tidak tengik.(14,15)

b. Pemeriksaan Homogenitas

Uji homogenitas sediaan dilakukan dengan cara salep dioleskan pada

objek glass atau bahan transparan lain yang cocok harus menunjukkan

susunan yang homogen. Salep yang homogen ditandai dengan tidak

terdapatnya gumpalan pada hasil pengolesan, struktur yang rata dan

memiliki warna yang seragam dari titik awal pengolesan sampai titik

akhir pengolesan. Salep yang di uji diambil tiga tempat yaitu bagian

atas, tengah dan bawah dari wadah salep.(15)

c. Pemeriksaan pH

Pengukuran nilai pH menggunakan alat bantu pH meter yang

dicelupkan ke dalam 0,5 g salep yang telah diencerkan dengan 50 ml


29

aquadest. Nilai pH salep yang baik adalah 4,5-6,5 atau sesuai dengan

nilai pH kulit manusia.(21)

d. Uji luka gores terhadap kulit kelinci

Sebelum diperlakukan, kelinci tersebut diadaptasikan dulu selama 1

minggu. Selama percobaan masing-masing kelinci dipelihara dalam

kandang terpisah dan diberi makan dan minum secukupnya. Sehari

sebelum pembuatan luka sayat, hewan uji dicukur bulunya didaerah

punggung sampai licin.(30)

Hewan uji yang digunakan yaitu kelinci dengan berat badan antara 2 -

2,5 kg sebanyak 5 ekor dan dibagi menjadi 6 kelompok luka. Induksi luka

pada punggung kelinci dengan 5 cara: langkah pertama yang dilakukan

adalah mencukur bulunya atau dirontokkan kemudian dianastesi

menggunakan Pehacain Inj 2ml dan dibuat luka sebanyak 6 bentuk persegi

dengan diameter ± 2 cm dengan cara mengangkat kulit dengan pinset dan

digunting dengan gunting bedah. Selanjutnya dibuat luka sayatan dengan

ukuran panjang 1,5cm pada bagian punggung kelinci menggunakan pisau

carter yang telah disterilkan dengan alkohol 70% dengan kedalaman luka

3mm sampai bagian tersebut keluar darah. Luka dibersihkan dengan

menggunakan larutan infus salin (NaCl 0,9%). Pengamatan ini dilakukan

secara visual dengan memperhatikan luka.(30)

3.6.3 Perlakuan dan Pengamatan

Perlakuan dan pengamatan pada penelitian ini ialah sebagai berikut :


30

a. Kelinci diambil secara acak. Setelah itu kelinci diberi tanda menurut

perlakuan dengan menggunkan spidol. Misalnya untuk perlakuan A

ulangan pertama diberi tanda A1, untuk ulangan kedua diberi tanda A2.

Untuk perlakuan B ulangan pertama diberi tanda B1, demikian seterusnya

untuk perlakuan lain. Prinsip pemberian tanda adalah seperti contoh

tersebut.

b. Masing-masing kelinci diberi perlakuan sebagai berikut :

Perlakuan A : Luka diberi basis Salep (Kontrol negatif)

Perlakuan B : Luka diberi Betadin Zalf (Kontrol positif)

Perlakuan C : Luka diberi Salep ekstrak daun Mangkokan 5%

Perlakuan D : Luka diberi Salep ekstrak daun Mangkokan 5%

Perlakuan E : Luka diberi Salep ekstrak daun Mangkokan 15%

c. Kemudian dilakukan pengamatan setiap hari selama 14 hari, ukur panjang

penutupan luka.

d. Sediaan Salep diberikandengan cara mengoleskan secara merata pada

daerah luka sebanyak 0,1 g sehari 2 kali.(32)

e. Pengamatan pada luka sebelum pemberian dan sesudah perlakuan sampai

menunjukkan adanya tanda-tanda penyembuhan yaitu dengan adanya

pembentukan lapisan kerak yang membuat luka menjadi kering dan mulai

mensalepupas sedikit demi sedikit pada bagian pinggir luka sehingga

sudah terlihat efek penyembuhan luka pada kelinci. Kemudian luka diukur

dengan menggunakan jangka sorong skala cm.(30)


31

3.7 Analisa Data

Uji efetifitas ekstrak etanol daun mangkokan (Polyscias scutellaria

(Burn.f.) Fosberg) terhadap penyembuhan luka gores pada kelinci menggunakan

tabel grafik.
32
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi yang dilakukan di Laboratorium Herbarium Medanese

(MEDA) Universitas Sumatera Utara Medan, menunjukkan bahwa benar

bahan uji yang digunakan adalah tumbuhan daun Mangkokan (Polyscias

scutellaria (Burn.f.) Fosberg) dari famili : Araliaceae.

4.1.1 Hasil Pengolahan Sampel Dan Pembuatan Ekstrak Daun

Mangkokan

Hasil pengumpulan sampel dan pembuatan salep dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 4.1 Pengumpulan Sampel dan Pembuatan Ekstrak

Sampel Daun Mangkokan Hasil


Daun Mangkokan Segar 5 kg
Daun Mangkokan Kering 2,7 kg
Serbuk Daun Mangkokan 1,5 kg
Serbuk Dimaserasi 500 g
Ekstrak Kental 100 g

Serbuk simplisia yang didapat sebanyak 500 gram dan dimaserasi

menggunakan pelarut etanol 96% . Diperoleh ekstrak etanol daun mangkokan

kental sebanyak 110,53 gram dengan rendemen sebesar 22,106%.

ekstrak kental (gr )


% Rendemen = x 100%
berat simplisia( gr)

110,53 gr
% Rendemen = x 100%
500 gr
= 22,106%

33
34

4.1.2 Pembuatan Sediaan Salep

Formulasi sediaan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.2 Pembuatan Sediaan Salep

Kontrol
Kontrol
Bahan F (I) F (II) F (III) Negatif
Positif
(Dasar Salep)
Ekstrak Daun
5% 10% 15% -
Mangkokan
Vaselin Album 40,8 g 38,7 g 36,5 g 43 g
1,425 Betadine
Adeps Lanae 1,35 g 1,275 g 1,5 g
g Zalf
1,425
Setil Alkohol 1,35 g 1,275 g 1,5 g
g
Cera Alba 3,8 g 3,6 g 3,4 g 4g

Sedian salep dibuat dengan formula I, II, dan III dan dibuat kontrol negatif

untuk melihat aktivitas salep dengan menggunakan ekstrak dari salep yang dibuat

tanpa menggunakan ekstrak daun mangkokan.

4.2 Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan

4.2.1 Hasil Uji Organoleptik

Hasil uji organoleptis salep ekstak etanol daun Mangkokan (Polyscias

scutellaria (Burn.f.) Fosberg) dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.3. Hasil Pengujian Organoleptis

Jenis Salep Bentuk Warna Bau


Kontrol positif Setengah
Coklat Bau Betadine
(Betadine) padat
Kobtrol negatif Setengah
Putih Tidak berbau
(basis salep) padat
Setengah Bau khas ekstrak daun
Salep kosentrasi 5% Hijau muda
padat Mangkokan
Salep konsentrasi Setengah Bau khas ekstrak daun
Hijau tua
10% padat Mangkokan
Salep konsentrasi Setengah Hijau tua Bau khas ekstrak daun
35

15% padat Mangkokan

Berdasarkan dari hasil uji organoleptis tidak terdapat perbedaan bentuk

antara kontrol positif, kontrol negatif, salep kosentrasi 5%, 10% dan 15%.

Terdapat perbedaan pada warna, kontrol positif berwarna coklat dan control

negatif warna putih, salep kosentrasi 5% warna hijau muda dan salep kosentrasi

10% dan 15% warna hijau tua dan terdapat perbedaan bau, pada kontrol positif

bau betadine zalf, kontrol negatif tidak terdapat bau dan salep kosentrasi 5%,

10%, dan 15% berbau khas ekstrak daun Mangkokan (Polyscias scutellaria

(Burn.f.) Fosberg).

4.2.2 Hasil Uji Homegenitas

Hasil pemeriksaan uji homogenitas Salep Ekstrak Etanol Daun

Mangkokan (SEEDM) dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas

Sediaan Salep Hasil


SEEDM 5% Tidak ada butiran kasar
SEEDM 10% Tidak ada butiran kasar
SEEDM 15% Tidak ada butiran kasar
Kontrol Negatif Tidak ada butiran kasar

Keterangan :
SEEDM 5% : Salep Ekstrak Etanol Daun Mangkokan 5%
SEEDM 10% : Salep Ekstrak Etanol Daun Mangkokan 10%
SEEDM 15% : Salep Ekstrak Etanol Daun Mangkokan 15%

Uji homogenitas yang dilakukan pada sediaan salep ekstrak daun

Mangkokan semua sedian salep tidak terdapat butiran-butiran kasar pada objek

glas maka sedian salep dikatakan homogen.

4.2.3 Hasil Uji pH


36

Hasil penentuan pH sediaan salep ekstrak daun mangokan dilakukan

dengan menggunakan pH meter dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.5. Penentuan pH Sediaan

Sediaan Salep pH I pH II pH III Rata-rata


Salep Ekstrak Etanol Daun Mangkokan 5% 5,2 5,3 5,2 5,2
Salep Ekstrak Etanol Daun Mangkokan 10% 5,1 5,2 5,2 5,1
Salep Ekstrak Etanol Daun Mangkokan 15% 5,2 5,2 5,1 5,1
Kontrol Negatif (Dasar Salep) 4,0 6,5 6,3 5,6
Kontrol Positif (Betadine Zalf) 4,5 4,5 4,5 4,5

Hasil penentuan pH sediaan salep Formula I didapat pH 5,2 , Formula II

dan III didapat pH 5,1, pada kontrol negatif (dasar salep) didapat pH 5,6

sedangkan pada control positif (Betadine Zalf) didapat pH 4,5 hal ini dipengaruhi

oleh semakin tinggi ekstrak yang digunakan, maka pH nya semakin menurun.

4.2.4 Hasil Uji Pengukuran Luka Sayat Pada Kelinci (cm)

Tabel 4.6. Rata-Rata Pengukuran Panjang Luka Sayat Pada Kelinci Dari Hari

Ke-0 Sampai Hari Ke-14.

Panjang Luka Sayat (cm)

Hari 0-14 Kontrol positif Kontrol negatif


Salep 5% Salep 10% Salep 15%
(BetadineZalf) (Dasar Salep)

1.5 1.5 1.5 1.5 1.5


H0
1.5 1.5 1.5 1.5 1.5
H1
1.4 1.5 1.5
H2 1.4 1.3
1.4 1.5
H3 1.5 1.4 1.3
1.3 1.5
H4 1.5 1.3 1.2
1.2 1.5 1.4 1.1
H5 1.2
37

1.2 1.5 1.4 1.2


H6 1.1
1.4 1.3 1.2
H7 1.1 1
1 1.4 1.3 1.1 0.9
H8
1 1.4 1 0.8
H9 1.2
0.9 1.2 1 0.5
H10 1.2
0.9 0.4
H11 0.8 1.1 1.1
1 0.9
H12 0.8 1 0
0.8
H13 0.7 1 0.9 0
0.5 0.9
H14 0.7 0.5 0
Diperoleh diameter luka sayat pada masing-masing konsentrasi ekstrak

etanol daun mangkokan dalam sediaan salep 5%, 10% dan 15% memiliki

perbedaan diameter luka selama 14 hari, lama kesembuhan luka juga dapat dilihat

kosentrasi 5% luka mulai menutup pada hari kelima dengan panjang luka 1,4cm,

pada konsentrasi 10% luka mulai menutup pada hari kedua dengan panjang luka

1,4cm, sedangkan pada konsentrasi 15% luka mulai menutup pada hari kedua

dengan panjang luka 1,3 cm. Pada kontrol negatif (dasar salep) luka mulai

menutup pada hari keempat dengan panjang luka 1,4 cm, sedangkan pada kontrol

positif (Betadine Zalf) luka mulai menutup pada hari kedua dengan panjang luka

1,4cm. Pada konsentrasi 15% luka menutup sempurna pada hari kedua belas

sedangkan pada konsentrasi 5%, 10%, kontrol negatif dan kontrol positif luka

menutup sempurna lebih dari 14 hari.

Grafik rata-rata penyembuhan luka masing-masing perlakuan dapat dilihat

pada gambar dibawah ini:


38

Gambar 4.1 Grafik Penyembuhan Luka Sayat

Keterangan :
BetadineZalf
Dasar Salep
Salep Ekstrak Mangkokan 5%
Salep Ekstrak Mangkokan 10%
Salep Ekstrak Mangkokan 15%

4.3 Pembahasan

Telah dilakukan penelitian dengan formulasi dan evaluasi salep ekstak

etanol daun Mangkokan (Polyscias scutellaria (Burn.f.) Fosberg) terhadap

penyembuhan luka sayat pada kelinci (Oryctolagus cuniculus). Penelitian

eksperimental ini dilakukan di Laboratorium Fakultas Farmasi Kesehatan Helvetia

Medan dan Laboratorium Farmokologi dan Toksikologi Farmasi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Agustus

2019.

Pemeriksaan pendahuluan simplisia perlu dilakukan untuk menjamin

kebenaran dan kualitasnya, setelah daun Mangkokan dikumpulkan, kemudian


39

dilakukan derterminasi untuk memastikan jenis tanaman tersebut. Dari hasil

derterminasi di Hebarium Medanese (MEDA) Universitas Sumatera Utara

menunjukkan bahwa benar bahan uji yang digunakan adalah daun Mangkokan

(Polyscias scutellaria (Burn.f.) Fosberg).

4.3.1 Penentuan Evaluasi Sediaan Salep

4.3.1.1 Pemeriksaan Organoleptis

Berdasarkan dari hasil uji organoleptis diperoleh bahwa pada dasar salep

bentuk setengah padat yang merupakan karakteristik dari salep itu sendiri. Warna

yang kehijauan merupakan hasil warna dari adanya kandungan ekstrak etanol

daun Mangkokan tampak dari perubahan warna dari dasar salep yang semula

putih menjadi kehijauan. Semakin tinggi kosentrasi ekstrak yang terkandung maka

warnanya akan semakin hijau. Begitu pula halnya dengan aroma khas daun

Mangkokan yang tercium dari salep dengan kosentrasi 5%, 10% dan 15%,

semakin tinggi kosentrasi maka semakin tercium aroma khas daun Mangkokan

dan untuk dasar salep sendiri tidak berbau.

4.3.1.2 Pemeriksaan Homogenitas

Pengujian homogenitas merupakan pengujian terhadap tercampurnya

bahan-bahan dalam sediaan salep yang menunjukkan susunan yang homogen.

Pengujian dilakukan terhadap dasar salep dan juga salep dengan kosntrasi 5%,

10% dan 15%. Semua salep menunjukkan susunan yang homogen yang ditandai

dengan tidak terdapatnya butiran kasar. Hal ini sesuai dengan persyaratan

homogenitas.

4.3.1.3 Pemeriksaan pH Sediaan


40

Pemeriksaa pH sediaan menggunakan pH meter dan didapat hasil dari

Formula I didapat pH 5,2 , formula II dan III didapat pH 5,1 , kontrol negatif

didapat pH 5,6 dan kontrol positif didapat pH 4,5. Semakin banyak konsentrasi

ekstrak daun mangkokan yang ditambahkan ke dalam sediaan salep maka pH

semakin menurun atau semakin asam. Penurunan pH juga terjadi dengan

bertambahnya waktu penyimpanan namun pH yang diperoleh berada dalam

rentang persyaratan pH yang diizinkan yaitu pH 4,5 hingga 7. Kestabilan pH

merupakan salah satu parameter yang penting yang menentukan stabil atau

tidaknya suatu sediaan. Nilai pH tidak boleh terlalu asam karena dapat

menyebabkan iritasi pada kulit, sedangkan jika pH terlalu basa dapat

menyebabkan kulit kasar atau bersisik.(33)

4.3.2. Hasil Analisis Data

Pengujian efektivitas salep ekstrak daun Mangkokan dilakukan pada

kelinci yang terlebih dahulu diadaptasi dengan lingkungan tempat penelitian

selama 5 hari. Menggunakan hewan coba sebanyak 5ekor dengan berat masing-

masing 2 kg, dibagi menjadi 3 kelompok luka. Pada hari pembuatan luka sayat,

hewan uji dicukur bulunya didaerah punggung badan sampai licin dengan cukur

gillet. Pada saat pembuatan luka terlebih dahulu punggung badan dan sekitarnya

dibersihkan dengan alkohol 70%. Kemudian dianastesi dengan pehacain 2 mL

secara subkutan. Selanjutnya dibuat luka sayatan dengan ukuran panjang 1,5 cm

pada punggung badan kelinci menggunakan surgical blance sterile (pisau bedah)

dan gillet steril sampai bagian subkutan kedalaman 3mm.


41

Tabel 4.6 Diperoleh diameter luka sayat pada masing-masing konsentrasi

ekstrak etanol daun mangkokan dalam sediaan salep 5%, 10% dan 15% memiliki

perbedaan diameter luka selama 14 hari. Pada Salep Ekstrak Etanol Daun

Mangkokan (SEEDM) 5% luka mulai menutup pada hari kelima dengan panjang

luka 1,4 cm. Kontrol negatif (Dasar salep) luka mulai menutup pada hari ketujuh

dengan panjang luka 1,4 cm, pada kontrol positif (Betadine Zalf) luka mulai

menutup hari kedua dengan panjang luka 1,4 cm.

Pada SEEDM 10% luka mulai menutup pada hari kedua dengan panjang

1,4 cm. SEEDM 10% menunjukkan perubahan panjang luka yang sama dengan

kontor positif (Betadine Zalf) dimana kontrol positif mengandung Povidone

iodine 10%. Pada SEEDM 15% luka mulai menutup pada hari kedua dengan

panjang luka 1,3 cm. SEEDM 15% menutup luka lebih cepat dibandingkan

dengan konsentrasi yang lainnya. SEEDM 15% luka mulai menutup sempurna

pada hari ke-12, pada dasar salep, kontrol positif, SEEDM 5% dan 10% luka

belum menutup sempurna pada hari ke-14.

Pada hari ke-14 kontrol positif (Betadine Zalf) menutup luka 0.5cm, pada

kontrol negatif (Dasar Salep) menutup luka 0.9cm, Salep konsentrasi 5% menutup

luka 0.7cm, Salep konsentrasi 10% menutup luka 0.5cm, sedangkan pada SEEDM

15% luka sudah menutup sempurna pada hari ke-12. Dapat disimpulkan bahwa

dari kelima perlakuan, bahwa SEEDM 15% dapat menghambat luka sayat lebih

cepat dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa

semakin tinggi konsentrasi SEEDM, maka semakin cepat proses penyembuhan

luka. Kontrol negative (dasar Salep) menyembuhkan luka dengan waktu yang
42

lebih lama, karena dasar salep tidak memiliki zat berkhasiat yang dapat

menyembuhkan luka seperti zat berkhasiat yang dapat menyembuhkan luka

seperti zat berkhasiat yang dimiliki betadine zalf dan SEEDM.

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa luka hari ke-1 berangsur-angsur sembuh

hingga hari ke-14. Hal ini menunjukkan bahwa SEEDM mengandung zat

berkhasiat yaitu saponin, flavonoid dan tanin yang bekerja dengan baik sehingga

darah bisa mengalir ke tempat terjadinya luka dan menstimulus fibroblast hingga

luka sembuh. Flavonoid bersifat anti inflamasi karea kemampuannya mencegah

oksidasi dan menghambat zat yang bisa timbul pada luka. Flavonoid juga dapat

menyembuhkan rusaknya susunan dan perubahan mekanisme permeabilitas dari

dinding sel bakteri, sedangkan betadine salep dapat menyembuhkan luka sayat

karena mengandung bahan aktif povidone iodine 10% yang mampu

menyembuhkan infeksi luka dikulit yang disebabkan oleh bakteri.

BAB V
43

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Ekstrak etanol daun mangkokan (Polyscias scutellaria (Burn.f.) Fosberg)

dapat diformulasikan sebagai sediaan salep.

2. Dari hasil penelitian bahwa salep ekstrak daun Mangkokan (Polyscias

scutellaria (Burn.f.) Fosberg) memiliki efektivitas pada penyembuhan

luka sayat pada kelinci.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan membandingkan dasar

salep mana yang paling baik sebagai pembawa untuk ekstrak daun

Mangkokan sebagai obat luka sayat pada kelinci.

2. Selain itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui

apakah salep ekstrak daun Mangkokan memiliki efek penyembuhan

pada jenis luka lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

1. Ariyanti NK, Darmayasa IBG, Sudirga SK. Daya hambat ekstrak kulit daun
lidah buaya (Aloe barbadensis Miller) terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922. J
Biol. 2012;16(1):1–4.
2. Heyne K. Tumbuhan berguna Indonesia III, translated by Badan Litbang
Kehutanan Jakarta. Indonesia: Yayasan Sarana Wana Jaya; 1987.
3. Fahn A. Plant Anatomy. Tjitrosoepomo SS Editor. Anatomi Tumbuhan.
Gajah Mada University Press. Yokyakarta; 1991.
4. Aviram M, Fuhrman B. Wine flavonoids protect against LDL oxidation and
atherosclerosis. Ann N Y Acad Sci. Wiley Online Library;
2002;957(1):146–61.
5. Tarigan JB, Zuhra CF, Sihotang H. Skrining fitokimia tumbuhan yang
digunakan oleh pedagang jamu gendong untuk merawat kulit wajah di
Kecamatan Medan Baru. 2008;
6. HARIS M. Penentuan Kadar Flavonoid Total Dan Aktifitas Antioksidan
Dari Daun Dewa (Gynura Pseudochina [Lour] Dc) Dengan
Spektrofotometer Uv-Visibel. Fakultas Farmasi; 2010.
7. Cadenas E, Packer L. Handbook of antioxidants. Vol. 712. Marcel Dekker
New York; 2002.
8. Ramadan F, Wardatun S, Wiendarlina IY. Toksisitas Dan Kadar Tanin Serta
Flavonoid Ekstrak Etanol Daun Mangkokan (Nothopanax scutellarium
(Burm. f.) Merr.).
9. Anggita D, Abdi DA, Desiani V. Efektifitas Ekstrak Daun dan Getah
Tanaman Jarak Cina ( Jatropha Multifida L .) Sebagai Antibakteri terhadap
Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Aureus Secara In Vitro 29 | Penerbit :
Pusat Kajian dan Pensalepola Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universi. 2018;1(1):29–33.
10. Sugiarti L, Nafi’ah LN. Potensi Antibakteri Sediaan Salep Handsanitizer
Ekstrak Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) Terhadap Bakteri
Patogen Escherichia coli dan Staphylococus aureus. Pros HEFA (Health
Events All). 2018;2(2).
11. Pusponegoro AD. Luka Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke-2. EGC
Jakarta. 2005;
12. Berman A, Snyder SJ, Kozier B, Erb G. Buku ajar praktik keperawatan
klinis Kozier Erb. In EGC; 2009.
13. Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA. Mikrobiologi kedokteran edisi XXII.
Diterjemahkan oleh Bagian Mikrobiol Fak Kedokt Univ Airlangga Penerbit
Salemba Med Jakarta. 2001;
14. Anief M. Ilmu Meracik Obat. Cetakan Ke. 1997;6:169.
15. Departemen Kesehatan RI. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta Dep
Kesehat RI. 1979;
16. Robinson T. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi Edisi 6. ITB, Bogor.
1995;
17. Harborne JB. Metode fitokimia: Penuntun cara modern menganalisis

44
45

tumbuhan. Bandung Penerbit ITB. 1987;78.


18. Aktivitasnya LDAN. Oleh: anisyah nurul huda nim 091501052. 2014.
19. Hanani E. Analisis Fitokimia. Jakarta EGC. 2015;227–9.
20. Ditjen POM. Parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat. Jakarta Dep
Kesehat Republik Indones. 2000;7–11.
21. Tranggono RI, Latifah F. Buku pegangan ilmu pengetahuan kosmetik.
Jakarta PT Gramedia Pustaka Utama. 2007;6.
22. Wasitaatmadja SM. Penuntun ilmu kosmetik medik. Jakarta Penerbit Univ
Indones. 1997;3:58–9.
23. Syamsuni HA. Ilmu resep. Penerbit Buku Kedokt EGC, Jakarta. 2006;
24. Bhat RS, Shankrappa J, Shivakumar HG. Formulation and evaluation of
polyherbal wound treatments. Asian J Pharm Sci. 2007;2(1):11–7.
25. CLARK RAF. Basics of cutaneous wound repair. J Dermatol Surg Oncol.
Wiley Online Library; 1993;19(8):693–706.
26. Hamzah H, Yamlean PVY, Mongi J, Farmasi PS. Formulasi Salep Ekstrak
Etanol Daun Nangka ( Artocarpus heterophyllus Lam .) dan Uji Efektivitas
Terhadap. J Ilm Farm. 2013;2(3):62–6.
27. Mike B. Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Daun Mangkokan (Polyscias
scutellaria (Burn.f.)Fosberg) Sebagai Anti-Aging. 2017;
28. Indonesia DKR. Materia Medika Indonesia Jilid VI. Jakarta Dep Kesehat
Republik Indones. 1995;119–20.
29. Indonesia KKR. Suplemen III Farmakope Herbal Indonesia. Ed I,
Kementrian Kesehat RI, Jakarta. 2013;
30. ARIF MZ. Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Etanol Daun Kirinyuh
(Euphatorium odoratum L.) Sebagai penyembuh luka terbuka pada kelinci.
31. Sari A, Maulidya A. Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Etanol Rimpang
Kunyit (Curcuma longa Linn). J Ilm. 2016;16–23.
32. Hamzah H, Fatimawali F, Yamlean PVY, Mongi J. Formulasi Salep Ekstrak
Etanol Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus Lam.) dan Uji Efektivitas
Terhadap Penyembuhan Luka Terbuka Pada Kelinci. Pharmacon.
2013;2(3).
33. Balsam, M.S. (1972). Cosmetics, Science and Technology. Second Edition.
New York. John Willy and Son Inc. P 179-218.
46

LAMPIRAN
Lampiran 1 : Penyiapan Sampel

Daun Mangkokan Segar

Daun Mangkokan yang dikeringkan

Daun Mangkokan yang sudah kering


47

Lampiran 1 : Penyiapan Sampel Daun Mangkokan (lanjutan)

Daun Mangkokan yang belum diblender

Daun Mangkokan yang diblender


48

Daun Mangkokan yang sudah halus


Lampiran 2 : Maserasi Simplisia Daun Mangkokan

Maserasi simplisia

Alat Rotary evaporator


49

Proses pemekatan ekstrak daun mangkokan


Lampiran 3: Pembuatan Sediaan Salep

Alat Penelitian

Bahan Penelitian
50

Lampiran 3: Pembuatan Sediaan Salep (Lanjutan)


51

LAMPIRAN 4. Evaluasi Sediaan Salep

Uji Homogenitas

Uji pH Konsetrasi 5%
52

Uji pH Konsentrasi 10%


53

Uji pH Konsetrasi 15%

Uji pH Dasar Salep


54

Uji pH Betadine

LAMPIRAN 4. Uji Efektifitas Salep Ekstrak Etanol Daun Mangkokan Terhadap

Penyembuhan Luka Sayat Pada Kelinci

Anda mungkin juga menyukai