Anda di halaman 1dari 6

B.

DAMPAK
Kanker darah dapat menurunkan kualitas hidup hingga mengancam nyawa.
Beberapa dampak yang ditimbulkan pada kanker darah yaitu:
1. Metastasis
Penyebaran sel kanker atau dalam medis disebut metastasis adalah hal yang
paling ditakutkan dari penyakit kanker. Sel kanker yang dapat menginvasi jaringan di
sekitarnya, sewaktu-waktu dapat masuk ke aliran darah atau saluran limfe dan terbawa
jauh ke jaringan atau organ tubuh lain. Sel kanker yang sudah menyebar dapat membuat
sel kanker baru di organ atau jaringan yang disinggahi. Ketika hal ini terjadi, maka
kondisi pasien bisa semakin parah.

2. Nyeri dan Perdarahan


Kanker darah bisa menyebabkan nyeri otot, nyeri kepala, nyeri tulang, atau nyeri
yang tidak diketahui dari mana asalnya. Rasa nyeri biasanya berkaitan erat dengan letak
tumbuhnya sel kanker di dalam tubuh. Gangguan pada tulang, meliputi nyeri,
pengapuran, hingga patah tulang. Perdarahan yang bisa mengancam nyawa, terutama bila
terjadi di otak, paru-paru, lambung, dan usus.

3. Mual dan muntah
Gejala mual dan muntah paling sering terjadi pada orang dengan kanker yang
sedang menjalani kemoterapi.

4. Penurunan berat badan


Penurunan berat badan merupakan salah satu gejala dan komplikasi yang paling
sering terjadi pada penderita kanker. Hal ini karena sel kanker yang tumbuh cepat dan
tidak terkontrol membutuhkan banyak “makanan” sehingga mencuri gizi dari sel-sel yang
normal. Ketika sel normal tidak mendapatkan gizi yang memadai, tubuh akan memecah
lemak untuk dijadikan sebagai energi. Alhasil, berat badan akan berkurang dan penderita
kanker cenderung akan mengalami badan lemas atau cepat lelah.
5. Gangguan sistem organ
Sel kanker yang menyebar dapat menyebabkan gangguan pada sistem organ yang
normal. Bahkan pada beberapa kasus, kanker sampai dapat menyebabkan kegagalan pada
sistem organ. Misalnya, jika kanker tumbuh pada jaringan ginjal, maka organ ginjal tidak
dapat lagi menyaring racun untuk dikeluarkan lewat urine. Contoh lain, jika kanker
tumbuh pada paru-paru, maka organ tersebut akan sulit mengembang karena tertekan
sehingga akan menyebabkan gagal napas. Penurunan fungsi ginjal atau bahkan gagal
ginjal.

6. Infeksi
Tubuh sering terkena infeksi, akibat kekurangan sel darah putih. Kanker pada
bagian tubuh yang tidak steril dari bakteri, seperti usus besar, payudara, atau leher rahim
(serviks), dapat menyebabkan komplikasi berupa infeksi.

7. Kambuh
Meski sudah menjalani berbagai terapi dan pengobatan, kemungkinan sel kanker
untuk tumbuh kembali masih tetap ada. Hal ini bisa terjadi akibat melalui dua
mekanisme. Pertama, sel kanker memang baru saja tumbuh akibat satu dan lain hal.
Kedua, sel kanker yang sebelumnya sudah dibasmi ternyata sudah menyebar ke bagian
tubuh lain tanpa terdeteksi.

C. PATOFISIOLOGI
1. Leukimia
Leukemia adalah jenis ganguan pada sistem hematopoietic yang total dan terkait
dengan sumsum tulang dan pembuluh limfe ditandai dengan tidak terkendalinya
proliferasi dari leukemia dan prosedurnya. Sejumlah besar sel pertama menggumpal
pada tempat asalnya (granulosit dalm sumsum tulang, limposit disalam limfe node)
dan menyebar ke organ hematopoetik dan berlanjut ke organ yang lebih besar.
Proliferasi dari satu jenis sel sering menggangu produksi normal sel hematopoetik
lainnya dan mengarah ke pengembangan/pembelahan sel yang cepat dank e sitopenias
(penurunan jumlah). Pembelahan dari sel darah putih mengakibatkan menurunnya
immunocompetence dengan meningkatnya kemungkinan terjaddi infeksi
(Long,1996).
Menurut Suriadi, 2001, normalnya sumsum tulang diganti dengan tumor yang
ganas, imaturnya sel blas. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan
trombosit tergangu sehingga akan menimbulkan anemia dan trombositopenia, sistem
retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan ganguan sistem pertahann
tubuh dan mudah mengalami infeksi, manifestasi akan tampak pada gambaran
gagalnya sumsum tulang dan infiltrasi organ, sistem saraf pusat. Gangguan pada
nutrisi dan metabolisme, depresi sumsum tulang yang akan berdampak pada
penurunan leukosit, eritrosit, factor pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan,
dan adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya pembesaran hati,
limfe, nodus Limfe, dan nyeri persendian.

2. Lyphoma

Patofisiologi lipoma adalah melalui peningkatan adipogenesis. Regulasi mRNA


leptin mengalami peningkatan sedangkan adiponektin, TNF-α, dan glucose
transporter 1 mengalami penurunan (Suga, 2009). Faktor genetik diduga juga
berperan dalam meningkatkan kerentanan terhadap lipoma. Studi sitogenetik
menunjukkan abnormalitas genetik berupa aberasi kromosom pada segmen 12q13-15,
9p22-24 dengan keterlibatan gen NFIB dan HMGA2 (Italiano, 2008). Proliferasi sel
adiposit pada lipoma dapat terjadi pada hampir seluruh regio tubuh. Selain pada
jaringan subkutan, lipoma dapat ditemukan pada saluran cerna, rongga mediastinum,
jantung, intra kranial, intramuskular, maupun ekstremitas (Vilanova, 2017).
Patofisiologi bergantung pada lokasi dan ukuran lipoma. Sebagian besar kasus
lipoma tidak menimbulkan gangguan fungsi organ. Lipoma pada regio abdomen dapat
mengalami protrusi ke lumen. Misalnya, lipoma ukuran besar pada regio kolorektal
dapat protrusi ke lumen kolon atau mengakibatkan intususepsi (Hamilton, 2000).
Lipoma pada mediastinum maupun saluran pernapasan dapat mengganggu pernapasan.
Lipoma ukuran besar di intrakranial dapat menimbulkan efek desak ruang (Durao,
2017).
3. Myeloma

Patofisiologi penyakit multiple myeloma lebih mudah dipahami dengan membagi


fase penyakit menjadi premaligna serta fase maligna. Kondisi klinis yang berkaitan
juga dapat dijelaskan berdasarkan perkembangan penyakit pasien dari fase premaligna
menjadi maligna.

Patofisiologi multiple myeloma diketahui berasal dari sel plasma premaligna


asimptomatik yang bernama monoclonal gammopathy of undetermined
significance (MGUS). Sel plasma sendiri berasal daril Limfosit B yang nantinya
secara normal akan membentuk immunoglobulin yang berperan dalam imunitas. Sel
myeloma, sebagai klon abnormal sel plasma, berasal dari post-germinal center plasma
cell di nodus kelenjar limfa, yang nantinya akan bermuara ke sumsum tulang (Al-
Farsi, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Al-Farsi, Khalil. (2013). “Multiple Myeloma: An Update”. Oman Med J. Jan; 28(1): 3–11.
Durao C, Pedrosa F. “Undiagnosed intracranial lipoma associated with sudden death”. Human
Pathology. 2017;7: 39-40.
Hamilton SR, Aaltonen LA. World Health Organization Classification of Tumours. Pathology
and Genetics of Tumours of The Digestive System. IAC Press:Lyon. 2000.
Italiano A, Ebran N, Attias R, et al. NFIB rearrangement in superficial, retroperitoneal, and
colonic lipomas with aberrations involving chromosome band 9p22. Genes
Chromosomes Cancer. 2008 Nov.47(11):971-7.
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. (Volume 2). Penerjemah: Karnaen, Adam,
Olva, dkk, Bandung: Yayasan Alumni Pendidikan Keperawatan.
McTighe Sm Chernev I. Intramuscular lipoma: a review of the literature. Orthop Rev (Pavia).
2014 Oct 27; 6(4): 5618. doi: 10.4081/or.2014.5618.
Suga H, Abdulhadi SSA, Inoue K, Kato H. Cellular and molecular features of lipoma tissue:
comparison with normal adipose tissue. British Journal of Dermatology. 2009:1-8.
Suriadi, Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Dalam. Edisi 1. Jakarta: Agung
Setia.
Vilanova JC. “WHO Classification of soft tissue tumors”. 2017:187-189. Doi: 10.1007/978-3-
319-46679-8_11.

Anda mungkin juga menyukai