Anda di halaman 1dari 11

PRAKTIKUM

PENILAIAN STATUS GIZI


PENGUKURAN STATUS GIZI DEWASA DAN PENGUKURAN
TINGGI BADAN DEWASA DENGAN KONDISI KHUSUS

Nama :
NIM :
Kelas/ Shift :
Semester :

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019 / 2020
ACARA 4. PENGUKURAN STATUS GIZI DEWASA DAN PENGUKURAN TINGGI
BADAN DEWASA DENGAN KONDISI KHUSUS

A. TUJUAN:
Mahasiswa dapat melakukan
1. Pengukuran antropometri pada responden dewasa
2. Penentuan status gizi pada responden dewasa
3. Penghitungan estimasi tinggibadan pada responden dewasa dengan kondisi
khusus
4. Penentuan estimasi tinggi badan yang paling mendekati tinggi badan aktual

B. TINJAUAN PUSTAKA
Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara
asupan zat gizi dengan kebutuhan. Status gizi tersebut dapat dilihat dari antropometri, biokimia
atau laboratorium, klinis, dan diet (Lee, 2013). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat
konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara gizi buruk, kurang, baik, dan
lebih (Almatsier, 2010).
Status gizi lebih (overnutrition) merupakan keadaan gizi seseorang yang pemenuhan
kebutuhannya melampaui batas lebih dari cukup (kelebihan) dalam waktu cukup lama (Sandjaja,
2009). Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana terdapat keseimbangan
antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan energi yang dikeluarkan dari luar tubuh
sesuai dengan kebutuhan individu. Energi yang masuk ke dalam tubuh dapat berasal dari
karbohidrat, protein, lemak dan zat gizi lainnya (Nix, 2013). Status gizi kurang atau yang lebih
sering disebut undernutrition merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang
masuk lebih sedikit dari energi yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah energi yang
masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu (Wardlaw and Hampl, 2007).
Di Indonesia khususnya, cara pemantauan dan batasan berat badan normal orang dewasa
belum jelas mengacu pada patokan tertentu. Sejak tahun 1958 digunakan cara perhitungan berat
badan normal berdasarkan rumus (Supariasa et al., 2002):

Gambar 2.1 Perhitungan berat badan normal.

Dengan batasan (Supariasa et al., 2002) :


Nilai minimum : 0,8 x (TB-100) dan Nilai maksimum : 1,1 x (TB-100)
Ketentuan berlaku umum bagi laki-laki dan perempuan.Berat badan dibawah minimum
dinyatakan sebagai under weight dan berat badan diatas nilai maksimum dinyatakan over weight
(Supariasa et al., 2002).
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang
dewasa khususnya dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. IMT hanya berlaku untuk
orang dewasa (> 18 tahun), dan juga tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus lain seperti
edema, asites, dan hepatomegali (Supariasa et al., 2002).
Pengukuran IMT dapat dicari dengan pembagian berat badan (BB) dalam satuan
kilogram dengan tinggi badan (TB) dalam satuan meter kuadrat (Sugiritama et al., 2015). Yaitu
sebagai berikut :
Gambar 2.2 Perhitungan IMT.

Untuk menentukan status gizi pada seseorang dengan menggunakan kategori ambang
batas yang dibagi atas kurus, normal, overweight, dan obesitas. Klasifikasi IMT yang dipakai
pada penelitian ini berdasarkan klasifikasi IMT dari Depkes RI (Sugiritama et al., 2015).
Klasifikasi IMT berdasarkan Depkes RI :
Klasifikasi IMT (Kg/m2) :
Kurus < 18,5
Normal ≥ 18,5 - <24,9
Berat badan lebih ≥ 25 - < 27
Obesitas ≥ 27
Sumber: (Sugiritama et al., 2015)
Selain menggunakan IMT, Lingkar Lengan Atas atau LiLA merupakan parameter antropometri
yang sangat sederhana dan dapat dengan mudah dilakukan oleh tenaga yang bukan profesional.
Lingkar lengan atas (LiLA) terhadap umur (Supariasa et al., 2002) LiLA menggambarkan
tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. LiLA berkorelasi dengan indeks
BB/U maupun BB/TB. LiLA merupakan parameter yang labil, dapat berubah-ubah dengan cepat.
Oleh karna itu LiLA merupakan indeks status gizi saat ini.
Pengukuran lingkar lengan atas (LiLA) menunjukkan tumbuh kembang jaringan lemak
dan otot yang tidak berpengaruh banyak oleh keadaan cairan tubuh dibandingkan dengan berat
badan. LiLA digunakan hanya untuk menilai keadaan gizi pada kelompok umur prasekolah,
yaitu usia 1-3 tahun, walaupun ada yang mengatakan dapat untuk anak mulai umur 6 bulan
sampai dengan 5 atau 6 tahun (Soetjiningsih, 2012).
Pada saat pengukuran perhatikan lengan harus dalam keadaan bebas, tidak tegang dan
kencang. Pengukuran LiLA dilakukan dibagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri. Alat
pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau sudah dilipat-lipat sehingga
permukaannya sudah tidak rata (Supariasa et al., 2002).
i. Kelebihan Indeks LiLA/U (Supariasa et al., 2002)
a. Indikator yang baik untuk menilai KEP berat
b. Alat ukur murah, sangat ringan, dan dapat dibuat sendiri
c. Alat dapat diberi kode warna untuk menentukan tingkat keadaan
gizi, sehingga dapat digunakan oleh yang tidak dapat membaca
dan menulis.
ii. Kelemahan Indeks LiLA/U (Supariasa et al., 2002)
a. Hanya dapat mengidentifikasi anak dengan KEP berat
b. Sulit untuk menentukan ambang batas
c. Sulit untuk melihat pertumbuhan anak terutama anak usia 2
sampai 5 tahun yang perubahannya tidak nampak nyata.

Kategori Lingkar Lengan Atas


Lingkar Lengan Atas Kriteria :
25,7-28,5 Normal
28,5-34,2 Obesitas
34,2-39,7 Obesitas Berat
>39,7 Obesitas Sangat Berat
Sumber: (Ariyani, 2012)
Adapun pengukuran Tinggi lutut atau knee hight yang berhubungan terhadap tinggi
badan. Tinggi lutut berkolerasi dengan tinggi badan lansia ditunjukkan dari studi lansia di DKI
Jakarta dan Tangerang. Sehingga data tinggi badan didapatkan dari tinggi lutut bagi orang yang
memiliki gangguan tulang belakang, tidak dapat berdiri atau lumpuh, dan lansia (Kemenkes RI,
2012). Tinggi lutut digunakan pada lansiakarena pada lansia terjadi penurunan massa tulang
(menjadi bungkuk) sehingga sukar untuk mendapatkan data tinggi badan yang akurat
(Proverawati, 2010).Pengukuran tinggi lutut dilakukan pada kaki sebelah kiri dengan
pergelangan kaki dan lutut ditekuk pada sudut 90o. Segitiga gambar digunakan untuk
memastikan sudut sendi tegak lurus. Ujung kaliper tetap diletakkan di bawah tumit dan sisi yang
bergerak ditarik ke bawah ke arah permukaan anterior tungkai, kurang lebih 5 cm proksimal
patella di atas condylus femur. Batang kaliper diposisikan di malleolus lateralis, di posterior
caput fibulae dan paralel terhadap tibia. Alat yang digunakan untuk pengukuran tinggi lutut yaitu
knee height caliper, yang terbuat dari kayu menurut WHO, pembacaan skalanya dilakukan
dengan ketelitian 0,1 cm.
Tulang panjang seperti lengan dan kaki, meskipun lebih rapuh karena kehilangan
mineral, tetapi tidak berubah panjangnya seiring dengan bertambahnya umur. Maka berbagai
usaha dilakukan untuk dapat mengembangkan pengukuran tinggi badan dengan menggunakan
variabel tulang panjang, seperti knee height, arm span dan demi span (Suzana, 2003).
Arm span (panjang rentang lengan) merupakan jarak antara ujung jari tengah pada salah
satu lengan dengan ujung jari tengah pada lengan yang lain. Panjang rentang lengan terdiri dari
panjanghumerus, lengan bawah, serta carpal, metacarpal danphalanges(Yousafzai, 2003). Pada
penduduk dewasa di Etiopia panjang rentang lengan cocok sebagai pengganti tinggi badan untuk
menilai indeks massa tubuh, meskipun dipengaruhi juga oleh etnis dan jenis kelamin (Lucia et
al.,2002). panjang rentang lengan juga merupakan pengukuran yang cocok sebagi alternative
tinggi badan pada populasi lansia (Suzana, 2003; Brown et al., 2000; )
Arm span (panjang rentang lengan) dan tinggi badan pada anak-anak meningkat seiring
dengan pertambahan umur tetapi rata-rata peningkatannya berbeda antar gender dan etnis. Pada
dewasa kedua pengukuran antropometri tersebut berkurang (Brown et al., 2000).Pada
pertumbuhan normal, panjang rentang lengan anak-anak kira kira 1 cm lebih pendek daripada
tinggi badannya, pada remaja panjang rentang lengan sama dengan tinggi badan, sedangkan pada
dewasa panjang rentang lengan melebihi tinggi badan sekitar 5 cm, panjang rentang lengan
terpanjang terdapat pada anak laki-laki dan keturunan Afrika-Amerika (Scott, 2008).

C. ALAT

 Timbangan injak
 Microtoise
 Pengukur tinggi lutut
 Pita ukur

D. PROSEDUR KERJA

1. Pengukuran berat badan


a. Letakkan alat timbangan berat badan di tempat yang datar
b. Sebelum melakukan penimbangan, hendaknya timbangan digital/jarum dipastikan tepat
pada angka nol
c. Setelah alat siap, mintalah subjek untuk melepaskan alas kaki (sepatu dan kaos kaki),
aksesoris yang digunakan (jam, kacamata, dompet, dan lain-lain yang cukup berat), dan
pakaian luar seperti jaket. Saat menimbang sebaiknya subjek menggunakan pakaian
seringan mungkin untuk mengurangi bias saat pengukuran.
d. Setelah itu mintalah subjek untuk naik ke atas timbangan, kemudian berdiri tegak pada
bagian tengah timbangan dengan pandangan lurus ke depan
e. Pastikan pula subjek dalam keadaan rileks/ tidak bergerak-gerak
f. Baca dan catat hasil dengan ketelitian 0,1 kilogram (kg).

2. Pengukuran tinggi badan


a. Pilih bidang vertical yang datar (misalnya tembok/bidang pengukuran lainnya) sebagai
tempat untuk meletakkan microtoise
b. Pasang microtoise pada bidang tersebut dengan kuat dengan cara meletakkannya didasar
bidang atau lantai), kemudian tarik ujung meteran hingga 2 meter ke atas secara
vertical/ lurus hingga microtoise menunjukkan angka nol
c. Pasang penguat seperti paku dan lakban pada ujung microtoise agar posisi alat tidak
bergeser (hanya berlaku pada microtoise portable)
d. Mintalah subjek yang akan diukur untuk melepaskan alas kaki (sepatu dan kaos kaki)
dan melonggarkan ikatan rambut (bila ada)
e. Persilahkan subjek untuk berdiri tepat dibawah microtoise
f. Pastikan subjek berdiri tegap, pandangan lurus ke depan, kedua lengan berada
disamping, posisi lutut tegak/tidak menekuk, dan telapak tangan menghadap ke paha
(posisi siap).
g. Setelah itu pastikan pula kepala, punggung, bokong, betis, dan tumit menempel pada
bidang vertical/ tembok/ dinding dan subjek dalam keadaan rileks
h. Turunkan microtoise hingga mengenai/menyentuh rambut subjek namun tidak terlalu
menekan (pas dengan kepala) dan posisi microtoise tegak lurus
i. Baca dan catat hasil dengan ketelitian 0,1 meter (m)

3. Pengukuran LiLA/U
a. Tetapkan posisi bahu (acromion) dan siku (olecranon), tangan harus ditekuk 90 derajat
b. Tentukan titik tengah lengan
c. Luruskan lengan kembali
d. Lingkarkan pita LiLA tepat pada titik tengah lengan
e. Pita jangan terlalu ketat, jangan pula terlalu longgar
f. Baca dan catat hasil dengan ketelitian 0,1 centimeter (cm)

4. Pengukuran tinggi lutut

a. Pasien terlentang pada tempat tidur dengan posisi tempat tidur rata

b. Paha dan betis kiri membentuk sudut siku-siku (90 derajat). Hal ini dapat dibantu
dengan diberikan penyangga diantara paha dan betis pasien
c. Pasang alat pengukur tepat pada telapak kaki bagian tumit dan lutut
d. Baca dan catat hasil dengan ketelitian 0,1 centimeter (cm)
5. Pengukuran rentang lengan
a. Subjek berdiri menempel ke tembok yang datar, kaki merapat, pundak menyentuh
dinding, lengan terbentang maksimal dan lurus. Tangan membentuk sudut 90 derajat
dengan garis lateral tubuh

b. Sebaiknya pita ukur ditempel secara horizontal di tembok. Bila tidak, gunakan dua
pengukur untuk memegangi ujung dan yang satu membaca angkanya
c. Baca dan catat hasil dengan ketelitian 0,1 centimeter (cm)
6. Pengukuran panjang ulna
a. Posisikan lengan kiri di bahu lengan kanan
b. Ukur dari siku (prosesus olecranon) hingga pertengahan tonjolan tulang pergelangan
tangan (prosesus styloideus)

c. Baca dan catat hasil dengan ketelitian 0,1 centimeter (cm)

E. HASIL

*(Perhitungan berada di Lampiran 1)

Berat Tinggi
No. Responden IMT LiLA LiLA/U
Badan Badan
26.14
1 Responden 1 62 kg 154 cm 27.8 cm 104.90%
kg/m2
IMT = Gemuk tingkat ringan
LiLA/U = Gizi baik
Tabel 1. (Link : https://youtu.be/9jx3YwDXUss)

Tinggi Estimasi TB Rentang Estimasi TB


TB- TB-
No. Responden Lutut berdasarkan Lengan berdasarkan TB-RL
TBTL TBRL
(TL) TL (TBTL) (RL) RL (TBRL)
46.6 3.29 3.39
2 Responden 2 150.71 cm 156 cm 150.61 cm 2 cm
cm cm cm
                 
Tabel 2. (Link : https://youtu.be/mQnUAemjhUk)
Estimasi TB
Panjang
berdasarka
No. Responden Ulna TB-TBPU
n
(PU)
PU (TBPU)
3 Responden 3 24.5 cm 155.40 cm 1.4 cm
         
Tabel 3. (Link : https://youtu.be/XCdvmAiG7Ek)

F. PEMBAHASAN

Pada tabel 1 terdapat pengukuran berat badan, tinggi badan dan lingkar lengan atas
(LiLA) berdasarkan video pada link, mendapatkan hasil berat badan responden 62 kg, tinggi
badan 154 cm, dan LiLA 27.8 cm. Kemudian IMT responden yaitu 26.14 kg/m2 dengan
kategori gemuk tingkat ringan dan LiLA/U yaitu 104.90% dengan kategori gizi baik. Selanjutnya
pada tabel 2 terdapat pengukuran tinggi lutut (TL) dan rentang lengan (RL) responden,
berdasarkan video pada link didapatkan hasil pengukuran tinggi lutut yaitu 46.6 cm dan rentang
lengan 156 cm. Kemudian perhitungan estimasi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut (TBTL)
yaitu 150.71 cm dan estimasi tinggi badan berdasarkan rentang engan mendapatkan hasil 150.61
cm, dengan selisih 0.1 cm maka estimasi TBTL dengan TBRL tidak memiliki rentang atau
selisih yang terlalu jauh. Kemudian pada perhitungan TB – TBTL didapatkan hasil 3.29 cm, TB
–RL yaitu 2 cm dan TB- TBRL yaitu 3.39 cm. Selisih antara TB aktual terhadap TB estimasi
cukup banyak. Kemudian pada tabel 3 terdapat pengukuran panjang ulna (PU) berdasarkan
video pada link mendapatkan hasil pengukuran PU sebesar 24.5 cm dengan estimasi TB
berdasarkan PU yaitu 155.40 cm dan hasil TB – TBPU yaitu 1.4 cm.
Berdasarkan pengukuran-pengukuran di atas, maka pengukuran status gizi dalam
penelitian ini dilakukan dengan pemeriksaan anthropometri. Antropometri berasal dari kata
anthropos yang berarti tubuh dan metros yang berarti ukuran (Supariasa, 2016: 41). Dengan
demikian secara umum, antropometri dapat diartikan sebagai ukuran tubuh.
Supariasa (2016: 65-74) menyebutkan bahwa terdapat beberapa indeks antropometri,
yaitu:
1) Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
2) Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
3) Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
4) Lingkar Lengan Atas Menurut Umur (LiLA/U)
Lingkar lengan atas memberikan gambaran mengenai keadaan jaringan otot dan lapisan
lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas adalah indikator yang sangat sederhana, sehingga dapat
dilakukan oleh semua orang.
5) Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks Massa Tubuh merupakan salah satu indikator antropometri yang digunakan untuk
melihat status gizi yang berhubungan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.
Supariasa (2016: 42) menyebutkan bahwa keunggulan Antropometri adalah:
1) Prosedurnya sederhana, aman, dan dapat dilakukan pada jumlah sampel yang besar.
2) Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang sudah dilatih
dalam waktu singkat agar dapat melakukan pengukuran antropometri.
3) Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama , dapat dipesan dan dibuat di daerah setempat.
4) Metode ini tepat dan akurat karena dapat dibakukan.
5) Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau.
6) Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi kurang dan gizi buruk karena sudah terdapat
ambang batas yang jelas.
7) Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu atau dari
satu generasi ke generasi berikutnya.
8) Metode antropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap
gizi.
Supariasa (2016: 42-43) juga menyebutkan bahwa antropometri mempunyai beberapa
kelemahan, yaitu:
1) Tidak sensitif. Metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu singkat. Selain itu,
metode ini juga tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti zink dan fe.
2) Faktor di luar gizi (penyakit, genetik dan penurunan penggunaan energy) dapat menurunkan
spesifisitas dan sensitivitas pengukuran antropometri.
3) Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi dan
validasi pengukuran antropometri gizi.
4) Kesalahan ini terjadi karena:
a) Pengukuran
b) Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan
c) Analisis dan asumsi yang keliru
5) Sumber kesalahan biasanya berhubungan dengan:
a) Latihan petugas yang tidak cukup
b) Kesalahan alat atau alat tidak diterapkan
c) Kesulitan pengukuran
Pengukuran antropemetri yang biasanya digunakan sebagai pengukuran orang yang
usianya sudah tergolong lansia dengan punggungnya yang semakin lama mengalami
osteoporosis yaitu pengukuran tinggi lutut (TL). Sehingga akibat dari osteoporosis bisa
menjadikan tinggi badan menurun, perhitungan bisa dilakukan dari tinggi lutut samapai tinggi
badan. Akan tetapi ada hal khusus lainnya jika pasien tidak memumpuni untuk dilakukan
pengukuran biasanya dilakukan dnegan duduk. Hal-hal yang melandasi penggunaan
antropometri TL biasanya dilandaskan pada suatu keadaan tertentu. Adapun syarat yang
melandasi penggunaan antropometri TL meliputi :
1. Alatnya mudah sekali digunakan
2. Pengukuran dapat dilakuakn dengan berulangkali pada objek yang diukur
3. Pengukuran tidak harus dengan tenaga yang profesional akan tetpai dapat dilakukan oleh
tenaga lain yang sudah terlatih
4. Biaya yang relatif murah
5. Diakui kebenarannya.

Selanjutnya terdapat pengukuran antropometri rentang atau jangkauan lengan (kadang-


kadang disebut sebagai lebar sayap , atau dieja "armspan") merupakan pengukuran fisik panjang
dari satu ujung lengan individu (diukur di ujung jari ) ke yang lain ketika diangkat sejajar dengan
tanah setinggi bahu di sudut 90°. Pengukuran rentang lengan biasanya sangat dekat
dengan tinggi badan seseorang . Usia, jenis kelamin, dan etnis harus diperhitungkan untuk
memprediksi ketinggian terbaik dari rentang lengan. Rentang lengan kadang-kadang digunakan
ketika pengukuran tinggi diperlukan tetapi individu tidak dapat berdiri di
atas stadiometer tradisional atau terhadap dinding karena kelainan punggung atau kaki,
seperti skoliosis , osteoporosis , amputasi , atau mereka yang terbatas pada tempat tidur atau
kursi roda. Lainnya, teknik pengukuran yang mungkin lebih akurat termasuk pengukuran
panjajng ulna.
Ulna merupakan salah satu tulang panjang bagian medial dari lengan bawah dan letaknya
paralel dengan radius pada posisi supinasi dan juga sering digunakan untuk memperkirakan
tinggi badan. Panjang ulna menunjukkan hubungan linier terhadap tinggi badan terutama pada
pengukuran tinggi badan orang normal. Hasil dari penelitian sebelumnya Antropologi Ragawi
UGM (1971) dan Trotter-Glesser (1952) mendapatkan hasil bahwa dengan mengukur panjang
tulang ulna dapat memperkirakan tinggi badan seseorang. Perubahan pola hidup, nutrisi, ras,
jenis kelamin, usia, aktifitas dapat berpengaruh terhadap pola petumbuhan tulang manusia. Usia
ideal dalam melakukan pengukuran adalah usia 21 sampai 25 tahun karena pada usia dibawah 21
tahun masih mengalami pertumbuhan tulang dan pada usia diatas 25 tahun mengalami
pengurangan tulang sekitar 1 mm pertahunnya.

G. KESIMPULAN

Dapat disimpulan pengukuran berat badan responden 62 kg, tinggi badan 154 cm, dan
LiLA 27.8 cm. IMT responden yaitu 26.14 kg/m2 dengan kategori gemuk tingkat ringan dan
LiLA/U yaitu 104.90% dengan kategori gizi baik. Selanjutny pengukuran tinggi lutut (TL) dan
rentang lengan (RL) responden didapatkan hasil pengukuran tinggi lutut yaitu 46.6 cm dan
rentang lengan 156 cm. Kemudian perhitungan estimasi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut
(TBTL) yaitu 150.71 cm dan estimasi tinggi badan berdasarkan rentang engan mendapatkan
hasil 150.61 cm, dengan selisih 0.1 cm maka estimasi TBTL dengan TBRL tidak memiliki
rentang atau selisih yang terlalu jauh. Kemudian pada perhitungan TB – TBTL didapatkan hasil
3.29 cm, TB –RL yaitu 2 cm dan TB- TBRL yaitu 3.39 cm. Selisih antara TB aktual terhadap TB
estimasi cukup banyak. Kemudian pada tabel 3 terdapat pengukuran panjang ulna (PU)
berdasarkan video pada link mendapatkan hasil pengukuran PU sebesar 24.5 cm dengan estimasi
TB berdasarkan PU yaitu 155.40 cm dan hasil TB – TBPU yaitu 1.4 cm.

H. DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta.: PT Gramedia Pustaka Utama.
Brown JK., Whittemore KT., Knapp TR. 2000. Is Armspan an Accurate Measure of Height in
Young Middle-Age Adults. Clin. Nursing Res. 9 (1): 84-94.
Lee, R. 2013. Nutritional Assessment. New York: McGraw-Hill.
Lucia E., Lemma F., Tesfaye F., Demisse T. 2002. The Use of Armspan Measurement to Assess
The Nutritional Status of Adults in Four Ethiopian Ethnic Groups. European Journal
of Clinical Nutrition.
Nix, S. 2013. Williams’ Basic Nutrition and Diet Therapy. Canada.: Elsevier.
Sandjaja, A. 2009. Kamus Gizi. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara.
Supariasa, I., Bakri, B. dan Fajar, I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.
Suzana S. 2003. Predictive Equations for Estimation of Stature in Malaysian Elderly People.
Asia Pacific J Clin Nutr 2003; 12 (1):80-84
Soetjiningsih. 2012. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.
Wardlaw, G. and Hampl, J. 2007. Perspective in Nutrition. New York : McGraw-Hill.
I. LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan

Anda mungkin juga menyukai