Latar Belakang
United Nations Peacekeeping Operations (Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB/MPP PBB)
merupakan "flagship enterprise" PBB yang dibentuk sebagai tool PBB untuk menjaga
perdamaian dan keamanan internasional. Berdasarkan data UN DPKO per 31 Oktober 2018,
tercatat lebih dari 100 ribu personel dari 124 negara, baik dari unsur militer, polisi, maupun
sipil, yang diterjunkan (deployed) di 14 MPP PBB. Dari aspek pendanaan, total anggaran
MPP PBB untuk periode Juli 2018 s/d Juni 2019 adalah sebesar USD 6,69 milyar.
Pada awalnya, peran MPP PBB terbatas pada pemeliharaan gencatan senjata dan stabilisasi
situasi di lapangan, untuk memberikan ruang bagi usaha-usaha politik dalam menyelesaikan
konflik. Dengan berakhirnya Perang Dingin, konteks penggelaran MPP PBB berubah dari
misi "tradisional" yang mengedepankan tugas-tugas militer menjadi misi yang lebih
"multidimensional". Perubahan ini terjadi baik dari segi mandat maupun komposisi personel
(semakin melibatkan komponen polisi dan sipil), dalam rangka mengimplementasikan
perjanjian damai secara komprehensif dan membantu meletakkan dasar-dasar bagi
terciptanya perdamaian yang berkelanjutan.
Sifat dari konflik yang harus dihadapi oleh MPP PBB juga mengalami perubahan.
Sebelumnya, mayoritas MPP PBB dihadapkan pada konflik antar negara, namun saat ini
MPP PBB dituntut untuk dapat diterjunkan pada berbagai konflik internal dan perang
saudara. MPP PBB juga dihadapkan pada realita semakin meningkatnya konflik yang bersifat
asimetris, ancaman kelompok bersenjata, terorisme dan radikalisme, serta penyakit menular.
Peran Indonesia dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB
Komitmen Indonesia untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial merupakan amanat dari alinea IV
Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Komitmen ini
senantiasa diwujudkan melalui partisipasi dan kontribusi aktif Indonesia di dalam MPP PBB.
Dalam konteks internasional, partisipasi tersebut merupakan indikator penting dan konkrit
dari peran suatu negara dalam memberikan kontribusi dalam menjaga perdamaian dan
keamanan internasional. Sedangkan dalam konteks nasional, keterlibatan tersebut merupakan
sarana peningkatan profesionalisme individu dan organisasi yang terlibat secara langsung
dalam penggelaran operasi internasional.
Secara strategis dan ekonomis, partisipasi Indonesia dalam misi pemeliharaan perdamaian
juga dapat dimanfaatkan untuk mendorong pengembangan industri strategis nasional di
bidang pertahanan. Beberapa produk Indonesia yang digunakan dalam MPP PBB antara lain
adalah Armored Personnel Carrier ANOA dan KOMODO serta senjata api SS dari PT.
Pindad, dan seragam militer/polisi buatan swasta nasional.
Kontribusi Indonesia pada MPP PBB dimulai pada tahun 1957, saat Indonesia mengirimkan
559 personel infantri sebagai bagian dari United Nations Emergency Force (UNEF) di Sinai.
Pengiriman tersebut diikuti dengan kontribusi 1.074 personel infantri (1960) dan 3.457
personel infantri (1962), sebagai bagian dari United Nations Operation in the Congo (ONUC)
di Republik Kongo.
Saat ini, jumlah personel Indonesia yang tengah bertugas dalam berbagai MPP PBB (sesuai
data gabungan per 30 November 2018) adalah sejumlah 3.544 personel (termasuk 94
personel perempuan), dan menempatkan Indonesia di urutan ke-7 dari 124 Troops/Police
Contributing Countries (T/PCC). Personel dan Pasukan Kontingen Garuda tersebut bertugas
di 8 (delapan) MPP PBB, yaitu UNIFIL (Lebanon), UNAMID (Darfur,Sudan), MINUSCA
(Repubik Afrika Tengah), MONUSCO (Republik Demokratik Kongo), MINUSMA (Mali),
MINURSO (Sahara Barat), UNMISS (Sudan Selatan), dan UNISFA (Abyei, Sudan).