Anda di halaman 1dari 7

Nama : Bella Gusmiarti (PO71200190066)

Kelas : 2B D3 Keperawatan

Mata kuliah : KMB I

1. Pendidikan kesehatan Pre operasi

Persiapan yang dilakukan oleh para medis sebelum menjalani operasi yaitu dengan
melakukan penandaan, pemasangan alat medis serta beberapa pemeriksaan penunjang yang
diperlukan. persiapan tidak hanya dilakukan oleh para medis saja, tetapi diperlukan adanya
persiapan menjelang operasi oleh pasien, seperti Puasa selama 6-8 jam bagi pasien dewasa atau 4
jam bagi pasien anak. Persiapan dengan puasa dapat meminimalisir resiko isi lambung masuk
saluran napas pasien. Selain itu, pasien juga perlu untuk mandi dan jika memungkinkan diminta
untuk keramas agar mengurangi resiko infeksi. Pasien juga diminta untuk mengosongkan
kandung kemih, menggunakan baju operasi, memotong kuku, melepaskan perhiasan, menghapus
make up serta menghapus cat kuku Kegiatan edukasi ditutup dengan penjelasan mengenai
pengawasan yang dilakukan pasca operasi.

2. Hemodinamik monitoring yang dilakukan pasien post operasi

Monitoring hemodinamik dibagi menjadi monitoring hemodinamik non invasif dan


invasif. Meskipun sudah banyak terjadi kemajuan dalam teknologi kedokteran, pemantauan
secara invasif masih tetap menjadi gold standard monitoring. Variabel yang selalu diukur
dalam monitoring hemodinamik pasien kritis dengan metode invasif meliputi: tekanan darah
arteri, tekanan vena sentral, tekanan arteri pulmonal . Monitoring hemodinamik hampir selalu
menggunakan kateter intravaskuler, tranducer tekanan dan sistem monitoring.

1. Monitoring invasif tekanan darah arteri


• Defenisi : Tekanan darah arteri adalah tekanan darah yang dihasilkan oleh ejeksi
ventrikel kiri ke aorta dan ke arteri sistemik
• Teknik pengukuran
1. Cuci tangan
2. Yakinkan kateter arteri tidak tertekuk
3. Atur posisi tidur yang nyaman untuk pasien
4. Lakukan kalibrasi
5. Membaca nilai yang tertera di layar monitor, pastikan morfologi
gelombang tidak underdamped atau overdamped
6. Mengkorelasi nilai yang tertera pada monitor dengan kondisi klinis pasien
7. Dokumentasikan nilai tekanan dan laporkan bila ada trend perubahan
Hemodinamik
2. Monitoring tekanan vena sentral
• Defenisi : Tekanan vena sentral merupakan tekanan pada vena besar thorak yang
menggambarkan aliran darah ke jantung. Tekanan vena sentral merefleksikan tekanan
darah di atrium kanan atau vena kava. Pada umumnya jika venous return turun, CVP
turun, dan jika venous return naik, CVP meningkat

• Teknik pengukuran tekanan vena sentral


1. Cuci tangan
2. Yakinkan kateter tidak tertekuk/ jika ada cairan yang mengalir, stop
sementara
3. Atur posisi tidur yang nyaman bagi pasien (supine – semi fowler tinggi)
4. Lakukan kalibrasi
5. Perhatikan pada monitor morfologi gelombang hingga nilai tekanan
vena sentral keluar.
6. Perhatikan klinis, nilai tekanan sebelumnya, dan nilai yang ada saat itu
7. Dokumentasikan nilai tekanan vena sentral
8. Cuci tangan
3. Monitoring tekanan arteri pulmonal
• Defenisi : Pemantauan hemodinamik secara invasif melalui pembuluh vena
dengan menggunakan sistem tranduser tekanan yang digunakan untuk mengetahui
tekanan di arteri pulmonal

• Teknik pengukuran tekanan arteri pulmonal :


1. Cuci tangan
2. Atur posisi yang nyaman saat pengukuran. Posisi sampai dengan posisi
tidur lebih tinggi 600. Pengukuran pada posisi duduk tidak dianjurkan.
Pada posisi tidur miring 300 - 900 dapat dilakukan selama prinsip sudut
yang terbentuk dengan posisi miring tersebut diperhatikan.
3. Yakinkan bahwa kateter yang terpasang tidak ada yang terlipat, cairan
yang masuk, berada pada posisi yang tepat.
4. Lakukan kalibrasi
5. Perhatikan nilai yang ada pada monitor dan dikorelasikan dengan
morfologi gelombang yang tampak pada monitor dengan klinis pasien.
6. Dokumentasikan data yang ada
7. Cuci tangan

3. Tatalaksana hipotermia

 Tatalaksana umum untuk pasien dengna kondisi ini termasuk:


o Berikan penutup (insulasi) pada seluruh tubuh dan coba untuk menghangatkan
pasien tampa menunda pemberian Resusitasi Jantung Paru dan transportasi ke lingkungan
yang lebih hangat.
o Periksa nadi selama 1 menit sebelum memulai RJP
o Jika teraba nadi, tatalaksana penyebab hipotermia sekunder.
 Tatalaksana tambahan lainnya bergantung pada tingkat keparahan:
o ringan (stadium I)
 Berikan penghangat pasif dan non invasif (lingkungan yang hangat, baju,
dan minuman hangat) dan upayakan untuk bergerak aktif.
 Potong pakaian yang basah ketika pasien berada di lingkungan yang
hangat.
 Berikan cairan berkarbohidrat tinggi dan makan untuk mencoba
memberikan upaya kewaspadaan pada pasien yang sedang menggigil dan tidak memiliki
risiko aspirasi
 Transfer pasien ke rumah sakit bila tidak dapat memberikan penghangat di
lokasi kejadian.
o sedang (stadium II)
 Posisikan pasien horizontal dengan gerakan sedikit dan upayakan
kewaspadaan dan fokus
 Pasien harus ditangani secara lembut dan immobile ketika di transfer ke
rumah sakit untuk mencegah aritmia
 Pertimbangkan untuk insulasi seluruh tubuh dan penghangat aktif (teknik
ekternal dan minimal invasif)
o berat (stadium III)
 Pertimbangakan manajemen jalan napas sebagai tambahan untuk
manajemen stadium 2.
 Pertimbangkan pemberian teknik penghangat invasif seperti oksigenasi
membran ekstrakorporeal atau bypass kardiopulmuner jika instabilitas kardiak refrakter
terhadap terapi medis.
 Teknik penghangat invasif dapat dilakukan dengan pemberian
cairan IV hangat
 Cairan hingga 38-42 °C untuk menghindari eksaserbasi
kehilangan panas
 NaCl 0,9% 40-42 °C dan berikan secara hati-hati untuk
mencegah overload cairan
 Pemberian cairan kristaloid hangat harus berdasarkan status
hidrasi pasien, kadar gula darah, elektrolit, dan pH darah pasien.
 Pertimbangkan metode intraosseus jika tidak dapat dilakukan
pemasangan infus IV
 Vasopresor dapat digunakan secara hati-hati untuk mengatasi
hipotensi vasodilator, waspadai tercetusnya aritmia atau gangguan perfusi jaringan perifer
 Pertimbangakan untuk menghindari obat vasoaktif hingga suhu
tubuh pasien ≥ 30°C
 Berikan kejutan tunggal dan tenaga maksimal menggunakan defibrilator
untuk kondisi VT atau VF
o berat (stadium IV)
 Sebagai tambahan dari manajemen stadium 3, maka:
 Lakukan RJP atau defibrilasi dan berikan epinefrin 1 mg hingga 3
dosis (dan lebih jika memiliki indikasi klinis)
 Pertimbangakan untuk menghangatkan tubuh via oksigenasi
membran ektrakorporeal atau bypass kardiopulmuner
 Lanjutkan RJP hingga pasien hangat bahkan ketika pasien menunjukkan:
 Dilatasi pupil terfiksir dan tampak rigor mortis
 Jangan lakukan RJP bila pasien memiliki cedera parah atau
dinding dada terlalu kaku untuk kompresi dada.

4. Panduan mobilisasi dini pasca pembedahan


Tanda - tanda yang dapat di kaji pada intoleransi aktifitas antara lain
(Gordon, 1976) :
a. Denyut nadi frekuensinya mengalami peningkatan, irama tidak teratur
b. Tekanan darah biasanya terjadi penurunan tekanan sistol/hipotensi orthostatic
c. Pernafasan terjadi peningkatan frekuensi, pernafasan cepat dangkal
d. Warna kulit dan suhu tubuh terjadi penurunan
e. Kecepatan dan posisi tubuh.disini akan mengalami kecepatan aktifitas dan ketidak
stabilan posisi tubuh
f. Adanya keluhan pusing atau kelemahan luar biasa
g. Status emosi labil.
1. Tujuan Mobilisasi
• Mempertahankan fungsi tubuh
• Memperlancar peredaran darah
• Membantu pernafasan menjadi lebih baik
•Memperlancar BAB dan BAK
• Mempercepat proses penutupan jahitan operasi
• Mengembalikan aktivitas tertentu, sehingga pasien dapat kembali normal dan atau dapat
memenuhi kebutuhan gerak harian
2. Manfaat Mobilisasi
• pasien menjadi lebih cepat sehat dan kuat serta membantu memeprcepat organ-organ
tubu bekerja seperti semula
• mencegah terjadinya penyumbatan pembuluh darah
3. Rentang Gerak Dalam Mobilisasi
1. Pasif Untuk menjaga kelenturan otototot dan persendian dengan menggerakkan otot
orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2. Aktif Untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan
kakinya.
3. Fungsional Untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang
diperlukan.
4. Indikasi mobilisasi dini setelah operasi
• Patah tulang anggota gerak bawah yang telah dianjurkan untuk latihan mobilisasi
• Post pengobatan kompresi lumbal,
• Pasien pasca serangan stroke dengan kerusakan mobilitas fisik
• Pasien post operasi yang memerlukan latihan mobilisasi, seperti kolostomi atau
laparostomi.
5. Kontraindikasi Mobilisasi Dini Setelah Operasi
Pada kasus tertentu istirahat di tempat tidur diperlukan dalam periode tidak terlalu lama
seperti pada pada kasus infark Miokard akut, Disritmia jantung, atau syok sepsis,
kontraindikasi lain dapat di temukan pada kelemahan umum dengan tingkat energi yang
kurang.

6. Kerugian tidak dilakukan mobilisasi


• Penyembuhan luka menjadi lama
• Menambah rasa sakit
• Badan menjadi pegal dan kaku
• Kulit menjadi lecet dan luka
• Memperlama perawatan dirumah sakit
7. Tahapan Mobilisasi Dini Tahapan mobilisasi pada pasien pasca operasi dengan
spinal anestesi (Potter & Perry, 2006) :
 Setelah operasi, pada 6 jam pertama pasien pasca operasi dengan spinal anestesi
harus tirah baring dulu. Mobilisasi dini yang dapat dilakukan adalah
menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar
pergelangan kaki, mengangkat tumit,menegangkan otot betis dan menggeser kaki.
 Setelah 6-10 jam, pasien diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan
mencegah trombosis dan tromboemboli.
 Setelah 24 jam pasien dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk.
 Setelah pasien dapat duduk, dianjurkan pasien untuk dapat belajar berjalan, mulai
dari berjalan disekeliling tempat tidur.

Anda mungkin juga menyukai