Anda di halaman 1dari 16

PERTALIAN KEWARISAN

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Kewarisan

OLEH :

KELOMPOK 3

Haliza Fitri Sari (1920101074)

Nyayu Rahmah Nurjannah (1920101075)

Agi Agustio (1920101076)

DOSEN PENGAMPU :

AHMAD BAHAUDDIN, AM, M.H

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat
Inayah Taufik dan hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah
“Hukum Kewarisan” ini dengan Tema “Pertalian Kewarisan” dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat di pergunakan sebagai salah satu
acuan petunjuk maupun pedoman bagi pembaca di dalam pendidikan.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menanbah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki masih kurang.Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberi
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Palembang, 10 September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan 5

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Sumber Hukum kewarisan 6


B. Penyebab dan penghalang menerima waris 7
C. Rukun dan syarat kewarisan 8
D. Kewarisan Beda Agama dalam Pandangan Islam 10

BAB III PENUTUP

Kesimpulan 15

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Warisan atau kewarisan yang sudah populer dalam bahasa Indonesia merupakan
kata yang diambil dari bahasa Arab ‫ ورث‬- ‫یرث‬- ‫ ارثا‬yang artinya mewarisi. Atau dari kata
‫ورث‬- ‫یرث‬- ‫ورثا‬- ‫ وراثھ‬yang berarti berpindahnya hartasi fulan (mempusakai harta si fulan).

Secara istilah ilmu waris adalah ilmu yang mempelajari tentang proses
perpindahan harta pusaka peninggalan si mayit kepada ahli warisnya. Warits adalah orang
yang mewarisi. Muwarrits adalah orang yang memberikan waris(mayit). Al-Irts adalah
harta warisan yang siap dibagi. Warasah adalah hartawarisan yang telah diterima oleh ahli
waris. Tirkah adalah semua hartapeninggalan orang yang meninggal.

Pembagian harta warisan secara adil sesuai aturan hukum yang berlaku merupakan
hal utama dalam proses pewarisan. Keselarasan, kerukunan, dan kedamaian merupakan
hal terpenting yang harus mampu dijalankan. Kesepakatan dalam musyawarah merupakan
suatu nilai dasar kebersamaan dalam kehidupan keluarga yang harus dikedepankan.
Kebersamaan tanpa harus terjadi perselisihan atau sengketa dalam proses pembagian harta
warisan merupakan hal terpenting, karena dalam hal ini nilai kebersamaan dan
kekeluargaan seharusnya mampu menjadi pijakan tanpa harus mengedepankan ego dan
kepentingan masing-masing pihak. Secara sederhana pewaris dapat diartikan sebagai
seorang peninggal warisan yang pada waktu wafatnya meninggalkan harta kekayaan pada
orang yang masih hidup. Sedangkan ahli waris adalah anggota keluarga orang yang
meninggal dunia yang menggantikan kedudukan pewaris dalam bidang hukum kekayaan
karena meninggalnya pewaris. Pengertian warisan sendiri adalah soal apakah dan
bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia
meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup. Hukum Waris sendiri
adalah hukum yang mengaturtentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan
seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli waris.

4
B. Rumusan Masalah
A. Apa Pengertian dan Sumber Hukum kewarisan
B. Apa Penyebab dan penghalang menerima waris
C. Apa saja Rukun dan syarat kewarisan
D. Bagaimana Kewarisan Beda Agama dalam Pandangan Islam

C. Tujuan

A. Untuk mengetahui Pengertian dan Sumber Hukum kewarisan


B. mengetahui Penyebab dan penghalang menerima waris
C. mengetahui Apa saja Rukun dan syarat kewarisan
D. untuk mengetahui Kewarisan Beda Agama dalam Pandangan Islam

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Sumber Hukum kewarisan

Dalam kamus bahasa Indonesia hubungan adalah ikatan atau pertalian Jika
dihubungkan dengan kewarisan berarti adanya hubungan kewarisan merupakan sebab
beralihnya harta seorang yang telah meninggaldunia kepada yang masih hidup yang
memiliki hubungan dengan orang yangtelah meninggal tersebut

Kewarisan berfungsi untuk menggantikan kedudukan pewaris dalam memiliki dan


memanfaatkan harta miliknya. Kebijaksanaan hukum syara’bahwa penggantian itu
dipercayakan kepada orang-orang yang banyakmemberi bantuan, pertolongan dan
pelayanan dalam rumah tangga memelihara harta demi pendidikan putra-putrinya seperti
suami istri. Dan juga dipercayakan kepada orang-orang yang selalu menjunjung
tinggimartabat dan nama baiknya dan selalu berdoa sepeningalannya seperti anak
turunannya.

Adanya hubungan kewarisan yang pertama dipengaruhi oleh hubungandarah,


seorang anak lahir dari rahim seorang ibu yang melahirkannya ituKemudian mencari
hubungan dengan laki-laki yang menyebabkan ibunyamelahirkan, maka hubungan darah
berlaku pula antara dia dan laki-laki ituyang disebut dengan ayah.

Sebab hubungan kewarisan yang kedua adalah karena pernikahan yangsah, dengan
arti istri adalah ahli waris suami dan begitu sebaliknya.

Dasar hukum adanya hubungan kewarisan dari ayat-ayat al-Quranantara lain:

Surat an-Nisa’ ayat 11 tentang adanya hubungan kewarisan yangdisebabkan oleh


hubungan kekerabatan:

perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari hartayang
ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka iamemperoleh separo harta. dan
untuk dua orang ibu-bapa, bagimasing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan,
jikayang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggaltidak mempunyai
anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja),Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang
meninggal itumempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam.

6
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiatyang ia buat atau (dan)
sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak
mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu.
Iniadalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui lagi Maha
Bijaksana”.

B. Penyebab dan penghalang menerima waris


Mempusakai atau mewarisi itu berfungsi menggantikan kedudukan simati dalam
memiliki dan memanfaatkan harta miliknya. Dalam ketentuan hukum Islam, sebab-sebab
unruk dapat menerima warisan ada tiga hal yaitu:
1. Al-Qarabah, yaitu hubungan kekerabatan maksudnya adalah semua ahli
waris yang memiliki pertalian darah, baik laki-laki, perempuan, anak-anak,maupun
dewasa memiliki hak untuk menerima bagian menurut dekatjauhnya hubungan
kekerabatan.
2. Al-Mushaharah, yaitu hubungan perkawinan maksudnya adalah darihubungan
perkawinan yang sah maka menyebabkan adanya hubunganhukum saling mewarisi
antara suami dan istri apabila salah satunyameninggal dunia lebih dahulu.
3. Al-Wala’, yaitu memerdekakan budak maksudnya adalah hubungankewarisan akibat
seseorang memerdekakan hamba sahaya, atau melalui.perjanjian tolong menolong.

Halangan untuk menerima waris adalah hal-hal yang menyebabkangugurnya hak


ahli waris dari mendapatkan harta peninggalan Muwarrits. Adapun halangan tersebut
adalah

a. Pembunuhan, semua ulama sepakat bahwa pembunuhan dapatmenghalangi


seseorang untuk mendapatkan hak waris. Karena tujuan dari.pembunuhan tersebut
agar ia segera memiliki harta Muwarris.
b. Beda Agama, seseorang terhalang untuk mewarisi, apabila antara ahliwaris dan
Muwarris berbeda agama. Misalnya, ahli waris beragama Islam,Muwarris beragama
Kristen atau sebaliknya.
c. Perbudakan, karena perbudakan menjadi penghalang mewarisi bukankarena status
kemanusiaannya karena ia dianggap tidak cakap melakukan.perbuatan hukum.
Karena orang yang belum merdeka tidak memiliki hakuntuk mewarisi.

7
C. Rukun dan syarat kewarisan
Rukun-rukun dalam pembagian kewarisan ada tiga macam yaitu:
a. Mauruts, yaitu harta benda yang ditinggalkan oleh si mati yang
bakaldipussakai oleh para ahli waris setelah diambil untuk biaya-
biayaperawatan, melunasi hutang-hutang dan melaksanakan wasiat.
Hartapeninggalan ini oleh para faradhiyun disebut juga tirkah atau turats.
b. Muwarrits, yaitu orang yang meninggal dunia, baik mati haqiqi maupummati
hukmy. Mati hukmy ialah suatu kematian yang dinyatakan olehputusan hakim
atas dasar beberapa sebab, walaupun sesungguhnya iabelum mati sejati.
b. Warits, yaitu orang yang akan mewarisi harta peninggalan si mawarislantaran
mempunyai sebab-sebab untuk mempusakai, seperti adanyaikatan perkawinan
,hubungan darah (keturunan) dan hubungan hakperwalian dengan si muwaris.

Dalam syariat Islam ada tiga syarat supaya pewarisan dinyatakan ada,sehingga
dapat memberi hak kepada seorang atau ahli waris untuk menerimawarisan, yaitu:

a. Orang yang mewariskan (muwarris) benar telah meninggal dunia dandapat


dibuktikan secara hukum bahwa ia telah meninggal. Ini berartibahwa apabila
tidak ada kematian, maka tidak ada pewarisan. Pemberianatau pembagian
harta kepada keluarga pada masa hidupnya, tidaktermasuk kedalam kategori
waris mewarisi, tetapi pemberian ataupembagian ini disebut Hibah.
b. Orang yang mewarisi (ahli waris atau waris) hidup pada saat orang
yangmewariskan meninggal dunia dan bisa dibuktikan secara
hukum.Termassuk dalam pengertian hidup di sini adalah :
1. Anak (embrio) yang hidup dalam kandungan ibunya pada saat orangyang
mewariskan meninggal dunia.
2. Orang yang menghilang dan tidak diketahui tentang kematiannya,dalam
hal ini perlu adanya keputusan hakim yang mengatakan bahwaia masih
hidup. Apabila dalam waktu yang ditentukan ia tidak jugakembali, maka
bagian warisannya dibagikan kembali kepada ahliwaris. Apabila dua orang
mempunyai hubungan nasab meninggaldunia bersamaan waktunya, atau
tidak diketahui siapa yang lebih dulumeninggal dunia, maka keduanya
tidak saling mewarisi, karena ahliwaris harus hidup ketika orang yang
mewariskan meninggal dunia.

8
c. Ada hubungan pewarisan antara orang yang mewariskan dengan orangyang
mewarisi, yaitu

1. Hubungan Nasab : (keturunan, kekerabatan), baik pertalian garis


luruskeatas (Ushul al-Mayyit), seperti Ayah, Kakek dan lainnya,
ataupertalian lurus kebawah (Furu’al al-Mayyit) seperti : anak, cucu,
ataupertalian mendatar / menyamping (al-Hawasyi) seperti saudara,
pamandan anak turunannya.
2. Hubungan perkawinan, yaitu seseorang dapat mewarisi
disebabkanmenjadisuami atau istri dari orang yang mewariskan. Yang
dimakhsuddengan perkawinan di sini adalah perkawinan yang sah
menurutSyariat Islam, dimulai sejak akad nikah sampai putusnya
ikatanperkawinan ( telah habis masa idah).
3. Hubungan perbudakan (wala), yaitu seseorang berhak
mendapatkanwarisan dari bekas budak (hamba) yang telah
dimerdekakannya(dibebaskannya). Pembebasan seorang budak (hamba)
berartipemberian kemerdekaan, sehingga budak mempunyai kedudukan
yangsama dengan manusia lainnya. Apabila yang dimerdekakan
itumeninggal dunia dan ia tidak mempunyai ahli waris, baik
karenahubungan nasab atau pernikahan, maka bekas tuan
yang.membebaskannya (Mu’tiq) berhak menerima warisan padanya.
Akantetapi, apabila bekas tuannya meninggal dunia, bekas budak
yangdibebaskan itu tidak berhak menerima warisan dari harta warisan
bekastuannya.
4. Karena hubungan agama Islam, yaitu apabila seseorang meninggaldunia
tidak meninggalkan orang yang mewarisi, maka hartanya akandiserahkan
kepada Baitul Mal (perbendaharaan negara Islam) untukdimanfaatkan
bagi kemaslahatan umat Islam.

9
E. Kewarisan Beda Agama dalam Pandangan Islam

Ulama ahli tafsir, Hadits, dan fiqh bersepakat bahwa perbedaan agamapewaris dan
ahli waris menjadi penghalang untuk mendapatkan hartawarisan. Hal ini didasarkan
kepada Hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:

Artinya :” Telah menceritakan kepada kami Abu ‘asim dari Ibnu khuraij dariIbnu Sihab
dari Ali dari Ibnu Husain dari ‘Amru bin Usman dariAsomah bin Zaid ra, berkata bahwa
sesungguhnya Rasulullah Sawbersabda :”Orang Muslim tidak mewarisi orang kafir,dan
orang kafirtidak mewarisi orang Muslim.

Para fuqaha’ berbeda pendapat tentang pewarisan antara agama-agamayang


berbeda-beda. Menurut imam Malik, Imam Ahmad pemeluk agama yangberbeda-beda
tidak saling mewarisi, hal ini berdasarkan hadits Nabi SAWyang berbunyi:

Artinya:“Humaid bin Mas’adah menceritakan kepada kami, Hushain binNumair


menceritakan kepada kami, dari Ibnu Abu Laila, dari AbuAz-Zubair, dari Jabir, dari Nabi
Saw, bersabda,”penganut dua agama(berbeda) tidak saling mewarisi.”

Menurut imam Asy-Syafii dan Imam Abu Hanifah, orang kafirsemuanya mewarisi
diantara mereka sendiri dengan mafhum dari hadits:“orang Muslim tidak mewarisi orang
kafir dan orang kafir tidak mewarisiorang Muslim.

Yang dimaksud dengan berlainan agama ialah berlainan agama yangmenjadi


kepercayaan antara orang yang mewarisi dengan orang yangmewariskan. Misalnya agama
orang yang bakal mewarisi bukan Islam, baikagama nashrani maupun agama atheis yang
tidak mengakui agama yang hak,sedang agama orang yang bakal mewarisi harta
peninggalannya adalah Islam.

Mengingat bahwa antara hak kewarisan dengan kekerabatanmempunyai kaitan


yang erat, hadits yang melarang hak kewarisan Muslim dariyang bukan Muslim terdapat
perbedaan pendapat. Semua mujtahid sepakatbahwa non Muslim tidak dapat jadi ahli
waris dari pewaris Muslim. hal inisejalan dengan hadits gugurnya hak waris karena
perbedaan agama dan tidakbertentangan dengan surat al-Maidah ayat 5.

Dalam hal orang Muslim mewarisi dari yang nons Muslim terdapatperbedaan
pendapat. Jumhur ulama berpendapat bahwa orang Islam juga tidakmewarisi bagi pewaris
non Muslim atau murtad.

10
Macam-macam berlainan agama dan pendapat-pendapat tentang hakwaris mereka
dapat diperinci sebagai berikut:

a. Orang kafir mewarisi orang Islam

Jumhur ulama sepakat bahwa orang kafir tidak dapat mewarisiorang Islam
lantaran lebih rendah statusnya dari pada orang Islam. Dalammasalah ini terdapat
persoalan, bila pewaris tersebut masuk Islam sesudahmatinya orang yang
mewariskan, sedangkan harta peninggalan simatibelum dibagi-bagikan

1. Jumhur ulama tetap berpendapat terhalang mewarisi,lantaran timbulnya hak


mempusakai itu adalah sejak kematian orang yangmewariskan, bukan saat kapan
dimulainya pembagian harta warissan.Padahal di saat kematian orang yang
mewariskan dia masih dalam keadaan kafir, jadi mereka dalam keadaan berlainan
agama.
2. Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya menetapkan bahwapewaris terebut
tidak terhalang mewarisi, sebab predikat berlainanagama sudah hilang sebelum
pembagian harta warisan
3. Fuqaha aliran Imamiyah berpendapat bahwa harta peninggalan itubelum menjadi
milik ahli waris secara tetap sebelum dibagi-bagikankepada orang yang
bersangkutan. Oleh karena itu ia tak terhalangmewarisi.

Dari pendapat diatas pendapat jumhur yang paling kuat. Sebabapabila syarat
mendapat warisan baru dimulai ketika saat pembagian hartawarisan tentu hal ini akan
dapat disalah gunakan oleh ahli waris, ia hanyaakan masuk islam ketika harta warisan
itu belum dibagikan agar iamendapat hak warisan, namun setelah harta sudah
dibagikan mereka akankembali murtad setelah tujuannya tercapai.

b. Orang Islam mewarisi orang kafir

Dalam hal ini ulama-ulama termashur dari golongan sahabat,tabi’in dan imam
empat madzhab berpendapat bahwa orang Islam tidakmewarisi orang kafir dengan
sebab apa saja. Sedang kan menurut fuqahaImamiyah berpendapat bahwa larangan
mewarisi perbedaan agama itutidak mencakup larangan bagi orang Islam mewarisi

11
kerabatnya yang nonMuslim. oleh karena itu misalnya bila seorang istri yang kafir
kitabiyahwafat, maka suaminya yang beragama Islam dapat mewarisi
hartapeninggalannya.

c. Orang kafir mewarisi orang kafir

Imam Abu Hanifah dan Imam As-Syafi’iyah, sesuai dengananggapan beliau


bahwa agama mereka itu ditinjau dari segibertentangannya dengan agama Islam
dianggap sebagai salah satu agamasaja, menetapkan bahwa mereka saling dapat
mewarisi saatu sama lain, baikdengan adanya persamaan prinsip agamanya tetapi
berlawanankepercayaan, seperti yahudi dan nashrani

Ulama-ulama yang beranggapan bahwa agama-agama selain Islamitu berdiri


sendiri, misalnya Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Marzuq(aliran
malikiyah),menetapkan bahwa mereka tidak dapat saling mewarisisatu sama lain,
karena Rasulullah SAW bersabda yang berbunyi:

ُ‫الزبـَ ُْي َع ْن‬


ُّ ُ‫ي بْ ُُن منُ ُْي َع ُْن ُا بْنُ أَبُ لَيـْلَى َع ُْن أَب‬ َ ‫َح َّدثـَنَا محُْي ُُد بْ ُُن َم ْس َع َدُةَ َح َّدثـَنَا ُح‬
ُْ ‫ص‬

ْ َ‫ث أ َْه ُُل ملَّتـ‬


ُ‫ي‬ َُ َ‫اَللُ َعلَْيهُ َو َسلَّ َُم ق‬
ُُ ‫ال ُلَ يـَتـََو َار‬ َُّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ َجاب ٍرَُع ُْن النَّب‬.

Artinya :

“Humaid bin Mas'adah menceritakan kepada kami, Hushain binNumair


menceritakan kepada kami, dari Ibnu Abu Laila, dari AbuAz-Zubair, dari Jabir, dari
Nabi SAW, beliau bersabda, "Penganutdua agama (berbeda) tidak saling mewarisi".

Kitab Undang-undang Hukum Warisan Mesir memilih pendapayang


beranggapan bahwa mereka itu adalah satu agama yang salingmewarisi satu sama
lain. Hal ini terdapat dalam pasal 6 ayat 2 yangberbunyi “saling dapat mewarisi antar
orang bukan Muslim dengansebagian mereka yang lain.”

d. Orang murtad mewarisi orang yang tidak murtad

Telah disepakati oleh seluruh ulama bahwa orang murtad, orang yang
meninggalkan agama Islam, tidak dapat mewarisi harta peninggalankeluarganya, baik
keluarganya itu orang Islam, orang kfir, maupun orangmurtad juga. Orang murtad
tidak dapat mewarisi harta peninggalan keluarganyayang agama Islam, karena ia lebih

12
rendah derajatnya dari padakeluarganya yang Muslim. Dari segi yang lain saling
mewarisi itumerupakan suatu penyambung ruh keagamaan, sedang kemurtadan
itumerupakan pemutus. Karena itu bila salah seorang suami istri murtadsebelum
berkumpul, perkawinannya harus difasakh dan sebagai sanksinyaia dilarang mewarisi
harta peninggalan pihak lain yang meninggal. Orang murtad tidak dapat mewarisi
harta peninggalan kerabatnyayang kafir, dikarenakan orang murtad itu dianggap tidak
mempunyai.agama, sedang orang kafir itu dianggap mempunyai agama sesuai
dengankepercayaannya. Dan orang murtad tidak dapat mewarisi hartapeninggalan
kerabatnya yang sama murtad, karena keduanya telah.memutuskan hubungan
penyambung ruh keagamaan.

e. Orang yang tidak murtad mewarisi orang murtad

Tidak ada perbedaan diantara fuqaha bahwa harta si murtad yangdidapatkan


setelah murtad diletakkan di kas perbendaharaan negara Islam..Namun harta milik
yang didapatkan sebelum murtad diperselisihkan olehfuqaha’ :

1. Imam Abu Hanifah berpendapat, apabila seorang murtad mati ataudibunuh karena
keriddahannya atau diputuskan oleh hakim karena ianbergabung dengan musuh,
maka harta peninggalaannya yang didapatketika ia masih dalam keadaan Islam
sebelum ia murtad , dan diambilbiaya-biaya perawatan dan pelunasan hutang, di
warisi oleh ahli.warisnya yang Islam bila yang meninggal itu orang laki-laki
murtad.
Namun apabila harta yang didapatnya setelah ia murtad lalu ia matihartanya di
letakkan di kas perbendaharaan negara Islam, karena hartatersebut tidak ada yang
memilikinya dan dianggap tidak ada ahli warisyang berhak mewarisi setelah
murtadnya. Bila yang murtad ituperempuan maka kematiannya tidak berdasarkan
pada saat murtadnya,.karena tidak dikenakan hukuman mati hanya penjara. Oleh
karena itu.kematiannya dihitung sejak ia mati haqiqy atau sejak
iammenggabungkan dengan musuh, harta benda perempuan murtad yang didapat
sebelum mati haqiqi atau sebelum diputuskan menggabungkan.diri dengan musuh
walaupun harta itu diperolehnya sesudah murtaddiwarisi oleh warisnya yang Islam,
adapun harta yang didapat sesudahputusan menggabungkan diri dengan musuh
menjadi harta kasperbendaharaan negara.

13
2. Ulama aliran Zaidiyah, Abu Yusuf dan Muhammad berpendapat,mereka tidak
membedakan jenis orang yang murtad itu laki-laki atauperempuan, oleh karena itu
harta yang didapat sebelum mati atauputuskan menggabungkan diri kepada musuh,
walaupun hasil yangdidapat setelah murtad adalah hak ahli waris yang beragama
Islam.
3. Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad berpendapat, bahwaharta benda
orang murtad itu harus diletakkan di kas perbendaharaan negara Islam, baik harta
itu didapat sesudah maupun sebelum putusan penggabungan diri kepada musuh.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kewarisan berfungsi untuk menggantikan kedudukan pewaris dalam memiliki dan


memanfaatkan harta miliknya. Kebijaksanaan hukum syara’bahwa penggantian itu
dipercayakan kepada orang-orang yang banyakmemberi bantuan, pertolongan dan
pelayanan dalam rumah tanggamemelihara harta demi pendidikan putra-putrinya seperti
suami istri. Danjuga dipercayakan kepada orang-orang yang selalu menjunjung
tinggimartabat dan nama baiknya dan selalu berdoa sepeningalannya seperti anak
turunannya. Yang mempunyai hak untuk menerima harta warisan pewaris adalahorang-
orang yang mempunyai sebab-sebab yang mengikatnya untuk menerimaharta waris
tersebut.

Adanya hubungan kewarisan yang pertama dipengaruhi oleh hubungandarah,


seorang anak lahir dari rahim seorang ibu yang melahirkannya ituKemudian mencari
hubungan dengan laki-laki yang menyebabkan ibunyamelahirkan, maka hubungan darah
berlaku pula antara dia dan laki-laki ituyang disebut dengan ayah.

Sebab hubungan kewarisan yang kedua adalah karena pernikahan yangsah, dengan
arti istri adalah ahli waris suami dan begitu sebaliknya.

Mempusakai atau mewarisi itu berfungsi menggantikan kedudukan simati dalam


memiliki dan memanfaatkan harta miliknya. Dalam ketentuan hukum Islam, sebab-sebab
unruk dapat menerima warisan ada tiga hal yaitu: Al-Qarabah, Al-Mushaharah, Al-Wala’.

15
DAFTAR PUSTAKA

Hajar M, Hukum Kewarisan Islam,op.cit, h.25

Moh.Anwar Bc.Hk,Fara’idl hukum waris dalam Islam dan masalah-


maalahnya,(Surabaya:Al-Ikhlas,1981),h.31.

Ahmad Rofiq,Fiqh Mawaris,(Jakarta: Rajawali Pers,2012),Cet.ke-5,h. 27.

Afandi Ali, 2000, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, Jakarta: Rineka Cipta,
hal 23.

16

Anda mungkin juga menyukai