Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PATOFISIOLOGI KARDIO ENDOKRIN

TOPIK GAGAL JANTUNG

Kelompok 5:
Angesti Larasati/198114055
Antonius Iswara Adi/198114056
C. Andika Wisan D./198114057

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2021
A. Epidemiologi Gagal Jantung
Prevalensi gagal jantung pada seluruh populasi berkisar antara 2 sampai 30% dan
yang asimtomatik sebesar 4% dari seluruh populasi. Angka ini cenderung mengikuti pola
eksponensial seiring usia, sehingga pada orang tua (70-80 tahun) menjadi 10-20%.
Meskipun insidens relatif gagal jantung lebih rendah pada perempuan, perempuan
berkontribusi pada setidaknya setengah kasus gagal jantung karena angka harapan hidup
mereka lebih tinggi (Imaligy, 2014).
Di Amerika Serikat, gagal jantung adalah salah satu masalah kesehatan epidemik.
Sekitar 6,5 juta warga AS memiliki riwayat gagal jantung dengan 1 juta kasus baru
terdiagnosis setiap tahunnya. Tidak seperti penyakit kardiovaskular lainnya, prevalensi
gagal jantung diprediksi akan terus meningkat selama beberapa dekade ke depan seiring
bertambahnya usia penduduk. Sebagian besar pasien gagal jantung adalah lansia dengan
komorbid yang mempengaruhi morbiditas (DiPiro, 2020).
Di Inggris, prevalensi gagal jantung pada usia 60-70 tahun sebesar 5% dan
mencapai 20% pada usia 80 tahun, situasi yang sama terjadi di Italia dan Portugal. Di
Cina, prevalensi gagal jantung pada usia 60 tahun ke atas sebesar 0,9%. Diperkirakan
lebih dari 15 juta kasus baru gagal jantung muncul setiap tahunnya di seluruh dunia. Saat
ini 50% penderita gagal jantung akan meninggal dalam waktu 5 tahun sejak diagnosis
ditegakkan. Di Indonesia, data Departemen Kesehatan tahun 2008 menunjukan pasien
yang dirawat dengan diagnosis gagal jantung mencapai 14.449 (Imaligy, 2014).

B. Faktor Resiko / Penyebab Gagal Jantung


Gagal jantung merupakan sebuah sindrom klinis yang dapat disebabkan oleh
berbagai kelainan fungsional atau struktural jantung, pengisian ventrikel yang berkurang,
atau pengeluaran ventrikular yang berkurang ke peredaran sistemik untuk memenuhi
kebutuhan. Gagal jantung dapat disebabkan oleh penyakit pada Endokardium,
Myocardium, Pericardium, Katup jantung, Bilik jantung, atau kelainan metabolisme.
Sebagian pasien dengan gagal jantung memiliki gejala akibat berkurangnya fungsi
myocardial ventrikel kiri. Pasien biasanya memiliki gejala seperti dyspnea, berkurangnya
toleransi olahraga, dan fluid retention yang dikarakterisasikan dengan edema pulmonari
dan peripheral. Saat terjadi gagal jantung mekanisme kompensasi alami berusaha untuk
meningkatkan Cardiac filling pressure, massa otot, dan detak jantung walau dalam
sebagian besar kasus tetap akan terdapat penurunan fungsi jantung (Malik, 2021).
Berikut adalah beberapa penyebab gagal jantung dan mekanisme terjadi gagal jantung
tersebut.
I. Gagal jantung akibat disfungsi ventrikel kiri
Gagal jantung akibat disfungsi ventrikel kiri ini dikategorikan berdasarkan
Left Ventricular Ejection Fraction (LVEF) menjadi HFrEF (Heart Failure with
Reduced Ejection Fraction (LVEF dibawah 40%) dan HFpEF (Heart Failure with
Preserved Ejection Fraction.
HFrEF ini memiliki definisi serta tingkatan berbeda pada studi dan
guideline guideline yang ada namun, pada umumnya nilai LVEF yang dituliskan
adalah ≤35%, <40%, and ≤40%. Randomized Controlled Trials pada pasien
dengan gagal jantung biasanya mengamati pasien dengan HFrEF yang nilai
EF≤35% atau ≤40%, dan hanya pada pasien dengan terapi yang memiliki efikasi
tinggi yang telah dilakukan hingga saat ini. Berdasarkan guideline ACC/AHA
terkait gagal jantung, HFrEF didefinisikan sebagai diagnosis klinis dari HF
dengan EF dibawah atau sama dengan 40%. Dalam praktik klinis banyak peneliti
akan menganggap nilai EF dibawah 45% sebagai sebuah disfungsi sistolik dan
masuk kedalam kategori HFrEF (Malik, 2021).
HFpEF dilain sisi juga memiliki nilai EF beragam dalam berbagai
guideline yakni EF >40%, >45%, >50%, dan/atau ≥55%. Istilah HFpEF sering
digunakan karena sebagian pasien tidak memiliki EF yang terlalu normal namun,
tidak memiliki reduksi fungsi sistolik yang signifikan. Pasien dengan EF diantara
40-50% biasa dianggap masuk ke grup intermediet untuk pasien akibat beberapa
disfungsi sistolik yang terjadi melalui beberapa studi. Kelompok intermediet ini
harus rutin dirawat untuk menghindari faktor resiko dan komorbiditas yang
mungkin memicu dengan bantuan guideline terapi optimal dan terapi langsung
(Malik, 2021).

II. Gagal jantung sendiri dapat disebabkan oleh puluhan mekanisme atau sebab lain
yang efeknya akan terlalu panjang apabila dijelaskan satu per satu oleh karena itu
kelompok kami telah meringkas kemungkinan penyebab gagal jantung ke dalam
data dibawah berdasarkan pustaka yang kami acu.
1. Fungsi sistolik (kontraktil) yang berkurang
a. Kerusakan atau disfungsi iskemik
i. Myocardial infarction
ii. Persistent or intermittent myocardial ischemia
iii. Hypoperfusion (syok)
b. Tekanan berlebih yang kronis
i. Hipertensi
ii. Penyakit valvular obstruktif
c. Volume berlebihan yang kronis
i. Penyakit valvular regurgitant
ii. Intracardiac left-to-right shunting
iii. Extracardiac shunting
d. Nonischemic dilated cardiomyopathy
i. Kelainan genetik
ii. Kerusakan yang diinduksi obat atau racun
iii. Nekrosis yang dimediasi secara imunologi
iv. Agen infeksius
v. Kelainan metabolisme
vi. Proses infiltratif
vii. Kondisi yang belum diketahui
2. Fungsi diastolik yang berkurang (pengisian terbatas dan meningkatnya kekakuan)
a. Pathologic myocardial hypertrophy
i. Primer (kardiomiopati hipertropik)
ii. Sekunder (hipertensi)
b. Penuaan
c. Fibrosis iskemik
d. Kardiomiopati restriktif
i. Kelainan infiltratif (amyloidosis, sarcoidosis)
ii. Storage diseases (hemochromatosis, abnormalitas genetika)
e. Kelainan Endomiokardial
3. Kelainan mekanis
a. Intracardiac
i. Penyakit valvular obstruktif
ii. Penyakit valvular regurgitant
iii. Intracardiac shunts
iv. Abnormalitas congenital lainnya
b. Extracardiac
i. Obstructive (coarctation, supravalvular aortic stenosis)
ii. Left-to-right shunting (Patent ductus arteriosus)
4. Kelainan dari ritme dan detak jantung
a. Bradyarrhythmia (disfungsi nodus sinus, abnormalitas konduksi)
b. Tachyarrhythmia (ineffective rhythms, chronic tachycardia)
5. Pulmonary Heart Disease
a. Cor Pulmonale
b. Pulmonary Vascular Disorders
6. Kondisi output tinggi
a. Kelainan metabolisme
i. Thyrotoxicosis
ii. Kelainan nutrisi (beriberi)
b. Persyaratan aliran darah berlebih
i. Anemia kronik
ii. Systemic arteriovenous shunting (Goldman, 2012).
Banyak faktor dapat meningkatkan peluang terjadinya gagal jantung. Beberapa
faktor dapat dikendalikan seperti gaya hidup individu namun, beberapa tidak dapat kita
kendalikan seperti usia, ras, atau etnisitas. Kemungkinan gagal jantung akan meningkat
apabila pasien memiliki lebih dari 1 faktor berikut :
1. Usia
Individu dengan umur diatas 65 tahun memiliki resiko lebih tinggi mengalami
gagal jantung karena penuaan dapat melemahkan dan membuat jantung kaku.
Lansia biasanya juga memiliki kondisi medis lain yang mampu menyebabkan
gagal jantung ini.
2. Riwayat penyakit keluarga dan genetika
Resiko mengalami gagal jantung akan meningkat apabila anggota keluarga pernah
didiagnosa dengan gagal jantung. Mutasi genetik tertentu juga dapat memicu
peningkatan resiko. Mutasi ini akan melemahkan otot jantung dan/atau
membuatnya lebih tidak fleksibel.
3. Gaya hidup
Diet tidak sehat, merokok, penggunaan kokain atau narkoba lainnya, konsumsi
alkohol berlebih, atau kurangnya olahraga dapat meningkatkan resiko gagal
jantung.
4. Kondisi medis lain
Kelainan atau penyakit pada pembuluh darah, jantung, paru-paru, atau infeksi
seperti HIV atau SARS-CoV-2 dapat meningkatkan resiko terjadinya gagal
jantung. Kondisi medis jangka panjang seperti obesitas, hipertensi, diabetes, sleep
apnea, penyakit ginjal kronis, anemia, penyakit tiroid, dan kelebihan zat besi
dapat meningkatkan resiko terjadi gagal jantung juga. Konsumsi obat kemoterapi
juga mampu merusak sel jantung dan meningkatkan resiko. Atrial fibrillation,
sebuah kondisi umum terkait ritme detak jantung tidak teratur dapat
meningkatkan kemungkinan gagal jantung.
5. Etnisitas
Ras African Americans lebih memiliki kemungkinan terkena gagal jantung
dibanding ras lain. Ras ini juga memiliki kasus gagal jantung yang lebih serius
pada usia yang lebih muda.
6. Jenis kelamin
Gagal jantung pada laki-laki biasa terjadi pada usia lebih muda daripada wanita.
Wanita kerap mengalami HFpEF akibat jantung tidak mendapat cukup darah
sedangkan laki-laki kerap mengalami HFrEF dimana ejection fractionnya
mengalami pengurangan. Gejala pada wanita biasanya lebih parah daripada
laki-laki (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2021).

C. Patofisiologi Gagal Jantung
Patofisiologi gagal jantung dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
struktural, neurohumoral, seluler, dan mekanisme aktivasi molekuler untuk
mempertahankan fungsi fisiologis (maladaptasi, hipertrofi miosit,
kematian/apoptosis/regenerasi miosit, dan remodeling).
Kerja ventrikel kiri dan stroke volume di bawah kontrol preload ( vena return dan
volume akhir diastolik ventrikel), kontraktilitas myocardial atau otot jantung, dan
afterload (impendensi selama ejeksi dari aorta dan tekanan dinding). Grafik kurva
Frank-Starling menunjukkan hubungan antara volume curah jantung dengan tekanan
akhir diastolik ventrikel kiri (LEVDP) atau tekanan baji kapiler paru (PCWP). Pada
grafik ini terdapat hubungan yang curam dan positif antara peningkatan tekanan saat
jantung terisi darah dan peningkatan volume curah jantung. Hubungan ini bergeser ke
kanan dan menunjukkan penurunan kontraktilitas. Tekanan yang lebih tinggi diperlukan
untuk mencapai curah jantung yang sama dan rata. Pada penyakit lanjut, aliran balik vena
dan LVEDP gagal meningkatkan volume curah jantung

ilustrasi tanda dan gejala gagal jantung

Kurva grafik frank-stalink


HDpEF mempunyai patofisiologi yang sama dengan HFrEF tetapi sebagai
respons terhadap peningkatan kontraksi ventrikel dan perubahan relaksasi daripada
CO/cardiac output/curah jantung pada HFeEF. Kontraksi dan perubahan relaksasi ini
menyebabkan LVH konsentris yang bukan LVH eksentrik seperti pada HFeEF dan
menggeser kurva hubungan tekanan-volume ke kiri. Gagal jantung dengan tipe HFrEF,
HFpEF, dan HFmrEF menyebabkan aktivasi sistem neurohormonal untuk
mempertahankan prefusi organ vital seperti sistem saraf simpatis, sistem
renin-angiotensin-aldosteron (RAAS), hormon antidiuretik, dan zat vasoaktif lainnya
seperti peptida natriuretik otak.
Gagal jantung menimbulkan penurunan respons baroreseptor karotis yang pada
gilirannya meningkatkan aktivitas saraf simpatik, menyebabkan peningkatan
kontraktilitas jantung, denyut jantung, vasokontriksi, dan peningkatan afterload. Aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron sebagai respon terhadap prefusi ginjal yang rendah
akibat jantung. Hal ini menyebabkan retensi garam/air dan meningkatkan preload.
Aktivasi ini menyebabkan vasokontriksi dan lebih banyak retensi garam dan air yang
selanjutnya menekankan dinding ventrikel dan menyebabkan dilatasi (remodeling) dan
memperburuk fungsi ventrikel dan gagal jantung lebih lanjut. Mekanisme kompensasi
tersebut menyebabkan remodeling negatif pada jantung seperti peradangan, apoptosis,
hipertrofi, fibrosis, dan memburuknya fungsi ventrikel kiri (Schwinger, 2021).

D. Gejala dan Tanda Gagal Jantung


Manifestasi utama dari HFrEF dan HFpEF adalah dispnea dan kelelahan, yang
membawa pada intoleransi pada olahraga, atau kelebihan cairan, yang bisa menyebabkan
edema perifer dan kongesti paru. Tanda dan gejala pada setiap pasien dapat bervariasi
tergantung keadaan pasien. Beberapa pasien ada yang mengalami dispnea tanpa retensi
cairan, sedangkan yang lainnya mungkin mengalami kelebihan volume cairan dengan
sedikit keluhan dispnea dan kelelahan. Namun, banyak pasien yang mengalami
keduanya, dispnea dan kelebihan cairan. Harus diingat bahwa keparahan gejala seringkali
tidak berkorelasi dengan derajat disfungsi LV. Pasien dengan LVEF rendah (kurang dari
20%-25% [0,20-0,25]) bisa menjadi asimtomatik, sedangkan mereka dengan LVEF yang
diawetkan dapat memiliki gejala yang signifikan. Gejala dapat sangat bervariasi dari
waktu ke waktu pada pasien tertentu, bahkan tanpa adanya perubahan fungsi ventrikel
atau obat-obatan.
Kongesti sistemik berhubungan dengan beberapa tanda dan gejala. Distensi vena
jugularis (DVJ) adalah tanda yang paling sederhana dari kelebihan cairan. Pemeriksaan
vena jugularis interna kanan dengan pasien pada sudut 45° adalah metode yang lebih
sering digunakan untuk menilai DVJ. Kehadiran DVJ lebih dari 4 cm di atas sudut
sternum menunjukkan kongesti vena sistemik. Pada pasien dengan kongesti sistemik
ringan, DVJ mungkin tidak ada saat istirahat, tetapi penerapan tekanan pada perut akan
menyebabkan peningkatan DVJ (refluks hepatojugular).
Edema perifer merupakan temuan utama pada gagal jantung. Edema biasanya
terjadi pada bagian tubuh yang dependent, dan dengan demikian terlihat sebagai edema
pergelangan kaki atau pedal pada pasien rawat jalan, meskipun dapat dimanifestasikan
sebagai edema sakral pada pasien yang terbaring di tempat tidur. Orang dewasa biasanya
memiliki 10-lbs (4,5 kg) berat cairan tubuh sebelum jejak edema perifer terbukti; oleh
karena itu, pasien dengan gagal jantung akut dekompensasi mungkin tidak memiliki bukti
klinis kongesti sistemik kecuali penambahan berat badan. Dengan demikian, berat badan
merupakan titik akhir jangka pendek yang sangat baik untuk mengevaluasi status cairan.
Pertambahan berat badan yang tidak cair dan hilangnya massa otot karena cachexia
jantung merupakan faktor pembaur potensial untuk penggunaan berat badan jangka
panjang sebagai penanda status cairan. Hepatomegali dan asites adalah tanda lain dari
kongesti sistemik.
Pasien dengan HFrEF dapat menunjukkan tanda dan gejala berupa kadar CO
rendah saja atau sebagai tambahan dari kelebihan volume. Keluhan utama yang
berhubungan dengan hipoperfusi adalah kelelahan. Indikator objektif CO rendah
termasuk fungsi ginjal yang memburuk, ekstremitas dingin, perubahan status mental,
takikardia saat istirahat, tekanan darah sistolik rendah, dan tekanan nadi yang sempit.
(DiPiro, 2020)

E. Prognosis Gagal Jantung


Gagal jantung merupakan kondisi medis yang serius yang sering diasosiasikan
dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Tingkat mortalitas pada tahun pertama dan kelima
setelah mengalami gagal jantung adalah 22% dan 43%. Tingkat mortalitas tertinggi
terdapat pada pasien dengan kelas NYHA (New York Heart Association Functional
Classification) tingkat lanjut. Untuk daftar tingkatan penyakit gagal jantung ini akan
dilampirkan dibawah. Selain hal ini gagal jantung yang berhubungan dengan Myocardial
Infarction memiliki tingkat mortalitas sebesar 30-40%. Gagal jantung yang berhubungan
dengan disfungsi sistolik memiliki tingkat mortalitas 50% selama 5 tahun. Pasien yang
mengalami gagal jantung dalam kategori apapun memerlukan check up rutin dari tahun
ke tahun (Malik, 2021).

Klasifikasi NYHA terkait gagal jantung :


● Kelas 1 : gagal jantung tidak menyebabkan terbatasnya aktivitas fisik; aktivitas
fisik biasa tidak memicu gejala.
● Kelas 2 : gagal jantung menyebabkan sedikit limitasi dilakukannya aktivitas fisik;
Pasien merasa nyaman saat beristirahat namun, aktivitas fisik biasa dapat memicu
gejala.
● Kelas 3 : gagal jantung menyebabkan limitasi signifikan pada kemampuan pasien
melakukan aktivitas fisik; pasien merasa nyaman saat beristirahat namun, sedikit
saja aktivitas mampu memicu gejala gagal jantung.
● Kelas 4 : gagal jantung menyebabkan pasien tidak bisa beraktivitas fisik tanpa
merasakan gejala bahkan saat beristirahat (Inamdar, 2016).

Tingkatan gagal jantung menurut The American College of Cardiology/American Heart


Association (ACC/AHA) dibagi menjadi 4 tingkatan:
● Kelas A: Gagal jantung risiko tinggi, tetapi tidak ada penyakit jantung struktural
atau gejala gagal jantung;
● Kelas B: Penyakit jantung struktural, tetapi tidak ada gejala gagal jantung;
● Kelas C: Penyakit jantung struktural dan terdapat gejala gagal jantung;
● Kelas D: Gagal jantung refrakter yang membutuhkan intervensi khusus
(Inamdar, 2016)

F. Komplikasi Gagal Jantung


Komplikasi akibat upaya penanganan gagal jantung ini sangatlah beragam.
Dibawah ini kami lampirkan beberapa jenis upaya yang dilakukan serta kemungkinan
komplikasi yang terjadi.
● Dukungan Sirkulasi Mekanik
Alat yang digunakan adalah HeartWare Ventricular Assist Device (HVAD)
dan Heartmate (HM) II. Alat ini menggunakan pompa jantung sentrifugal. Alat ini
dibuat dengan baik sehingga meminimalisir operasi invasif dan mengurangi
komplikasi operasi.
HVAD menunjukkan hasil klinis serta keamanan yang baik pada data
follow up 254 pasien. Pasien yang ditransplantasi dengan HVAD memiliki durasi
dukungan sirkulasi mekanik selama rerata 363 ± 280 hari dan dengan tingkat
kesuksesan sebesar 87% pada 6 bulan, 85% pada 1 tahun, dan 73% pada 3 tahun.
Berikut data komplikasi yang mungkin terjadi akibat HVAD dan HM (Choi,
2019).
● Transplantasi jantung
Transplantasi jantung telah menjadi pengobatan standar untuk pasien
tertentu dengan gagal jantung tingkat akhir. Peningkatan pada penggunaan
imunosupresan, menemukan donor sesuai, teknik operasi, dan perawatan pasca
transplantasi dapat memiliki efek signifikan dalam pengurangan terjadinya acute
allograft rejection, yang dahulu pada masanya sangat membatasi waktu hidup
resipien transplantasi jantung. Meskipun teknik transplantasi semakin baik tetap
saja ada limitasi pada tingkat bertahan hidup pasien transplantasi jantung yang
meliputi penolakan organ, infeksi, coronary allograft vasculopathy, dan
malignancy. Menemukan keseimbangan dalam terapi imunosupresif dan
pengawasan ketat untuk komplikasi dapat semakin meningkatkan kemungkinan
bertahan hidup pasien transplantasi jantung. Berikut adalah daftar komplikasi
yang mungkin terjadi pada pasien transplantasi jantung. (Choi, 2019).
DAFTAR PUSTAKA

Choi, H. M., Park, M. S., dan Youn, J. C., 2019. Update on Heart Failure Management and
Future Directions. The Korean Journal of Internal Medicine, 34(1), 11-43
Dipiro et al., 2020. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 11th Edition, Mcgraw Hill,
New York.
Goldman, L., dan Schafer, A. I., 2021. Goldman’s Cecil Medicine 24th Edition. Elsevier,
Amsterdam
Imaligy, E. U., 2014. Gagal jantung pada geriatri. Cermin Dunia Kedokteran, 41(1), 19-24.
Inamdar, A. A., dan Inamdar, A. C., 2016. Heart Failure: Diagnosis, Management and
Utilization. Journal of Clinical Medicine, 5(7), 62
Malik, A., Brito, D., dan Chhabra, L., 2021. Congestive Heart Failure. Statpearls, Bethesda.
National Heart, Lung, and Blood Institute, 2021. Heart Failure. United States Department of
Health and Human Services, Washington, D. C.
Schwinger R. (2021). Pathophysiology of heart failure. Cardiovascular diagnosis and therapy,
11(1), 263–276. https://doi.org/10.21037/cdt-20-302

Anda mungkin juga menyukai