Anda di halaman 1dari 20

REKAYASA IDE

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MENGGUNAKAN


MODEL PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)
MATERI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN DI KELAS IV SD
Dosen Pengampu : Andri Sitanggang, S.Pd,M.Pd

DI SUSUN OLEH :

Nama : Dian Marisca Simanjuntak


Nim : 1193311067
Kelas : H Pgsd 2019
Mata Kuliah : Pendidikan Matematika Kelas Tinggi

PRODI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat-nya
sehingga laporan rekayasa ide ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun dengan tujuan menambah pengetahuan atau wawasan dalam
menciptakan pembelajaran metematika yang efektif, dan juga untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pendidikan Matematika SD Kelas Tinggi.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada bapak Andri Kristianto, S.Pd,M.Pd selaku
dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Matematika SD Kelas Tinggi yang telah
membimbing dalam menyelesaikan makalah laporan rekayasa ide ini. Juga kepada pihak
yang telah membantu menyediakan jurnal sebagai bahan referensi.

Tak ada gading yang tak retak, penyusun menyakini bahwa dalam pembuatan makalah
ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang membangun guna untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata, penyusun mengucapkan selamat membaca, semoga makalah laporan


rekayasa ide ini dapat menambah pengetahuan atau wawasan pembaca.

Medan, November 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Tujuan .......................................................................................................... 2
1.3 Manfaat ........................................................................................................ 2
BAB II IDENTIFIKASI PERMASALAHAN......................................................... 3
BAB III METODE PELAKSAAN
3.1 Metode ......................................................................................................... 4
3.2 Subjek Penelitian ......................................................................................... 4
3.3 Analisis Data ................................................................................................ 4
BAB IV SOLUSI DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembelajaran Matematika di SD ...................................................................... 5
4.2 Karakteristik Pembelajaran Matematika di SD ................................................ 5
4.3 Pengertian Model Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) ......... 6
4.4 Prinsip-prinsip Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) ..... 7
4.5 Langkah-langkah Pembelajaran dengan Model Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia (PMRI) .............................................................................. 9
4.6 Kelebihan dan Kelemahan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
(PMRI)............................................................................................................ 10
4.7 Langkah-langkah kegiatan pembelajaran dalam penelitian tindakan kelas ... 11
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 13
5.2 Saran ................................................................................................................ 14
Daftar Pustaka ........................................................................................................ 15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pentingnya matematika dalam penguasaan dan pengembangan IPTEK menuntut


adanya pengembangan pemahaman matematika pada setiap individu. Proses
pengembangan pemahaman matematika dapat dilakukan sejak indivdu tersebut ada pada
jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tingkat tinggi. Namun pada kenyataannya,
dilapangan masih banyak ditemui siswa yang tidak menyukai matematika. Bagi mereka
matematika merupakan suatu mata pelajaran yang sulit dan sukar untuk dimengerti,
sehingga mengakibatkan kurangnya antusiasme dan motivasi siswa dalam mengikuti
pelajaran matematika. Disamping itu, akibat nyata lain dari minimnya antusiasme dan
motivasi siswa dalam mengikuti pelajaran matematika adalah masih rendahnya hasil
belajar siswa dalam pelajaran matematika. Mengingat matematika merupakan pelajaran
wajib bagi siswa tingkat sekolah dasar kelas I sampai kelas VI dan merupakan salah satu
mata pelajaran yang diujikan dalam UASBN, maka matematika perlu mendapatkan
perhatian khusus bagi seorang pendidik.
Salah satu karakteristik matematika adalah sebagai studi dengan objek kajian yang
bersifat abstrak. Sifat abstrak ini tentu dirasa sulit untuk dicerna siswa, terutama pada
tingkat sekolah dasar yang masih berada dalam tahap operasional konkret. Guru perlu
berhati-hati dalam menanamkan konsep-konsep matematika pada siswa. Di satu sisi siswa
SD pola berpikirnya masih terbatas pada benda-benda nyata, sedangkan di sisi lain objek-
objek pada konsep matematika bersifat abstrak. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran
matematika di SD haruslah disesuaikan dengan kegidupan siswa. Kegiatan pembelajaran
matematika yang tidak terkait dengan konteks kehidupan siswa akan dirasa kurang
bermakna, kurang menarik, dan sulit di pahami siswa. Selama ini kegiatan pembelajaran
yang mendominasi kelas-kelas matematika adalah pada penekanan transfer ilmu dan
latihan. Guru mendominasi kegiatan di kelas dan berfungsi sebagai sumber belajar utama.
Guru menyajikan pengetahuan dan konsep matematika kepada siswa, siswa
memperhatikan penjelasan guru dan contoh yang diberikan , kemudian siswa ditugaskan
untuk menyelsaikan soal-soal sejenis yang diberikan guru. Kegiatan pembelajaran
matematika hanya berkutat pada hal-hal tersebut. Pembelajaran matematika masih jarang
dikaitkan dengan konteks kehidupan siswa sehari-hari. Pembelajaran semacam ini
dirasakan kurang memperhatikan aktivitas, interaksi dan pengkonstruksian pengetahuan
oleh siswa, sehingga timbul berbagai anggapan negatif siswa terhadapa pelajaran
matematika.
Salah satu model pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antar konsep-
konsep matematika dengan pengalaman sehari-hari adalah model pendidikan matematika
realistik Indonesia (PMRI). Dalam PMRI, dunia nyata dijadikan sebagai sumber
pemunculan konsep matematika dan aplikasi dari konsep matematika. Penggunaan
masalah-masalah kontekstual dalam PMRI adalah sebagai sebagai langkah awal dalam
proses pembelajaran. Kemudian dengan bantuan dan atau tanpa bantuan guru, para siswa
diharapkan mampu menemukan konsep atau pengertian-pengertian matematika melalui
permasalahan kontekstual. Dalam pembelajaran siswa dituntut terlibat aktif, mampu
menjelaskan dan mengungkapkan alasan terhadap solusi yang diperoleh. Peranan guru
dalam PMRI adalah sebagai fasilitator dan motivator. Dengan PMRI diharapkan mampu
mengakrabkan matematika dengan lingkungan siswa, melalui pengaitan konsep-konsep
atau prinsip-prinsip matematika dengan pengalaman sehari-hari siswa, sehingga siswa
lebih mudah mengingat konsep-konsep/prinsip-prinsip matematika yang ia pelajari.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari ini adalah:

1. Untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas IV.


2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dengan menggunakan PMRI.
3. Untuk mendeskripsikan penerapan model pendidikan matematika realistik Indonesia
(PMRI) dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas IV.

1.3 Manfaat
1. Dengan meningkatnya hasil belajar matematika siswa Kelas I,diharapkan dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa di sekolah.
2. Dengan mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dengan menggunakan
PMRI, diharapkan dapat ditemukan pemecahan masalahnya.
3. Dengan meningkatnya hasil belajar siswa kelas IV dan mengetahui kendala-
kendala yang dihadapi dengan menggunakan PMRI, secara tidak langsung dapat
juga diketahui dampak yang diberikan PMRI dalam pembelajaran matematika
terutama dalam mewujudkan kedua tujuan tersebut.
BAB II
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

Berdasarkan latar bealakang masalah di atas, maka identifikasi permaslahannya


adalah :

a. Pembelajaran matematika siswa belum berorientasi pada pembelajaran


yang bermakna sehingga hasil belajar matematika masih rendah.

b. Proses pembelajaran matematika yang terjadi masih satu arah yaitu


guru sebagai pusat pembelajaran (teacher center).

c. Model pembelajaran matematika yang diterapkan masih menggunakan


model pembelajaran yang menekankan pada pengerjaan soal-soal
latihan atau drill and practice.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijabarkan di atas,
maka rumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut :

1. Bagimana aktivitas belajar matematika melalui penerapan model


pendidikan matematika realistik Indonesia (PMRI) pada siswa kelas
IV?.

2. Apakah penerapan model pendidikan matematika realistik Indonesia


(PMRI) dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas
IV?.

3. Kendala – kendala apa saja yang dihadapi dengan menggunakan


PMRI?.
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1 Metode

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Jenis penelitian


ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom action research) dengan menggunakan
desain model Kemmis dan Mc. Taggart yang terdiri dari empat komponen dalam setiap
siklus, yaitu (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi, (4) refleksi. Empat komponen
tersebut dilaksanakan secara berurutan dalam dua siklus. Daur penelitian tindakan kelas
ditujukan sebagai perbaikan atas hasil refleksi terhadap tindakan sebelumnya yang
dianggap belum berhasil.

3.2 Subjek Penelitian


Subjek penelitian adalah orang yang akan diperoleh datanya untuk penelitian Dalam
penelitian ini, Subjek penelitiannya yaitu siswa kelas IV.
3.3 Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif
(berurutan). Data yang dianalisa berupa rata-rata dan presentase hasil belajar siswa.
Teknik analisis data ini digunakan untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan hasil
belajar siswadengan penggunaan pendekatan matematika realistic pada materi
penjumlahan dan pengurangan di kelas IV SD Negeri.
BAB IV
SOLUSI DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembelajaran Matematika di SD

Matematika adalah ilmu deduktif, formal, hierarki, dan menggunakan simbol yang
memiliki arti yang padat, selain itu matematika merupakan ilmu dengan objek abstrak. Hal
ini tidak sejalan dengan perkembangan mental anak usia SD yang berada pada usia sekitar
7 sampai 12 tahun. Mengacu pada teori perkembangan Piaget, anak usia sekitar ini masih
berpikir pada tahap operasional konkrit artinya siswa SD belum berfikir formal. Ciri-ciri
anak pada usia ini adalah belum dapat memahami sesuatu yang bersifat abstrak, proses
berpikirnya masih bersifat konkrit dengan bantuan benda-benda yang nyata. Oleh karena
itu, dalam pembelajaran matematika di SD guru hendaknya mempunyai kemampuan untuk
menghubungkan antara dunia anak yang masih berpikir konkrit dengan matematika yang
bersifat abstrak.
Pembelajaran matematika yang dipelajari siswa SD diharapkan dapat digunakan
siswa untuk kepentingan hidupnya sehari-hari, dalam kepentingan lingkungannya, untuk
membentuk pola pikir yang logis, sistematis, kritis, dan cermat, dan akhirnya dapat
digunakan untuk mempelajari ilmu yang lain. Pada dasarnya pembelajarn matematika di
sekolah tidak hanya mengerjakan soal-soal seperti yang banyak terjadi di sekolah-sekolah
saat ini, dimana siswa dianggap sebagai mekanik yang mampu mengerjakan banyak soal
tanpa memahami nilai-nilai esensi dari matematika.

4.2 Karakteristik Pembelajaran Matematika di SD

Pembelajaran matematika di sekolah dasar tidak bisa terlepas dari sifat-sifat matematika
yang abstrak, sedangkan sifat perkembangan intelektual siswa SD masih berada pada tahap
operasional konkrit. Oleh karena itu, perlu diperhatikan beberapa karakteristik pembelajaran
matematika di sekolah sebagai berikut :

1) Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral


Metode spiral dalam pembelajaran matematika merupakan metode dimana pembelajaran
mengenai suatu konsep atau topik selalu dikaitkan atau dihubungkan dengan konsep atau
topik yang telah dipelajari sebelumnya. Konsep sebelumnya dapat menjadi prasyarat untuk
dapat mempelajari dan memahami konsep selanjutnya. Konsep baru yang dipelajari
merupakan pendalaman dan perluasan dari konsep sebelumnya.

2) Pembelajaran matematika bertahap


Materi matematika diajarkan secara bertahap yaitu dari konsep-konsep sederhana menuju
konsep yang lebih sulit, pembelajaran dimulai dari konsep yang konkrit, semi konkrit, dan
akhirnya pada konsep yang abstrak.

3) Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif


Matematika merupakan ilmu deduktif. Namun sesuai dengan tahap perkembengan
psikologis siswa maka pada pembelajaran matematika di SD digunakan pendekatan induktif.

4) Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi


Kebenaran matematika merupakan kebenaran yang konsisten artinya tidak ada pertentangan
antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lainnya.

4.3 Pengertian Model Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

Istilah matematika realistik semula muncul dalam pendidikan matematika di negeri


Belanda yang dikenal dengan nama Realistic Mathematics Education (RME). Model
pendidikan ini merupakan reaksi terhadap pendidikan matematika modern (new math) di
Amerika dan pendidikan matematika di Belanda sebelumnya yang dipandang sebagai
“mechanistic mathematics education”.

Model pendidikan ini berangkat dari pendapat Fruedenthal bahwa matematika


merupakan aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan realitas. Freudenthal berpendapat
bahwa siswa tidak dapat dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi.
Pendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan
yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention) matematika berdasarkan
usaha mereka sendiri. Pada dasarnya, Realistic Mathematics Education (RME) atau di
Indonesia dikenal dengan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) adalah
suatu teori yang telah dikembangkan khusus untuk perkembangan pendidikan matematika.
Konsep matematika realistik ini sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan
matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan
pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar.

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan model pendidikan


matematika yang memanfaatkan pengetahuan awal siswa sebagai jembatan untuk
memahami konsep-konsep matematika. siswa tidak belajar konsep matematika secara
langsung dari guru, tetapi siswa membangun sendiri pemahaman konsep matematika
melalui sesuatu yang diketuinya. PMRI memberi kesempatan siswa mengkonstruksi
sendiri konsep-konsep matematika melalui sesuatu yang diketahuinya.
PMRI menggunakan permasalahan realistik yang ada disekitar siswa sebagai
fondasi dalam membangun konsep matematika atau disebut juga sebagai sumber untuk
belajar, sedangkan pada pendidikan matematika mekanistik permasalahan realistik
ditempatkan sebagai bentuk aplikasi suatu konsep matematika sehingga sering juga disebut
sebagai kesimpulan atau penutup dari proses pembelajaran. Jadi, PMRI diawali dari
fenomena atau permasalahan yang ada disekitar siswa, kemudian siswa dengan bantuan
guru diberikan kesempatan untuk menemukan dan megkonstruksikan konsep sendiri.

4.4 Prinsip-prinsip Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

1. Guided Re-invention atau Menemukan Kembali Secara Terbimbing

PMRI memberikan kesempatan bagi siswa untuk melakukan matematisasi dengan


masalah kontekstual dengan bantuan dari guru. Siswa ditantang untuk bekerja secara aktif
dalam memgkonstruksi sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya. Pembelajaran
matemtika tidak dimulai dari pemberian sifat-sifat atau definisi atau teorema dan
selanjutnya diikuti dengan contoh-contoh, tetapi dimulai dengan pemberian masalah yang
bersifat kontekstual dengan kehidupan siswa, kemudian melalui aktivitas siswa diharapkan
dapat ditemukan sifat atau definisi atau teorema oleh siswa sendiri. Prinsip reinvention
menuntut siswa untuk belajar dengan doing mathematics sehingga siswa dapat
mempelajari matematika secara aktif dan bermakna.

2. Didactical Phenomenology atau Fenomena Didaktik


Pembelajaran matematika cenderung berorientasi pada pemberian informasi dan
penggunaan matematika yang sudah siap pakai untuk memecahkan masalah. PMRI
mencoba untuk merubah paradigma tersebut dengan menjadikan masalah sebagai sarana
utama untuk mengawali pembelajaran sehingga memungkinkan siswa memecahkan
masalah dengan caranya sendiri. Dalam proses memecahkan masalah tersebut, siswa
diharapkan dapat melangkah ke arah matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.
Proses matematisasi horizontal-vertikal ini diharapkan dapat memberi kemungkinan siswa
lebih mudah memahami matematika dengan objek abstrak. Dalam proses memecahkan
masalah siswa dibiasakan untuk berpikir bebas dan berani berpendapat, karena setiap siswa
memiliki cara yang berbeda dalam memecahkan masalah yang diberikan atau bahkan
berbeda dengan pemikiran guru tetapi cara itu benar dan hasilnya benar. Hal tersebut
merupakan suatu fenomena didaktik. Dengan memperhatikan fenomena didaktik yang
terjadi di dalam kelas, maka akan terbentuk kegiatan pembelajaran yang tidak berpusat
pada guru (teacher centered) melainkan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student
centered).

3. Self-developed Models atau Model yang Dibangun Sendiri oleh Siswa

Pada saat siswa menyelesaikan masalah kontekstual yang diberikan guru, maka siswa
akan mengembangkan suatu model matematika dari permasalahan tersebut. Model ini
diharapkan dibangun sendiri oleh siswa, baik dalam proses matematisai horizontal
maupun matematisasi vertikal. Kebebasan diberikan siswa untuk memecahkan masalah
secara mandiri atau kelompok, dan dengan sendirinya akan memungkinkan munculnya
berbagai model pemecahan masalah buatan siswa.

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) di SD

Pada Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007 Bab 1 tentang Standar Proses


mengamanatkan bahwa proses pembelajaran sebaiknya dilakukan melalui proses
eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Jika ditinjau dari sudut pandang PMRI, ketiga
macam proses tersebut merupakan karakteristik dari PMR. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa penerapan PMR dalam proses pembelajaran matematika di sekolah sejalan dengan
kurikulum, terlebih lagi pada jenjang sekolah dasar dimana usia siswa yang masih berada
pada tahap operasional konkret.
Kegiatan eksplorasi merupakan fokus dari karakteristik PMRI yang pertama, yaitu
penggunaan masalah kontekstual. Kegiatan elaborasi merupakan fokus dari karakteristik
PMRI yaitu, penggunaan model. Pada tahap ini siswa juga diarahkan dalam produksi dan
konstruksi model yang dilakukan oleh siswa sendiri. Kegiatan konfirmasi merupakan
fokus pada karakteristik PMRI yaitu, Interaksi. Pada tahap ini gagasan siswa tidak hanya
dikomunikasikan ke siswa lain tetapi juga dapat dikembangkan berdasarkan tanggapan
dari siswa lain. Karakter interaktivisme pada tahap elaborasi ini memberikan kesempatan
untuk berkomunikasi dalam mengembangkan strategi dan membangun konsep
matematika.

4.5 Langkah-langkah Pembelajaran dengan Model Pendidikan Matematika Realistik


Indonesia (PMRI)

Langkah-langkah pembelajaran dengan model PMRI adalah sebagai berikut:

1. Mengkondisikan siswa untuk belajar. Guru mengkondisikan siswa untuk belajar


dengan menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai, memotivasi siswa,
mengingatkan materi prasyarat yang harus dimiliki siswa, dan mempersiapkan
kelengkapan belajar/alat peraga yang diperlukan dalam pembelajaran.

2. Mengajukan masalah kontekstual. Guru mengawali pembelajaran dengan


pengajuan masalah kontekstual yang dimasksudkan untuk memicu terjadinya
penemuan kembali (re-invention) matematika oleh siswa. Masalah kontekstual
yang diajukan guru hendaknya masalah yang memberi peluang untuk
memunculkan berbagai strategi pemecahan masalah oleh siswa. Pada tahap ini
terjadi proses matematisasi horizontal.

3. Membimbing siswa untuk menyelesaikan masalah kontekstual. Dalam memahami


masalah, mungkin masih ada siswa yang mengalami kesulitan. Guru sebagai
fasilitator hanya memberikan petunjuk seperlunya terhadap bagian-bagian situasi
dan kondisi masalah (soal) yang belum dipahami siswa. Dengan demikiann
terdapat kesatuan pemahaman terhadap masalah kontekstual. Guru juga meminta
siswa untuk menjelaskan atau mendeskripsikan masalah kontekstual dengan bahasa
mereka sendiri. Pada tahap ini terjadi proses matematisasi horizontal.
4. Meminta siswa menyajikan penyelesaian masalah. Siswa secara individu atau
kelompok menyelesaikan masalah kontekstual yang diajukan guru dengan cara
mereka sendiri, sehingga sangat mungkin terjadi perbedaan dalam penyelesaian
masalah antara siswa satu dengan siswa lainnya. Dalam proses ini guru mengamti
dan memotivasi siswa dalam memperoleh penyelesaian soal. Pada tahap ini siswa
dibimbing untuk melakukan “re-invention” atau menemukan kemabali.

4.6 Kelebihan dan Kelemahan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

Terdapat beberapa kelebihan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) antara


lain:

1. PMRI merupakan pembelajaran yang mengaitkan antara matematika dengan


kehidupan sehari-hari dan kegunaan matematika pada umumnya bagi siswa.

2. PMRI merupakan pembelajaran yang mengajarkan siswa bahwa matematika adalah


sustu bidang kajian ilmu yang dikonstruksi dan dikembangakan sendiri oleh siswa.

3. PMRI merupakan pembelajaran yang mengutamakan proses. Untuk mempelajari


matematika siswa harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan
sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan guru. Tanpa kemauan untuk
menjalani sendiri proses itu pembelajaran yang bermakna tidak akan terjadi.

Sedangkan beberapa kelemahan PMRI yang merupakan tantangan yang harus dihadapi
guru dalam pelaksanaan PMRI antara lain :

1. Upaya mengimplementasikan PMRI membutuhkan banyak perubahan paradigma


bagi guru, siswa, peranan sosial, peranan konteks, dan peranan alat peraga.

2. Pencarian soal atau masalah kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang


dituntut dalam pembelajaran matematika realistik tidak mudah untuk setiap topik
matematika yang perlu dipelajari siswa, terlebih karena soal-soal tersebut harus
bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.
3. Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk menyelesaikan
soal merupakan hal yang tidak mudah dilakukan oleh guru.

4. Proses pembangunan kemampuan berpikir siswa, melalui soal-soal kontekstual,


proses matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal juga bukan merupakan
sesuatu yang sederhana, karena proses dan mekanisme berpikir siswa harus diikuti
dengan cermat, agar guru bisa membantu siswa dalam melakukan penemuan
kembali konsep-konsep matematika tertentu.

4.7 Langkah-langkah kegiatan pembelajaran dalam penelitian tindakan kelas

1. Kegiatan pendahuluan (tahap apersepsi) berlangsung 10 menit. Dalam hal ini guru
menyiapkan materi dan alat peraga beberapa batang korek dan guru
menyampaikan tujuan pembelajaran dan melakukan apersepsi tentang
penjumlahan dan pengurangan bilangan 1 sampai 30.
2. Selanjutnya kegiatan ini berlangsung selama 60 menit. Dalam kegiatan ini guru
menyediakan dan memberikan beberapa masalah kepada siswa. guru memberikan
contoh tentang membandingkan bilangan dalam kehidupan sehari-hari, guru
membimbing siswa untuk menentukan perbandingan lebih banyak dan lebih
sedikit, Guru membagikan beberapa batang korek api tersebut untuk membuat
benda apa yang ia ingin buat. Kemudia beberapa siswa mempresentasikan hasil
presentasi kemudian guru memberikan soal yang sederhana untuk dapat
diselesaikan oleh siswa dalam bentuk latihan individual.
3. Pada siklus II guru menyiapkan materi dan alat peraga beberapa tutup botol dan
guru menyampaikan tujuan pembelajaran kemudian melakukan apersepsi tentang
penjumlahan dan pengurangan bilangan 1 sampai 30.
4. Setelah itu guru memberikan contoh tentang pengurangan dalam kehidupan
sehari-hari, guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok dan membagikan
LKS dan beberapa tutup botol kepada tiap kelompok kemudian siswa
menggunakan tutup botol untuk melakukan pengurangan dan mempresntasikan
hasil diskusi kelompoknya kemudian guru memberikan soal yang sederhana untuk
dapat diselesaikan oleh siswa dalam bentuk latihan individual.
5. Kegiatan penutup guru bersama siswa menarik kesimpulan dan guru memberikan
latihan soal.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan hal- hal sebagai berikut:
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan model pendidikan matematika yang
memanfaatkan pengetahuan awal siswa sebagai jembatan untuk memahami konsep-konsep matematika.
siswa tidak belajar konsep matematika secara langsung dari guru, tetapi siswa membangun sendiri
pemahaman konsep matematika melalui sesuatu yang diketuinya. PMRI memberi kesempatan siswa
mengkonstruksi sendiri konsep-konsep matematika melalui sesuatu yang diketahuinya.

a. Penggunaan konteks nyata sebagai starting point. Terlihat dari aktivitas siswa
dalam mengukur ubin namun masih ada siswa yang belum bisa mengukur ubin.
b. Adanya penggunaan model-model yang didemonstrasikan oleh siswa secara
individu maupun kelompok. Model berupa penggunaan media seperti pigura yang
memudahkan siswa memahami bentuk-bentuk bangun datar dan penggunaan
sedotan yang memudahkan siswa untuk membuat bangun datar. Dalam membuat
bangun datar beberapa siswa belum dapat membedakan antara bangun persegi dan
bangun belah ketupat
c. Terdapatnya produksi dan konstruksi siswa yang berupa ide secara lisan maupun
tulisan. Ide secara lisan ditemukan pada saat siswa mengungkapkan jawaban
beserta alasannya kepada peneliti namun ada beberapa siswa yang masih malu
untuk mengungkapkan jawaban secara lisan.

d. Ada interaksi berupa komunikasi antara siswa dengan peneliti dan antarsiswa.
e. Interaksi antara siswa dengan peneliti terjadi dalam bentuk bimbingan dan tanya
jawab. Interaksi antarsiswa terjadi saat diskusi kelompok. Pada kesempatan ini
sering menimbulkan kegaduhan yang mengganggu proses belajar mengajar.
f. Keterkaitan antara materi dengan pokok bahasan lain dalam matematika hanya
pengukuran.
5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa saran yang perlu


dipertimbangkan dalam pembelajaran matematika melalui PMRI yaitu:

2. Pengajar perlu memberikan motivasi kepada siswa dalam setiap pembelajaran,


dengan memonitor dan mengkondisikan kerjasama aktivitas siswa dalam
kelompok sehingga suasana pelaksanaan belajar mengajar lebih kondusif.
Setiap selesai melaksanakan tindakan sebaiknya peneliti dan guru kelas selalu
berkoordinasi tentang rencana tindakan berikutnya agar terjadi keserasian
dalam pelaksanaan pembelajaran.
3. Pembelajaran dengan PMRI ini sebaiknya diterapkan mulai dari Sekolah
Dasar sehingga anak menjadi terbiasa dan perlu dilaksanakan dengan metode
yang bervariasi agar pembelajaran lebih menyenangkan.
4. Keterlaksanaan pendidikan realistik perlu kesiapan banyak pihak yang terkait
dalam pembelajaran misalnya pengetahuan yang luas tentang pendidikan
realistik, penggunaan alat peraga, LAS (Lembar Aktivitas Siswa), dsb.
Daftar Pustaka

Ahmadi, Abu dan Joko Tri Prasetya. Strategi Belajar Mengajar. Bandung:

Pustaka Setia, 1997.


Arikunto, Suharsimi. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Fathani, Abdul Halim. Matematika Hakikat dan Logika. Yogyajarta: Ar-Ruzz Media, 2009.

Fauzi, Muhammad Amin. Efektivitas Pembelajaran Matematika Berbasis Kompetensi dan Berbasis Lokal
Topik Pembagian 2008.

Hadeli. Metode Penelitian Kependidikan. Ciputat: Quantum Teaching, 2006. Hartati, Suci. Optimalisasi
Pembelajaran Matematika Dengan menggunakan

Pendekatan Matematika Realistik Pada Siswa Kelas V SD Muhammadiyah Karangwaru, 2008.


http://digilib.uin-suka.ac.id/1271/.
Eko Rusyan Anan Prasetyo, Peranan Alat Peraga dalam Proses Pembelajaran
Matematika dengan Menggunakan Pendidikan Matematika Realistik di SD, Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta, 2005

Anda mungkin juga menyukai