Dian Marisca Simanjuntak - 1193311067 - RI Pend - MM Kelas Tinggi - PGSD H-19
Dian Marisca Simanjuntak - 1193311067 - RI Pend - MM Kelas Tinggi - PGSD H-19
DI SUSUN OLEH :
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat-nya
sehingga laporan rekayasa ide ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun dengan tujuan menambah pengetahuan atau wawasan dalam
menciptakan pembelajaran metematika yang efektif, dan juga untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pendidikan Matematika SD Kelas Tinggi.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada bapak Andri Kristianto, S.Pd,M.Pd selaku
dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Matematika SD Kelas Tinggi yang telah
membimbing dalam menyelesaikan makalah laporan rekayasa ide ini. Juga kepada pihak
yang telah membantu menyediakan jurnal sebagai bahan referensi.
Tak ada gading yang tak retak, penyusun menyakini bahwa dalam pembuatan makalah
ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang membangun guna untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
1. Dengan meningkatnya hasil belajar matematika siswa Kelas I,diharapkan dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa di sekolah.
2. Dengan mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dengan menggunakan
PMRI, diharapkan dapat ditemukan pemecahan masalahnya.
3. Dengan meningkatnya hasil belajar siswa kelas IV dan mengetahui kendala-
kendala yang dihadapi dengan menggunakan PMRI, secara tidak langsung dapat
juga diketahui dampak yang diberikan PMRI dalam pembelajaran matematika
terutama dalam mewujudkan kedua tujuan tersebut.
BAB II
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijabarkan di atas,
maka rumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut :
Matematika adalah ilmu deduktif, formal, hierarki, dan menggunakan simbol yang
memiliki arti yang padat, selain itu matematika merupakan ilmu dengan objek abstrak. Hal
ini tidak sejalan dengan perkembangan mental anak usia SD yang berada pada usia sekitar
7 sampai 12 tahun. Mengacu pada teori perkembangan Piaget, anak usia sekitar ini masih
berpikir pada tahap operasional konkrit artinya siswa SD belum berfikir formal. Ciri-ciri
anak pada usia ini adalah belum dapat memahami sesuatu yang bersifat abstrak, proses
berpikirnya masih bersifat konkrit dengan bantuan benda-benda yang nyata. Oleh karena
itu, dalam pembelajaran matematika di SD guru hendaknya mempunyai kemampuan untuk
menghubungkan antara dunia anak yang masih berpikir konkrit dengan matematika yang
bersifat abstrak.
Pembelajaran matematika yang dipelajari siswa SD diharapkan dapat digunakan
siswa untuk kepentingan hidupnya sehari-hari, dalam kepentingan lingkungannya, untuk
membentuk pola pikir yang logis, sistematis, kritis, dan cermat, dan akhirnya dapat
digunakan untuk mempelajari ilmu yang lain. Pada dasarnya pembelajarn matematika di
sekolah tidak hanya mengerjakan soal-soal seperti yang banyak terjadi di sekolah-sekolah
saat ini, dimana siswa dianggap sebagai mekanik yang mampu mengerjakan banyak soal
tanpa memahami nilai-nilai esensi dari matematika.
Pembelajaran matematika di sekolah dasar tidak bisa terlepas dari sifat-sifat matematika
yang abstrak, sedangkan sifat perkembangan intelektual siswa SD masih berada pada tahap
operasional konkrit. Oleh karena itu, perlu diperhatikan beberapa karakteristik pembelajaran
matematika di sekolah sebagai berikut :
Pada saat siswa menyelesaikan masalah kontekstual yang diberikan guru, maka siswa
akan mengembangkan suatu model matematika dari permasalahan tersebut. Model ini
diharapkan dibangun sendiri oleh siswa, baik dalam proses matematisai horizontal
maupun matematisasi vertikal. Kebebasan diberikan siswa untuk memecahkan masalah
secara mandiri atau kelompok, dan dengan sendirinya akan memungkinkan munculnya
berbagai model pemecahan masalah buatan siswa.
Sedangkan beberapa kelemahan PMRI yang merupakan tantangan yang harus dihadapi
guru dalam pelaksanaan PMRI antara lain :
1. Kegiatan pendahuluan (tahap apersepsi) berlangsung 10 menit. Dalam hal ini guru
menyiapkan materi dan alat peraga beberapa batang korek dan guru
menyampaikan tujuan pembelajaran dan melakukan apersepsi tentang
penjumlahan dan pengurangan bilangan 1 sampai 30.
2. Selanjutnya kegiatan ini berlangsung selama 60 menit. Dalam kegiatan ini guru
menyediakan dan memberikan beberapa masalah kepada siswa. guru memberikan
contoh tentang membandingkan bilangan dalam kehidupan sehari-hari, guru
membimbing siswa untuk menentukan perbandingan lebih banyak dan lebih
sedikit, Guru membagikan beberapa batang korek api tersebut untuk membuat
benda apa yang ia ingin buat. Kemudia beberapa siswa mempresentasikan hasil
presentasi kemudian guru memberikan soal yang sederhana untuk dapat
diselesaikan oleh siswa dalam bentuk latihan individual.
3. Pada siklus II guru menyiapkan materi dan alat peraga beberapa tutup botol dan
guru menyampaikan tujuan pembelajaran kemudian melakukan apersepsi tentang
penjumlahan dan pengurangan bilangan 1 sampai 30.
4. Setelah itu guru memberikan contoh tentang pengurangan dalam kehidupan
sehari-hari, guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok dan membagikan
LKS dan beberapa tutup botol kepada tiap kelompok kemudian siswa
menggunakan tutup botol untuk melakukan pengurangan dan mempresntasikan
hasil diskusi kelompoknya kemudian guru memberikan soal yang sederhana untuk
dapat diselesaikan oleh siswa dalam bentuk latihan individual.
5. Kegiatan penutup guru bersama siswa menarik kesimpulan dan guru memberikan
latihan soal.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan hal- hal sebagai berikut:
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan model pendidikan matematika yang
memanfaatkan pengetahuan awal siswa sebagai jembatan untuk memahami konsep-konsep matematika.
siswa tidak belajar konsep matematika secara langsung dari guru, tetapi siswa membangun sendiri
pemahaman konsep matematika melalui sesuatu yang diketuinya. PMRI memberi kesempatan siswa
mengkonstruksi sendiri konsep-konsep matematika melalui sesuatu yang diketahuinya.
a. Penggunaan konteks nyata sebagai starting point. Terlihat dari aktivitas siswa
dalam mengukur ubin namun masih ada siswa yang belum bisa mengukur ubin.
b. Adanya penggunaan model-model yang didemonstrasikan oleh siswa secara
individu maupun kelompok. Model berupa penggunaan media seperti pigura yang
memudahkan siswa memahami bentuk-bentuk bangun datar dan penggunaan
sedotan yang memudahkan siswa untuk membuat bangun datar. Dalam membuat
bangun datar beberapa siswa belum dapat membedakan antara bangun persegi dan
bangun belah ketupat
c. Terdapatnya produksi dan konstruksi siswa yang berupa ide secara lisan maupun
tulisan. Ide secara lisan ditemukan pada saat siswa mengungkapkan jawaban
beserta alasannya kepada peneliti namun ada beberapa siswa yang masih malu
untuk mengungkapkan jawaban secara lisan.
d. Ada interaksi berupa komunikasi antara siswa dengan peneliti dan antarsiswa.
e. Interaksi antara siswa dengan peneliti terjadi dalam bentuk bimbingan dan tanya
jawab. Interaksi antarsiswa terjadi saat diskusi kelompok. Pada kesempatan ini
sering menimbulkan kegaduhan yang mengganggu proses belajar mengajar.
f. Keterkaitan antara materi dengan pokok bahasan lain dalam matematika hanya
pengukuran.
5.2 Saran
Ahmadi, Abu dan Joko Tri Prasetya. Strategi Belajar Mengajar. Bandung:
Fathani, Abdul Halim. Matematika Hakikat dan Logika. Yogyajarta: Ar-Ruzz Media, 2009.
Fauzi, Muhammad Amin. Efektivitas Pembelajaran Matematika Berbasis Kompetensi dan Berbasis Lokal
Topik Pembagian 2008.
Hadeli. Metode Penelitian Kependidikan. Ciputat: Quantum Teaching, 2006. Hartati, Suci. Optimalisasi
Pembelajaran Matematika Dengan menggunakan