Anda di halaman 1dari 12

 Pemeriksaan Sistema Ternak

Kesehatan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya ternak. Oleh
karena itu upaya menjaga kesehatan ternak perlu mendapatkan perhatian yang serius agar ternak
tetap dalam keadaan sehat sehingga dapat hidup secara normal dan dapat berproduksi secara
optimal sesuai dengan kemampuan genetisnya. Ternak dikatakan sakit jika organ tubuh atau
fungsi organ tubuh tersebut mengalami kelainan, dan tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya. Kelainan tersebut dapat diketahui melalui pemeriksaan dengan indera secara langsung
mapun menggunakan alat bantu. Untuk mengetahui gejala – gejala yang timbul sebagai akibat
adanya kelainan pada suatu sistem organ dari seekor ternak karena menderita suatu penyakit
perlu dilakukan pemeriksaan.
Menurut  Akoso ( 2010 ) pemeriksaan kesehatan ternak secara cepat dan akurat sangat
diperlukan dalam upaya pengendalian maupun pemberantasan penyakit. Kesehatan hewan
meliputi cara pemeriksaan fisik, tingkah laku dan fisiologi ternak. Menurut Jackson & Cockroft (
2002 ) pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan keadaan tubuh melalui cara penentuan kondisi fisik
dengan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan fisik merupakan tindakan
untuk mengidentifikasi kelainan-kelainan klinis dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
suatu penyakit pada individu maupun populasi. Melalui informasi yang didapatkan selama
pemeriksaan dapat ditentukan beberapa penyebab penyakit, organ yang terlibat, lokasi, tipe lesio,
patogenesa, maupun tingkat keparahan penyakit. Pengendalian penyakit, prognosis dan
kesejahteraan hewan yang diharapkan dapat tercapai bila dilakukan pemeriksaan fisik yang benar
dan disertai dengan diagnosa yang tepat.

 Pada umumnya pemeriksaan dapat dilakukan dengan 4 (empat) macam cara, yaitu:
1)   Inspeksi (Melihat)
Inspeksi (melihat), digunakan untuk mengamati sikap dan kondisi umum tubuh ternak
bagian luar maupun bagian yang agak dalam. Pemeriksaan bagian luar misalnya meliputi
permukaan tubuh, kulit dan bulu
.
2) Palpasi (Meraba)
Palpasi (perabaan) merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan telapak
tangan atau punggung tangan. Perabaan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu perabaan
luar dan perabaan dalam. Perabaan luar dilakukan dengan tujuan untuk merasakan permukaan
bidang apakah kasar atau halus, juga untuk merasakan adanya penebalan kulit, bulu rontok, atau
kemungkinan adanya benjolan di kulit, dan sebagainya.

3)  Perkusi (Mengetuk)
Perkusi merupakan cara pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan alat pengetuk
(semacam palu) dan bantalan pengetuk.
4)  Auskultasi (Mendengar)
Auskultasi merupakan pemeriksaan dengan menggunakan indera pendengaran (telinga),
digunakan untuk mendengarkan adanya kelainan – kelainan bunyi pada organ – organ
pernapasan dan organ pencernaan. Caranya dengan menempelkan telinga ke dinding rongga dada
atau dinding rongga perut. Agar kelainan bunyi yeng terjadi dapat didengan dengan lebih jelas
biasanya pemeriksaan dengan cara auskultasi ini menggunakan alat bantu yang disebut
stetoskop.

 Ketepatan Diagnosa untuk Keberhasilan Penanganan Kasus Penyakit

Melakukan diagnosa penyakit hewan (termasuk ayam) merupakan tugas, tanggung


jawab, dan wewenang seorang tenaga lapangan atau dokter hewan. Profesi selain dokter hewan
atau tenaga lapangan yang terlatih, dalam hal ini peternak, dapat pula melakukan langkah-
langkah “seperti mendiagnosa” untuk mengumpulkan seluruh informasi mengenai kejadian
kasus penyakit. Mulai dari anamnesa, pengamatan terhadap gejala klinis, dan pemeriksaan bedah
bangkai.
 
Saat pengambilan kesimpulan akan jenis penyakit yang menginfeksi ayam dan tindakan
penanganannya sulit, maka informasi tersebut dapat diteruskan kepada tenaga lapangan di daerah
masing-masing atau tim konsultasi teknis peternakan yang diketahui. Jika sampai tahap bedah
bangkai belum bisa teridentifikasi serangan penyakitnya, maka bisa juga dilakukan uji
laboratorium untuk mendukung diagnosa, misalnya uji serologi, biologi molekuler, mikrobiologi,
bahkan pemeriksaan pakan dan bahan baku pakan melalui bantuan tim tenaga lapangan. Dalam
penanganan kasus penyakit, ketepatan diagnosa penyakit merupakan salah satu kunci penting
dalam penanganan dan pengendalian penyakit. Selain hal tersebut, hal lain yang perlu
diperhatikan yakni ketepatan penentuan obat, ketepatan dosis dan ketepatan manajemen
pemeliharaan.
 

 Diagnosa Penyakit

Diagnosa penyakit merupakan salah satu tahap dalam penanganan kasus di peternakan.
Diagnosa penyakit adalah upaya untuk menegakkan atau mengetahui jenis penyakit yang
menyerang atau faktor penyebab lainnya di suatu peternakan. Ketepatan diagnosa akan
mempengaruhi keberhasilan pengobatan/penanganan penyakit. Namun keberhasilan pengobatan
juga dipengaruhi oleh tingkat keparahan penyakit. Jika kondisi ayam sudah parah, maka tingkat
kesembuhan atau prognosanya (kemungkinan tingkat kesembuhan) juga kecil. Pengumpulan data
secara menyeluruh penting untuk diperhatikan. Pada dasarnya proses mendiagnosis
penyakit dianalogikan seperti halnya menyusun puzzle.  Yakni dengan mengumpulkan berbagai
data yang mengarah pada penarikan kesimpulan tentang penyakit yang menyerang peternakan.
Semakin banyak data yang diperoleh maka penarikan kesimpulan akan semakin mudah. Tahap-
tahap yang perlu dilakukan dalam mendiagnosa penyakit antara lain anamnesa (pengumpulan
data pendukung dan sejarah penyakit), pengamatan gejala klinis (gejala yang nampak dari luar
saat ayam masih hidup) yang muncul, pemeriksaan bedah bangkai (perubahan organ saat ayam
sudah mati) serta pengujian laboratorium.

 Anamnesa
Anamnesa berkaitan dengan keluhan yang dirasakan peternak berdasarkan pengamatan,
peninjauan maupun pengumpulan data. Tujuannya untuk mendapatkan informasi yang digunakan
sebagai panduan awal. Anamnesa dapat dilakukan dengan mempelajari catatan pemeliharaan
atau data recording maupun informasi dari petugas kandang. Data-data yang perlu dikumpulkan
meliputi:
 Jenis, strain, dan umur ayam.
 Jumlah populasi ayam dalam satu kelompok umur, serta jumlah seluruh populasi dalam satu
lokasi peternakan. Kemudian kita harus tahu juga apakah gejala sakit hanya pada kelompok
umur/kandang tertentu atau terjadi juga pada kelompok umur/kandang yang lain.
 Program vaksinasi yang diterapkan dan bagaimana aplikasi yang diberikan.
 Program pemberian vitamin atau antibiotik apa saja yang sudah dilakukan
 Bagaimana pelaksanaan biosekuriti di peternakan
 Bagaimana sejarah kasus penyakit di peternakan tersebut
 Berapa persentase produksi telur, berat telur, kualitas telur, dan kerabang telur, serta apakah
terjadi abnormalitas pada bentuk telur
 Data mengenai jumlah konsumsi pakan, berat badan, keseragaman, dan FCR
 Gambaran mengenai angka morbiditas (tingkat kesakitan) dan mortalitas (tingkat kematian)

Semua informasi pendahuluan di atas perlu kita ketahui untuk menganalisa faktor-faktor
pendukung kejadian penyakit. Seluruh data awal yang dapat digali dalam proses anamnesa
merupakan infomasi yang sangat bermanfaat dalam melihat proses kejadian penyakit secara
utuh.
Ambil contoh mengenai jenis dan umur ayam dapat menunjukkan penyakit apa saja yang
mungkin dapat menyerang ayam. Karena kita tahu beberapa penyakit rawan menyerang pada
umur-umur tertentu.
Gumboro misalnya, lebih sering menyerang pada semua jenis ayam pada umur muda
kurang dari 9 minggu. Organ target yang diserang pada penyakit Gumboro adalah bursa
Fabricius. Bursa Fabricius merupakan jaringan limfoid (organ kekebalan) yang hanya ada pada
ayam muda saja. Pada ayam dewasa umur kurang lebih 8 minggu akan mulai mengecil dan
rudimenter/benar-benar mengecil pada umur 16 minggu.
Data mengenai besarnya angka morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka
kematian) juga sangat penting kita dapatkan. Hal ini untuk mengetahui derajat keparahan suatu
penyakit dan mengetahui kemungkinan penyebab penyakit.

Anamnesa juga membantu kita mengetahui gambaran proses kejadian penyakit secara
umum terlebih dahulu. Misalnya dalam kasus penurunan produksi telur yang terjadi pada seluruh
populasi ayam, pada beberapa kelompok umur secara berbarengan, tanpa disertai dengan gejala
ayam sakit, kita mungkin menduga kasus penurunan produksi tersebut berkaitan dengan masalah
pakan. Masalah pakan di sini bisa karena perbedaan komposisi pakan, penurunan kualitas pakan,
maupun kemungkinan penumpukan dan penyimpanan pakan yang terlalu lama di dalam gudang
pakan. Bisa juga karena feeding programnya yang kurang tepat sehingga feed intake-nya tidak
masuk.

Pada kasus lain lagi, terjadi penurunan produksi telur yang sangat tajam namun hanya
terjadi pada satu kelompok ayam saja. Penurunan produksi telur juga disertai dengan penurunan
kualitas telur, misalnya penurunan kualitas kerabang, abnormalitas bentuk telur, dan penurunan
kualitas putih telur. Apabila kita mendapat data anamnesa demikian tentu kita bisa menduga
dengan kemungkinan penyakit tertentu. Namun demikian kita tetap harus melakukan
pemeriksaan terhadap kemungkinan adanya faktor non infeksius (bukan karena bibit penyakit)
lain yang bisa menimbulkan penurunan kualitas telur seperti itu.

 Pengamatan Gejala klinis


Pengamatan langsung terhadap kondisi ayam di kandang perlu dilakukan. Gejala klinis
merupakan gejala/perubahan-perubahan yang ditunjukkan tubuh ayam dan dapat diamati dari
luar. Beberapa penyakit mempunyai gejala klinis yang menciri, tetapi banyak penyakit yang
mempunyai gejala klinis yang mirip. Pemahaman terhadap berbagai macam penyakit beserta
gejala klinisnya sangat diperlukan untuk membantu proses diagnosa penyakit. Pengamatan gejala
klinis misalnya terhadap beberapa hal berikut ini:
 Penampilan ayam (pencapaian bobot ayam, kondisi ayam lemah, mengantuk, bulu
kusam/berdiri, jengger pucat/kebiruan/terdapat keropeng, muka pucat/bengkak, kepala
bengkak, kaki kemerahan/bengkak, posisi berdiri normal/pincang/lumpuh, perut
membesar, dan sebagainya)
 Gangguan pernapasan (suara ngorok, pilek, bersin, adanya leleran hidung, keluarnya
darah segar dari mulut, kesulitan bernapas, dan lain-lain)
 Gangguan pencernaan (mulut terdapat keropeng/lesi, diare basah, feses berwarna
hijau/putih/berdarah, feses masih terdiri dari butiran-butiran jagung, dalam feses
ditemukan potongan tubuh cacing pita)
 Gangguan saraf (tortikolis/leher terpuntir, lumpuh kaki atau sayap, tremor/gemetaran)
 Gangguan reproduksi (penurunan kuantitas dan kualitas telur)
Selain pengamatan pada ayam, di sini kita juga perlu mengamati kondisi lingkungan
kandang dan sekitar kandang. Karena gangguan kesehatan ayam tidak hanya disebabkan oleh
infeksi penyakit namun dapat pula disebabkan karena faktor manajemen atau lingkungan.
Misalnya kondisi litter pada kandang postal, pengaturan buka tutup tirai kandang, kelancaran air
minum, sebaran tempat pakan dan minum, dan lain sebagainya.
 

Ketelitian dalam mengamati gejala klinis sangat membantu dalam proses menegakkan diagnosa
penyakit. Gejala klinis merupakan cerminan langsung kondisi tubuh ayam yang dapat langsung
diamati tanpa melakukan bedah bangkai. Misalnya dalam kasus Gumboro, gejala klinis yang
menciri adalah kondisi badan lemah, bulu kusam dan berdiri, badan seperti menggigil gemetaran,
tidak nafsu makan dan minum, jika dipegang terasa panas/demam, dan diare berwarna putih.
Sedangkan ayam yang mengeluarkan suara ngorok merupakan gejala klinis umum beberapa
macam penyakit, misalnya CRD (Cronic Respiratory Disease), snot,
colibacillosis, infectious bronchitis (IB), Newcastle disease (ND), infectious
laryngotracheitis (ILT), bahkan avian influenza (AI).
 Mendiagnosa Penyakit

Berdasrkan gejala :

1. Penyakit ND/Totelo

Penyakit Newcastle Disease (ND) atau dikenal dengan penyakit tetelo bukan merupakan
penyakit yang asing di industri peternakan unggas Indonesia. Indonesia merupakan daerah
endemis dan mempunyai sejarah yang sangat dekat dengan penyakit ini.Newcastle Disease (ND)
merupakan penyakit menular akut yang menyerang ayam dan jenis unggas lainnya dengan gejala
klinis berupa gangguan pernafasan, pencernaan dan syaraf disertai mortalitas yang sangat tinggi.
Kerugian yang ditimbulkan ND berupa kematian yang tinggi, penurunan produksi telur dan
daya tetas, serta hambatan terhadap pertumbuhan. Penyakit ND / Tetelo ini disebabkan karena
serangan virus NDV, suatu virus RNA berkas tunggal dengan sekuens antisens negatif.

 Gejala yang ditimbulkan ketika ayam terkena penyakit tetelo adalah sebagai
berikut :
 Excessive mocus di bagian trakea
 Gangguan pernafasan pada ayam yang biasanya ayam akan mengalami batuk, bersin –
bersin, ngorok, dan juga nafasnya ngap – ngapan
 Pada tubuh ayam akan terlihat lesu dan lemas
 Nafsu makan pada ayam akan menjadi menurun dinanding pada hari – hari biasanya.
 Bila penyakit ini menyerang pada ayam betina, ini akan mengakibatkan produktifitas
telur menjadi menurun
 Kotoran ayam akan terlihat lebih encer dan berwarna hijau
 Pada kornea mata ayam terlihat keruh.
 Jenggernya berwarna biru, sayam akan menjadi menurun.
 ketika sudah parah maka akan terjadi kelumpuhan saraf yang akan mengakibatkan kejang
– mkejang dan leher terpuntir ke arah bawah

Pengendalian Penyakit Newcastle Disease / Tetelo


a. Pencegahan ND
1. Mempertahankan kenyamanan ayam di umur 2-3 minggu
Memaksimalkan pencapaian performa di 2 minggu pertama menjadi faktor penting untuk
mendapatkan sistem immunitas yang optimal. Selain periode itu, pada ayam broiler umur 2-3
minggu merupakan titik kritis karena merupakan masa peralihan dari periode brooding ke masa
dimana sistem pengaturan suhu ayam sudah berfungsi.

Pada Fase umur 2-3 minggu ini jugaterjadi perubahan sistem kekebalan dari kekebalan pasif atau
kekebalan dari induk ke kekebalan aktif atau kekebalan dari vaksin baik IBD ataupun ND. Untuk
itu meminimalkan stress eksternal pada masa itu, perlakuan-perlakuan berikut sangat membantu:

 Menjaga kualitas litter untuk meminimalkan konsentrasi amonia dikandang. Kondisi


amonia yang tinggi menyebabkan saluran pernafasan yang berfungsi sebagai kekebalan
mekanis sangat peka terhadap rangsangan tantangan penyakit.
 Mempercepat pelebaran kandang untuk meminimalkan stress akibat kepadatan yang
sudah mulai meningkat
 Proses penurunan sekam dengan bertahap dan lebih terkontrol akan sangat membantu
penurunan stress eksternal
 Pemberian bahan supportive lewat air minum seperti sorbitol dapat membantu supplai
kebutuhan energi ayam yang meningkat akibat terjadinya peningkatan Basal
Metabolisme Rate dan hormon ACTH.
 Pola pergantian pakan yang optimal dan bertahap di masa ini sangat diperlukan. Selain
itu pemilihan pakan yang berkualitas dan dibarengi pola pemberian pakan yang sesuai
akan memberikan support terhadap sistem immunitas ayam.
2. Program vaksinasi yang ketat dan tepat
Vaksinasi akan menggertak kekebalan yang optimal dan memberikan proteksi terhadap tantangan
ND di dilapangan. Ada yang perlu diperhatikan dalam hal program vaksinasi:

 Program ND live di awal kehidupan ayam sangat dibutuhkan mengingat Ig A yang


bertanggung jawab terhadap immunitas lokal sangat sedikit sekali persentasinya yang
diturunkan dari induk ke anak. Sangat disarankan menggunakan ND live diawal
dengan spray karena metode ini dapat memberikan gertakan terhadap immunitas lokal
lebih baik dan lebih cepat dibandingkan metode yang lain.
 Penggunaan ND Kill diawal dengan full dose dan yang mempunyai konsentrasi virus
sangat tinggi sangat dianjurkan untuk membantu tingkat proteksi mengingat masih
adanya kekebalan dari induk yang menyebabkan munculnya interferensi dengan virus
vaksin.
Kesalahan vaksinasi ND Kill yang paling banyak pada DOC biasanya vaksin kill hanya
menggunakan ½ dosis. Mengurangi dosis vaksin ND kill sangat tidak dianjurkan karena
virus dari vaksin kill tidak akan bereplikasi di jaringan dan masih adanya
pengaruh maternal antibody .
 Penggunaan booster ND live dengan strain lasota sangat disarankan lebih maju pada
umur 14-16 hari karena tantangan ND sekarang juga lebih awal. Program ini yang jarang
digunakan dan salah satu alasan utama peternak tidak menggunakan booster ND dengan
strain tersebut karena ketakutan terhadap munculnya postvaksin reaksi.
Penggunaan ND lasota untuk booster kedua sangat disarankan karena
kemampuan spreading dan kemampuan menggertak kekebalan strain ini sangat optimal.
Dari berbagai penelitian akhir-akhir ini dan pengalaman lapangan menunjukkan
penggunaan ND Live + ND Kill dikombinasikan dengan booster ND Live lasota lebih
bagus dibandingkan ND Live + ND kill di awal ataupun ND live diawal + booster
ND live Lasota dapat memberikan proteksi terhadap tantangan ND Genotipe VII. Selain
itu yang perlu di garis bawahi bahwa virus ND hanya SATU SEROTIPE sehingga semua
jenis vaksin bisa memberikan proteksi sama terhadap tantangan virus ND Genotipe VII.

3. sistem sanitasi dan biosecurity


Terakhir yang juga penting adalah pola perilaku sistem sanitasi dan biosecurity pada saat
kandang masih ada ayam ataupun pada saat kosong kandang melalui:
 Penyemprotan dengan desinfektan setiap pagi dan sore pada masa ada ayam produksi
akan membantu menurunkan konsentrasi virus ND di sekitar kandang.
 Meningkatkan pola kebersihan pada peralatan, kotoran dan vektor penyakit terutama kutu
dan tikus saat kosong kandang akan sangat membantu menurunkan keganasan virus ND
di sekitar kandang.
b. Pengobatan
Belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan ND. Usaha yang dapat dilakukan antara lain
membuat kondisi badan ayam cepat membaik dan merangsang nafsu makannya. Ayam dapat
diberikan tambahan vitamin dan mineral, serta mencegah infeksi sekunder dengan pemberian
antibiotik. Dapat pula diberikan pemanasan tambahan pada kandang.

b. Pelaporan
Jika ditemukan kasus ND dapat dilaporkan kepada Dinas yang membidangi fungsi Peternakan
dan Kesehatan Hewan terkait. Laporan tersebut selanjutnya diteruskan kepada Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Peneguhan diagnosa dilakukan oleh Laboratorium
Veteriner terakreditasi.

2. Penyakit Koksidiosis

Avian Coccidiosis (koksidiosis) merupakan penyakit usus yang disebabkan oleh protozoa
parasit Genus Eimeria (Allen dan Fetterer, 2002). Eimeria berkembang biak di saluran
pencernaan dan menyebabkan kerusakan jaringan (Calnek dkk., 2001). Koksidiosis pada ayam
berlokasi pada dua tempat yaitu di sekum (caecal coccidiosis) yang disebabkan oleh E. tenella
dan di usus (intestinal coccidiosis) yang disebabkan oleh delapan jenis lainnya (Jordan dkk.,
2001).
Koksidiosis merupakan salah satu penyakit yang banyak mendatangkan masalah dan
kerugian pada peternakan ayam. Kerugian yang ditimbulkan meliputi kematian (mortalitas),
penurunan berat badan, pertumbuhan terhambat, nafsu makan menurun, produksi daging turun,
meningkatnya biaya pengobatan, upah tenaga kerja dan lain-lain. Kerugian yang ditimbulkan
dapat menghambat perkembangan peternakan ayam dan menurunkan produksi protein hewani,
oleh karena itu pengendalian koksidiosis pada ayam perlu mendapat perhatian (Tabbu, 2006).
Koksidiosis atau sering disebut berak darah adalah penyakit parasiter yang menimbulkan
gangguan terutama pada saluran pencernaan bagian aboral, angka kesakitan dan kematian dapat
mencapai 80-90% (Retno, et al, 1998).

 Gejala Yang Ditimbulkan oleh penyakit koksidiosis


  GEJALA KLINIS
Spesies yang berbeda akan memberikan gejala klinis yang berbeda pula, gejala klinis yang
ditimbulkan bervariasi pada infeksi bermacam spesies dan juga pada banyak sedikitnya jumlah
koksidia yang menginfeksi dan resistensi hospes. Spesies yang kurang pathogen tidak atau
sedikit menunjukan gejala klinis. Gejala klinis dari penyakit ini yang disebabkan parasit Eimeria
tenella adalah :
a.   Ekskreta berdarah dan mencret.
b.   Nafsu makan kurang.
c.   Sayap terkulasi.
d.   Bulu kusam.
e.   Menggigil kedinginan. 

  PENYEBAB
Koksidiosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh protozoa yang bernama Eimeria sp
famili Eimeriidae atau yang lebih sering dikenal dengan penyakit berak darah, dimana Eimeria
ini mengivestasi bibit mikroorganisme kedalam sel tubuh sehingga melahirkan gangguan
kesehatan infestasi klinis yang merusakkan jaringan pencernaan terutama usus. Akibatnya terjadi
pada proses pencernaan berupa gangguan metabolisme dan penyerapan zat makanan, bahkan
kehilangan darah dari rusaknya jaringan usus, dan hampir pasti rentan terhadap penyakit lain.

  DIAGNOSA
Diagnosa sangkaan terhadap koksidiosis dapat di dasarkan atas gejala klinik, perubahan
patologik yang berhubungan dengan lokasi sejumlah besar ookista atau stadium aseksual Eimeria
(sporozoit, merozoit, skison) dan riwayat kasus Tabbu, (2006). Diagnosa laboratorium dapat
dilakukan dengan melakukan uji natif, uji apung dan uji sentrifus terhadap feses yang diduga
terinfeksi Eimeria, Sp.

  UMUR YANG DISERANG


Koksidiosis pada sekum oleh Eimeria tenella paling sering terjadi pada ayam muda berumur
4 minggu, karena umur tersebut adalah umur yang paling peka. Ayam yang berumur 1-2 minggu
lebih resisten, walaupun demikian Eimeria tenella  dapat juga menginfeksi ayam yang sudah tua.
Ayam yang sudah tua umumnya memiliki kekebalan imunitas akibat sudah terinfeksi
sebelumnya. Pada umumnya koksidiosis sekum terjadi akibat infeksi berat dalam waktu yang
relative pendek tidak lebih dari 72 jam. Pada ayam umur 1-2 minggu diperlukan 200.000 ookista
untuk menyebabkan kematian, dan diperlukan 50.000-100.000 ookista untuk menyebabkan
kematian pada ayam yang berumur lebih tua. Pada kelompok ayam, mula-mula gejala terlihat 72
jam setelah infeksi. Ayam terkulai, anoreksia, berkelompok agar badannya hangat dan hari
keempat sesudah infeksi terdapat darah di dalam tinja. Darah paling banyak ditemukan pada hari
kelima dan keenam sesudah infeksi dan menjelang hari kedelapan atau kesembilan ayam sudah
mati atau dalam tahap persembuhan. Kematian paling tinggi terjadi antara hari keempat dan
keenam karena kehilangan banyak darah. Kematian kadang-kadang terjadi tanpa diduga. Jika
ayam sembuh dari penyakit akut maka penyakit akan bersifat kronis.

 PENULARAN
Penyakit ini dapat ditularkan secara mekanik malalui pekerja kandang, peralatan yang
tercemar atau dalam beberapa kasus yang pernah terjadi dapat disebarkan melalui debu kandang
dan litter dalam jangkauan pendek. Berat tidaknya penyakit ini tergantung dari jumlah protozoa
yang termakan.

  PENGOBATAN
Untuk pengobatannya dapat dilakukan dengan cara pemberian larutan amprolium atau
sulfonamide dalam air minum dan pemberian air yang dapat mensuspensi suplemen vitamin A
dan K dapat mempercepat proses penyembuhan.

 PENCEGAHAN
Untuk pencegahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a.   Sanitasi dan ventilasi kandang harus baik.
b.   Pengangkatan litter setiap kali panen pada broiler.
c.  Lantai kandang dicuci pakai air untuk membersihkan kotoran, pencucian tahap kedua dengan
deterjen.
d.   Menaburkan bubuk kapur di dalam kandang.
e.   Peralatan feeder dan drinker dicuci sebersih mungkin.
f.    Kandang difumigasi dengan formalin 10%.
g.   Melakukan istirahat kandang 7-21 hari.

   PENGENDALIAN
Pengendalian koksidiosis pada ayam di Indonesia umumnya dilakukan dengan pemeliharaan
kebersihan, pemberian koksidiostat yang dicampurkan dalam makanan atau air minumnya, dan
penggunaan vaksin koksidia. Pengendalian koksidiosis dengan pemberian koksidiostat harus
diikuti cara dan takaran yang telah ditentukan agar tidak menimbulkan efek samping, bahwa
pemakaian satu macam koksidiostat yang terus menerus dalam pakan ayam dapat menimbulkan
galur coccidia yang tahan terhadap kokidiostat tersebut (Tabbu, 2006). Antikoksidia  dapat
menimbulkan resistensi terhadap koksidiosis. Industri farmasi ada usaha untuk mengatasi
masalah resistensi koksidiosis pada unggas (Allen dan Fetterer, 2002).

  KERUGIAN
Kemungkinan kerugian yang ditimbulkan dari penyakit ini jelas terjadi berupa kemerosotan
produksi yang cukup signifikan, serta menjadi pemicu gagalnya program vaksinasi, dengan titer
antibody yang diperoleh akan rendah dan tidak optimal dapat memicu timbulnya penyakit lain
seperti ND, Gumboro, Mareks bahkan Coryza atau biasa yang disebut infeksi sekunder.

3. Penyakit Gumboro

Anda mungkin juga menyukai