Euploidi
Euploidi adalah peristiwa perubahan
jumlah kromosom yang terjadi pada
seluruh pasangan kromosom. Hal ini
menyebabkan jumlah kromosom
individu dengan kasus euploidi akan
senilai dengan kelipatan kromosom
haploidnya. Berdasarkan jumlah
kelipatan kromosomnya, euploidi
dibedakan menjadi triploid (3n),
tetraploid (4n), pentaploid (5n), dan
seterusnya.
4. Gen Letal
Pola pewarisan sifat yang terakhir
adalah gen letal. Gen letal adalah
gen yang menyebabkan kematian
individu dalam keadaan homozigot,
sedangkan dalam keadaan
heterozigot, seorang individu dapat
bersifat normal atau subletal.
5. Determinasi seks
Makhluk hidup memiliki jenis
kelamin yang dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu jantan dan
betina. Studi mengenai perubahan
jenis kelamin organisme pertama
kali dilakukan oleh Henking (1891)
dan Mc. Clung (1902). Henking
menemukan bentuk kromosom
pada susunan perangkat kromosom
berbentuk X pada belalang. Pada
sperma jantan hanya ditemukan
kromosom berbentuk X, sedangkan
pada sel telur betina ditemukan
sepasang bentuk X. Mc Clung
berkesimpulan bahwa kromosom ini
akan menentukan jenis kelamin
yang membedakan jantan dan
betina.
Penentuan jenis kelamin ini
diwariskan secara bebas oleh gamet
parental pada keturunannya dalam
peristiwa meiosis. Terdapat dua
faktor yang memegang peranan
penting dalam penentuan jenis
kelamin suatu organisme, yaitu
faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor genetik yang
memengaruhi penentuan jenis
kelamin adalah materi genetik yang
terdapat di dalam kromosom,
khususnya kromosom kelamin.
Sementara faktor lingkungan yang
memengaruhi penentuan jenis
kelamin adalah suhu lingkungan.
Pengaruh suhu lingkungan dalam
penentuan jenis kelamin dapat
dilihat pada beberapa hewan,
seperti buaya, aligator, dan penyu.
Telur aligator yang dierami pada
suhu 34-36°C akan menghasilkan
aligator jantan, sedangkan telur
yang dierami pada suhu 26-30°C
akan menghasilkan aligator betina.
Cara menentukan jenis kelamin
pada berbagai makhluk hidup tidak
sama. Beberapa tipe penentuan
jenis kelamin makhluk hidup,
diantaranya sebagai berikut.
1. Tipe XY
Sistem ini umum kita temukan pada
tumbuhan, hewan, dan manusia.
Penamaannya berdasarkan bentuk
gonosom yang ditemukan.
Gonosom X berukuran lebih besar
dari gonosom Y. Sistem ini diberi
tanda XX untuk betina dan jantan
diberi tanda XY. Oleh karenanya,
betina disebut homogamet dan
jantan heterogamet. Pada manusia
terdapat 46 kromosom, kromosom
tubuh (autosom) 44 buah (22
pasang), sedangkan kromosom
kelaminnya ada 2 buah (sepasang).
Sel telur pada manusia 22A+X dan
sperma 22+Y atau 22A+X.
Penentuan jenis kelamin pada
manusia ditentukan oleh sperma.
Apabila sperma membawa
kromosom X membuahi ovum
(pembawa kromosom X), maka lahir
anak perempuan. Sementara itu,
apabila sperma pembawa
kromosom Y membuahi ovum
(pembawa kromosom X), maka akan
lahir anak laki-laki. Selain pada
manusia, tipe XY juga ditemukan
pada Drosophila melanogaster. Lalat
buah (Drosophila melanogaster)
memiliki delapan buah kromosom
yang terdiri atas tiga pasang
autosom dan satu pasang gonosom.
Penulisan kromosom untuk lalat
buah jantan adalah 6A+XY dan lalat
buah betina ditulis dengan 6A+XX.
2. Tipe XO
Penentuan jenis kelamin tipe XO
terdapat pada berbagai jenis
serangga, seperti belalang dan kutu
daun. Tipe XO hanya memiliki
kromosom seks satu macam, yaitu
kromosom X, sedangkan O bukan
termasuk simbol kromosom seks.
Kromosom kelamin belalang jantan
hanya terdiri atas satu kromosom X
tanpa kromosom Y sehingga
kromosom kelaminnya adalah XO.
Belalang betina memliki sepasang
kromosom X sehingga kromosom
kelaminnya adalah XX. Karena
belalang memiliki 24 kromosom,
rumus kromosom belalang betina
adalah 11AAXX dan belalang jantan
11AAXO.
3. Tipe ZW
Penentuan jenis kelamin
berdasarkan tipe ini berlaku pada
beberapa unggas (seperti ayam, itik,
dan putuh), burung, kupu-kupu,
serta beberapa jenis ikan. Pada
penentuan jenis kelamin ini,
individu betina disimbolkan dengan
ZW, adapun individu jantan
disimbolkan ZZ. Sebagai contoh,
ayam memiliki 78 kromosom.
Rumus kromosom ayam betina
adalah 38AAZW. Sedangkan rumus
kromosom untuk ayam jantan
adalah 38AAZZ.
4. Sistem Haploid-Diploid
Pada sistem haploid-diploid ini,
penentuan jenis kelamin tidak
ditentukan oleh kromosom seks,
melainkan oleh jumlah kromosom
tubuh. Determinasi kelamin dengan
tipe haploid-diploid dijumpai pada
serangga ordo Hymenoptera,
misalnya semut dan lebah. Pada
semut dan lebah umumnya tidak
memiliki kromosom seks. Betina
berkembang dari sel telur yang
dibuahi sehingga diploid. Adapun
jantan berkembang dari sel telur
yang tidak dibuahi sehingga haploid.
Hal ini dikenal dengan istilah
partenogenesis.
Contoh penentuan jenis kelamin
sistem haploid-diploid, yaitu telur
yang tidak dibuahi berkembang
menjadi individu haploid, yang
berjenis kelamin jantan. Sementara
itu, individu diploid umumnya
berjenis kelamin betina, namun
dapat juga berjenis kelamin jantan
yang steril. Jika seekor ratu lebah
kawin dengan lebah pejantan,
keturunan betinanya saling berbagi
3/4 gennya, tidak 1/2 seperti XY dan
ZW. Betina ordo Hymenopetra
dapat menentukan jenis kelamin
keturunannya dengan cara menahan
sperma dalam spermatekanya dan
melepaskannya ke oviduk atau
tidak. Hal tersebut memungkinkan
terbentuknya lebih banyak lebah
pekerja, bergantung pada status
koloninya.