Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

AKHLAK TASAWUF
“DALIL-DALIL TASAWUF”

DOSEN PENGAMPU: Bustian, S.PdI., MA

Kelompok 7:

Alya Nayla Fahira (2110402067)

Nadial Futra (2110402078)

Piji Nurul Ilham (2110402077)

MAHASISWA JURUSAN EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

(IAIN) KERINCI
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
hidayah dan inayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah “Dalil-Dalil Tasawuf” yang
digunakan sebagai salah satu tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf.

Namun demikian makalah ini masih dari kesempurnaan, segala kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk di masa yang akan datang.

Sungai Penuh, 15 September 2022

Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................................


.................................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................... ..4

A. Latar Belakang.....................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah................................................................................................................5

C. Tujuan..................................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................6

A. Dalil-Dalil Tasawuf.............................................................................................................6
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................

BAB III PENUTUP..................................................................................................................14

A. Kesimpulan........................................................................................................................14

B. Saran...................................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15
iii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, kajian tentang tasawuf semakin banyak diminati orang. Sebagai
buktinya adalah, misalnya semakin banyaknya buku yang membahas tasawuf di sejumlah
perpustakaan, di negara-negara yang berpenduduk muslim, juga Negara–Negara barat
sekalipun yang mayoritas masyarakatnya non muslim. Ini dapat menjadi salah satu alasan
betapa tingginya ketertarikannya mereka terhadap tasawuf. Hanya saja, tingkat ketertarikan
mereka tidak dapat diklaim sebagai sebuah penerimaan bulat-bulat terhadap tasawuf.
Jika diteliti lebih mendalam, ketertarikan mereka terhadap tasawuf dapat dilihat
pada dua kecenderungan terhadap kebutuhan fitrah atau naluriah, dan kedua karena
kecenderungan pada persoalan akademis. Kecenderungan pertama mengisyaratkan bahwa
manusia sesungguhnya membutuhkan sentuhan-sentuhan spiritual atau rohani. Kesejukan
dan kedamaian hati merupakan salah satu kebutuhan yang ingin mereka penuhi melalui
sentuhan spiritual ini. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Barmawie Umarie bahwa
setiap rohani manusia senantiasa rindu untuk kembali ketempat asal, selalu rindu kepada
kekasihnya yang tunggal.
Adapun kecenderungan yang kedua mengisyaratkan bahwa tasawuf memang
menarik untuk dikaji secara akademis-keilmuan. Boleh jadi, dengan kecenderungan yang
kedua ini, kajian tasawuf hanya berfungsi sebagai pengayaan keilmuan ditengah keilmuan-
keilmuan lain yang berkembang di dunia. Kedua kecenderungan diatas menuntut keharusan
adanya pengkajian tasawuf dalam kemasan yang proposional dan fundamental. Hal ini
dimaksudkan agar tasawuf yang kian banyak menarik peminat itu dapat dipahami dalam
kerangka ideologis yang kuat, disamping untuk memagari tasawuf dalam jalur yang benar.
Jika tulisan ini dapat diterima jelas dipandang perlu untuk merumuskan tasawuf dalam
islam dalam kemasan yang dilengkapi dengan dasar-dasar atau landasan yang kuat tentang
keberadaan tasawuf itu sendiri.
4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan dalil yang menunjukkan adanya ajaran Tasawuf dalam Islam?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dalil mengenai ajaran Tasawuf.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dalil-Dalil Tasawuf
Nilai-nilai ajaran tauhid, fiqih dan akhlaq sering di lihat kecenderungannya pada
bentuk formalnya saja, khususnya bidang ilmu yang mengambil bentuk perilaku lahiriyah
sebagaimana yang tampak dalam ilmu syari'at. Formalisme dalam ritual Islam di pandang
amat merugikan, maka Allah mengingatkan kita terhadap adanya bahaya formalisme
sebagaimana firman Allah:

‫يُ ْعلِنُ ْو َن َو َما ُرهُ ْم ُد ْو صُ تُ ِك ُّن َما لَيَ ْعلَ ُم َواِ َّن‬
(Wa inna rabbaka laya'lamu mā tukinnu ṣudụruhum wa mā yu'linụn)
Artinya: "Dan sesungguhnya Tuhanmu, benar-benar mengetahui apa yang
disembunyikan hati mereka dan apa yang mereka nyatakan." (Q. S. 27. An-Naml: 74).
Ayat yang tertulis di atas menunjukkan pada kita bahwa formalitas belum tentu
sesuai dengan kegaiban dalam fikiran (jalan fikiran) dan kegaiban dalam hati (niat dan hajat
dalam hati). Tidak sedikit orang sholat secara jasadi, namun hati dan fikirannya
sesungguhnya bukan sedang sholat. Banyak orang jasadnya berwudhu' (bersuci, thoharoh
jasadi), tetapi hati dan fikirannya masih dipenuhi virus-virus ghoibis sayithon, seperti iri,
dengki, hasad, hasud, hasumat, dendam, riya dan lain sebagainya. Dan masih banyak
sederetan contoh lainnya yang dapat kita tuliskan dari hasil pengamatan kita terhadap laku
orang perorangan di sekitar kita.
Yang dapat kita ambil pelajaran darinya bahwa formalisme pada hakikatnya lebih
cenderung merugikan nilai-nilai spiritual kita. Itu sebabnya Allah menyatakan bahwa Dia
(Allah) benar-benar mengetahui apa yang disembunyikan hati dan apa yang mereka
nyatakan. Penekanan pada formalisme seperti dalam ilmu syari'at ibadah yang lebih
cenderung menekankan syarat, rukun, tata tertib, sah dan batal dalam ritual ajaran Islam
dengan tanpa diiringi penghayatan di dalamnya. Tidak dapat memenuhi kebutuhan spiritual
dan akhlaqul karimah untuk menjadi insanul kamil, insanul muttaqin dan insanul muhsinin.
Hal ini disebabkan karena pengutamaan terhadap formalitas saja dapat berakibat
ruh ritual ibadah tidak dapat dirasakan. Yang dirasakan hanyalah kesibukan ritual jasad
yang kering, kurang bermakna pada penjiwaan ritual pelakunya. Padahal pengamalan ritual
ajaran Islam senantiasa menuntut laku ritual secara sadar dengan menghadirkan hati dan
6

pikiran serta segenap jiwa dan penjiwaan terhadap nilai-nilai ajaran Islam yang sedang
diamalkan. Karena itulah sangat diperlukan pengajaran ilmu penghayatan nilai-nilai
spiritual ajaran Islam.
Tentu saja hal ini bukanlah merupakan pekerjaan semudah membalikkan telapak
tangan, tetapi diperlukan riyadhoh istiqomah yang dilakukan dengan terus menerus secara
bertahap dan berkesinambungan. Karena pada hakikatnya Islam menginginkan keterkaitan
nilai-nilai aspek ritual jasadi dengan ritual batini. Oleh karena ritual dualistis (jasadi dan
batini), maka tidak heran jika diri kita senantiasa menginginkan adanya kekuatan kontak
antara ritual akhlaq jasadiyah yang lebih cenderung medium formal dengan ritual akhlaq
batini yang lebih cenderung non medium formal, sehingga menjadi suatu kesatuan yang
utuh. Dengan demikian berbagai ritual syari'at ibadah jasadi (wudhu, puasa, infaq,
shodaqoh, zakat, haji dan akhlaq positif lainnya) kontak dengan ritual ibadah batini terfokus
dan terkonsentrasi pada satu arah tujuan yang pasti hanya kepada Allah dan ikhlas karena
Allah yang realita zat-Nya berwujud goibi, imani, hayati, maknawi, rohani dan nurani,
bukan jasadi.
Namun ritual akhlaq Islami tidaklah dilakukan secara batini semata, tetapi juga harus
diiringi dengan ritual ibadah jasadi, kecuali dalam keadaan darurat jasadi seperti sakit dan
sebagainya yang tidak memungkinkan ritual ibadah jasadi dilakukan, maka ritual ibadah
batini sah dilaksanakan. Ritual ibadah jasadi dalam bentuk ucapan dan ritual perbuatan
nyata, di dalamnya mengandung maksud tujuan untuk mempengaruhi batini dan menuntun
akal pikiran dan qolbi dalam rangka upaya penghayatan terhadap ibadah yang akan, sedang,
dan telah dilakukan. Dengan demikian ritual ibadah yang dilakukan itu, selain mengandung
hikmah untuk penghayatan pengabdian diri kepada Allah Zat Yang Maha Goib, juga ritual
tersebut mengandung efek kesucian jasadi wal batini dan menjadikan pelakunya jauh dari
virus-virus kemungkaran. Dengan penghayatan spiritual seperti ini, sistem nilai yang
berkaitan dengan keimanan dan keakhlaqan berpadu utuh dengan sistem norma dalam
syari'at Islam.
Sejalan dengan itu, Al-Qur'an dan Al-Hadits sebagai pedoman dan tuntunan abadi
kita sepanjang masa, pastilah di dalamnya terkandung nilai-nilai spiritual di samping
nilainilai lainnya. Berbagai ayat dalam Al-Qur'an dan sabda Rasul dalam kitab Al-Hadits
menunjukkan secara jelas kepada kita bahwa nilai-nilai spiritual itu memang ada,
diantaranya sebagai berikut:

(Wa lillāhil-masyriqu wal-magribu fa ainamā tuwallụ fa ṡamma waj-hullāh, innallāha


wāsi'un 'alīm)
Artinya: "Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu
menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi
Maha Mengetahui." (Q. S. 2. Al-Baqoroh: 115).

(Wa iżā sa`alaka 'ibādī 'annī fa innī qarīb, ujību da'watad-dā'i iżā da'āni falyastajībụ lī
walyu`minụ bī la'allahum yarsyudụn)
Artinya: "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku,
maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang
yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi
(segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu
berada dalam kebenaran." (Q. S. 2. Al-Baqarah: 186).

(Wa laqad khalaqnal-insāna wa na'lamu mā tuwaswisu bihī nafsuh, wa naḥnu aqrabu ilaihi
min ḥablil-warīd)
Artinya: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui
apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat
lehernya." (Q. S. 50. Qof: 16).
8

(Fa wajadā 'abdam min 'ibādinā ātaināhu raḥmatam min 'indinā wa 'allamnāhu mil ladunnā
'ilmā)
Artinya: "Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami,
yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan
kepadanya ilmu dari sisi Kami." (Q. S. 18. Al-Kahfi: 65).
Demikian juga halnya dengan Al-Hadits, diantara sekian banyak Hadits Rasul
yang menjelaskan tentang nilai-nilai spiritual, yang sering kita dengan dan kita ucapkan
adalah: "Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Pada suatu hari, Rasulullah saw. muncul di
antara kaum muslimin. Lalu datang seorang laki-laki dan bertanya: Wahai Rasulullah,
apakah Iman itu? Rasulullah saw. menjawab: Engkau beriman kepada Allah,
malaikatmalaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, pertemuan dengan-Nya, rasul-rasul-Nya dan
kepada hari berbangkit.
Orang itu bertanya lagi: Wahai Rasulullah, apakah Islam itu? Rasulullah saw.
menjawab: Islam adalah engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya
dengan apa pun, mendirikan salat fardu, menunaikan zakat wajib dan berpuasa di bulan
Ramadan. Orang itu kembali bertanya: Wahai Rasulullah, apakah Ihsan itu? Rasulullah
saw. menjawab: Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya.
Dan jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia selalu melihatmu.
Orang itu bertanya lagi: Wahai Rasulullah, kapankah hari kiamat itu? Rasulullah saw.
menjawab: Orang yang di tanya mengenai masalah ini tidak lebih tahu dari orang yang
bertanya. Tetapi akan aku ceritakan tanda-tandanya; Apabila budak perempuan
melahirkan anak tuannya, maka itulah satu di antara tandanya.
Apabila orang yang miskin papa menjadi pemimpin manusia, maka itu tarmasuk
di antara tandanya. Apabila para penggembala domba saling bermegahmegahan dengan
gedung. Itulah sebagian dari tanda-tandanya yang lima, yang hanya diketahui oleh Allah.
Kemudian Rasulullah saw. membaca firman Allah Taala: Sesungguhnya Allah, hanya pada
sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan,
dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui
(dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat me-
ngetahui di bumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal. Kemudian orang itu berlalu, maka Rasulullah saw. bersabda: Panggillah ia
kembali! Para sahabat beranjak hendak memanggilnya, tetapi mereka tidak melihat seo-
9
rang pun. Rasulullah saw. bersabda: Ia adalah Jibril, ia datang untuk mengajarkan
manusia masalah agama mereka." (Shahih Muslim No.10).
Pada hakikatnya, seorang ahli Tasawuf Islami itu akan tunduk pada agamanya,
melaksanakan ibadah-ibadah yang diperintahkan, iman itu diyakininya dalam hati,
menghadap selalu pada Allah memikirkan selalu sifat dan tanda-tanda kekuasaan Allah.
Imam Sahal Tusturi seorang ahli tasawuf telah mengemukakan tentang prinsip tasawuf ada
enam macam:
1. Berpedoman kepada kitab Allah (Al-Qur’an).
Umat islam dalam menjalankan kehidupannya tidak bisa terlepas dari aturan dan
peraturan yang sudah ditentukan. Beragam aturan dan peraturan termaktub dalam tuntunan
berbentuk pedoman yang biasa dikenal dengan sebutan Alquran. Sebagai kitab suci umat
islam, Alquran selalu menjadi bahan bacaan bahkan senantiasa dilantunkan dalam setiap
ibadah yang dilakukan. Sekaitan sarat dengan muatan berupa petunjuk untuk mampu
mengamalkan tuntunan-tuntunan yang termaktub di dalamnya, seseorang perlu
mempelajari konsep-konsep dasar keilmuan yang menjadikan Alquran sebagai objek
kajiannya.
Ulumul Quran merupakan salah satu penunjang supaya seseorang mampu
memahami bacaan yang terkandung di dalamnya. Melalui ulumul Quran, pengetahuan dari
mulai pengertian hingga penjelasan-penjelasan antara satu ayat dengan ayat lainnya dapat
diketahui. Memahami isi kandungan Alquran menjadi sebuah keharusan tersendiri. Hal
tersebut dilatari dengan adanya kewajiban menjalankan kehidupan sesuai aturan dan
peraturan yang berlaku.
Ketidakpahaman terhadap isi kandungan Alquran berdampak pada cara
menjalankan kehidupan berlawanan dengan aturan dan peraturan yang sudah termaktub.
Mengamalkan isi yang ada di dalam Alquran menjadi satu keharusan di dalam
berkehidupan. Untuk mampu mengamalkan perlu memiliki pemahaman tepat terhadap
kandungan yang terdapat di dalamnya. Sehingga ketepatan dalam memahami kandungan
isi di dalamnya, seseorang dalam menjalankan kehidupannya penuh dengan kesesuaian
aturan main yang berlaku. Berpedoman Alquran menjadi sebuah keharusan bagi umat
islam dalam menjalankan kehidupannya. Terdapat banyak tuntunan di dalamnya yang
mampu mengarahkan segala perbuatan penuh dengan kesesuaian.
2. Mengikuti Sunnah Rasulullah (Hadits).
Mengikuti sunnah atau tidak bukanlan suatu "kebebasan memilih". Sebab
10
mengamalkan ajaran Islam sesuai garis yang telah ditentukan oleh Rasulullah adalah
kewajiban yang harus ditaati. Perilaku Muhammad (saw) disebut sunnah. Menurut Islam,
sunnah Nabi adalah sumber hukum kedua setelah Qur'an.
Keseharian dan perilaku Rasulullah, bahkan diakui oleh para sarjana Barat,
merupakan gambaran kesempurnaan utuh seorang manusia. Dan tidak ada satupun seorang
manusia di muka bumi yang diikuti perilakunya oleh berjuta-juta orang hingga detik ini
dalam sejarah peradaban manusia. Akhlak Nabi (saw) merupakan kesempurnaan akhlak
pada diri seseorang. Semua itu telah tercatat dalam sejarah Islam yang merupakan
ketetapan Allah (swt).
Berapa banyak kalangan salaf (generasi terdahulu) yang mengagumi dan
berusaha menyelaraskan kehidupan mereka dengan sunnah, sejak pagi hingga malam hari.
Di kalangan umat Islam telah sepakat bahwa sunnah merupakan kunci untuk memahami
pesan-pesan Qur'an dan sebagai perangkat pengurai yang menunjuki dari dalil-dalil yang
tersedia di dalamnya. Qur'an diturunkan hanya memuat prinsip-prinsip dasar dan hukum
Islam secara global sebagai aturan hidup, sedang sunnah mengajarkan petunjuk
pelaksanaannya. Jadi sunnah sangat diperlukan jika seseorang hendak mengamalkan
secara benar ajaran Islam guna menjadi seorang Muslim yang hakiki. 

Hidup ini sangat singkat dan sarat dengan tipu daya dengan segala bentuk dan
ragamnya yang sulit untuk dirubah. Semuanya baru akan terasa indah dan bermakna jika
kita mengikuti apa yang diajarkan oleh Nabi. Setiap aktifitas yang diarahkan kepada Allah
tidak akan menjauhkan dari hubungan hidup dengan-Nya, bahkan justru membuat Alah
semakin menyukai dan meridhoinya. Tidak ada karunia kenikmatan yang lebih besar
daripada sehari yang dilalui dalam ketentraman dan keserasian.
Kita coba mengawali aktifitas sehari dengan mengingat Allah dan Rasul-Nya
pada saat bangun pagi, kemudian menjalani paginya bersama bimbingan Nabi (saw).
Dalam setiap hendak memulai perkerjaan, Rasulullah senantiasa mengawali perbuatan
dengan menyebut nama Allah. Selanjutnya, hendaknya perilaku hidup ini kita selaraskan
dengan ajaran Qur' an, dan mengikuti sunnah Nabi. Dengan begitu, hidup yang singkat ini
akan terasa sangat bermakna, penuh hikmah dan indah. Rasa kasih sayang yang Nabi
miliki, kita adopsi. Kecintaan kepada sesama dan semua makhluk Allah kita pelihara.
Pengabdian hidup Nabi untuk kejayaan Islam, kita amalkan. Pengorbanan Nabi untuk
kedamaian umat manusia, kita jaga. Kesederhanaan Nabi dalam hidup sehari-hari, kita
11
ikuti. Keikhlasan Nabi dalam beramal, kita praktekkan. Maka, dengan mengikuti Nabi
yang mulia karena akhlaknya, kita akan menjadi orang mulia, baik di mata Allah atau di
mata manusia.
3. Makan makanan yang halal.
Bagi umat muslim, makanan yang halal adalah yang didapat dan diolah sesuai
dengan syariat Islam. Tentu saja selain halal, makanan juga harus bergizi, agar bermanfaat
bagi tubuh dan juga kesehatan. Seperti yang kita ketahui sendiri, makanan dan minuman
adalah sebuah kebutuhan bagi manusia yang harus dipenuhi setiap hari. Makanan dan
minuman yang masuk ke tubuh kita tentu saja akan berpengaruh bagi kesehatan tubuh.
Contohnya saja, jika memakan makanan bergizi yang banyak mengandung vitamin dan
mineral, tentunya akan menghasilkan output berupa sehatnya organ-organ tubuh.
Sedangkan ketika kita memakan makanan yang tak sehat, pastinya akan membuat
kesehatan menurun. Bicara mengenai makanan, Al Qur’an merupakan kitab suci yang
banyak memuat tentang pedoman hidup. Termasuk di dalamnya pedoman
tentang makanan halal dan haram yang wajib maupun yang tidak diperbolehkan untuk
dikonsumsi umat Islam. Makanan dan minuman halal tak hanya berarti sekadar makanan
yang dibeli dengan rezeki yang halal. Upaya pemerolehan sebuah makanan yang
berhukum halal haruslah didapatkan karena perbuatan yang baik pula. Tidak boleh
didapatkan atas hasil merampas, mencuri, korupsi atau menganiaya saudara kita yang lain
untuk mendapatkan sebuah makanan. Selain itu, seperti yang terkandung dalam Al Qur’an
surah Al-Baqarah ayat 173, makanan yang halal juga berarti makanan yang tidak
mengandung darah, daging babi, bangkai dan tidak disembelih atas nama Allah S.W.T.
Umat muslim juga diwajibkan untuk membaca doa sebelum makan dan mengucap
bismilah sebelum meminum minuman agar dalam setiap suapan makanan yang masuk ke
tubuh kita mendapat ridho dan berkah dari Allah S.W.T.  
4. Tidak menyakiti binatang
Dalam islam perbuatan menyakiti binatang itu sangat dilarang dan pelakunya telah
melakukan dosa. Semisal seorang pemilik kuda untuk menandai kudanya, maka dia
melukai wajah kuda tersebut dengan menempelkan besi panas sehingga terdapat tanda
atau cap wajah kuda tersebut. Maka hal itu dilarang dalam Islam. Untuk memberi tanda
pada hewan sebaiknya menggunakan benda-benda lain yang tidak menyakiti hewan.
Misalnya, dengan memberikan kalung, tali, dan lain sebagainya.
5. Menjauhkan diri dari dosa kecil dan besar.
12
Allah SWT akan mengampuni siapa saja hamba yang menjauhkan dirinya dari
segala perbuatan atau tindakan yang berdampak pada dosa besar. Selain itu, Allah SWT
juga akan menghapuskan segala dosa-dosa kecil bagi hamba-Nya yang menjauhkan diri
dari dosa besar. Rasulullah SAW juga memerintahkan kepada umatnya untuk menjauhi
dosa besar seperti menyekutukan Allah SWT, melakukan praktik sihir, membunuh sesama
manusia, memakan harta anak yatim, berzina dan masih banyak lainnya. Bagi hamba yang
menjauhkan diri dari perbuatan dosa maka akan mendapatkan surga Allah SWT.
6. Melaksanakan ketetapan hukum, yaitu segala peraturan agama islam.
Hukum islam memberi manfaat bagi umat Muslim di seluruh dunia. Hukum Islam
bertindak sebagai pedoman hidup yang harus dipatuhi oleh semua Muslim. Tujuan hukum
Islam membantu umat Islam memahami bagaimana mereka harus menjalani setiap aspek
kehidupan mereka sesuai dengan perintah Allah SWT. Hukum Islam dapat
menginformasikan setiap aspek kehidupan sehari-hari bagi seorang Muslim. Hukum Islam
merupakan hukum yang kompleks. Setiap hukum Islam harus berdasarkan Al Qur'an dan
hadis. Tujuan hukum Islam untuk melindungi kebutuhan manusia akan kehidupan duniawi
dan akhirat.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tasawuf adalah upaya atau jalan
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui proses dan cara tertentu agar
mendapatkan kebahagian batin sehingga menghiasi diri dengan akhlakul karimah. Adapun
orang yang bertasawuf disebut sufi. Mempelajari tasawuf memiliki banyak manfaat
diantaranya di zaman sekarang, yang mana teknologi serba canggih dan materi yang
melimpah ternyata justru membuat manusia mengalami penurunan spiritualisme dan lebih
mementingkan dunia. Tasawuf dapat menyejukan hati, menentramkan jiwa dan menemukan
makna hidup yang sesungguhnya ditengah kehidupan sehari-hari.

B. Saran
Untuk lebih memahami serta mendalami syari’at, mestinya kita tidak hanya
memperdalam Iman dan Islam saja. Dalam hal pendekatan diri kepada Allah, maka Ihsan
sangat diperlukan. Adapun ajaran tasawuf merupakan metode yang dapat digunakan untuk
semakin mendekatkan diri kepada Allah. Apabila ada kesalahan atau pun kekurangan pada
makalah ini, penulis harap pembaca mampu memberikan saran yang bersifat membangun,
agar kelak penulis mampu memberikan karya yang lebih baik lagi.
14
DAFTAR PUSTAKA
Badrudin. 2015. Pengantar Ilmu Tasawuf. Serang: A-Empat.
Anwar, Rosihan. 2011. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.
Rosihon Anwar, Mukhtar Sholihin. 2006. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.
15

Anda mungkin juga menyukai