Anda di halaman 1dari 42

TEKONOLOGI, DESAIN KERJA, SISTEM

PENILAIAN KERJA DAN PENGHARGAAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah : Perilaku Organisasi

Dosen Pengampu :
Dr. M. Rizal Nur Irawan. SE., MM

Disusun Oleh Kelompok 4 :

1. Bunga Citra Lestari NIM. 041810405


2. Fiqih Daffa Yogiswara NIM. 041810415
3. Kholisa Nur Mawaddah NIM. 041810420
4. Lilis Yunia Anggraini NIM. 041810421
5. Muhamad Fajar F. NIM. 041810428
6. Nia Rachmad NIM. 041810433
7. Nina Asfa Dalila NIM. 041810434

ROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang akan membahas lebih jauh
mengenai materi Teknologi, Desain Kerja, Sistem Penilaian Kerja dan
Penghargaan. Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Perilaku
Organisasi. Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Perilaku
Organisasi. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Harapan kami semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat
sebagai salah satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca, menambah
wawasan serta pengalaman, sehingga nantinya saya dapat memperbaiki bentuk
ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik lagi. Sebagai penyusun, kami
mengakui bahwasanya masih banyak kekurangan yang terkandung di dalamnya.
Oleh sebab itu, dengan penuh kerendahan hati saya berharap kepada para
pembaca untuk memberikan kritik dan saran demi lebih memperbaiki makalah ini.
Terima Kasih.

Lamongan, 06 Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................... 1
1.1 Latar belakang ................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................ 2
BAB II DASAR TEORI / PEMBAHASAN .............................. 3
2.1 Teknologi ..................................................................... 3
2.2 Desain Kerja ................................................................. 9
2.3 Sistem Penilaian Kerja .................................................. 17
2.4 Penghargaan ................................................................. 26
BAB III PENUTUP .................................................................... 36
3.1 Kesimpulan ................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA ................................................................. 38
LAMPIRAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di era sekarang, sumber daya manusia dituntut untuk terus berkembang
dan memiliki kemampuan yang handal untuk menjawab tantangan globalisasi.
Sumber daya manusia didalam suatu organisasi haruslah memiliki kompetensi
yang dibutuhkan agar organisasi tersebut dapat tetap hidup dan berkembang,
sehingga pelaksanaan manajemen sumber daya manusia dari rekruitment
haruslah berorientasi pada model kompetensi. Desain pekerjaan atau desain
penugasan dapat diartikan juga sebagai suatu pendekatan tugas secara spesifik,
yang ditetapkan menjadi suatu uraian tugas (deskripsi) di antara pekerja dengan
kelompok atau organisasi. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan
salah satu faktor yang untuk meningkatkan produktivitas kinerja suatu
organisasi atau instansi. Oleh karena itu, diperlukan Sumber Daya Manusia
yang mempunyai kompetensi tinggi karena keahlian atau kompetensi akan
dapat mendukung peningkatan prestasi kinerja karyawan.
Peran Manajemen SDM sendiri sangat berpengaruh terhadap kinerja dari
karyawan, karena sumber daya manusia merupakan sumber daya yang paling
penting dan sangat menentukan dalam kelangsungan hidup suatu
perusahaan/organisasi. Pada dasarnya setiap orang memiliki potensi yang luar
biasa dan belum dimanfaatkan secara penuh. Dalam penegasan tersebut
menjadi tugas manajer untuk memanfaatkan sumber daya itu sedemikian rupa
untuk kepentingan pencapaian tujuan organisasi, namun tetap memberikan
suatu penghargaan dan penghormatan terhadap SDM yang bersangkutan.
Penilaian kinerja dikatakan penting mengingat melalui penilaian kinerja
dapat diketahui seberapa tepat pegawai telah menjalankan fungsinya.
Ketepatan pegawai dalam menjalankan fungsinya akan sangat berpengaruh
terhadap pencapaian kinerja organisasi secara keseluruhan. Selain itu, hasil
penilaian kinerja pegawai akan memberikan informasi penting dalam proses
pengembangan pegawai.

1
Namun demikian, sering terjadi penilaian dilakukan tidak tepat.
Ketidaktepatan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang
menyebabkan ketidaktepatan penilaian kinerja diantaranya adalah
ketidakjelasan makna kinerja yang diimplementasikan, ketidapahaman pegawai
mengenai kinerja yang diharapkan, ketidakakuratan instrumen penilaian
kinerja, dan ketidakpedulian pimpinan organisasi dalam pengelolaan kinerja.

1.2 Rumusan masalah


Berikut ini merupakan rumusan masalah yang akan diangkat dari makalah
ini, yaitu:
1. Bagaimana definisi tentang teknologi ?
2. Bagaimana definisi tentang desain kerja ?
3. Apa saja sistem penilaian kerja ?
4. Bagaimana definisi tentang penghargaan ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan pada rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan apa saja tentang teknologi.
2. Mendeskripsikan tentang desain kerja.
3. Mendeskripsikan bagaimana sistem penilaian kerja.
4. Mendeskripsikan tentang penghargaan.

2
BAB II
DASAR TEORI / PEMBAHASAN

2.1 Teknologi
2.1.1 Teknologi Di Tempat Bekerja
Kami menyatakan bahwa struktur berbeda dari bagaimana suatu
organisasi mentransfer inputnya menjadi output. Istilah tersebut semakin luas
dipergunakan oleh ahli-ahli ekonomi, para manajer, konsultan, dan analisis
bisnis untuk mendeskripsikan mesin dan alat yang menggunakan alat
elektronik dan komputer yang canggih untuk menghasilkan output tersebut.
Tema yang umum di antara teknologi baru di lingkungan pekerjaan adalah
bahwa teknologi tersebut menggunakan mesin-mesin untuk menggantikan
tenaga kerja manusia dalam mengubah input menjadi output. Pada sesi ini,
kita akan mencermati empat isu spesifik yang berkaitan dengan teknologi dan
pekerjaan. Isu-isu tersebut adalah manajemen mutu terpadu dan proses
perbaikan yang terus menerus, rekayasa ulang, sistem manufaktur yang
fleksibel, dan ketertinggalan pekerja. (Robbins, 2002 : 239 - 240).
1. Proses Perbaikan Kualitas dan Perbaikan yang Terus-Menerus
Program TQM mencoba mencapai proses perbaikan yang terus-menerus
sehingga variabilitas berkurang secara konstan. Ketika anda menghilangkan
variasi, Anda meningkatkan keseragaman produk atau jasa. Dengan
meningkatkan keseragaman, pada gilirannya akan meningkatkan biaya lebih
rendah dan kualitas lebih tinggi. Contohnya, Advanced Filtration Systems Inc,
Champaign, Illionis, memangkas jumlah produk yang cacat sebagaimana yang
ditetapkan oleh audit kualitas pelanggan dari 26,5 per 1.000 unit menjadi
tidak ada sama sekali (nol) selama lebih dari empat tahun. Selama periode
yang sama, produksi unit per bulan menjadi tiga kali lipat dan jumlah
karyawan menurun sampai dua puluh persen.
Perbaikan yang terus-menerus berlangsung berlawanana dengan
pendekatan khas Manajemen Amerika yang memandang proyek-proyek kerja
sebagai hal yangh linier ada awal dan ada akhirnya. Contohnya, Manajer
Organisasi Amerika secara tradisional memandang pemangkasan biaya

3
sebagai proyek jangka pendek. Mereka menyusun suatu tujuan dari
pengurangan biaya sampai dua puluh persen, mencapainya, dan kemudian
berkata: “Wow! Pemangkasan biaya kita telah berakhir. “sebaliknya, orang-
orang Jepang menganggap pemangaksan biaya sebagai sesuatu yang tidak
pernah berakhir. Pencarian bagi perbaikan yang terus-menerus menciptakan
suatu perlombaan tanpa ada garis finish. (Robbins, 2002 : 240 – 241).
2. Proses Kerja Rekayasa Ulang
Istilah rekayasa ulang berasal dari proses pemisahan produk elektronik dan
merancang versi yang lebih baik. Michael Hammer menerapkan istilah
tersebut umtuk organisasi. Ketika dia menemukan perusahaan-perusahaan
yang menggunakan komputer semata-mata hanya untuk mengotomatisasi
proses agar tidak ketinggalan jaman, dari pada menemukan secara mendasar
cara yang lebih baik dalaam melakukan sesuatu, dia menyadari bahwa prinsip-
prinsip dari rekayasa ulang dapat diaplikasikan pada bisnis. Jadi, ketika
diaplikasikan terhadap organisasi, rekayasa ulang berarti bahwa manajemen
seharusnya dimulai dengan satu lembar kertas pemikiran dan perancangan
kembali proses-proses tersebut dimana organisasi menciptakan nilai-nilai dan
melakukan pekerjaan, membersihkan dirinya dari operasi-operasi yang telah
kuno.
Elemen kunci. Tiga elemen kunci dari rekayasa ulang adalah
mengidentifikasi kompetensi organisasi yang leluasa, menilai proses dasar,
dan menata ulang proses secara horisontal.
Kompetensi khusus organisasi menjelaskan apa yang dilaksanakan organisasi
yang lebih baik daripada pesaingnya. Contoh-contoh dapat mencakup lokasi
toko yang lebih baik, sistem distribusi yang lebih efisien, produk yang
berkualitas yang lebih tinggi, pegawai penjualan yang lebih berpengetahuan,
atau dukungan teknis yang luar biasa. Dell Computer, contohnya,
membedakan perusahaannya dari pesaingnya dengan menekankan pada
perangkat keras yang berkualitas tinggi, dukungan teknis dan pelayanan yang
komprehensif, dan harga yang murah.

4
3. Sistem Manufaktur Yang Fleksibel
Karakteristik dari sistem manufaktur yang fleksibel adalah bahwa dengan
memadukan desain yang didukung oleh komputer, rekayasa, dan manufaktur,
sistem manufaktur ini dapat memproduksi dengan volume produksi yang
rendah untuk para pelanggan dengan harga sebanding dengan apa yang
sebelumnya hanya mungkin terjadi melalui produksi massal.
4. Ketertinggalan Pekerja
Perubahan dalam teknologi telah menggeser kehidupan stabil dari
kebanyakan pekerja yang terampil. Seorang pekerja pabrik atau pekerja
klerikal tahun 1950-an dapat mempelajari suatu pekerjaan dan dapat
memastikan bahwa keterampilan yang dimilikinya akan cukup layak untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut selama hampir seluruh kehidupannya.
Kondisi tersebut tidak cocok lagi untuk zaman sekarang. Teknologi baru yang
dibawa oleh computer rekayasa ulang, TQM, dan sistem manufaktur yang
fleksibel mengubah tuntutan pekerjaan dan karyawan yang terarnpil harus
melaksanakannya.Tugas yang berulang seperti yang dilakukan secara
tradisional pada. Pabrik Perakitan dan klerk kantor dengan keterampilan yang
rendah akan di otomatisasi. Dan sejumlah pekerjaan akan ditingkatkan.
Contohnya, semakin banyaknya manajer dan profesional yang mengerjakan
tugas penulisan memo dan laporan-laporan mereka dengan menggunakan
perangkat lunak pengolah kata, pekerjaan sekretaris tradisional akan menjadi
lebih dari hanya sekadar asisten administrasi asisten yang tidak dilengkapi
kemampuan untuk melaksanakan peran yang di ekspansi akan diganti,
2.1.2 Teknologi Informasi Dalam Organisasi
Teknologi muncul sebagai akibat makin merebaknya globalisasi dalam
kehidupan organasi. Teknologi dalam organisasi memiliki peranan uama
dalam mempelajari sifat-sifat dari teknologi suatu organisasi dan hubungan
teknologi terhadap stukur organisasi. Organisasi adalah sebuah system
terbuka, dan teknologi organisasi merupakan cerminan dari kodisi lingkungan
organisasi dan juga jenis kegiatan internal yang teradi dalam organisasi,.
Teknologi saat ini tidak bisa dipisahkan darijalannya sebuah organisasi

5
karena itu keberadaan teknologi informasi menjadi factor penentu utama dari
keberhasilan organisasi (Gordon & Gordon, 2000).
Pengelompokkan Teknologi
Thomson mengelompokkan teknologi organisasi menjadi 3 jenis yang
masing-masing menggambarkan jenis hubungan yang terjadi dengan
konsumen maupun jenis kegiatan internal yang terjadi dalam organisasi. Tiga
pengelompokkan organisasi yaitu :
1. Teknologi perantara (mediating technology) :
Digunakan untuk menghubungkan beberapa klien yang satu sama lain
tidak dapat dihubungkan secara langsung.
2. Teknologi rangkaian panjang (long-linked technologi)
Jenis teknologi ini kegiatan organisasi terdiri dari tahapab-tahapan
kegiatan yang beryurutan. Hasil dari suatu kegiatan menjadi ouput bagi
kegiatan berikutnya, beruruta hingga akhirnya produk siap
untukdigunakanoleh konsumen.
3. Teknologi intensif (intensive technologi)
Kumpulan dari beberapa jenis pelayanan khusus, yang keseluruhannya
digabungkan untuk melayani klien.teknologiintensif umumnya
digunakan pada kegiatan yang mempunyai akibat yang cukup berarti
pada klien sehingga klien mengalami perubahan.
2.1.3 Pemanfaatan Teknologi Dalam Organisasi
Pemanfaatan atau implementasi teknologi dalam kegiatan operasional
organisasi akan memberikan dampak yang cukup signifikan bukan hanya dari
efisiensi kerja, namun juga terhadap budaya kerja baik secara personal, anara
unit maupun, keseluruhan institusi berdasarkan struktur organisasi
pemanfaatan teknologi informasi diklarifikasikan menjadi 3 yaitu :
1. Perbaikan efisiensi
Pemanfaatan teknologi informasi untuk perbaikan efisiensi diterapkan
pada level operasional organisasi. Pada kategori ini, pemanfaatan
teknologi informasi diukur dengan penurunan waktu dan biaya proses.

6
2. Perbaikan efektivitas
Diterapkann pada level manajerial organisasi. Pada kategori ini
pemanfaatan teknologia dapat diukur dengan kemudahan dan kecepatan
memperoleh status pencapaian target organisasi.
3. Strategi improvement
Diterapkan pada level eksekutif organisasi. Pada kategori ini,
pemanfaatan teknologiinformasi diukur dengan kemudahan dan
ketetapan pengambilan keputusan oleh eksekutif
2.1.4 Peranan Teknologi Dalam Organisasi
Tipe dan fungsi perana teknoligi informasi ini secara langsungakan
berpengaruh atas rancangan atau desain struktur rganisasi perusahaan dan
struktur departemen. Divisi atau unit terkait dengan system informasi,
teknologi informasi berikut akan dijelaskan kelima tipe dan fungi perana
teknologi informasi tersebut.
1. Fungsi operasional
Membuat struktur organisasi menjadi ramping, karena telah diambil alih
fungsinya oleh teknologi informasi. Lantaran sifat penggunaanya yang
menyebar di seluruh fungsi organisasi, unit terkait dengan manajemen
teknologi informasi akan menjalankan fungsinyasebagai supporting
agency dimana teknologi dianggap sebagai sebuah firm infrastructure.
2. Fungsi monitoring & control
Keberadaan teknologi informasi akan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dengan aktivitas dilevel manajerian embadedd di dalam
setiapfungsi manajer, sehingga struktur organisasi unit terkait dengannya
harus dapat memiliki span control atau peer relationship yang
memungkinkan terjadinya interaksi efektif dengan para pimpinan di
organisasi terkait.
3. Fungsi planning dan Decision
Keberadaan teknologi dianggap sebagai enabler dari rencana organisasi
dan merupakan sebuah knowledge generator bagi para pimpinan
organisasi yang dihadapkan pada realitas untuk mengambil sejumlah
keputusan penting sehari-harinya. Tidak jarang organisasi yang pada

7
akhirnya memilih menempatkan unit teknologi sebagai bagian dari fungsi
perencanaan atau pengembangan korporat karena fungsi strategis tersebut
4. Fungsi communication
Setiap prinsip termasuk kedalam firm infrastukture organisasi modern
dimana teknologi informasi ditempatkan posisinya sebagai sarana atau
media individu organisasi dalam berkomunikasi, berkolaborasi
berkooperasi dan berinteraksi.
5. Fungsi interorganisational
(indrajit,2014;7). Merupakan sebuah peranan yang cukup unik karena
dipicu oleh semangat globalisasi yang memaksa perusahaan untuk
melakukan kolaborasi atau menjalin kemitraaan dengan sejumlah
organisasi lain.
2.1.5 Implentasi dalam jurnal
Teknologi diterapkan oleh Rosidah &Tina Fakultas Ekonomi,
Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia yang membuat jurnal berjudul
Peran Teknologi Untuk Pengembangan Karir Sekretaris Dengan tujuan untuk
Pekerjaan Sekretaris dalam kantor membutuhkan media teknologi informasi
dengan menggunakan bantuan teknologi tersebut pekerjaan kantor dapat
efisien dan efektif. yang sebagaimana mengangkat kajian teori :
Fauziah (2010) menjelaskan secara operasional bahwa penggunaan
teknologi komputer, yang berupa perangkat keras dan perangkat lunak,
berfungsi menciptakan, menyimpan, mempertukarkan dan menggunakan
informasi dalam berbagai bentuk. Pada era informasi dan globalisasi, banyak
sekali keuntungan yang dapat diperoleh berkatpenggunaan teknologi
informasi.. Dalam dunia kantor, Teknologi Informasi identik dengan
perangkat komputer. Pada awalnya komputer diciptakan sebagai alat hitung
semata, namun perkembangan dari waktu ke waktu membuat komputer
menjadi alat yang handal untuk membantu segala bidang kehidupan manusia,
seperti penyebaran dan pengakses informasi dari berbagai sumber.
Yo Ceng Giap (2011), intinya adalah Teknologi Informasi meliputi
teknologi komunikasi untuk transaksi sosial, yakni menyampaikan dan
menyebarkan informasi. Maka teknologi informasi merupakan hasil
penggabungan teknologi komputer dengan teknologi telekomunikasi.

8
Teknologi tersebut dapat diterapkan dalam pengengolahan data, termasuk:
bagaimana memperoleh informasi, mengolah menjadi data, mengamankan
data dalam berbagai bentuk untuk menjadi informasi yang memiliki kualitas
atau sesuai dengan tujuan. Kualitas informasi dapat dinilai dari: relevansi,
akurat, dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis,
pemerintahan dan merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan
keputusan. (jurnal terlampir)
2.2 Desain Kerja
Desain kerja adalah cara dimana tugas tugas dikombinasikan untuk
menciptakan perkerjaan individu memiliki pengaruh langsung terhadap
kinerja dan keputusan karyawan (Robbins, 2002 : 246). Dalam sesi ini kita
akan meneliti teori karakteristik tugas tugas dan pendesainan kembali kerja.
Lalu kita akan akan menyimpulkan sesi ini dengan menyarankan bahwa,
karena kita telah berada di gerbang abad ke 21, kita harus benar benar mulai
memikirkan kembali apa sebernarnya arti suatu pekerjaa. Dalam 10 atau 20
tahun mendatang dan sangat mungkin bahwa hanya sedikit dari kita yang
akan melakukan yang kelihatannya seperti apa yang secara tradisional kita
sebut suatu pekerjaan.
2.2.1 Teori Karakteristik Tugas
Kebanyakan dari kita mengakui kedua fakta ini: (1). Pekerjaan itu
berbeda-beda, dan (2). Beberapa dari pekerjaan itu lebih menarik dan lebih
menantang dibandingkan dengan yang lainnya. Fakta-fakta ini tidak luput
dari perhatian para peneliti OB. Mereka menanggapinya dengan
mengembangkan teori karakteristik tugas yang mencoba mengidentifikasikan
karakteristik tugas dari pekerja, bagaimana karakteristik ini digabungkan
umtuk membentuk dengan motivasi, kepuasan, dan kinerja para pekerja.
(Robbins,2002: 246)
Ada beberapa teori karakteristik tugas. Kami akan mengkaji ulang tiga teori
yang paling penting yaitu:
1. Teori Persyaratan Atribusi Tugas
Pendekatan karakteristik tugas ini dimulai dengan pekerjaan pionir
dari Arthur Turner dan Paul Lawrence pada tahun 1960-an. Mereka

9
mengembangkan suatu studi penelitian untuk menilai efek dari beberapa
jenis pekerjaan yang berbeda terhadap kepuasan dan ketidak hadiran.
Mereka meramalkan bahwa para karyawan akan lebih memilih pekerjaan-
pekerjaan yang kompleks dan menantang yakni jenis-jenis pekerjaan yang
dapat meningkatkan kepuasan dan menyebabkan angka ketidakhadiran
menjadi lebih rendah. Mereka mendefinisikan kekompleksitasan pekerjaan
dari segi enam karakteristik tugas; 1. Variasi, 2. Otonomi, 3. Tanggung
jawab, 4. Pengetahuan dan keterampilan, 5. Interksi social yang
dibutuhkan , 6. Interaksi social yang dibutuhkan. Semakin tinggi pekerjaan
dinilai dari karakteristik ini, menurut Turner dan Lawrence, semakin
kompleks pekerjaan tersebut.
Teori persyaratan atribusi tugas dari Turner dan Lawrence adalah
penting setidaknya untuk tiga alasan; 1. Mereka menunjukkan bahwa para
pekerja benar-benar member tanggapan yang berbeda-beda terhadapjenis
pekerjaan yang berbeda-beda, 2. Mereka memberikan serangkaian atribusi
tugas pendahuluan dimana pekerja dapat dinilai, dan 3. Mereka
memfokuskan perhatian terhadap kebutuhan untuk mempertmbangkan
pengruh perbedan individu mengenai reaksi karyawan terhadap pekerjaan.
2. Metode Karakteristik Pekerjaan
Teori persyaratan atribusi tugas dari Turner dan Lawrence
meletakkan dasar-dasar dari apa yang saat ini menjadi kerangka pikiran
utama untuk mendefinikan karakteristik tugas dan memahami hubungan
mereka dengan motivasi, kinerja, dan kepuasan pekerja inilah yang disebut
dengan model karakteristik pekerjaan (job characteristic model-JMC) dari
Greg Oldham Menurut JMC, setiap pekerjaan dapat dideskripsikan dalam
lima dimensi pekerjaan inti, yang didefinisikan sebagai berikut;
1) Ragam Keterampilan : tingkatan dimana pekerja tersebut memerlukan
aktivitas yang berbeda sehingga pekerjaan dapat menggunakan
sejumlah keterampilan dan bakat yang berbeda beda
2) Identitas Tugas : tingkatan dimana pekerja tersebut memerlukan
penyelesaian dari seluruh detail pekerjaan yang dapat diidentifikasi

10
3) Tingkat Pentingnya : tingkatan dimana pekerjaan tersebut memiliki
dampak yang substansial terhadap kehidupan atau pekerjaan orang
lain.
4) Otonomi : tingkatan diman pekerjaan memerlukan kebebasan yang
substansial, independensi, dan keleluasaan terhadap individu dalam
menyuun jadwal pekerjaan untuk menentukan prosedur-prosedur yang
digunakan dalam melaksakannya.
5) Umpan Balik : tingkatan dimana dalam pelaksanaan pekerjaan yang
diperlukan oleh pekerjaan tersebut berakibat pada perolehan individu
secara langsung dan informasi yang jelas menngenai efektifitas
kinerjanya

Keadaan Hasil Pekerjaan


Dimensi Inti
Psikologis Personal
Pekerjaan
Kritis

Ragam keterampilan Pekerjaan yang


Identitas tugas berkualitas tinggi
Signifikasi tugas Kinerja Motivasi kerja
internal yang tinggi

Mengalami sendiri Kinerja kerja yang


Otonomi tanggung jawab untuk berkualitas tinggi
mendapat outcome
Kepuasan yang tinggi
terhadap pekerjaan

Ketidakhadiran dan
Umpan Pengetahuan dari hasil turnover yang rendah
balik aktual aktivitas kerja

Kekuatan yang
dibutuhkan untuk
perkembangan pegawai

Perhatikan bagan diatas. Perhatikan bagai mana tiga dimensi


pertama, ragam kterampilan, identitas tugas, tingkat pentingnya tugas

11
berkombinasi untuk menciptakan pekerjaan yang bermakna. Yakni jika
ketiga karakteristik ini muncul dalam suatu pekerjaan kita dapat
meramalkan bahwa pemegang jabatan akan memandang pekerjaan sebagai
sesuatu yang penting dan berharga, perhatikan juga bahwa pekerjaan yang
memiliki otonomi dapat memberikan pemegang jabatan dari pekerjaan
tersebut suatu perasaan tanggung jawab pribadi mengenai hasilnya¸ dan
bahwa jika suatu pekerjaan memerlukan umpan balik pekerja tersebut
akan mengetahui kinerjanya secara efektif. Dari poin awal mengenai
motivasi, model tersebut menyatakan bahwa penghargaan internal
diperoleh oleh seorang individu ketika dia memahami (pengetahuan dari
akibat) bahwa dia secara pribadi (mengalami sendiri tanggung jawab)
telah melakukan sesuatu tugas yang sangat dia pedulikan atau senangi
(merasakan sendiri manfaatnya), dengan sangat baik. Semakin banyak
ketiga keadan psikologis ini muncul, semakin tinggi motivasi, kinerja, dan
kepuasan pekerja dan semakin rendah ketidak hadiran dan
kemungkinannya untuk meninggalkan organisasi. Seperti yang
diperlihatkan bagan di atas, hubungan antara dimensi pekerjaan dan hasil
diatur atau disesuaikan olh kekuatan dari kebutuhan pertumbuhan
individu, yakni oleh hasrat karyawan untuk meningkatkan harga diri dan
aktualitas diri. Ini berarti bahwa individu dengan pertumbuhan
perkembangan yang tinggi mungkin lebih banyak menghadapi keadaan
psikologis tersebut ketika pekerjaan mereka lebih banyak daripada rekan
sejawatnya yang kebutuhan pengembangannya lebih rendah. Lebih jauh
lagi, mereka akan menanggapi keadaan psikologis yang lebih positif ketika
mereka akan menghadapi keadaan psikologis tersebut disbanding individu
dengan kebutuhan perkembangan yang rendan. (Robbins, 2002 : 249)
Model karakteristik pekerjaan telah diteliti dengan lebih cermat
kebanyakan bukti mendukung kerangka teori umum, yakni, terdapat
sejumlah karakteristik pekerjaan, dan karakteristik ini mempengaruhi hasil
perilaku. Namun, masih terdapat perdebatan seputar kelima dimensi inti
yang spesifik dalam JCM dan validitas kekuatan yang dibutuhkan untuk

12
perkembangan sebgai suatu variable yang sederhana. (Robbins, 2002 :
250).
3. Metode Pemrosesan Informasi Sosial (SIP)
Metode SIP berpendapat bahwa para pekerja mengadopsi sikap
dan prilaku dalam menanggapi isyarat social yang diberikan oleh orang
lain yang memiliki kontak dengan mereka. Orang lain ini dapat berupa
rekan kerja, penyelia, teman, anggota keluarga atau para pelanggan.
Contohnya gary ling mendapatkan pekerjaan musim pasnas di
penggergajian british Colombia. Karena pekerjaan tersebut langka dan
pekerjaan yang satu ini diberi gaji yang sangat istimewa, Gary masuk
kerja dengan motivasi tinggi di hari pertamanya bekerja. Namun, 2
minggu kemudian, motivasinya sudah amat melemah. Yang terjadi
adalah rekan sesama kerjanya selalu saja menjelek-jelekkan pekerjaan
mereka. Mereka mengatakan bahwa pekerjaan tersebut membosankan,
harus mengisi daftar hadir pada waktunya yang mereka anggap sebagai
ketidakpercayaan pihak manajemen tersebut terhadap mereka, bahkan
penyelia tidak pernah mendengarkan pendapat mereka. Karakteristik
objektif dari pekerjaan Gary tidak berubah dalam jangka waktu dua
minggu, namun Gary telah membangun suatu keyakinan berdsarkan
pesan pesan yang diterima dari rekan-rekannya. (Robbins, 2002 : 250)
2.2.2 Penataan Ulang Pekerjaan (Work Redesign)
1. Rotasi pekerjaan, jika para pekerja menderita akibat kerutinan yang
dialami dalam pekerjaannya salah satu alternative untuk
meanggulanginya adalah dengan melakukan rotasi pekerjaan (atau
yang saat ini disebut dengan crosstraining). Ketika suatu aktivitas
tidak ;agi menjadi suatu hal yang menantang, pekerja tersebut
dimutasikan ke pekerjaan lainnya yang tingkat dan persyaratan
keterampilannya sama (Robbins,2002 :251).
Kelebihan Rotasi pekerjaan adalah rotasi tersebut dapat
mengurangi kebosanan dan meningkatkan motivasi melalui pemberian
varisi terhadap aktivitas karyawan. Mutasi pekerja juga dapat
memberikan kesempatan bagi pihak manajemen untuk lebih fleksibel

13
dalam menyusun jadwalnpekerjaan, beradaptasi dalam perubahan, dan
mengisi kekosongan posisi. Sebaliknya, rotasi pekerjaan juga memliki
kekurangan, antara lain: biaya pelatihan akan lebih meningkat,
produktifitas berkurang dengan pindahnya seorang karyawan ke
posisinya yang baru tepat pada saat efisiensinya terhadap
pekerjaannya yang terdahulu sedang menguntungkan ekonomi
organisasi. Rotasi pekerjaan juga dapat menciptakan kekacauan.
Anggota kerja harus menyesuaikan diri terhadap tempat kerjanya yang
baru. penyelianya mungkin juga harus menyediakan waktu lebih
untuk menjawab pertanyaan dan memonitor pekerjaan dari pegaai
yang baru saja dimutasikan. Akhirnya, rotasi pekerjaan dapat
menurunkan motivasi para peserta pelatihan yang ambisius dan
intelejen yang mencari tanggung jawab khusus dalam spesialisasi
yang mereka pilih.
2. Perluasan pekerjaan {job enlargement), menjadi sangat populer
akhir-akhir ini. Peningkatan jumlah dan variasi tugas yang
dilaksanakan seseorang dapat memberikan lebih banyak perbedaan.
Daripada mensortir surat-surat yang masuk kedepartement, contohnya,
pekerjaan seorang pekerja sortir dapat diperluas secara fisik dengan
mengantarkan surat keberbagai departemen atau mencap sendiri
perangko untuk surat surat keluar. Walaupun perluasan pekerjaan
ditentang karena kurang nya perbedan dalam pekerjaan yang terlalu
terspesialisasi, namun perluasan pekerjaan tersebut masih memberikan
sedikit tantangan atau makna terhadap aktivitas seorang pekerja.
Pengayaan pekerjaan diperkenalkan untuk menanggulangi kelemahan
dari penambahan pekerjaan.
3. Pengayaan Pekerjaan (job enrichment), megacu pada ekspansi
pekerjaan secara vertikal. Pengayaan pekerjaan ini dapat
meningkatkan derajat pengendalian pekerja terhadap perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi dari pekerjaannya. Suatu pekerjaan yang
ditingkatkan mengatur agar tugas tersebut memberikan kesempatan
pada pekerjanya untuk menyelesaikan seluruh aktivitasnya,

14
meningkatkan kebebasan dan kemandirian karyawan, meningkatkan
tanggung jawab, dan memberikan umpan alik, sehingga seseorang
dapat menilai dan memperbaiki kinerjanya.
Cara mengkoreksi kinerja sendiri agar pihak manajemen dapat
meningkatkan mutu pekerjaan seseorang karyawan berdasarkan pada model
karakteristik pekerjaan, menentukan tipe-tipe perubahan dalam pekerjaan
yang paling mungkin berpengaruh dalam meningkatkan potensi motivasi
mereka.(perhatikan bagan di bawah)
Tindakan yang disarankan Dimensi kerja inti

Menggabungkan Variasi
tugas-tugas Keterampilan

Membentuk unit Identitas Tugas


kerja yang alami

Menjalin hubungan Signifikansi Tugas


dengan klien

Pemuatan vertikal Otonomi

Membuka saluran Umpan Balik


umpan balik

1. Menggabungkan tugas-tugas. Para manajer harus berusaha


menggabungkan tugas-tugas kecil yang telah ada dan menyatukan mereka
keeembali dan membentuk modul kerja yang baru dan lebih besar.
Pengukuran ini dapat meningkatkan variasi keterampilan dan identitas
tugas.
2. Menciptakan unit kerja yang alami. Bagian ini berarti bahwa yugas
seorang pekerjabetul-betul bermakna dan teridentifikasi secara
keseluruhan. Pengukuran ini meningkatkan “rasa memiliki” pekerja

15
terhadap pekerjaannya dan meningkatkan kemungkinan agar pekerja
memandang pekerjaannya sebagai sesuatu yang bermakna dan penting,
bukan sesuatu yang tidak relevan dan membosankan.
3. Menjalin hubungan klien. Klien adalah pengguna produk atau jasa yang
dikerjakan oleh pekerja. Kapan pun bila memungkinkan manajer harus
mencoba membangun hubungan antara pekerja dengan kliennya untuk
meningkatkan variasi pekerjaan, otonomi, dan umpan balik terhadap
pekerjaan tersebut
4. Memperluas kerja secara vertikal. Ekpansi vertikal memberikan tanggung
jawab dan control terhadap pekerja yang sebelumnya dikuasai oleh pihak
manajemen. Perluasan tersebut secara parsial berupaya untuk mendekatkan
jurang antara pinak-pihak yang “melakukan” dan “mengendalikan”
pekerjaan tersebut dan juga meningkatkan otonimi karyawan.
5. Melakukan saluran umpan balik. Upan balik memberikan kesempatan
pada karyawan untuk mengerti, tidak hanya mengenal sudah seberapa
bagus pekerjaan yang mereka lakukan, tapi juga apakah kinerja mereka
meningkat, memburuk, atau tetap berada ditingkat yang konstan. Misalnya
umpan balik tentang kinerja harusnya diterima secara langsung ketika
pekerja melakukan pekerjaan, daripada diterima dari pihak manajemen
pada waktu-waktu tertentu saja
(Robbins:2002: 252-253)
2.2.3 Implentasi dalam jurnal
Desain Kerja diterapkan oleh Ester Manik Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Pasundan, Bandung yang membuat jurnal berjudul Pengaruh
Budaya Organisasi, Desain Kerja Dan Kualitas Supervisi Terhadap Kinerja
Pegawai Dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh budaya
organisasi, desain kerja dan kualitas supervise terhadap kinerja pegawai.yang
sebagaimana mengangkat kajian teori :
Kinerja karyawan selain dipengaruhi oleh individu sebagai sumber daya
manusia, juga sangat dipengaruhi oleh faktor situasional organisasi karena tiap
individu yang satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan satu sama lain,
untuk itu dibutuhkan dukungan situasi organisasi yang dapat mendukung kerja

16
individu sehingga menghasilkan kinerja yang baik (Kreitner & Kinicki, 2014)
yang meliputi budaya organisasi, disain kerja dan kualitas supervisi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi, desain kerja dan kualitas
supervise berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai baik simultan
maupun parsial. (jurnal terlampir)
2.3 Sistem Penilaian Kerja
2.3.1 Pengertian Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan
kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya
memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan
keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu
tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana
mengerjakannya. Kinerja merupakan prilaku nyata yang ditampilkan setiap
orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan
perannya dalam perusahaan.(Yani, 2012 : 117)
Beberapa pengertian penilaian kinerja yang dikemukakan oleh para ahli
seperti:
Malayu S.P. Hasibuan (2001:34) mengemukakan kinerja (prestasi
kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,
pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Andrew F. Sikula yang di kutip
oleh Malayu S.P Hasibuan (2001:87)
Penilaian Kinerja adalah evaluasi yang sistematis terhadap pekerjaan
yang telah dilakukan oleh karyawan dan ditujukan untuk pengembangan.
Tentang penilaian kinerja ditengah kompetisi yang global perusahaan
menuntut kinerja yang tinggi dari setiap karyawan hal ini dinyatakan oleh:
Henry Simamora, (2004:338) Penilaian Kinerja (Performance appraisal)
adalah proses yang dipakai oleh perusahaan / organisasi untuk mengevaluasi
pelaksanaan kerja individu karyawan.
2.3.2 Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut (Yani, 2012 : 119)Suatu perusahaan melakukan penilaian
kinerja didasarkan pada dua alasan pokok, yaitu:

17
1) Manajer memerlukan evaluasi yang objektif terhadap kinerja karyawan
pada masa lalu yang digunakan untuk membuat keputusan di bidang
SDM di masa yang akan datang
2) Manajer memerlukan alat yang memungkinkan untuk membantu
karyawan memperbaiki kinerja, merencanakan pekerjaan,
mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk perkembangan
karier dan memperkuat hubungan antar manajer yang bersangkutan
dengan karyawannya.
Penilaian kinerja juga memiliki sejumlah tujuan dalam
berorganisasi. Pertama, manajemen menggunakan penilaian
untuk mengambil keputusan personalia secara umum. Kedua,
penilaian memberikan penjelasan tentang pelatihan dan
pengembangan yang dibutuhkan. Ketiga, penilaian kinerja dapat
dijadikan sebagai kriteria untuk program seleksi dan
pengembangan yang disahkan. Karyawan kontrak baru yang
kinerjanya masih rendah, dapat diidentifikasi melalui penilaian
kinerja.Kempat, penilaian kinerja juga untuk memenuhi tujuan
umpan balik yang ada terhadap para pekerja tentang bagaimana
prganisasi memandang kinerja mereka. Terakhir, penilaian
kinerja digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan atau
menentukan penghargaan. (Robbins, 2002 : 258 - 259).
2.3.3 Jenis-Jenis Penilaian Kinerja
Menurut (Yani, 2012 : 120 – 121 ) Jenis-jenis penilaian kinerja yaitu :
1) Penilaian hanya oleh atasan
a. cepat dan langsung
b. dapat mengarah ke distorsi karena pertimbangan-pertimbangan
pribadi.
2) Penilaian oleh kelompok lini: atasan dan atasannya lagi bersama -sama
membahas kinerja dari bawahannya yang dinilai.
a. Objektivitas lebih akurat dibandingkan kalau hanya oleh atasannya
sendiri.
b. Individu yang dinilai tinggi dapat mendominasi penilaian. .

18
3) Penilaian oleh kelompok staf: atasan meminta satu atau lebih individu
untuk bermusyawarah dengannya; atasan langsung yang membuat
keputusan akhir.
4) Penilaian melalui keputusan komite: sama seperti pada pola sebelumnya
kecuali bahwa manajer yang bertanggung jawab tidak lagi mengambil
keputusan akhir; hasil didasarkan pada pilihan mayoritas.
5) Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan: sama seperti kelompok staf,
namun melibatkan wakil dari pimpinan pengembangan atau departemen
SDM yang bertindak sebagai peninjau independen
6) Penilaian yang dilakukan oleh bawahan dan sejawat.
2.3.4 Manfaat Penilaian Pekerjaan
1) Perbaikan Kinerja. Umpan balik pelaksanaan kerja yang bermanfaat
bagi karyawan, manajer dan spesialis personil dalam bentuk kegiatan
untuk meningkatkan atau memperbaiki kinerja karyawan.
2) Penyesuaian Kompensasi. Penilaian kinerja membantu pengambilan
keputusan dalam penyesuaian laba/rugi, menentukan siapa yang perlu
dinaikan upah/bonusnya atau kompensasi lainnya.
3) Keputusan Penempatan. Membantu dalam promosi, keputusan
penempatan, dan pemindahan dan penurunan pangkat pada umumnya
didasarkan pada masa lampau atau kinerja. Sering promosi adalah
penghargaan untuk kinerja yang lalu.
4) Pelatihan dan pengembangan.. Kinerja yang buruk mengina adanya
suatu kebutuhan untuk latihan.
5) Evaluasi proses staffing. Prestasi kerja yang baik atau buruk
mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen
SDM.
6) Kesalahan dalam merancang pekerjaan. Kinerja yang lemah mungkin
merupakan gejala dari rancangan pekerjaan yang kurang tepat.
7) Kesempatan kerja yang adil. Penilaian kinerja yang akurat terkait
dengan pekerjaan dapat memastikan bahwa keputusan penempatan
internal tidak bersifat diskriminatif.

19
8) Umpan balik ke SDM. Kinerja baik atau buruk di seluruh perusahaan
mengindikasikan seberapa baik departemen SDM berfungsi.

2.3.5 Penilaian Kinerja dan Motivasi


Perhatian yang serius diberikan pada model motivasi yang diharapkan.
Kita nyatakan bahwa model ini, saat sekarang, dapat memberikan keterangan
yang terbaik tentang konsidi upaya individu yang diterapkan di dalam
pekerjaan mereka. Komponen vital dari model ini adalah kinerja. Jika para
pekerja tidak memiliki tujuan yang jelas, lalu kriteria pengukur sasaran juga
samar, dan pekerja kurang percaya diri bahwa usaha yang mereka lakukan
akan mengantarkan mereka kepada sebuah penilaian yang memuaskan pada
kinerja mereka, atau boleh jadi ada ketidakpuasan dalam masalah
pembayaran gaji yang dibayarkan oleh organisasi ketika sasaran kinerja
mereka tercapai, kita dapat menduga bahwa dengan kondisi seperti itu setiap
individu akan bekerja jauh di bawah kemampuan mereka(Robbins, 2002 :
259).
2.3.6 Kriteria Evaluasi Kinerja Paling Populer
Kriteria yang dipilih manajemen dalam melakukan evaluasi, pada saat
menilai kinerja karyawan, akan berdampak besar terhadap apa yang
dikerjakan oleh karyawan tersebut. (Robbins, 2002 : 260 - 261), berikut
adalah tiga kriteria yang paling umum adalah :
1. Hasil kerja perorangan
Jika mengutamakan hasil akhir, lebih dari sekadar alat, maka pihak
manajemen harus mengevaluasi hasil kerja dari seorang pekerja. Dengan
menggunakan hasil kerja, seorang manajer perencana dapat menentukan
kriteria untuk kuantitas yang diproduksi, sisa yang dihasilkan dan biaya

20
per unit produksi. Demikian pula, seorang penjual dapat dinilai dari
seluruh volume penjualan didaerah pemasarannya, kenaikan jumlah dolar
dalam penjualan, dan jumlah rekening pelanggan baru.
2. Perilaku
Dalam kebanyakan kasus, tidak mudah untuk mengidentifikasi hasil
tertentu sebagai hasil langsung dari kegiatan seorang pekerja. Hal ini
terutama sekali terlihat pada staf personalia dan perorangan yang dimiliki
tugas kerja intrinsik sebagai bagian kelompok. Perilaku seorang tenaga
penjualan dapat diukur dalam suatu rata-rata berdasarkan perusahaan
tertentu. Perilaku juga dapat dapat digunakan sebagai tujuan evaluasi
kinerja yang mencakup ketepatan waktu dalam laporan dan sebagainnya.
3. Sifat
Bagian paling lemah dari kriteria, suatu yang masih digunakan secara luas
oleh organisasi, yaitu sifat perorangan (traits). Kita mengatakan factor sifat
ini lebih lemah dari tugas atau perilaku karena factor sifat ini akhirnya
dihilangkan dari kinerja actual dari pekerjaan itu sendiri.
2.3.7 Metode penilaian kinerja
Menurut (Robbins, 2002 : 263 - 264) ada enam metode penilaian kinerja
karyawan:
1. Esai Tertulis,
Metode ini menilai kinerja dengan menulis sebuah narasi yang
menggambarkan kelebihan, kekurangan, prestasi waktu lampau, potensi
dan saran-saran mengenai seorang karyawan untuk perbaikan. Metode ini
tidak membutuhkan bentuk format yang rumit, tetapi hasilnya sering
menggambarkan kemampuan penulisnya.
2. Keadaan Kritis,
Metode ini memfokuskan perhatian si penilai pada perilaku - perilaku
yang merupakan kunci untuk membedakan antara sebuah pekerjaan
efektif atau yang tidak efektif. Si penilai menulis anekdot yang
menggambarkan apa-apa saja yang dilakukan para pekerja yang efektif
atau tidak efektif. Yang menjadi kunci adalah perilaku yang sifatnya
khusus. Sebuah daftar keadaan kritis memuat serangkaian contoh-contoh,

21
dimana dengan daftar ini para pekerja dapat melihat perilaku-perilaku
yang diharapkan dan perilaku-perilaku yang membutuhkan
pengembangan.
3. Grafik Skala Penilaian,
Merupakan metode tertua dan terpopuler dalam penilaian kinerja. Dalam
metode ini faktor-faktor kinerja seperti kualitas dan kuantitas kerja,
tingkat pengetahuan, kerja sama, loyalitas, kehadiran, kejujuran, dan
inisiatif dicatat, dan selanjutnya si penilai memeriksa daftar tersebut dan
menilai setiap faktor sesuai dengan skala peningkatan berdasarkan lima
poin. Metode ini sangat populer karena cara ini tidak menyediakan
informasi yang mendalam sifatnya jika dibandingkan dengan metode esai
atau metode keadaan kritis, dan membutuhkan sedikit waktu untuk
pengembangan dan pengolahannya. Metode ini juga memberikan analisis
yang kuantitatif dan analisis perbandingan.
4. Skala Peningkatan Perilaku,
Metode ini merupakan metode terbaru dan telah dianggap sebagai
pemikiran yang hebat pada tahun-tahun terakhir ini, dimana metode ini
mengkombinasikan antara metode keadaan kritis dan metode grafik skala
penilaian. Si penilai menilai para pekerja berdasarkan kepada hal-hal
dalam rangkaian kesatuan, tetapi poin-poinnya merupakan contoh
perilaku aktual di dalam pekerjaan, bukan sekadar deskripsi atau ciri-ciri
umum.
5. Perbandingan Multipersonal,
Metode ini mengevaluasi kinerja individu dengan membandingkannya
dengan individu atau individu –individu lainnya. Cara ini bersifat
relative, bukan sebagi alat pengukur absolut. Tiga perbandingan yang
sangat popular adalah peringkat urutan kelompok, peringkat individu,
dan perbandingan pasangan Peringkat urutan kelompok menuntut si
penilai untuk menempatkan pekerja ke dalam sebuah klasifikasi khusus.
Pendekatan peringkat individu menggolongkan para pekerja mulai dari
yang terbaik hingga yang terburuk. Pendekatan perbandingan
berpasangan membandingkan setiap pekerja dengan masing-masing

22
pekerja lainnya dan menilai pekerja mana yang lebih baik atau yang lebih
buruk satu dengan yang lainnya.
2.3.8 Permasalahan Potensial
Meskipun suatu organisasi mungkin mencoba untuk membuat proses
penilaian kinerja yang bebas dari unsur-unsur bias pribadi, prasangka, atau
dari ketidakwajaran, permasalahan potensial dapat terbentuk dalam proses
(Robbins, 2002 : 265). Evaluasi seorang karyawan akan mengalami
penyimpangan, jika faktor-faktor berikut ini berlaku menyeluruh.
1. Kriteria Tunggal
Di saat para pekerja dinilai dengan sebuah kriteria kerja tunggal,
walaupun kinerja yang berhasil pada pekerjaan tersebut menuntut kinerja
yang lebih baik berdasarkan beberapa kriteria, para pekerja hanya akan
berkonsentrasi pada kriteria tunggal tersebut dan mengesampingkan
faktor-faktor terkait lainnya.
2. Kesalahan yang Ditolerir
Pada saat si penilai memiliki toleransi positif di dalam penilaiannya,
kinerja seorang individu dinilai lebih, sehingga penilaian tersebut lebih
tinggi dari yang seharusnya.
3. Lingkaran Kesalahan
Lingkaran kesalahan (hallo error) adlah kecenderungan seorang penilai
untuk sifat seseorang mempengaruhi penilaiannya terhadap sifat yang
lain dari orang tersebut.
4. Kesalahan yang Sama
Ketika si penilai menilai orang lain dengan mempertimbangkan
pertimbangan khusus pada kualitas yang mereka rasa ada dalam diri
mereka sendiri, mereka membuat kesalahan yang sama (similarity error).
5. Perbedaan yang rendah
Orang-orang yang bekerja untuk seorang penilai yang memiliki
perbedaan yang rendah cenderung dinilai lebih merata daripada keadaan
mereka yang sebenarnya.

23
6. Memperkuat informasi untuk menyesuaikan kriteria nonkinerja
Walaupun di dalam praktiknya jarang dianjurkan, kadang-kadang
penilaian formal dilakukan setelah keputusan tentang kinerja perorangan
telah dibuat. Hal ini memperlihatkan keputusan yang subjektif, namun
formal, sering muncul sebelum adanya informasi yang objektif untuk
mendukung keputusan yang telah dihimpun.
2.3.9 Memperbaiki Penilaian Kinerja
Langkah-langkah yang dapat diambil untuk memecahkan kebanyakan
masalah yang telah diidentifikasi (Robbins, 2002 : 267)antara lain:
1. Penggunaan Kriteria Ganda
Karena kinerja yang berhasil pada kebanyakan pekerjaan memerlukan
pelaksanaan sejumlah hal dengan baik, keseluruhan hal tersebut harus
diidentifikasi dan dievaluasi. Aktivitas-aktivitas penting yang
menunjukkan kinerja yang efektif atau tidak efektif adalah hal-hal yang
harus dinilai.
2. Sifat Menghilangkan Penekanan
Banyak sifat yang dianggap berhubungan dengan kinerja yang baik,
tetapi dalam kenyataannya sering tidak atau memiliki sedikit kaitan
dengan kinerja.
3. Penekanan Perilaku
Apabila memungkinkan, lebih baik menggunakan ukuran yang
didasarkan pada perilaku, karena pengukuran kita bisa menghindari
permasalahan penggunaan pengganti yang tidak tepat untuk kinerja
aktual, selain itu kita dapat meningkatkan kemungkinan yang dilihat
sama oleh dua atau lebih penilai.
4. Mendokumentasikan Perilaku Kinerja di Dalam Catatan Harian
Dengan pencatatan buku harian yang berisikan keadaan-keadaan kritis
khusus untuk tiap pekerja, penilai dapat terbantu dalam membuat
keputusan agar lebih akurat.
5. Menggunakan Penilai Ganda
Seiring dengan bertambahnya jumlah penilai, kemungkinan mendapatkan
informasi yang akurat juga meningkat.

24
6. Menilai Secara Selektif
Penilai harus melakukan evaluasi hanya pada area di mana mereka
memiliki keahlian.
7. Melatih Penilai
Dengan melatih para penilai, kita dapat membuat mereka menjadi penilai
yang lebih akurat.
2.3.10 Implentasi dalam jurnal
Sistem penialain kinerja diterapkan oleh Asrini Mutiarasari Murdianto
Fakultas Ekonomi dan Bisnis – Telkom University yang membuat jurnal
berjudul Pengaruh Sistem Penilaian Kinerja Terhadap Motivasi Karyawan
Kantor Pusat PT Infomedia Nusantara di Jakarta dengan tujuan untuk
mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara sistem penilaian
kinerja terhadap motivasi karyawan kantor pusat PT Infomedia Nusantara di
Jakarta.yang sebagaimana mengangkat kajian teori :
Efektivitas Sistem Penilaian Kinerja
Mengembangkan sistem penilaian kinerja yang efektif bukanlah tugas
yang mudah (Boice & Kleiner, 1997). Agar tujuan dari penilaian kinerja
dapat tercapai dibutuhkan sistem penilaian kinerja yang efektif. Sistem
penilaian kinerja yang efektif diperoleh dari integrasi antara kebutuhan
administratif, perkembangan, dan tujuan strategis perusahaan dengan
perspektif tersebut. Caruth & Humpreys (2008) menyatakan 11 karakteristik
sistem penilaian kinerja yang efektif, yaitu:
a. Formalization (Formalisasi)
b. Job Relatedness (Kesesuaian Pekerjaan)
c. Standards and measurements (Standar dan pengukuran)
d. Validity (Validitas)
e. Reliability (Reliabilitas)
f. Open communications (Komunikasi terbuka)
g. Trained appraisers (Penilai yang terlatih)
h. Ease of use (Kemudahan penggunaan)
i. Employee accessibility to result (Aksesibilitas karyawan untuk
mengetahui hasil kinerja)

25
j. Review procedures (Meninjau prosedur)
k. Appeal procedures (Prosedur banding)
Motivasi Kerja
Perusahaan membutuhkan pemikiran baru dalam melakukan usaha agar
dapat bersaing dan memiliki bisnis yang sukses, oleh karena itu perusahaan
mulai melakukan upaya yang berkelanjutan untuk menghadapi hal tersebut
salah satunya ialah dengan meningkatkan kinerja karyawan melalui
optimalisasi pada intensitas, kualitas, efisiensi dan efektifitas kinerja dan
untuk mendukung hal tersebut maka perusahaan harus mengetahui hal-hal
yang membuat karyawan termotivasi (Kressler,2003:3).
Dalam penelitiannya dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini
menunjukkan bahwa sistem penilaian kinerja berada pada kategori baik
dengan persentase sebesar 72,20% sedangkan motivasi karyawan memiliki
persentase sebesar 76,30% yang artinya bahwa motivasi karyawan di kantor
pusat PT Infomedia Nusantara Jakarta dapat dikatakan tinggi . (jurnal
terlampir)
2.4 Penghargaan
2.4.1 Sistem Penghargaan
Pengetahuan kita mengenai motivasi mengungkapkan bahwa orang-
orang mengerjakan apa yang mereka kerjakan untuk memenuhi kebutuhan
mereka. Sebelum mereka melakukan segala sesuatu, mereka terlebih dahulu
melihat imbalan atau penghargaan. Karena banyak penghargaan-penghargaan
ini seperti kenaikan gaji, promosi, dan tugas kerja yang diinginkan yang
dikontrol oleh organisasi, kitaharus mempertimbangkan penghargaan sebagai
kekuatan penting yang mempengaruhi perilaku setiap pekerjaan.(Robbins,
2002 :272)
2.4.2 Faktor Penentu Penghargaan
Umumnya organisasi mempercayai bahwa setiap penghargaan mereka
dirancang untuk dapat memberikan penghargaan yang layak.
Permasalahannya disini adalah menentukan kelayakan. Seseorang yang layak
dihargai mungkin saja karena disukai oleh orang lain. Sejumlah orang
menentukan kelayakan ini sebagai "kepantasan" sementara bagi orang lain,

26
kelayakan adalah "keluarbiasaan". Dan tidak ada definisi yang jelas satu sama
lainnya dalam konteks ini. Sebuah pertimbangan "kepantasan" dapat
ditentukan melalui hitungan seperti intelejensi, usaha, atau senioritas. Jika
"keluarbiasaan" mengarah kepada kinerja, bagaimana kita mengukurnya?
Ukuran kinerja yang banyak dan berarti dari kebanyakan pekerjaan kantoran
dan jasa, dan dari mereka yang bekerja keras, samar bagi kita. (Robbins, 2002
: 272-2073)
2.4.3 Kinerja
Kinerja merupakan ukuran dari sebuah hasil. kriteria-kriteria ini sah
dalam memperlihatkan kinerja, tidak berhubungan dengan definisi kita;
selama penghargaan diletakkan atas dasar-dasar faktor yang secara langsung
berhubungan dengan pekerjaan yang dilakukan dengan baik, maka kita
menggunakan kinerja sebagai sebuah faktor yang menentukan. Untuk
kebanyakan pekerjaan, produktivitas kebanyakan digunakan sebagai satu
kriteria tunggal. Akan tetapi, apabila pekrjaan menjadi sesuatu yang tidak
memiliki standardisasi dan bersifat rutin, produktivitas menjadi lebih sukar
untuk diukur, dan selanjtnya, menentukan kinerja menjadi semakin rumit.
Para manajer senior dalam perusahaan atau siapa saja yang mengawasi unit
usaha tertentu semakin lama semakin meningkatkan perhatian mereka
terhadao hubungan penghargaan (terutama mengenai pembayaran gaji)
dengan kinerja. Bermacam-macam perusahaan seperti American Boadcasting,
Security Pasific National Bank, Sears, Roebuck, dan Dow Chemical.
Mengukur kinerja ekonomi pada unit usaha mereka, membandingkan hasil
mereka dengan hasil pesaing, dan memberi penghargaan yang sesuai.
(Robbins, 2002 : 272-273)
2.4.4 Usaha
Penghargaan terhadap suatu usaha merupakan contoh klasik cara
pemeberian penghargaan, bukan sekadar akhir dari usaha. Di dalam
organisasi yang secara umum memiliki kinerja yang rendah, penghargaan atas
sebuah usaha hanyalah semata-mata sebagai kriteria pembeda penghargaan.
Sebagai contoh, sebuah universitas terkemuka dikawasan timur
menggalakkan usaha riset mereka dan dirancang untuk memperoleh dana riset

27
yayasan, yang mana hasil dari riset ini akan dijadikan sebagai sebuah tanda
penting terhadap tujuan ini. Begitu tujuan ini dipilih, seluruh anggota fakultas
diberitahu bahwa penghargaan untuk tahun yang akan datang akan diberikan
berdasarkan kepada kinerja dalam memperoleh dana untuk yayasan tersebut.
Sayang sekali, setelah satu tahun program ini dilaksanakan, bahwa kira-kira
dua puluh persen anggota fakultas telah membuat proposal untuk
mendapatkan dana tersebut, tidak satu pun yang diterima. Saat tiba waktunya
untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja dan pemeberian penghargaan,
dekan fakultas memilih untuk meberikan mayoritas dana tersebut sebagai
kenaikan gaji bagi anggota fakultas yang telah mengajukan permohonan
bantuan dana. Contoh ini adalah kasus dimana kinerja yang ditentukan
berdasarkan dana penelitian yayasan, hasilnya nihil, sehingga dekan memilih
untuk mengalokasikan penghargaan berdasarkan usaha.
Praktik ini lebih umum dari apa yang anda bayangkan. Usaha dapat
dihitung lebih dari kinerja aktual bila ada keyakinan bahwa orang-orang yang
mencoba seharusnya diberi dukungan. Para pekerja yang jelas dirasa oleh
atasan mereka bekerja kurang dari usaha optimalnya akan berharap dihargai
kurang dan beberapa pekerja yang lain, yang mana, walaupun kurang
menghasilkan, akan tetapi mereka melakukan usaha yang banyak. Bahkan
jikapun dinyatakan dengan jelas bahwa kinerja adalah sesuatu yang akan
diharga, orang-orang yang membuat evaluasi dan memberikan penghargaan
adalah manusia juga. Mereka itu tidak kebal terhadap perasaan simpati
kepada orang-orang yang mencoba dengan sungguh-sungguh, tetapi dengan
keberhasilan yang kecil, dan membiarkan perasaan simpati ini mempengaruhi
evaluasi dan keputusan penghargaan mereka. (Robbins, 2002 : 272-2073)
2.4.5 Senioritas
Senioritas, hak kerja, dan masa jabatan yang mendominasi kebanyakan
sistem kepegawaian publik di Amerika Serikat. Ketiganya tidak memainkan
peranan penting seperti yang berlaku diperusahaan-perusahaan, tetapi rentang
waktu pekerjaan masih merupakan faktor utama dalam menentukan alokasi
penghargaan. Gambaran terhebat senioritas, relatif terhadap kriteria-kriteria
lain, mudah ditentukan. Kita bisa saja tidak sependapat apakah kemampuan

28
kerja Smith lebih tinggi atau lebih rendah dari John, akan tetapi kita tidak
akan berlama-lama memperdebatkan siapa yang lebih lama berada di
perusahaan. Jadi, senioritas menunjukkan penilaian yang mudah sebagai
pengganti kinerja. (Robbins, 2002 : 274)
2.4.6 Keterampilan Yang Dimiliki
Praktik lain yang lazim didalam suatu organisasi adalah mengalokasikan
penghargaan yang didasarkan pada keterampilan dari para pekerja. Tanpa
mempertimbangkan apakah keterampilan itu terpakai, setiap individu yang
memiliki tingkat keterampilan atau bakat yang lebih tinggi akan diberi
penghargaan yang memuaskan.
Disaat individu masuk kedalam sebuah organisasi, tingkat keterampilan
yang mereka miliki merupakan hal yang merupakan kompensasi yang akan
diterima. Dalam kasus tersebut, pasar atau kompetisi telah berfungsi untuk
menjadikan keterampilan sebagai elemen utama dalam meraih paket
penghargaan. Standar yang diterapkan secara eksternal ini dapat berkembang
dari sebuah komunitas atau dari kategori jabatan mereka sendiri. Dengan kata
lain, hubungan permintaan dan pasokan terhadap keterampilan tertentu pada
suatu komunitas berdampak luas terhadap penghargaan yang barus diberikan
organisasi untuk meraih ketrampilan tersebut. Juga, hubungan pasokan
dengan permintaan terhadap kategori seluruh jabatan diseluruh negara dapat
mempengaruhi penghargaan. (Robbins, 2002 : 274)
2.4.7 Kerumitan Pekerjaan
Kerumitan pekjerjaan dapat dijadikan sebagai kriteria pemberian
penghargaan. Sebagai contoh, pekerjaan yang berulang-ulang dan cepat
dipelajari dapat dilihat sebagai suatu yang dihargai tidak begitu tinggi
dibandingkan dengan pekerjaan yang sukar dilakukan atau yang tidak
diharapkan karena tekanan penghargaan yang lebih tinggi dengan tujuan
untuk memikat pekerja agar melakukan pekerjaan tersebut. (Robbins, 2002 :
274)
2.4.9 Jenis-Jenis Penghargaan
Jenis penghargaan yang dapat diberikan oleh organisasi lebih rumit dari
apa yang secara umum dibayangkan. Yang pasti, harus ada kompensasi

29
langsung. Akan tetapi, ada juga kompensasi tidak langsung dan penghargaan
yang bersifat nonfinansial. Setiap jenis penghargaan ini dapat diberikan pada
perorangan, kelompok atau basis jaringan organisasi. Peraga 15-2
memperlihatkan garis beras penghargaan tersebut.
Penghargaan intrinsik adalah penghargaan yang diterima oleh perorangan
untuk diri mereka sendiri. Penghargaan ini adalah berupa kepuasan terhadap
hasil pekrjaan yang dilakukan oleh pekerja. Sebagaimana disebutkan pada
bab sebelumnya, teknik-teknik seperti pengayaan pekerja atau apapun usaha
untuk merancang atau menyusun ulang pekerjaan untuk mengingatkan nilai
personal bagi karyawan, bisa membuat pekerjaan mereka lebih berharga
secara intrinsik.
Seperti tersebit diatas, penghargaan ekstrinsik mencakup kompensasi
langsung, kompensasi tidak langsung dan penghargaan nonfinansial. Tentu
saja, seorang pekerja mengharapkan kompensasi langsung berupa; gaji pokok
atau upah, premi lembur dan cuti, bonus berdasarkan kinerja, pembagian
keuntungan atau kesempatan yang memungkinkan mereka menerima pilihan-
pilihan saham. Para pekerja secara umum mengharapkan kompensasi
langsung dan menyelaraskannya dengan kewajiban yang harus mereka
berikan kepada perusahaan, selanjutnya, mereka juga mengharapkan
kompensasi ini bersanding dengan kompensasi langsung yang diberikan
kepada pekerja lain yang memiliki kemampuan, tanggung jawab, dan kinerja
yang sama dengan mereka. (Robbins, 2002 : 275)
Sebagaimana halnya dengan kompensasi langsung, kompensasi tidak
langsung dapat dilihat secara perorangan, kelompok, atau dalam konteks
organisasi. Seandainya penghargaan berhubungan erat dengan kinerja, tentu
kita berharap adanya penekanan terhadap penghargaan individu. Sebaliknya,
jika kelompok tertentu dari manajer dalam satu organisasi membuat
kontribusi yang berarti terhadap kinerja efektif organisasi, suatu penghargaan
seperti keanggotaan dalam sebuah kelompok sosial mungkin kebih tepat.
Klasifikasi penghargaan nonfinansial cenderung menjadi suatu
smorgasnord dari "hal-hal" yang diinginkan, yang potensial diberikan
organisasi. Kreasi penghargaan nonfinansial dibatasi oleh keterampilan dan

30
kemampuan seorang manajer untuk memperkirakan "imbalan" yang
diharapkan oleh setiap individu di dalam organisasi dan berada dalam
kebijaksanaan manajer.
A. Penghargaan intrinsik
1. Membuat keputusan partisipatif
2. Memiliki tanggung jawab yang lebih banyak
3. Kesempatan untuk mengembangkan diri
4. Kebebasan kerja dan kebebasan memilih yang lebih besar
5. Pekerjaan yang lebih menarik
6. Perbedaan yang beragam
B. Penghargaan ekstrinsik
1. Kompensasi langsung
a. Gaji pokok upah dasar
b. Premi lembur dan cuti
c. Bonus kinerja
d. Pembagian keuntungan
e. Pemilihan pembelian saham
2. Kompensasi tidak langsung
a. Program proteksi
b. Pembayaran untuk waktu tidak bekerja
c. Pelayanan dan penghargaan tambahan
3. Penghargaan nonfonansial
a. Perlengkapan alat-alat kantor yang dibutuhkan
b. Tempat parkir yang disediakan
c. Jabatan yang menarik
d. Jam makan siang yang dipilih
e. Penugasan kerja yang dipilih
f. Sekretaris pribadi
(Robbins, 2002 : 276)
2.4.10 Implentasi dalam jurnal
Sistem penghargaan diterapkan oleh Cynthia N. Kumentas Fakultas
Ekonomi, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado. yang

31
membuat jurnal berjudul Pengaruh TQM, Sistem Pengukuran Kinerja Dan
Penghargaan Terhadap Kinerja Manajerial PT. POS Indonesia Dengan tujuan
untuk sebagaimana berpengaruh TQM, sistem pengukuran kinerja dan
penghargaan terhadap kinerja manajerial PT. POS Indonesia yang
sebagaimana mengangkat kajian teori :
Sistem Pengukuran Kinerja
Sistem pengukuran kinerja merupakan proses dimana organisasi-
organisasi menilai kinerja karyawan untuk memperibaiki pengambilan
keputusan dalam perusahaan (Handoko, 2007:135). Dari definisi diatas dapat
diambil suatu kesimpulan bahwa sistem pengukuran kinerja merupakan
mekanisme perbaikan secara periodik terhadap keefektifan tenaga kerja
dalam melaksanakan kegiatan operasional perusahaan berdasarkan standar
yang telah ditetapkan terlebih dahulu agar berhasil dalam menerapkan strategi
perusahaan dan memperbaiki dalam pengambilan keputusan. Adapun
indikator indikatornya adalah meningkatkan kinerja karyawan, pengharapan
kinerja, menilai kenerja dengan tepat, penilaian yang berbobot, dilakukan
dengan cara yang adil, landasan penentuan reward, landasan untuk mengikuti
latihan, sistem pengukuran kinerja dilakukan secara berkala, evaluasi
kelayakan.
Sistem Penghargaan
Simamora (2006:442) menyatakan bahwa penghargaan dibagi 2 , yaitu
penghargaan instrinsik (instrinsic reward), berupa: perasaan kompetensi diri,
perasaan pencapaian dalam dirinya, tanggung jawab dan otonomi pribadi,
perasaan pengakuan informal, status, dan kepuasan kerja. Dan penghargaan
ekstrinsik (extrinsic reward), berupa: gaji, tunjangan karyawan, sanjungan
dan pengakuan, pengakuan formal, promosi jabatan, hubungan sosial,
lingkungan kerja, pembayaran insentif.
Kinerja Manajerial
Mulyadi (2007:159) menyatakan bahwa kinerja adalah gambaran
mengenai tingkat pencapaian pada pelaksanaan suatu kegiatan atau program
atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, melaksanakan misi, guna
mencapai visi organisasi. Kinerja atau nilai aktivitas kerja dapat diartikan

32
sebagai prestasi yang dapat dicapai perusahaan dalam satu periode tertentu
dalam melaksanakan kegiatan dari program berdasarkan kebijakan guna
mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan melalui misi perusahaan yang tertuang
dalam rencana strategik perusahaan tersebut. Prestasi yang dimaksud adalah
efektivitas operasional perusahaan, baik dari segi manajerial maupun
ekonomis. Keberhasilan suatu perusahaan dillihat dari kemampuan
perusahaan tersebut dalam mengelola sumber daya perusahaan untuk
mencapai hasil sesuai dengan rencana strategic yang telah ditetapkan dan
dilaksanakan. (jurnal terlampir)
Sistem penialaian penghargaan diterapkan oleh Nastiti Mintje Fakultas
Ekonomi, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado. yang
membuat jurnal berjudul Pengaruh TQM, Sistem Pengukuran Kinerja Dan
Penghargaan Terhadap Kinerja Manajerial PT. POS Indonesia Dengan tujuan
untuk sebagaimana berpengaruh TQM, sistem pengukuran kinerja dan
penghargaan terhadap kinerja manajerial PT. POS Indonesia yang
sebagaimana mengangkat kajian teori :
Sistem Penghargaan
Penghargaan adalah segala bentuk pengembalian baik finansial maupun
non finansial yang diterima karyawan karena jasa yang disumbangkan ke
perusahaan. Kompensasi dalam bentuk finansial dapat berupa gaji, upah,
bonus, komisi, tunjangan, libur, atau cuti tetapi dibayar dan sebagainya.
Sedangkan dalam bentuk non finansial dapat berupa tugas yang menarik,
tantangan tugas, tanggungjawab tugas, peluang, pengakuan, pencapaian
tujuan serta lingkungan pekerjaan yang menarik. Adapun indikator-indikator
yang mempengaruhi antara lain, penghargaan yang diberikan memenuhi
kebutuhan hidup, bobot pekerjaan, jam kerja, wawasan karyawan,
penghargaan yang diberikan merupakan kontribusi manager atau karyawan
yang bersangkutan dan frekuensi. Dalam Mulyadi (2007 : 358), penghargaan
menghasilkan dua macam manfaat, antara lain:

33
a. Memberikan informasi
b. Penghargaan dapat menarik perhatian personel dan memberi informasi
atau mengingatkan mereka tentang pentingnya sesuatu yang diberi
penghargaan dibandingkan dengan hal yang lain.
c. Memberikan motivasi
Penghargaan akan meningkatkan motivasi personel terhadap ukuran
kinerja, sehingga membantu personel dalam memutuskan bagaimana
mereka mengalokasikan waktu dan usaha mereka.
Sistem Pengukuran Kinerja
Sistem pengukuran kinerja merupakan Suatu Mekanisme yang
mempengaruhi kemungkinan bahwa organisasi tersebut akan
mengimplementasikan strateginya dengan berhasil (Anthony dan
Govindarajan, 2011:169).
Pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional
suatu organisasi dan personelnya, berdasarkan sasaran, standar dan kriteria
yang ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 2007 : 359)
Sistem pengukuran kinerja merupakan proses dimana organisasi-organisasi
menilai kinerja karyawan untuk memperibaiki pengambilan keputusan dalam
perusahaan. Dari definisi diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa sistem
pengukuran kinerja merupakan mekanisme perbaikan secara periodik
terhadap keefektifan tenaga kerja dalam melaksanakan kegiata operasional
perusahaan berdasarkan standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu agar
berhasil dalam menerapkan strategi perusahaan dan memperbaiki dalam
pengambilan keputusan. Adapun indikator-indikatornya adalah meningkatkan
kinerja karyawan, pengharapan kinerja, menilai kinerja dengan tepat,
penilaian yang berbobot, dilakukan dengan cara yang adil, landasan
penentuan reward, landasan untuk mengikuti latihan, sistem pengukuran
kinerja dilakukan secara berkala, evaluasi kelayakan. Mulyadi (2007 : 360),
tujuan pengukuran kinerja adalah sebagai berikut :
a. Memotivasi personel yang lalai mencapai sasaran organisasi dan lalai
mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar
membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi.

34
b. Untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan untuk merangsang
serta menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan, melalui umpan
balik hasil kinerja pada waktunya serta penghargaan.

35
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
1. Tema yang umum di antara teknologi baru di lingkungan pekerjaan adalah
bahwa teknologi jaman sekarang menggunakan mesin-mesin untuk
menggantikan tenaga kerja manusia dalam mengubah input menjadi
output. Namun komputerisasi peralatan dan mesin pada seperempat abad
terakhir, yang terutama mengubah pembentukan lingkungan kerja abad
kedua puluh satu. mendiskusikan bagaimana kemajuan terbaru dalam
teknologi mengubah tempat kerja dan mempengaruhi kehidupan kerja
karyawan. Rekayasa ulang berasal dari proses pemisahan produk
elektronik dan merancang versi yang lebih baik. Michael Hammer
menerapkan istilah tersebut umtuk organisasi. Ketika dia menemukan
perusahaan-perusahaan yang menggunakan komputer semata-mata hanya
untuk mengotomatisasi proses agar tidak ketinggalan jaman, daripada
menemukan secara mendasar cara yang lebih baik dalaam melakukan
sesuatu, dia menyadari bahwa prinsip-prinsip dari rekayasa ulang dapat
diaplikasikan pada bisnis. Jadi, ketika diaplikasikan terhadap organisasi,
rekayasa ulang berarti bahwa manajemen seharusnya dimulai dengan satu
lembar kertas pemikiran dan perancangan kembali proses-proses tersebut
dimana organisasi menciptakan nilai-nilai dan melakukan pekerjaan,
membersihkan dirinya dari operasi-operasi yang telah kuno. Salah satu
tujuan dari rekayasa ulang adalah untuk meminimalkan kebutuhan
manajemen.
2. Sistem desain kerja sangat amat diperlukan untuk mengambil sebuah
keputusan dan meningkatkan kualitas kerja dalam membentuk pekerjaan
yang sempurna agar dapat tercapainya keefektifitasan dan efesiensi kerja.
Dalam mendesain pekerjaan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal
dari dalam organisasi maupun faktor dari luar organisasi.
3. Sistem penilaian kinerja dalam dunia manajemen sumber daya manusia
sangat penting untuk dipelajari terutama oleh departemen sumber daya
manusia sebagai pengampu kepentingan. Hal tersebut disebabkan oleh

36
adanya korelasi antara sistem penilaian kerja dengan performa kinerja
karyawan. Semakin demokratis dan komperhensif sistem penilaian kinerja
yang digunakan maka akan semakin baik kinerja karyawan karena dalam
prosesnya telah dilakukan penilaian kritik saran dan masukan secara
menyeluruh dan dilakukan proses evaluasi untuk kedepannya. Selain itu
penilaian kinerja juga sangat berguna bagi pengembangan karier karyawan
di masa mendatang.
4. Penghargaan organisasi dapat diklasifikan sebagai ekstrinsij dan intrinsik.
Penghargaan ekstrinsik meliputi gaji, tunjangan, promosi dan beberapa
jenis pengharagaan interpersonal tertentu. Penghargaan instrinsik dapat
meliputi hal-hal seperti perasaan penyelesaian, pencapaian otonomi dan
pertumbuhan pribadi. Baik penghargaan ekstrinsik maupun intrinsik dapat
digunakan untuk memotivasi kinerja pekerjaan. Agar hal ini terjadi,
beberapa kondisi harus muncul : penghargaan harus bernilai bagi
karyawan dan harus dihubungkan dengan tingkat kinerja pekerjaan yang
akan dimotivasi.

37
DAFTAR PUSTAKA

Ruliana, Poppy. 2014. Komunikasi Organisasi Teori dan Studi Kasus. PT. Raja
Grafindo Persada: Jakarta

Robbins, Stephen P.2002.Prinsip-prinsip perilaku organisasi.alih bahasa, Halida,


Dewi Sartika; editor, Nurcahyo Mahanani.Ed.5.Jakarta : Erlangga

Yani, M.2012. Manajemen sumber saya manusia.Jakarta : Mitra Wacana Media

38
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai