Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aswaja merupakan mata pelajaran khusus bagi satuan pendidikan tertentu.
Pembelajaran Aswaja diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa visi Aswaja
adalah untuk mewujudkan manusia yang berpengetahuan, rajin berinadah, cerdas,
produktif, etis, jujur dan adil, berdeisiplin, toleransi, menjaga keharmonisan, secara
personal dan sosial serta mengembangkan budaya Ahlussunnah wal Jama’ah (amar
makruf nahi munkar).
Aswaja merupakan salah satu mata pelajaran yang dalam kajiannya merujuk
pada al-Qur’an dan as-Sunnah. Dalam tahap pemahaman Aswaja menggunakan cara
logis dan rasional, karena mengaitkan materi dengan pengalaman peserta didik
dalam kehidupan sehari-hari bukan dengan dogmatis dan doktrin tertentu.
Pembelajaran Aswaja juga bertujuan untuk mendorong peserta didik supaya
mendalami dan mengamalkan ajaran Islam Ahlusunnah wal Jama’ah, yang
diharapkan nantinaya akan lahir generasi-generasi kiyai yang unggul serta mampu
menjadi pilar-pilar kokoh dalam mensyi’arkan Islam ditengah- tengah masyarakat
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai tawasut, tawazun, tasamuh.
Ahlussunnah Wa Al-jama’ah adalah ajaran yang diajarkan oleh nabi
Muhammad kepada para sahabatnya. Pada saat nabi Muhammad saw masih hidup
umat islam belum terpecah karena masih ada Nabi, jadi segala persoalan yang
muncul selalu ditanyakan langsung kepada Nabi. Setelah Nabi wafat, mulailah islam
terbagi-bagi dalam kelompok-kelompok. Seperti, khawarij, syiah, dan mu’tazilah.
Karena perbedaan pendapat seperti itu Nabi Muhammad saw sudah
mengungkapkannya dalam sebuah hadist diriwayatkan dari Abu Dawud, Imam
Tirmidhi, dan Ibn Majah dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah SAW telah
bersabda: “Telah terpecah umat yahudi menjadi 71 golongan, umat Nashrani
benarbenar terpecah menjadi 72 golongan, dan umatku terpecah menjadi 73
golongan. Semuanya akan masuk neraka kecuali satu golongan. “Para sahabat
bertanya: Siapakah mereka wahai Rasulullah? Nabi Menjawab: Mereka adalah
orang-orang yang mengikuti jalanku dan para sahabatku.
Melihat dari sejarahnya ahlussunnah wa al-jamaah merupakan ajaran yang di
sampaikan oleh nabi Muhammad saw kepada para sahabatnya. yang berisi tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan sang pencipta dan yang berhubungan
dengan makhluk. Pada saat ini ahlussunnah berubah menjadi paham dari berbagai
aliran dalam islam. Ahlussunnah wa al-jamaah adalah golongan yang ma ana ‘alaihi
wa ash habihi artinya golongan yang mengikuti Nabi beserta pengikutnya. Jadi Nabi
tidak secara terang mengatakan Ahlussunnah wa al-jamaah. Pernyataan Ahlussunnah
wa al-jamaah tersebut barulah pada taraf klaim saja. Pada saat ini belum ada definisi
istilahi yang baku tentang Ahlussunnah wa al-jamaah.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, makalah ini merumuskan permasalahan
sebagai berikut:

1. Bagaimana ketepatan memahami sejarah munculnya aliran Ahlussunnah wal


Jama’ah ?
2. Bagaimana ketepatan memahami akidah aliran Ahlusunnah wal Jamaah?
3. Apa kesahihan akidah Ahlussunah wal Jamaah?

1.3 Tujuan
Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, maka penulis akan merumuskan
penelitian ini dengan tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui ketepatan memahami sejarah munculnya aliran Ahlussunnah wal
Jama’ah
2. Mengetahui ketepatan memahami akidah aliran Ahlusunnah wal Jamaah
3. Memahami kesahihan akidah Ahlussunah wal Jamaah

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai referensi Ahlusunnah wal Jama’ah bagi Mahasiswa Universitas Islam
Lamongan untuk mengetahui ketepatan memahami sejarah munculnya aliran
Ahlussunnah wal Jama’ah
2. Sebagai referensi bagi semua pihak Mengetahui ketepatan memahami akidah
aliran Ahlusunnah wal Jamaah
3. Sebagai referensi memahami kesahihan akidah Ahlussunah wal Jamaah
4. Sebagai sumber dan bahan masukan bagi penulis lain untuk menggali ilmu
tentang Ahlusunnah wal Jamaah
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Sejarah Munculnya Ahlussunnah wal Jama’ah


Ahlussunnah Wal Jama’ah merupakan salah satu dari beberapa aliran Kalam.
Adapun ungkapan Ahl al-Sunnah (sering juga disebut dengan sunni) dapat dibedakan
menjadi dua pengertian, yaitu umum dan khusus. Sunni dalam pengertian umum
adalah lawan kelompok Syi’ah. Dalam pengertian ini, Mu’tazilah sebagaimana
Asy’ariyah masuk dalam barisan Sunni. Sementara Sunni dalam pengertian khusus
adalah madzhab yang berada dalam barisan Asy’ariyah dan merupakan lawan dari
Mu’tazilah. Pengertian yang kedua inilah yang dipakai dalam pembahasanini.
Ahlussunnah Wal Jama’ah merupakan gabungan dari kata ahl as- sunnah dan
ahl al-jama’ah. Dalam bahasa Arab, kata ahl berarti “pemeluk aliran/ mazhab”
(ashab al-mazhabi), jika kata tersebut dikaitkan dengan aliran/ madzhab. Kata al-
Sunah sendiri disamping mempunyai arti al-hadits, juga berarti “perilaku”, baik
terpuji maupun tercela. Kata ini berasal dari kata sannan yang artinya “jalan”.
Selanjutnya mengenai definisi al-Sunnah, secara umum dapat dikatakan
bahwa al-Sunnah adalah sebuah istilah yang menunjuk kepada jalan Nabi SAW dan
para sahabatnya, baik ilmu, amal, akhlak, serta segala yang meliputi berbagai segi
kehidupan. Maka, berdasarkan keterangan di atas, ahlal-Sunnah dapat diartikan
dengan orang – orang yang mengikuti sunah dan berpegang teguh padanya dalam
segala perkara yang Rasulullah SAW dan para sahabatnya berada di atasnya (Ma ana
‘alaihi wa ashabi), dan orang-orang yang mengikuti mereka sampai hari Qiamat.
Seseorang dikatakan mengikuti al-Sunah, jika ia beramal menurut apa yang
diamalkan oleh Nabi SAW berdasarkan dalil syar’i, baik hal itu terdapat dalam al-
Qur’an,dari Nabi SAW,ataupun merupakan ijtihad para sahabat.
Adapunal-Jama’ah, berasal dari kata jama’ah dengan derivasi yajma’u
jama’atan yang berarti “menyetujui” atau “bersepakat”. Dalam hal ini, al- jama’ah
juga berarti berpegang teguh pada tali Allah SWT secara berjama‟ah, tidak berpecah
dan berselisih. Pernyataan ini sesuai dengan riwayat Ali bin Abi Thalib yang
mengatakan: “Tetapkanlah oleh kamu sekalian sebagaimana yang kamu tetapkan,
sesungguhnya aku benci perselisihan hingga manusia menjadi berjamaa’ah”.
Satu hal yang perlu dijelaskan adalah walaupun kata al-jama’ah telah menjadi
nama dari kaum yang bersatu, akan tetapi jika kata al-jama’ah tersebut di sandingkan
dengan kata al-sunnah, yaitu Ahl al-Sunah wa al- Jama’ah, maka yang dimaksud
dengan golongan ini adalah mereka, para pendahulu umat ini yang terdiri dari para
shahabat dan tabi’in yang bersatu dalam mengikuti kebenaran yang jelas dari Kitab
Allah dan Sunnah Rasul- Nya.
Istilah Ahlal-Sunnahwaal-Jama’ah sendiri, sebenarnya baru dikenal setelah
adanya sabda Nabi SAW, yakni seperti pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu
Majah dan Abu Dawud. Hadits tersebut yakni, hadits riwayat Ibnu Majah:

Dari Anas ibn Malik berkata Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Bani Israil
akan berkelompok menjadi 71 golongan dan sesungguhnya umatku akan
berkelompok menjadi 72 golongan, semua adalah di neraka kecuali satu golongan,
yaitu al-jama’ah”.
Istilah tersebut bukan Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah tetapi al-jam’ah sebagai
komunitas yang selamat dari api neraka. Menurut hemat penulis meskipun secara
tersurat penyebutan istilah dalam hadits tersebut adalah al- jam’ah, tetapi secara
tersirat yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah.

Dalam perkembangan selanjutnya, jika Ahl al-Sunnah adalah penganut


sunah Nabi SAW dan al-Jama’ah adalah penganut paham sahabat – sahabat Nabi
SAW, maka ajaran Nabi SAW dan para sahabatnya yang sudah termaktub dalam al-
Qur‟an dan Sunnah Nabi SAW secara terpencar- pencar dan belum tersusun secara
teratur, kemudian dikodifikasikan (dikonsepsikan secara sistematis) oleh Abu
Hasanal-Asy‟ari (lahir di Bashrah tahun 324 H dan meninggal pada usia 64 tahun).
Pada periode Ashab al- Asy’arinilah, Ahlal-Sunnahwaal-Jama’ahmulai dikenal sebagai
suatu aliran dalam Islam. Hal ini dipelopori oleh al-Baqillani (w. 403 H), al-
Bagdadi (w. $29 H), al-Juwaini (w. 478 H), al-Gazali (w. 505 H), al- Syahrastani,
dan al-Razi (w. 606 H), meskipun demikian, mereka tidak secara tegas membawa
bendera Ahlal-Sunnah wa al-Jama’ah sebagai mazhab.

Dalam sumber lain diterangkan bahwa, Ahl al-Sunnah dikenal luas dan
populer sejak adanya kaum Mu’tazilah yang menggagas rasionalisme dan didukung
oleh penguasa Bani Abbasiyah. Sebagai madzhab pemerintah, Mu’tazilah
menggunakan cara-cara kekerasan dalam menghadapi lawan- lawannya. Aliran ini
memaksa para pejabat dan tokoh-tokoh agama untuk
berpendapattentangkemakhlukanal-Qur’an.Akibatnya,aliraninimelakukan mihnah
(inquisition), yaitu ujian akidah kepada para pejabat dan ulama’. Materi pokok yang
diujikan adalah masalah al-Qur’an. Tujuan al-Makmunmelakukan mihnah adalah
membebaskan manusia darisyirik.
Jumlah ulama yang pernah diuji sebanyak 30 orang dan diantara ulama yang
melawannya secara gigih adalah Ahmad bin Hanbal. Kegiatan tersebut akhirnya
memunculkan term Ahl al Sunnah Wa al-Jama’ah. Aliran Mu’tazilah yang menjadi
lokomotif pemerintahan tidak berjalan lama. Setelah khalifah al-Makmun wafat,
lambat laun, aliran Mu’tazilah menjadi lemah seiring dengan dibatalkannya sebagai
madzhab pemerintahan oleh al- Mutawakkil. Selanjutnya, para fuqaha dan ulama
yang beraliran Sunni dalam pengkajian, akidah menggantikan kedudukan mereka,
serta usaha mereka didukung oleh para ulama terkemuka dan para khalifah.
Selain itu, istilah “AhlussunnahwalJama>’ah” tidak dikenal pada zaman Nabi
SAW, pemerintahan al-Khulafa’ar-Rasyidin, dan pada zaman pemerintahan Bani
Ummayah (41-133 H/ 611-750 M). Istilah ini pertama kali dipakai pada masa
Khalifah Abu Ja‟far al-Mansur (137-159 H/ 754-775 M) dan Khalifah Harun ar-
Rasyid (170-194 H/ 785-809 M), keduanya berasal dari Dinasti Abbasiyah (750 M-
1258 M). Istilah Ahlussunnah wal Jama’ah semakin tampak pada zaman
pemerintahan Khalifah al-Makmun (198-218 H/ 813-833 M).
Mengenai pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah, KH. Hasyim Asy‟ari
sebagai Rais Akbar Nahdlatul Ulama memberikan tasawwur (gambaran) tentang
Ahlussunnah wal Jama’ah,sebagaimana ditegaskan dalamal-Qa’nun al-Asasi.
Menurut KH. Hasyim Asy‟ari, paham Ahlussunnah wal Jama’ah versi Nahdlatul
Ulama yaitu suatu paham yang mengikuti Abu Hasan Al- Asy‟ari dan Abu Mansur
al-Maturidi, dalam teologi mengikuti salah satu empat madzhab fiqih (Hanafi,
Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) dan mengikuti al- Ghazali dan Junaid al-Baghdadi
dalam tasawuf.
2.2 Akidah Aliran Ahlusunnah Wal Jama’ah
Aqidah jika dilihat dari sudut pandang sebagai ilmu (sesuai konsep Ahlus
Sunnah wal Jama’ah) meliputi topik – topik: Tauhid, Iman, Islam, masalah
ghaibiyyaat (hal – hal ghaib), kenabian, takdir, berita – berita (tentang hal – hal yang
telah lalu dan yang akan datang), dasar – dasar hukum yang qath’i (pasti), seluruh
dasar – dasar agama dan keyakinan, termasuk pula sanggahan terhadap ahlul ahwa’
wal bida’ (pengikut hawa nafsu dan ahli bid’ah), semua aliran dan sekte yang
menyempal lagi menyesatkan serta sikap terhadap mereka. Disiplin ilmu ‘aqidah ini
mempunyai nama lain yang sepadan dengannya, dan nama – nama tersebut berbeda
antara Ahlus Sunnah dengan firqah – firqah (golongan – golongan) lainnya.

Penamaan ‘Aqidah Menurut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Di antara nama-


nama ‘aqidah menurut ulama Ahlus Sunnah adalah:

1. Al – Iman
‘Aqidah disebut juga dengan al-Iman sebagaimana yang disebutkan dalam
Al-Qur-an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena
‘aqidah membahas rukun iman yang enam dan hal-hal yang berkaitan
dengannya. Sebagaimana penyebutan al-Iman dalam sebuah hadits yang
masyhur disebut dengan hadits Jibril Alaihissallam. Dan para ulama Ahlus
Sunnah sering menyebut istilah ‘aqidah dengan al-Iman dalam kitab-kitab
mereka.
2. ‘Aqidah (I’tiqaad dan ‘Aqaa-id)
Para ulama Ahlus Sunnah sering menyebut ilmu ‘aqidah dengan istilah
‘Aqidah Salaf: ‘Aqidah Ahlul Atsar dan al-I’tiqaad di dalam kitab-kitab
mereka.
3. Tauhid
‘Aqidah dinamakan dengan Tauhid karena pembahasannya berkisar
seputar Tauhid atau pengesaan kepada Allah di dalam Rububiyyah,
Uluhiyyah dan Asma’ wa Shifat. Jadi, Tauhid merupakan kajian ilmu
‘aqidah yang paling mulia dan merupakan tujuan utamanya. Oleh karena
itulah ilmu ini disebut dengan ilmu Tauhid secara umum menurut ulama
Salaf.
4. As-Sunnah
As-Sunnah artinya jalan. ‘Aqidah Salaf disebut As-Sunnah karena para
penganutnya mengikuti jalan yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para Sahabat Radhiyallahu anhum di dalam masalah
‘aqidah. Dan istilah ini merupakan istilah masyhur (populer) pada tiga
generasi pertama.
5. Ushuluddin dan Ushuluddiyanah
Ushul artinya rukun-rukun Iman, rukun-rukun Islam dan masalah-masalah
yang qath’i serta hal-hal yang telah menjadi kesepakatan para ulama.
6. Al-Fiqhul Akbar
Ini adalah nama lain Ushuluddin dan kebalikan dari al-Fiqhul Ashghar,
yaitu kumpulan hukum-hukum ijtihadi.
7. Asy-Syari’ah
Maksudnya adalah segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah SWT
dan Rasul-Nya berupa jalan – jalan petunjuk, terutama dan yang paling
pokok adalah Ushuluddin (masalah-masalah ‘aqidah).

Itulah beberapa nama lain dari ilmu ‘Aqidah yang paling terkenal, dan
adakalanya kelompok selain Ahlus Sunnah menamakan ‘aqidah mereka dengan
nama-nama yang dipakai oleh Ahlus Sunnah, seperti sebagian aliran Asyaa’irah
(Asy’ariyyah), terutama para ahli hadits dari kalangan mereka.
2.3 Kesahihan Akidah Ahlussunah Wal Jamaah
Ahlussunnah Wal Al-jama’ah adalah ajaran yang diajarkan oleh
nabi Muhammad kepada para sahabatnya. Pada saatnabi Muhammad saw
masih hidup umat islam belum terpecah karena masih ada Nabi, jadi segala
persoalan yang muncul selalu ditanyakan langsung kepada Nabi. Setelah
Nabi wafat, mulailah islam terbagi – bagi dalam kelompok – kelompok.
Seperti, khawarij, syiah, dan mu’tazilah.

Ahlussunnah wa al-jamaah adalah golongan yang ma ana ‘alaihi


wa ash habihi artinya golongan yang mengikuti Nabi beserta pengikutnya.
Jadi Nabi tidak secara terang mengatakan Ahlussunnah wa al-jamaah.
Pernyataan Ahlussunnah wa al-jamaah tersebut barulah pada taraf klaim
saja. Pada saat ini belum ada definisi istilah yang baku tentang
Ahlussunnahwa al-jamaah.

Yang termasuk aliran ahlussunnah wal al-jamaah Nahdlatul Ulama


adalah aliran yang dalam bidang Aqidah menganut Asy’ariyah dan
Maturidiyah, dalam bidang Syariah mengikuti salah satu empat madzhab,
dalam bidang tasawuf mengikuti Imam Ghazali dan Imam Junaid al-
Baghdadi.

Nahdlatul Ulama didirikan, antara lain, memang untuk


mempertahankan paham bermadzhab yang ketika itu tengah mendapat
serangan gencar dari kalangan yang anti madzhab. Ulama ulama dari
Ahlussunnah wal al-jamaah Nahdlatul Ulama memiliki sanad yang jelas
dalam hal keilmuan, berguru langsung kepada ahlinya, dan lebih faham
tentang ilmunya, karena langsung bertatap muka dengan gurunya. Jadi
lebih bisa mempertanggung jawab kan keilmuannya di dunia maupun
akhirat. Sedangkan ulama dari golongan Ahlussunnah wal al-jamaah lain
hanya belajar dari membaca terjemahan, tidak bertatap muka dengan guru
langsung, yang bisa menjadikan salah faham dalam menentukan sebuah
hukum.

Ahlussunah wal jamaah ialah orang – orang yang memiliki metode berfikir
keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar –
dasar moderasi, menjaga keseimbngan, dan toleran. Ahlussunah wal jamaah
menggunakan dasar – dasar maka dalam setiap melakukan kegiatan atau pemcahan
masalahnya tidak dengan kekerasan melainkan dengan menggunakan pendekatan –
pendekatan tradisi dan budaya, sehingga akan tercipta keseimbangan dan rasa toleran
antar kelompok.

a. Mengapa NU mengikuti paham Ahlussunnah wal Jama’ah


Istilah Ahlussunah wal Jama’ah pada mulanya adalah terkait dengan
perbincangan masalah akidah yang menengahi dua paham yang saling
bertentangan. Ahlussunah wal Jama’ah dianggap sebagai paham yang
moderat yaitu meyakini ke-Maha Kuasa-an Allah dan menghargai ikhtiyar
(akal) manusia.
Demikian juga dalam bidang fikih, pendapat-pendapat Imam Syafi’i
dan para pengikut atau muridnya dianggap paling moderat yaitu
mengabungkan antara dalil naqly (al-Qur’an dan as-Sunnah) dan aqly
(ijtihad : ijma’ dan qiyas).
Dalam bidang tashawwuf, ajaran-ajaran al-Junaidi dan al-Ghazali
dianggap moderat, yaitu menggabungkan antara syariah/fikih dan
haqiqat/substansi.
Selain dianggap sebagai model berpikir moderat (wasathiyyah) dan
ihtiyath (kehati-hatian atau antisapati) dalam bidang ibadah, alasan NU
mengikuti Ahlussunah wal Jama’ah juga dikarenakan para sahabat Nabi
perlu diikuti, karena merekalah yang mengetahui dan memahami terhapa
semua yang dilakukan oleh Nabi. Oleh karena itu Nabi mengatakan : ‫ما انا‬
‫حابه‬P‫وم و أص‬PP‫عليه الي‬. Bahkan dalam hadist disebutkan bahwa mereka (para
sahabat) dijamin masuk surga.Hal ini dikuatkan oleh hadis :
‫لم‬PP‫ه وس‬PP‫ى هللا علي‬ ِ َ‫ْح ْال ِعرْ ب‬
َ ِ‫وْ ُل هللا‬P‫ا َر ُس‬PPَ‫ َو َعظَن‬: ‫ا َل‬PPَ‫ه ق‬PP‫اض ْب ِن َساريةَ َرضي هللا عن‬
َّ ‫ل‬P‫ص‬ ٍ ‫ع َْن أَبِي نَ ِجي‬
ٍ ‫ َود‬P‫ةُ ُم‬Pَ‫ا َموْ ِعظ‬PPَ‫ َكأَنَّه‬،ِ‫وْ َل هللا‬P‫ا َر ُس‬PPَ‫ ي‬: ‫ا‬PPَ‫ فَقُ ْلن‬، ُ‫وْ ن‬PPُ‫ا ْال ُعي‬PPَ‫ت ِم ْنه‬
P،‫ِّع‬ ْ َ‫ َو َذ ِرف‬، ُ‫وْ ب‬PPُ‫ا ْالقُل‬PPَ‫ت ِم ْنه‬
ْ َ‫َموْ ِعظَةً َو ِجل‬
‫ فَإِنَّهُ َم ْن‬،‫ ٌد‬P‫أ َ َّم َر َعلَ ْي ُك ْم َع ْب‬PPَ‫ ِة َوإِ ْن ت‬P‫ ْم ِع َوالطَّا َع‬P‫الس‬َّ ‫ َو‬،َّ‫ ل‬P‫ َّز َو َج‬Pَ‫ َوى هللاِ ع‬P‫ ْي ُك ْم بِتَ ْق‬P‫ص‬ ِ ْ‫ أُو‬: ‫ قَا َل‬،‫صنَا‬ ِ ْ‫فَأَو‬
‫ا‬PPَ‫وا َعلَ ْيه‬P‫َض‬ ُّ ‫ ِديِّ ْينَ ع‬P‫ ِد ْينَ ْال َم ْه‬P‫َّاش‬
ِ ‫ا ِء الر‬PPَ‫نَّ ِة ْال ُخلَف‬P‫نَّتِي َو ُس‬P‫ فَ َعلَ ْي ُك ْم بِ ُس‬.ً‫را‬PP‫ا ً ًكثِ ْي‬P‫اختِالَف‬
ْ ‫يَ ِعشْ ِم ْن ُك ْم فَ َسيَ َرى‬
‫ديث‬PP‫ ح‬: ‫ال‬PP‫ذي وق‬PP‫الَلَةٌ [ َر َواه داود والترم‬P‫ض‬ َ ‫ ٍة‬P‫ َّل بِ ْد َع‬P‫إ ِ َّن ُك‬Pَ‫ ف‬،‫ت ْاألُ ُموْ ِر‬ ِ ‫ َوإِيَّا ُك ْم َو ُمحْ َدثَا‬،‫بِالنَّ َوا ِج ِذ‬
‫حسن صحيح‬
Dari Abu Najih Al Irbadh bin Sariyah radhiallahuanhu dia berkata :
Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam memberikan kami nasehat yang
membuat hati kami bergetar dan air mata kami bercucuran. Maka kami
berkata : Ya Rasulullah, seakan-akan ini merupakan nasehat perpisahan,
maka berilah kami wasiat. Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam
bersabda : “ Saya wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah ta’ala,
tunduk dan patuh kepada pemimpin kalian meskipun yang memimpin
kalian adalah seorang budak. Karena diantara kalian yang hidup (setelah
ini) akan menyaksikan banyaknya perselisihan. Hendaklah kalian
berpegang teguh terhadap ajaranku dan ajaran khulafaurrasyidin yang
mendapatkan petunjuk, gigitlah (genggamlah dengan kuat) dengan
geraham. Hendaklah kalian menghindari perkara yang diada-adakan,
karena semua perkara bid’ah adalah sesat. (Riwayat Abu Daud dan
Turmuzi, dia berkata : hasan shahih)
b. Implementasi (pengamalan) Ahlussunah wal Jama’ah
Prinsip moderat yang ada dalam ASWAJA AN-NAHDHIYYAH itu
dalam tataran yang lebih riil dapat dicontohkan serbagai beikut :
1. Bidang Akidah
Dalam menjalani kehidupan atau menghadapi persoalan-
persoalan, orang NU tidak boleh hanya bergantung pada kekuasaan
Alloh (pasrah) atau sebaliknya hanya mengandalkan kemampuan akal
(teori atau ilmu pengetahuan). Kaduanya harus dilakukan secara
bersamaan.
2. Bidang Fikih
Dalam memegangi hukum fikih, NU tidak boleh “HANYA”
berpegang atau berlandaskan pada pendapat-pendapat yang ada (qauly)
tetapi juga harus memperhatikan dan mengetahui perkembangan
zaman dan ilmu pengetahuan (manhajiy). Motode berpikir  ini
diputuskan dalam MUNAS NU di Lampung dan prinsip ini ada dalam
ungkapan :
 ‫المحافظة على القديم الصالح واألخذ بالجديد األصلح‬
“Tetap menjaga atau berpegang pada pendapat atau tradisi lama
(ulama’ terdahulu,   salafussholih) yang baik (relevan), namun tetap
mengambil pendapat-pendapat baru yang baik (yang lebih
relevan/susuai dengan kondisi zaman dan ilmu pengetahuan)”.
Dalam beribadah warga NU juga harus berimbang antara
ibadah mahdhoh (ritual, individual, vertikal) dan ibadah ghairu
mahdhah (basyariyyah, insaniyyah, ijtimaiyyah, sosial, kemanusiaan,
kemasyarakatan, horisontal).
3. Bidang Tashawwuf
Dalam menjalankan ibadah, warga NU harus menggabungkan
antara hakikat dan syariat. Aturan-aturan fikih (syarat dan rukun) tetap
harus dipenuhi, namun di sisi lain penghayatan terhadap isi, makna,
hakikat, tetap harus diperhatikan
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Ahlussunnah Wal Jama’ah dapat diartikan dengan orang – orang yang
mengikuti sunah dan berpegang teguh padanya dalam segala perkara yang
Rasulullah SAW dan para sahabatnya berada di atasnya (Ma ana ‘alaihi wa
ashabi), dan orang-orang yang mengikuti mereka sampai hari kiamat.
2. Aqidah jika dilihat dari sudut pandang sebagai ilmu (sesuai konsep Ahlus
Sunnah wal Jama’ah) meliputi topik – topik: Tauhid, Iman, Islam, masalah
ghaibiyyaat (hal – hal ghaib), kenabian, takdir, berita – berita (tentang hal – hal
yang telah lalu dan yang akan datang), dasar – dasar hukum yang qath’i (pasti),
seluruh dasar – dasar agama dan keyakinan, termasuk pula sanggahan terhadap
ahlul ahwa’ wal bida’ (pengikut hawa nafsu dan ahli bid’ah), semua aliran dan
sekte yang menyempal lagi menyesatkan serta sikap terhadap mereka.
3. Ahlussunah wal jamaah menggunakan dasar – dasar maka dalam setiap
melakukan kegiatan atau pemcahan masalahnya tidak dengan kekerasan
melainkan dengan menggunakan pendekatan – pendekatan tradisi dan budaya,
sehingga akan tercipta keseimbangan dan rasa toleran antar kelompok

3.2 Saran.

Makalah ini jauh dari kata sempurna oleh karena itu apabila bila ada
kesalahan dan kekurangan dimohon untuk memberikan saran dan kritiknya kepada
penulis
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Sirajuddin. I'tiqad Ahlussunnah wal Jama'ah. Semarang: Tohaputra, 2003.

Abdul Aziz, Konsepsi Ahlussunnah Wal Jamaah , Yogyakarta, CV. Sinar Ilmu, 2001.

Ja’far, Marwan, Ahlussunnah Wal Jama’ah: Telaah Historis dan Konekstual, cet. 1
Yogyakarta: LkiS,2010.

Masyhudi Muchtar, Aswaja An-Nahdliyah Ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah yang Berlaku
di Lingkungan Nahdlatul Ulama. Surabaya: Khalista,2007.

Putera, Winnan Eka, Kekuatan Ahlussunnah Wal Jama’ah ,Jakarta: badan litbang 2013.

Anda mungkin juga menyukai