LP Fraktur 2

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 21

I.

Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price
& Wilson,2006). Jadi fraktur dapat disimpulkan ialah terputusnya keutuhan tulang,
umumnya akibat trauma.

2. Epidemiologi
Fraktur lebih sering terjadi pada laki – laki daripada perempuan dengan umur
dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau luka yang
disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak dilakukan oleh laki –
laki menjadi penyebab tingginya risiko fraktur. Sedangkan pada orang tua, perempuan
lebih sering mengalami fraktur daripada laki – laki yang berhubungan dengan
meningkatnya insidens osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada
menopause. Di negara maju, masalah patah tulang pangkal paha atau tulang panggul
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendapat perhatian serius karena
dampak yang ditimbulkan bisa mengakibatkan ketidakmampuan penderita dalam
beraktivitas. Di Indonesia jumlah kasus fraktur akibat kecelakaan lalu lintas meningkat
seiring pesatnya peningkatan jumlah pemakai kendaraan bermotor. Berdasarkan laporan
penelitian dari Depkes RI tahun 2000, di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung
terdapat penderita fraktur akibat kecelakaan lalu lintas sebanyak 444 orang.
3. Etiologi / Penyebab
Tulang bersifat relatif rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan dan fraktur dapat terjadi karena:
1. Kekerasan langsung yaitu tulang patah pada titik terjadinya kekerasan itu sendiri,
biasanya bersifat terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung yaitu patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya
kekerasan, biasanya terjadi pada bagian paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
3.  Trauma
Sebagian fraktur terjadi karena kekuatan yang tiba-tiba dan berlebih yang dapat berupa
pemukulan, penghancuran, penekanan, pemuntiran/penarikan. Bila terjadi kekuatan
langsung tulang bisa patah pada tempat yang terkena, jaringan lemak juga pasti rusak.
4. Pemukulan
Menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit.
5. Penghancuran
Menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lemak yang luas. Bila
terkena kekuatan tak langsung dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari
tempat yang terkena kerusakan jaringan lemak ditempat fraktur mungkin tidak ada..
6. Kelelahan/tekanan berulang-ulang
Retak dapat terjadi pada tulang, misal: pada logam/benda lain akibat tekanan berulang-
ulang. Keadaan ini dapat terjadi pada tibia/fibula, radius/ ulna. Biasanya pada
olahragawan/atlit (bola volley, senam, bola basket).
7. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologis)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal, kalau tulang itu lemah (tumor) atau
sangat rapuh (osteoporosis) penderita kanker/infeksi .
8. Fraktur stress/fatique fracture akibat peningkatan drastis tingkat latihan.

Jenis Fraktur:
1. Menurut jumlah garis fraktur :
a. Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)
b. Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)
c. Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas).
2. Menurut luas garis fraktur :
a. Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung)
b. Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)
c. Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan
bentuk tulang).
3. Menurut bentuk fragmen :
a. Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)
b. Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)
c. Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar).
4. Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :
a. Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 :
1) Derajat I : Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit,
kontaminasi ringan, luka <1 cm.
2) Derajat II : Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.
3) Derajat III : Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan
neurovaskuler, kontaminasi besar.
b. Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang:
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen, terbagi atas:
1) Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
2) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
3) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
6. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
7. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
4. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara
genetik (Gunawan 2011).
5. Patofisiologi
Trauma langsung dan tak langsung akan menyebabkan terjadinya tekanan
eksternal pada tulang yang tekanannya lebih besar dari yang dapat ditahan oleh tulang.
Tulang dikatakan fraktur bila terdapat interuksi dari kontinuitas tulang dan biasanya
disertai cedera jaringan disekitarnya yaitu ligamen, otot, tendon, pembuluh darah dan
persarafan. Sewaktu tulang patah maka sel-sel tulang akan mati, perdarahan biasanya
terjadi disekitar tempat patah dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut.
Reaksi peradangan hebat terjadi setelah timbul fraktur, sel-sel darah putih dan sel
mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis
dan pembersihan sisa-sisa sel mast dimulai. Ditempat patah terbentuk bekuan fibrin dan
berfungsi sebagai alat untuk melekatnya sel-sel baru, matur yang disebut kalus. Bekuan
fibrin direabsopsi untuk membentuk tulang sejati. Penyembuhan memerlukan waktu
beberapa minggu sampai beberapa bulan. Penyembuhan dapat terganggu atau terlambat
apabila hematoma fraktur tulang / kalus rusak sebelum tulang sejati terbentuk atau
apabila sel-sel tulang baru rusak selama proses kalsifikasi dan pergeseran.
PATHWAY
Trauma langsung dan tidak langsung

Tekanan eksternal yang lebih besar dari yang


dapat ditahan oleh tulang

sel-sel darah putih kontinuitas pembedahan perubahan situasi


berakumulasi jaringan tulang

Pasca op Pre op
Risiko Infeksi

cedera Ansietas (lemah/ lesu)


Jaringan lunak
Terpasang alat Defisit
Spasme otot fiksasi internal/eksternal perawatan diri
sekunder
- Hambatan mobilitas fisik
Nyeri - Kerusakan integritas kulit
6. Klasifikasi
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu:
A. Berdasarkan sifat fraktur.
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
B. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2). Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang.
C. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
D. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
E. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
F. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
G. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
H. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan
pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman
sindroma kompartement (Dimas, 2017).
7. Gejala Klinis
Gejala klinis fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak
dibagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi), nyeri tekan,
krepitasi, gangguan fungsi muskuloskletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang dan
gangguan neurovaskular.Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis diagnosis
fraktur dapat ditegakkan walaupun jenis konfigrasi frakturnya belum dapat ditentukan
(Rahman, 2015).

8. Pemeriksaan Fisik
1) Gambaran Umum Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda tanda, seperti:
a. Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung
pada keadaan klien.
b. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus
fraktur biasanya akut.
c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
b)      Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
1. Sistem Integumen: Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
2. Kepala: Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
3. Leher: Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
4. Muka: Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
5. Mata: Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan)
6. Telinga: Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
7. Hidung: Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
8. Mulut dan Faring: Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
9. Thoraks: Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
10. Paru
a Inspeksi: Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
b Palpasi: Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
c Perkusi: Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
d Auskultasi: Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
11. Jantung
a Inspeksi: Tidak tampak iktus jantung.
b Palpasi: Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
c Auskultasi: Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
12. Abdomen
a Inspeksi: Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
b Palpasi: Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
c Perkusi: Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
d Auskultasi: Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
13. Inguinal-Genetalia-Anus: Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada
kesulitan BAB.

2) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status
neurovaskuler (untuk status neurovaskuler  5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse,
Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
a. Look (inspeksi) Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
 Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
 Cape au lait spot (birth mark).
 Fistulae.
 Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
 Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal).
 Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas).
 Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa).
b. Feel (palpasi) Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun
klien.Yang perlu dicatat adalah:
 Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit. Capillary refill time Normal > 3 detik
 Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
 Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, atau distal). Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi,
benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu
juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan
terhadap dasar atau  permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
c. Move (pergerakan terutama lingkup gerak) Setelah melakukan pemeriksaan feel,
kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan
ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau
dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak
(mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif
(Widia, 2015).

9. Pemeriksaan Diagnostik
A. Pemeriksaan Radiologi
1. X-Ray
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan
sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca
pada x-ray: Bayangan jaringan lunak. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi
periosteum atau biomekanik atau juga rotasi. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
2. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
3. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di
ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
4. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
5. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal
dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
B. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
C. Pemeriksaan lain-lain
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
4. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
5. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
6. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur (Dimas, 2017).

10. Prognosis
Prognosis pada kasus fraktur, prognosisnya bergantung dari tingkat keparahan serta tata
laksana dari tim medis terhadap pasien dengan korban fraktur. Jika penanganannya cepat, maka
prognosisnya akan lebih baik. Begitu juga sebaliknya. Sedangkan dari tingkat keparahan, jika
fraktur yang di alami ringan, maka proses penyembuhan akan berlangsung dengan cepat dengan
prognosis yang baik. Tapi jikalau pada kasus yang berat prognosisnya juga akan buruk.bahkan
jikalau parah, tindakan yang dapat di ambil adalah cacat fisik hingga amputasi. Selain itu
penderita dengan usia yang lebih muda akan lebih bagus prognosisnya di banding penderita dengan
usia lanjut (Nishizaki, 2015).

11. Thraphy / Penanganan


 Terapi fraktur tertutup
Prinsip fraktur tertutup adalah manipulasi untuk memperbaiki posisi
fragmen fraktur dan mempertahankan posisi tersebut selama masa penyembuhan,
akan tetapi fungsi pergerakan sendi harus tetap terjaga. Penyembuhan fraktur juga
dipercepat apabila pada tulang diberikan beban fisiologis. Sehingga 3 prinsip
terapi pada fraktur adalah reduce, hold, dan exercise.dalam terapi fraktur terdapat
dua permasalahan yang harus dipecahkan yakni bagaimana mempertahankan
posisi fragmen fraktur secara adekuat, namun fungsi pemakaian tungkai tetap
dapat dipertahankan. Permasalahan ini disebut sebagai hold versus move.
Permasalahan kedua adalah bagaimana proses penyembuhan dapat dilakukan
secara cepat, namun risiko yang tidak diinginkan dapat dihindari. Permasalahan
ini disebut sebagai speed versus safety.
Walaupun secara umum, terapi resusitasi harus didahulukan, penanganan
fraktur itu sendiri tidak boleh ditunda. Reduksi adalah tindakan mengembalikan
fragmen tulang sesuai alignment-nya secara anatomis. Semakin besar kontak
permukaan fragmen fraktrur, semakin besar pula kemungkinan penyembuhan
fraktur terjadi. Adanya celah pada fragmen fraktur adalah penyebab utama
delayed union dan nonunion. Terdapat dua jenis reduksi yaitu reduksi tertutup dan
reduksi terbuka.

a. Reduksi terutup
Reduksi tertutup adalah reduksi yang dilakukan tanpa tindakan operatif.
Tindakan ini dikerjakan di bawah pengaruh anesthesia dan dalam keadaan
otot relaksasi. Terdapat 3 manuver dalam melakukan reduksi:
- dilakukan traksi manual yaitu menarik bagian distal tungkai sesuai garis
tulang
- dilakukan reposisi fragmen tulang
- dilakukan penyesuaian alignment fragmen tulang.
Beberapa faktur sulit untuk direduksi secara terutup dan membutuhkan
traksi dalam jangka waktu lebih lama. Traksi tulang atau kulit dilakukan
beberapa hari utnutn mengurangi tegangan jaringan lunak dan
mempertahankan alignment tulang. Reduksi tertutup dikerjakan pada fraktur
dengan displacement minimal, pada kebanyakan fraktur kasus pada anak,
dan pada fraktur yang tidak stabil dan membutuhkan imobilisasi berupa
splint atau cast.
b. Reduksi terbuka
Reduksi terbuka adalah reduksi yang dilakukan melalui tindakan operatif.
Indikasi reduksi terbuka ialah:
- bila reduksi tertutup gagal dilakukan
- terdapat fragmen artikular yang perlu reposisi secara akurat
- fraktur avulsi
Reduksi terbuka merupakan langkah awal fiksasi internal (Agustina, 2015).

12. Penatalaksanaan
Menurut Brunner & suddarth (2002). Prinsip penanganan Fraktur meliputi:
1. Reduksi fraktur adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis
2. Imobilisasi fraktur adalah mempertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang
benar sampai terjadi penyatuan, imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi ekterna
dan interna.
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi adalah segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak, reduksi dan imobilisasi harus dipertahan
kan sesuai dengan kebutuhan.

Menurut Sjamsuhidajat & Wim de jong (1998). fase penyembuhan tulang meliputi:
1. Fase Hematoma
Proses penyembuhan yang terjadi dari proses perdarahan disekitar patahan tulang,
proses ini terjadi secara biologis alami pada setiap patahan tulang.
2. Fase jaringan fibrosis
Hematoma akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis, jaringan ini
yang menyebabkan fregmen tulang saling menempel.
3. Fase Pembentukan Kallus
Jaringan fibrosis yang menempel pada patahan tulang akan membentuk kodroid
yang merupakan bahan dasar pembentukan tulang.
4. Osifikasi
Terjadi penulangan total yang disebabkan oleh kallus fibrosa menjadi kallus tulang.
5. Ree modelling
Kemampuan tulang unuk menyesuaikan bentuknya seperti bentuk semula.
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi Nama, Umur, Jenis kelamin, Agama, Alamat, Status,
Suku/Bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Tangal MRS, Tanggal Pengkajian, serta
Diagnosa medis.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Apa yang menjadi alasan pasien datang ke RS atau tempat pelayanan
kesehatan.Biasanya pasien dengan fraktur mengeluh nyeri didaerah yang
mengalami fraktur bahkan dapat terjadi penurunan kesadaran.
2) Riwayat Keluhan Utama
Apa yang menjadi penyebab keluhan utamayang memberatkan dan
meringankan,seberapa berat keluhan dirasakan,seberapa sering terjadinya,lokasi
keluhan serta apakah terjadi mendadak atau bertahap.Biasanya pasien merasa nyeri
pada saat mobilitaspada daerah fraktur.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Keadaan yang dapat berhubungan dengan dihadapi pasien saat ini,seperti keadaan
umum kesehatan yang berupa penyakit-penyakit yang pernah dialami.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pengkajian riwayat kesehatan keluarga diperlukan untuk menelusuri kemungkinan
adanya kecenderungan berhubungan dengan faktor ginetik,namun fraktur tidak ada
hubungan dengan herediter karena faktornya hanya kecelakaan.
5) Riwayat Psikososial
Mengkaji situasi lingkungan,separti kebiasaan hidup pasien,pola aktivitas,keadaan
mantal pasian.Bisanya pasien dengan fraktur marasa kurang percaya diri,karena
adanya perubahan status kesehatan.
c. Pola Kebutuhan Dasar Manusia Pola Gordon
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah
klien melakukan olahraga atau tidak.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi
dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia.
3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada
pola eliminasi alvi.Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah.Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan
atau tidak.
4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien.
Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya frakturdibanding
pekerjaan yang lain.
6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien
harus menjalani rawat inap.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image).
8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak, lama perkawinannya.
10) Pola Penanggulangan Stress
pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif.
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakankebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
d. Pemeriksaan Fisik
e. Pemeriksaan penunjang
Data Subjektif :
1. Pasien mengatakan nyeri seperti teriris pada bagian yang patah
2. Pasien mengatakan tidak dapat menggerakkan ekstremitas yang fraktur
3. Pasien mengatakan nyeri dirasakan terus-menerus sejak pertama fraktur
4. Pasien mengatakan nyeri bertambah ketika ekstremitas yang fraktur digerakkan
5. Pasien mengatakan sulit beraktivitas
6. Pasien mengatakan tidak dapat bergerak bebas
7. Pasien mengatakan tidak nyaman.

Data Objektif :
1. Terdapat luka memar pada daerah patahan tulang
2. Terjadi pembengkakan pada daerah fraktur
3. Nyeri tekan pada daerah fraktur
4. Pasien selalu dibantu keluarganya dalam memenuhi kebutuhan
5. Pasien meringis kesakitan ketika ekstremitas yang fraktur digerakkan.
B. Diagnosa Keperawatan
Masalah yang lazim timbul, diantaranya :
1. Nyeri akut
2. Kerusakan integritas kulit
3. Hambatan mobilitas fisik
4. Risiko infeksi
5. Defisit perawatan diri.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, 2015. Terapi Fraktur. Tersedia pada


https://www.scribd.com/doc/293088744/Terapi-fraktur. (29 Juni 2019, Pukul 23.30 Wita)
Brunner & Suddarth , 2000.Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah.TerjemahanSuzanne C.
Smeltzer. Edisi 8. Vol 8. Penerbit BukuKedokteran EGC:Jakarta.
Bulecheck, Gloria M.dan dkk.2016.Nursing Interventions Classification(NIC) Edisi
keenm.United Kingdom:Elsevier global rights
Dimas, 2017. Laporan Pendahuluan Fraktur. Tersedia pada
https://www.academia.edu/33485909/LAPORAN_PENDAHULUAN_FRAKTUR. (29
Juni 2019, pukul 16.00 Wita)
Gunawan, 2011.Fraktur. Tersedia pada https://www.academia.edu/9034780/Fraktur. (29 Juni
2019, pukul 17.00 Wita)
Moorhead,Sue dan dkk.2016.Nursing Outcomes Classification(NOC) Edisi kelima.United
Kingdom:Elsevier global rights
Moorhead,Sue dan dkk.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. United
Kingdom:Elsevier global rights
Nishizaki, 2015. Prognosis Fraktur. Tersedia pada
https://www.scribd.com/document/282556994/Prognosis-Fraktur. (29 Juni 2019, pukul
22.00 Wita)
Price, Wilson. 2006. PatofisiologiVol 2; Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit.Penerbit
Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
Rahman, 2015. Gejala Klinis Fraktur. Tersedia pada
https://www.scribd.com/doc/274397663/Gejala-Klinis-Fraktur-Adalah-Adanya-Riwayat-
Trauma. (29 Juni 2019, pukul 20.00 Wita)
Widia, 2015. Laporan Pendahuluan Fraktur. Tersedia pada
https://www.scribd.com/doc/281125496/LAPORAN-PENDAHULUAN-fraktur. (29 Juni
2019, pukul 20.00 Wita)

Anda mungkin juga menyukai