Anda di halaman 1dari 7

AGAMA DIGITAL DAN KEBENARAN MEDIA: TANTANGAN

BERAGAMA DI ERA MILENIAL


Rafli Rafalino1, Anindhita Akbari Alifia Hasna2, Muhammad Fasyahrul I3
anindhitaakbari_1908096027@student.walisongo.ac.id,
raflirafalino_1908096010@student.walisongo.ac.id,
muhammadfasyahruli_1908096018@student.walisongo.ac.id
Teknologi Informasi, Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Abstrak:
Dunia ini menjadi sesuatu. Menjadi maju, menjadi modern, bahkan menjadi ajang
persaingan untuk menentukan siapa yang paling kuat dan pantas. Ada era di mana dunia
berubah dan beradaptasi dengan era ini. Masuknya era baru ini mengakibatkan perubahan
gaya hidup masyarakat dari sebelumnya. Generasi-X dan generasi-Y di Indonesia biasanya
hidup dengan jiwa sosial yang tinggi, hidup rukun, damai, damai, dan sebagainya. Orang-
orang dari generasi Z harus mampu meneruskan sifat-sifat tersebut sambil beradaptasi dengan
perkembangan zaman. Namun, banyak juga kendala yang mempengaruhinya. Dari segi
agama juga banyak tantangan di era milenial. masyarakat di era milenial telah menerima
banyak jenis budaya termasuk budaya input barat. Budaya Barat tampaknya paling
mempengaruhi. Westernisme dianggap lebih relevan dengan generasi Z sementara budaya
asli sendiri ditinggalkan. Di sisi lain, keberadaan internet menjadi faktor terbesar dalam
mempengaruhi praktik keagamaan di era milenial karena akan bersentuhan langsung dengan
generasi milenial itu sendiri. Berbagai cara menyebarkan nilai-nilai agama. Salah satunya
dengan mengimpor praktik keagamaan ke media baru. Jadi ada istilah agama digital.
Kata Kunci: digital, agama, kebenaran, milenial.
Pendahuluan
Teknologi informasi saat ini telah berkembang pesat. Sebuah informasi dari satu
tempat ke tempat lain akan berlangsung sangat cepat. Dampaknya pun tak luput dari
penggunaan media. Sebuah masalah baru-baru ini menjadi viral di Garut, Jawa Barat. Artinya,
sejumlah laki-laki berbaris seperti orang yang akan menunaikan shalat namun dalam iqomah
azan diganti dengan seruan jihad (CNN Indonesia, 2020). Tentu hal semacam ini tidak
dibenarkan, karena aturan adzan sejak zaman Nabi Muhammad sampai sekarang tidak pernah
ada dan tidak boleh ada perubahan. Pada masa Nabi Muhammad SAW, ajakan salat diubah
tetapi karena terpaksa, seperti hujan lebat dan angin yang tidak memungkinkan orang untuk
pergi ke masjid (kumparanNEWS, 2020). Masalah kontekstual di atas merupakan salah satu
dampak dari pesatnya perkembangan teknologi. Masyarakat belum siap menyaring dan
memilah informasi sehingga banyak informasi yang tersebar luas dan cepat meskipun itu
informasi yang salah.

1
Dampak negatif lainnya dari media adalah pemberitaan tentang kepulangan Habib
Rizieq Shihab ke tanah air. Berita telah menyebar sebelum dia tiba di Indonesia. Sangat cepat
informasi tersebar di masyarakat FPI (Front Pembela Islam) sehingga pada hari H Bandara
Soekarno-Hatta mampu diputihkan oleh FPI. Massa FPI berkumpul di Terminal 3 kemudian
menyambut kedatangan Habib Rizieq (Beritasatu 2020). Tentunya penyampaian informasi
yang cepat seperti ini tidak diperlukan, apalagi di masa pandemi. Dampaknya selain membuat
akses keluar masuk bandara ditutup total untuk sementara waktu, upaya pemerintah untuk
mendorong physical distancing juga terhambat akibat berkumpulnya massa FPI. Oleh karena
itu, penggunaan media baru dan praktik keagamaan di era milenial membutuhkan uluran
tangan dari pemerintah dan seluruh masyarakat agar tidak terjadi kesalahan dalam masuknya
informasi ke ranah publik.

Artikel ini disusun karena pesatnya perkembangan teknologi dan peralatan digital. Di
sini kita akan membahas apa itu agama digital, bagaimana menerapkan agama digital, definisi
kebenaran media, dan bagaimana beragama di era milenial. Dengan adanya artikel ini
diharapkan kita dapat mengetahui dan menemukan solusi permasalahan agama di era milenial.

Metode Penelitian
Dalam menyusun artikel ini, kami menggunakan metode penelitian deskriptif analisis.
Analisis deskriptif merupakan metode penelitian analitik yang bertujuan untuk
menggambarkan karakteristik suatu objek penelitian. Dalam (Jonnedi, Ginting, dan Hendra
2020) Nawawi menjelaskan bahwa metode penelitian deskriptif adalah penelitian yang
bertindak sebagai cara untuk memecahkan masalah dan mencari solusi dengan
menggambarkan suatu kondisi objek penelitian. Artikel ini juga disusun dengan metode
kualitatif. Metode kualitatif adalah metode yang memfokuskan penelitian pada suatu
peristiwa yang sedang terjadi di masyarakat. Creswell (2010) dalam (Jonnedi et al. 2020)
mengatakan bahwa metode kualitatif adalah metode untuk mengungkapkan makna suatu
masalah dalam kehidupan sosial dari perspektif individu atau sekelompok orang.

2
Hasil Pembahasan

Agama Digal

Selama beberapa bulan terakhir, inovasi korespondensi telah mengambil alih kendali
atas korespondensi yang seharusnya dilakukan terputus. Latihan-latihan yang ketat menjadi
salah satu inovasi dalam pergaulan sehari-hari. Misalnya, investigasi ketat virtual di
Indonesia. Berawal dari pengajian yang dikomunikasikan di TV, kemudian, pada saat itu,
rekaman muncul di Youtube bantuan video-sharing dan tahapan lainnya. Kehadiran
perbincangan di TV dan web memiliki alasan, salah satunya untuk bekerja dengan
penyampaian data tentang agama ke majelis tanpa dekat dan pribadi. "Digitalisasi agama"
terjadi dalam situasi di mana latihan yang ketat tidak dapat diselesaikan secara langsung,
seperti yang terjadi di masa pandemi saat ini. Jelas, para penggagas inovasi memandang ini
sebagai pemikiran yang bagus karena selain dapat memanfaatkan inovasi, dapat bekerja
dengan latihan yang ketat dengan inovasi itu sendiri.

Agama digital muncul sebagai cara untuk menggambarkan impor agama ke pinggiran
baru internet, atau dunia yang kurang asli yang dibuat oleh inovasi realitas yang dihasilkan
komputer (Campbell 2012). (Bauwens 1996) dalam (Campbell 2012) "agama digital"
digunakan oleh beberapa orang untuk merekomendasikan jenis lain dari wilayah lokal dan
gerakan ketat, dan untuk mengusulkan koalisi yang muncul antara inovasi PC dan agama
ketika individu mencoba hal yang berbeda dengan membawa kehidupan mereka yang
mendalam ke dalam internet. Pelajaran ketat diteruskan ke dunia yang dibuat oleh inovasi.
Agama digital harus menjalankan kebiasaan ketat tergantung pada latihan adatnya dalam
membawa praktik ketat ke media baru agar tidak menipu pertemuan. Setelah agama dunia
maya, berikut ini adalah agama yang terkomputerisasi. Agama yang terkomputerisasi tidak
hanya menyinggung agama seperti yang dipoles dan diungkapkan di web, tetapi juga
menunjukkan bagaimana media dan ruang yang canggih membentuk dan dibentuk oleh
praktik yang ketat. Computerized Religion juga merupakan survei utama yang metodis,
terorganisir, dan berwawasan luas tentang eksplorasi agama dan Web yang cenderung ke
lima agama penting dunia (Buddhisme, Kristen, Hindu, Islam, dan Yudaisme), dan memilih
perkembangan baru yang ketat (Campbell 2012). Seperti yang ditunjukkan oleh (Cantwell
dan Rashid 2015) orang-orang yang menggunakan inovasi komputerisasi dalam penelitian
kekhasan ketat memanggang inovasi itu sendiri sebagai jenis agama yang biasa disebut
agama maju. Mereka menerima suatu inovasi sebagai suatu jenis agama. Suatu inovasi yang

3
disinggung sebagai suatu jenis agama menyiratkan bahwa inovasi tersebut cukup
mempengaruhi banyak instrumen masyarakat. Mungkin nanti semakin banyak inovasi yang
diciptakan, maka inovasi tersebut akan semakin disyukuri. Meskipun saat ini inovasi juga
telah berkembang menjadi tren pola dunia, dapat dibayangkan bahwa kumpulan individu
akan terlihat yang merayakan perkembangan mekanis.

Kebenaran Media

Kebenaran adalah sesuatu yang tanpa blunder atau kesalahan, sedangkan media
adalah tempat untuk menyampaikan data yang kompleks. Cenderung verbal, misalnya radio,
melalui penulisan seperti makalah, melalui gambar seperti spanduk, atau masing-masing dari
ketiganya melalui TV atau media online seperti YouTube. Hal ini tidak lepas dari adanya
data-data palsu atau bisa disebut berita tipuan, dengan sumber data yang tidak memuaskan.
Tidak diragukan lagi bahwa data penipuan itu tidak jujur sehingga tidak sedikit orang yang
menyimpan data tersebut. Namun demikian, masih banyak media yang menyajikan data yang
solid, dengan sumber data yang jelas dan bertanggung jawab. Karena itu, harus ada lebih
banyak pilihan dalam mendapatkan data dan sumber yang dapat dipertahankan. Memang
dalam perkuliahan pun data-data palsu tidak luput, misalnya video viral Habib Rizieq yang
dalam video tersebut menghina agama yang berbeda, yang sejujurnya adalah sepenggal video
dakwah Habib Rizieq yang merepresentasikan seseorang yang menghina agama yang berbeda.
yang tidak pantas dilakukan oleh umat Islam. Muslim. Oleh karena itu, penting untuk berhati-
hati dalam mendapatkan data, seperti di mana sumber video tersebut dengan tujuan agar
individu yang melihat video tersebut menerima data yang benar dan bukan tipuan (Villela
2013) dan (Dwijosudarmo 1995).

Beragama di Era Milenial

Masa-masa seperti sekarang ini dan yang akan datang adalah masa di mana generasi
milenial tampaknya akan mencari tahu ke mana arah masa depan. Periode ini akan menjadi
sangat penting bagi zaman lampau jika zaman-zaman pada zaman ini dapat berlanjut dengan
cara hidup yang dibentuk oleh zaman lampau. Sejauh keyakinan, Indonesia menjaga peluang
yang ketat. Agama menyiratkan pemujaan kepada Tuhan dengan perasaan mampu
menanggung kehadiran keyakinan yang berbeda. Agama di masa maju saat ini sangat
sederhana, beberapa agama dapat memanfaatkan inovasi karena globalisasi untuk melakukan
atau mengkoordinasikan latihan yang ketat. Seseorang dapat menggambarkan semangat
tentang Web sebagai penampilan legalisme tertentu. Ini menyiratkan bahwa, meskipun tidak

4
terkait dengan dasar ketat tertentu, berbicara tentang Web sebenarnya mengacu pada pikiran
dan bahasa, mengisi sebagai sumber keyakinan yang kuat. Tugas utamanya adalah
memahami apa daya tarik spesifik Web sebagai objek keyakinan dan bagaimana hal itu dapat
membangkitkan jenis respons penuh gairah yang menggambarkan banyak anekdot tentang
inovasi baru ini (Prna 2010). Salah satu penerapan inovasi untuk menyelesaikan latihan ketat
dalam Islam adalah Al-Qur'an atau membaca Al-Qur'an. Pelaksanaan pembahasan Al-Qur'an
seharusnya bisa dilakukan secara praktis dengan alasan tidak ada kondisi luar biasa yang
mengharuskan penyajian Al-Qur'an dilakukan secara langsung. Dalam pandangan Islam, ada
beberapa latihan ketat yang tidak bisa atau tidak seharusnya dilakukan secara esensial atau
memutar. Diantaranya adalah permohonan berjamaah dan persetujuan dalam pernikahan.
Permohonan berjamaah tidak dapat diselesaikan secara online dengan alasan ada syarat
dalam shalat berjamaah yang jika tidak terpenuhi maka shalat berjamaah menjadi tidak sah,
khususnya shalat berjamaah harus dilakukan dalam satu majelis. Melakukan salat berjamaah
dengan kedudukan terbesar tidak dalam satu majelis, maka shalat berjamaah tidak sah.
Apalagi pelaksanaan Ijab Kabul memiliki alasan mengapa harus dilakukan secara lugas. Ijab
Kabul dalam pernikahan juga tidak dapat dilakukan secara online karena salah satu syaratnya
adalah dilakukan dalam satu majelis, bagaimanapun Ijab Kabul itu tidak sah.
Berdasarkan hasil eksplorasi yang diarahkan oleh (Halim dan Rahim 2011) dari 392
Muslim di Jakarta namun sebanyak 93% telah menggunakan web untuk membuka halaman e-
strict untuk menemukan berita tentang hukum Islam, fatwa, haji dan berita umrah, Islam
sejarah, kisah-kisah tentang islam kisah nabi, dan mendapatkan nasehat jodoh dan
pemahaman al qur'an. Kehadiran sebuah halaman situs sangat berharga bagi umat Islam di
Indonesia untuk mencari data yang sah dan pemeriksaan yang ketat. Sesuai Savic Ali,
penyelenggara dan pengelola islami.co, "Situs menikmati manfaat direkam oleh Google. Pada
titik apa pun yang dicari orang, mereka dapat ditemukan." Memang, itu sah. Jadi wajar saja
kami dapat melacak data apa pun di web sekarang. Dari data politik hingga investigasi ketat
dapat diperoleh hanya dengan sejumput jari. Konsekuensinya, sebagai muslim milenial, kita
harus memiliki pilihan untuk memanfaatkan inovasi untuk menambah pemahaman dan
informasi.

Dalam keluarga, wali memiliki kesempatan untuk memperkenalkan si anak dengan


apa yang disebut keyakinan. Memperkenalkan agama kepada anak-anak adalah komitmen
setiap orang tua agar kelak anak dapat mengenal agama dengan baik dan pada akhirnya
memiliki pilihan untuk mengatur jalan hidupnya sendiri ketika ia dewasa. Dalam

5
mengajarkan agama kepada anak muda ada beberapa kendala. (Maulidiyah 2018)
mengungkapkan hambatan yang muncul dari dalam keluarga. Hambatan utama adalah
pencabutan permainan tradisional karena permainan perangkat. Anak-anak milenial saat ini
umumnya akan diberikan keputusan antara memilih permainan tradisional dan permainan
modern, mereka akan memilih permainan modern karena pengaruh teman dan iklim yang
telah menggunakan perangkat dalam aktivitas sehari-hari mereka. Namun, saat ini ilustrasi
ketat juga telah memasuki ranah alat peraga, dipercaya contoh-contoh ketat tersebut dapat
dikonsumsi oleh anak-anak melalui media pembelajaran yang lebih menarik daripada
pembelajaran tradisional. Kedua, kebutuhan akan tenaga kerja dan produk yang boros. Di era
komputerisasi saat ini, bisnis online sangat akrab dengan sebagian besar orang dewasa
bahkan anak muda. Organisasi bisnis online cukup cerdas untuk memandu fokus pemasaran
mereka ke usia di masa depan. Oleh karena itu, masyarakat secara keseluruhan mengenal
belanja berbasis web, dimana sebagian besar dari mereka membeli tidak berdasarkan
kebutuhan tetapi hanya berdasarkan keinginan. Kecenderungan seperti ini bila diperlihatkan
kepada anak-anak akan menjadi contoh yang buruk dan dapat mempengaruhi perilaku jual
beli anak. Ketiga, tidak adanya pertimbangan yang diberikan karena wali disibukkan dengan
urusan masing-masing. Pekerjaan sangat penting untuk membantu keluarga. Namun,
pekerjaan tidak harus menyita waktu yang seharusnya diberikan kepada anak. Bukan hanya
urusan bisnis, saat ini disibukkan dengan alat-alat adalah masalah penting yang paling banyak
terjadi. Kendala keempat adalah tidak adanya waktu bagi wali untuk berkumpul dengan anak-
anak mereka. Perintah di atas harus dipahami oleh para wali. Dalam menunjukkan sifat-sifat
Islami kepada anak-anak, diperlukan pengaturan menyeluruh yang memadai. Cobalah untuk
tidak membiarkan anak itu akhirnya lebih suka tidak terbiasa dengan pelajaran agama mereka
sendiri karena kesalahan orang tua mereka. Oleh karena itu, dibutuhkan ketekunan-ketekunan
yang tinggi.

Daftar Pustaka

Bauwens, M. 1996. "Spirituality and Technology," First Monday, 1(5). Lihat:


http://firstmonday.org/htbin/cgiwrap/bin/ojs/index.php/fm/artide/viewArticle/496/417

Beritasatu. 2020. Jemput Rizieq, Ribuan Massa FPI Berkumpul di Terminal 3 Bandara Soetta,
dari https://www.beritasatu.com/amp/faisal-maliki-baskoro/megapolitan/696819/jemput-
rizieq-ribuan-massa-fpi-berkumpul-di-terminal-3-bandara-soetta

Campbell, Heidi A. 2012. Digital Religion: Understanding Religious Practice in New Media

6
World.

Cantwell, Christopher D, and Hussein Rashid. 2015. “Religion, Media, and the Digital Turn.”
Social Science Research Council, no. December: 0–74.

CNN Indonesia. 2020. VIDEO: Heboh Ajakan Sholat Diganti Jihad, dari
https://www.cnnindonesia.com/tv/20201201090901-400-576448/video-heboh-ajakan-
salat-diganti-jihad.

Creswell, J.W. 2010. Research design: Pendekatan kualitatif, kuantitatif, Mixed. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Dwijosudarmo, Edy H. 1995. Teori Kebenaran Fenomenologis. Jurnal Filsafat 1 (1): 29-33.

Halim, Umar, and Samsudin A. Rahim. 2011. “PENGLIBATAN DIGITAL: AKSES DAN
PENGGUNAAN E-AGAMA DALAM KALANGAN GENERASI MUDA MUSLIM.”
Jurnal Komunikasi: Malaysian Journal of Communication 27 (2): 121–35.

Jonnedi, Rahmanita Ginting, and Yan Hendra. 2020. “Communication Strategy of North
Sumatera Education Quality Assurance Instutition in Impelementation Internal Quality
Assurance.” Jurnal Simbolika: Research and Learning in Communication Study 6 (1):
76–85.

Kumparan. 2020. Ketua MUI Tegur Sejumlah Orang yang Azan Jihad: Rasulullah Tak
Pernah Ubah Azan, dari
https://www.google.com/amp/s/m.kumparan.com/amp/kumparannews/ketua-mui-tegur-
sejumlah-orang-yang-azan-jihad-rasulullah-tak-pernah-ubah-azan-1uh3Ls19A58.

Maulidiyah, Eka Cahya. 2018. “PENANAMAN NILAI-NILAI AGAMA DALAM


PENDIDIKAN DI ERA DIGITAL.” Martabat: Jurnal Perempuan Dan Anak 02 (01):
71–90.

Nawawi, H. 2007. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajahmada University


Press.

Pärna, Karen. 2010. Believing in the Net.

Villela, Lucia Maria Aversa. (2013). 済 無 No Title No Title. Journal of Chemical


Information and Modeling, 53 (9): 1689–1699.

Anda mungkin juga menyukai