Anda di halaman 1dari 11

ABITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIN SENGKETA

H. priyatna abdurasyid memberikan gambaran umum mengenai prosedur


penyelesain sengketa sebagai berikut:

1. Negosiasi
Negosiasi merupakan suatu cara dimana individu saling berkomunikasi untuk
mengatur hubungan mereka dalam bisnis dan kehidupan sehari – harinya. Proses
untuk memenuhi kebutuhan kita ketika ada pihak yang menguasai keinginan
kita.
2. Keputusan terhadap sengketa
Proses penyelesaian sengketa dimana satu pihak netral dan independen diberi
dan melaksanakan wewenag yang diperolehnya untuk mendengarkan masalah –
masalah yang diajukan oleh pihak yang bersengketa, kemudian memberikan
keputusan yang final dan mengikat. Usaha ini dapat dilakukan melalui beberapa
cara berikut:
a. Litigasi
b. Arbritase
c. Pengadilan administarsi, prosesnya melalui peraturan administrattif
berkaitan dengan sengketa, misalnya sewa menyewa, perumahan,
perburuhan, dan lain lain.
d. Keputusan ahli dimana pihak mengangkat seseorang ahli untuk meneliti
masalah yang mereka hadapi dan membutuhkan pendapat seorang ahli
khusus.
e. Keputusan pribadi, diaman pengadilan menyerahkan penyelesaian suatu
sengketa kepada dewan atau komisi yang dibentuk oleh para pihak untuk
memutuskan sebgaian atau keseluruhan masalah yang mereka hadapi.
3. Mediasai atau perdamaian
Mediasai merupakan suatu proses penyelesaiaj sengketa dimana para pihak
berselisih memanfaatkan bantuan pihak ketiga yang independen untuk bertindak
sebagai moderator ( penengah ), tetapi tidak diberi wewenang untuk mengambil
keputusan yang mengikat.
Perdamaian merupakan istilah yang terkadang dipakai secara bergantian dengan
mediasi, dan terkadang dipakai untuk membedakan salah satu proses (sering kali
mediasi) yang melibatkan peran mediator yang aktif. Sementara itu, pendamaian
melibatkan sistem mediasi yang membantu walaupun perbedaan didalam
praktiknya tidak tampak secara nyata.
4. Proses silang merupakan kombinasi dari unsur – unsur yang ada dalam litigasi,
arbritase, dan mediasi dimana pihak – pihak yang bersengketa menyampaikan
prosedur penyelesaian yang akan ditempuh.
a. Siding kecil (mini trial), merupakan bentuk mdiasi evaluasi dan arbritase
singkat yang tidak mengikat, diikuti dengan negosiasi atau mediasi
b. Med – arb ( mediaton arbritation) dimulai dengan mdiasi. Jika tidak
menghasilkan penyelesaian dilanjutkan dnegan abritase yang putusannya
final dan mengikat
c. Pencarian fakta independen dan melibatkan ivestigasi oleh ahli netra tentang
masalah fakta khusus, teknis, dan hokum, dan setelah itu dapat diterukan ke
pengadilan atau abritase jika perlu dilakukan mediasi dan jika lebih
diperlukan lagi
d. Evaluasi netral secara dini, yang menugaskan penilaian independen (“expert
determination” – “expert appraisal”) untuk menemui para pihak dalam
suatu sengketa pada tahap awal dan melakukan penilaian tertutup
dengantujuan membantu mereka mempersempit dan mendefinisikan masalh
yang diarahkan pada usaha mencapai penyelesaian.
e. Abritase melalui pengadilan, yang mengharuskan dilakukan menurut hokum
yang berlaku di pengadilan, tergantung dari tata cara yang diarahkan oleh
pengadilan.
UU 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
mengatur tentang penyelesaian sengketa atau beda pendapat antar para pihak dalam
suatu hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara
tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul atau yang
mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan cara arbitrase
atau melalui alternatif penyelesaian sengketa. UU 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa didalamnya mengatur:
1. alternatif penyelesaian sengketa melalui cara musyawarah para pihak yang
bersengketa;
2. khtisar khusus dari persyaratan yang harus dipenuhi untuk arbitrase dan syarat
pengangkatan arbiter serta mengatur mengenai hak ingkar dari para pihak yang
bersengketa;
3. tata cara untuk beracara di hadapan majelis arbitrase dan dimungkinkannya
arbiter dapat mengambil putusan provisionil atau putusan sela lainnya termasuk
menetapkan sita jaminan, memerintahkan penitipan barang, atau menjual barang
yang sudah rusak serta mendengarkan keterangan saksi dan saksi ahli;
4. syarat lain yang berlaku mengenai putusan arbitrase; pengaturan pelaksanaan
putusan sekaligus dalam satu paket, agar Undang-undang ini dapat
dioperasionalkan sampai pelaksanaan putusan, baik yang menyangkut masalah
arbitrase nasional maupun internasional dan hal ini secara sistem hukum
dibenarkan;
5. pembatalan putusan arbitrase;
6. berakhirnya tugas arbiter;
7. biaya arbitrasi yang ditentukan oleh arbiter; dan
8. ketentuan peralihan terhadap sengketa yang sudah diajukan namun belum
diproses, sengketa yang sedang dalam proses atau yang sudah diputuskan dan
mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pasal 2 menjelaskan dari Undang – Undang 30/1999 berikut: Undang-undang ini


mengatur penyelesaian sengketa atau beda pendapat antar para pihak dalam suatu
hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara tegas
menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul atau yang mungkin
timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan cara arbitrase atau
melalui alternatif penyelesaian sengketa.
Pasal 3 Undang – Undang 30/1999 Menegaskan: Pengadilan Negeri tidak
berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian
arbitrase.
Pasal 11 Undang – Undang 30/1999 juga menegaskan: (1) Adanya suatu
perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian
sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri.
(2) Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu
penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitase, kecuali dalam hal-hal
tertentu yang ditetapkan dalam Undang-undang ini.
ARBITASE
Arbitase adalah terjemahan dari bahasa inggris, arbritation. Pasala 1 ayat 1
Undang – Undang 30/1999 menjelaskan : Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu
sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang
dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
H.P Panggabean mengutip penulis ( felix O.S) yang menjelaskan alasan- alasan
beberapa pihak memilih abritase.

1. Adanya kebebasan, kepercayaan, dan keamanan


Arbitase umumnya menarik bagi para pengusaha, pedagang, dan investor sebeb
memberikan kebebasan dan otonomi yang sangat luas kepada mereka. Secara
relative, memberikan rasa aman terhadap keadaan yang tidak menentu dan
ketidakpastian sehubungan dengan sistem hokum yang berbeda juga,
menghindari keputusan hakim yang berat sebelah yang melindungi kepentingan
(pihak) local bagi mereka yang mengalami suatu perkara.
2. Wasit/ arbiter memiliki keahlian (expertise)
Para pihak seringkali memilih arbitase karena mereka memiliki kepercayaan
yang lebih besar terhadap keahlian arbiter mengenai persoalan yang
dipersengketakan dibandingkan jika mereka menyerahkan penyelesaian kepada
pihak pengadilan yang telah ditentukan
3. Lebih cepat dan hemat biaya
Hemat Biaya Biaya dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase lebih murah
karena waktu yang digunakan lebih singkat dan prosesnya hanya di Lembaga
arbitase itu saja. Sedangkan dalam proses litigasi harus melewati proses yang
cukup panjang, mulai dari pendaftaran berkas ke pengadilan, pembayaran
pengacara, dan biaya pengadilan. Biaya tersebut akan terus bertambah seiring
dengan pengajuan banding dan kasasi. Sehigga, biaya yang dikeluarkan untuk
penyelesaian masalah secara litigasi akan lebih banyak, dimana dalam proses
arbitrase umumnya tidak menggunakan tempat dan tahapan yang panjang.
4. Bersifat rahasia
Jika dalam metode litigasi penyelesaian sengketa dilakukan secara terbuka,
Arbritase diselenggarakan secara tertutup, arbritase hanya dihadiri oleh para
pihak yang berperkara. Selain itu, dalam proses arbritase tidak ada aturan
mengenai barang bukti, apabila ada barang bukti hanya akan dikendalikan oleh
arbiter, sehingga para pihak merasa lebih aman dan nyaman, karena kerahasiaan
perusahaan merupakan hal yang di utamakan dalam kegiatan bisnis.
5. Adanya kepekaan arbiter / wasit
Dalam mengambil keputusan, pengadilan sering kali memanfaatkan sengjeta
privat sebgai tempat untuk menonjolakan nilai – nilai masyarakat. akibatnya
dalam menyelesaika sengketa privat yang di tangninya, pertimbangan hakim
sering mengutamakan kepentingan umum, sedangkan kepentingan privat
pribadi merupakan pertimbangan kedua.
6. Bersifat non – preseden
Pada umumnya, putusan arbitase tidak memiliki nilali atau sifat preseden. Oleh
karena itu, unntuk perkara yang serupa mungkin saja dihasilkan keputusan
arbitase yang berbeda.
7. Putusan lebih mudah dilaksanakan.
ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 1 ayat 10 undang – undang 30/1999 menjelaskan: Alternatif Penyelesaian
Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur
yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Black’s Law Dictionary
mendefinisikan sebagai berikut:
Alternative penyelesaian sengketa yang menunjuk pada prosedur – prosedur
penyelesaian sengketa dengan cara – cara nir ligitasi; misalnya melalui arbitase,
mediasi, peradilan kecil. Prosedur – prosedur semacam itu biasanya tidak begitu mahal
(dibandingkan dengan litigasi) dan lebih cepat, semakin banyak digunakan dalam
sengketa komersial dan buruh/ tenaga kerja, perceraian, klaim yang berkenan dengan
kendaraan bermotor dan malpraktik, dan sengketa lainnya yang tidak melibatkan litigasi
di pengadilan.
Dari definisi ini, terlihat bahwa pengertian “alternatif” dalam alternatif
penyelesaian sengketa mengandung arti sebagai alternatif atau pengganti dari
penyelesaian sengketa melalui litigasi, di dalamnya termasuk arbitase. Undang – undang
30/1999 tidak mendefinisikan arbitase sebagai bagian dari alternatif penyelesaian
sengketa. Dengan istilah lembaga arbitase mediase, seorang penulis Indonesia
membandingkannya dnegan penyelesaian sengketa melalui pengadilan.
Penyelesaian sengketa melalui hakim pengadilan menganut prinsip “ keadilan
dan kebenaran setelah proses persidangan oleh hakim dipengadilan pada akhirnya
ditentukan berdasarkan pertimbangan dan keyakinan hakim yang tidak dapat diganggu
gugat dengan alas am hukum apapun”, sedangkan penyelesaian sengketa melalui
lembaga arbitase mediasi menganut prinsip “ keadilan dan kebenaran adalah
kesepakatan para pihak yang bersengketa berdasarkan pertimbangan win – win
solution, bersifat nilai, mengikat, dan dapat dieksekusi seperti vonis pengadilan.”
MEDIASI
Pakar – pakar hukum Indonesia memasukan mediasi sebagai bagaian atau
contoh dari alternatif penyelesaian sengketa, seperti definisi Black’s Law Dictionary.
Penggabeban mengutip sujud margono menyebutkan pengertian dan unsur – unsur
mediasi sebagai berikut:
a. Mediasi adalah sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan.
b. Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa didalam
perundnagan.
c. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari
penyelesaian.
d. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama
perundingan berlangsung.
e. Tujuan mediasi ialah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang
dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.

Mediator bertugas mengarahkan dan memfasilitasi lancarnya komunikasi serta


membantu para pihak agar memperoleh pengertian tentang perselisihan secara
keseluruhan sehingga memungkinkan setiap pihak membuat penilaian. Sehingga dengan
bantuan dan bimbingan mediator, para pihak bergerak kearah negosiasi penyelesaian
sengketa mereka. Menurut Fuller salah seorang pakar hukum menyebutkan bahwa
fungsi dari seorang mediator ada 7, yakni :

1. Sebagai “katalisator”, mengandung pengertian bahwa kehadiran mediator dalam


proses perundingan mampu mendorong lahirnya suasana yang konstruktif bagi
diskusi.
2. Sebagai “pendidik”, berarti seorang harus berusaha memahami aspirasi,
prosedur kerja, keterbatasan politis, dan kendala usaha dari para puhak.
3. Sebagai “penerjemah”, berarti mediator harus berusaha menyampaikan dan
merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak yang lainnya melalui bahasa
atau ungkapan yang baik dengan tanpa mengurangi sasaran yang dicapai oleh
pengusul.
4. Sebagai “nara sumber” berarti seorang mediator harus mendayagunakan sumber-
sumber informasi yang tersedia.
5. Sebagai “penyandang berita jelek”, berarti seorang mediator harus menyadari
bahwa para pihak dalam proses perundingan dapat bersikap emosional. Untuk itu,
mediator harus mengadakan pertemuan terpisah dengan pihak-pihak terkait untuk
menampung berbagai usulan.
6. Sebagai “agen realitas”, berarti mediator harus berusaha memberikan pengertian
secara jelas kepada salah satu pihak bahwa sasarannya tidak mungkin/ tidak
masuk akal tercapai melalui perundingan.
7. Sebagai “kambing hitam”, berarti seorang mediator harus siap disalahkan,
misalnya dalam membuat kesepakatan hasil perundingan.
DADING
Dading atau perdamaian adalah istilah yang dikutip dari khazanah hukum
belanda yang kemudian masuk dalam ketentuan perundang – undangan Indonesia.
Dading diatur dalam kitab Undang – Undang perdana XVIII, pasal 1851 sampai pasal
1864.
Pasal 1851 KUH Perdata: “Perdamaian adalah suatu persetujuan dengan mana
kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang,
mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu
perkara.
Pasal 1852 KUH Perdata: “Untuk dapat mengadakan suatu perdamaian,
seseorang harus berwenang untuk melepaskan haknya atas hal-hal yang termaktub
dalam perdamaian itu.
Pasal 1853 :Perdamaian dapat diadakan mengenai kepentingan keperdataan yang
timbul dari satu kejahatan atau pelanggaran. Dalam hal ini perdamaian sekali-kali tidak
menghalangi pihak Kejaksaan untuk menuntut kejahatan atau pelanggaran yang
bersangkutan.
Pasal 1854 :Setiap perdamaian hanya menyangkut soal yang termaktub di
dalamnya; pelepasan segala hak dan tuntutan yang dituliskan di situ harus diartikan
sepanjang hak-hak dan tuntutan-tuntutan itu berhubungan dengan perselisihan yang
menjadi sebab perdamaian tersebut.
Pasal 1855: Setiap perdamaian hanya mengakhiri perselisihan-perselisihan yang
termaktub di dalamnya, entah para pihak merumuskan maksud mereka secara khusus
atau umum, entah maksud itu dapat disimpulkan sebagai akibat mutlak dari apa yang
tertulis itu.
Pasal 1856 : Bila seseorang mengadakan suatu perdamaian mengenai suatu hak
yang diperolehnya atas usahanya sendiri dan kemudian memperoleh hak yang sama dari
orang lain maka hak yang baru ini tidak mempunyai ikatan dengan perdamaian itu.
Pasal 1857: Suatu perdamaian yang diadakan oleh salah seorang yang
berkepentingan, tidak mengikat orang-orang lain yang berkepentingan, dan tidak pula
dapat diajukan oleh mereka untuk memperoleh hak-hak daripadanya.
Pasal 1588 :Di antara pihak-pihak yang bersangkutan, suatu perdamaian mempunyai
kekuatan seperti suatu keputusan Hakim pada tingkat akhir. Perdamaian itu tidak dapat
dibantah dengan alasan bahwa terjadi kekeliruan mengenai hukum atau dengan alasan
bahwa salah satu pihak dirugikan.
Pasal 1859: Namun perdamaian dapat dibatalkan bila telah terjadi suatu
kekeliruan mengenai orang yang bersangkutan atau pokok perselisihan. Perdamaian
dapat dibatalkan dalam segala hal, bila telah dilakukan penipuan atau paksaan.
Pasal 1860: Begitu pula pembatalan suatu perdamaian dapat diminta, jika
perdamaian itu diadakan karena kekeliruan mengenai duduknya perkara tentang suatu
alas hak yang batal, kecuali bila para pihak telah mengadakan perdamaian tentang
kebatalan itu dengan pernyataan tegas.
Pasal 1861: Suatu perdamaian yang diadakan atas dasar surat-surat yang
kemudian dinyatakan palsu, batal sama sekali.
Pasal 1862: Perdamaian mengenai sengketa yang sudah diakhiri dengan suatu
keputusan Hakim telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, namun tidak diketahui
oleh kedua belah pihak atau salah satu, adalah batal. Jika keputusan yang tidak
diketahui itu masih dapat dimintakan banding, maka perdamaian mengenai sengketa
yang bersangkutan adalah sah.
Pasal 1863: Jika kedua pihak telah membuat perdamaian tentang segala sesuatu
yang berlaku di antara mereka, maka adanya surat-surat yang pada waktu itu tidak
diketahui tetapi kemudian ditemukan, tidak dapat menjadi alasan untuk membatalkan
perdamaian itu, kecuali bila surat-surat itu telah sengaja disembunyikan oleh salah satu
pihak.
Pasal 1864: Dalam suatu perdamaian, suatu kekeliruan dalam hal menghitung
harus diperbaiki.
BADAN ARBITASE NASIONAL INDONESIA (BANI)
Berikut ini disajikan kutipan dari peraturan prosedur arbitase yang dikeluarkan BANI:
Sengketa atau bahan – bahan yang dapat diarbritasekan
Asuransi, Keuangan, Perabankan, Paten, Hak Cipta, Penerbangan,
Telekomunikasi, Ruang Angkasa, Kerjasama, Pertambangan, Angkutan Laut Dan
Udara, Lingkungan Hidup, Fabrikasi, Industry, Perdangangan, Lisensi, Hak Milik
Intelektual, Desain, Onsultasi, Distribusi, Maritime Dan Perkapalan, Konstruksi,
Penginderaan Jauh.
Pendapat yang mengikat BANI
"Pendapat Yang Mengikat" adalah suatu pendapat yang bersifat mengikat
yang diberikan oleh BANI terhadap suatu Beda Pendapat sesuai dengan Peraturan &
Acara di BANI. "Beda Pendapat" adalah mengenai suatu persoalan berkenaan dengan
penafsiran ketentuan yang kurang jelas, atau penambahan atau perubahan pada
ketentuan yang berhubungan dengan timbulnya keadaan baru, atau hal-hal lain yang
berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian tersebut
BIAYA ARBITASE
Biaya arbitase terdiri atas:
a. Baiay pendaftaran
b. Biaya administrasi, pemeriksaan masing –masing utnuk konpensi dan
rekonpensi dan arbitrator.
c. Biaya pemanggilan dan perjalanan saksi/ ahli dipikul oleh pihak yang meminta
dipanggilnya saksi – saksi/ ahli tersebut, biaya yang harus dibayar lebih dahulu
kepada secretariat BANI. Jika arbitase / majelis arbiter perlu melakukan
perjalanan untuk melakukan pemeriksaan setempat, maka kedua belah pihak
masing masing separuh, biaya yang harus dibayar terlebih dahulu kepada
secretariat BANI.
d. Biaya untuk pendapat yang mengikat
Biaya ini ditetapkan oleh ketua BANI menurut berat ringannya persoalan yang
dimintakan pendapat.

Anda mungkin juga menyukai