Sustainability Reporting Vs Integrated R
Sustainability Reporting Vs Integrated R
TEORI AKUNTANSI
Sustainability Reporting in Indonesia, Integrated Reporting in the World
PENDIDIKAN AKUNTANSI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akuntansi merupakan suatu sistem informasi yang menghasilkan laporan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi
perusahaan, sehingga output dari akuntansi adalah laporan keuangan (Financial
Report). Pada awal berkembangnya, akuntansi hanya menyajikan informasi
mengenai keuangan, sedangkan informasi mengenai kegiatan-kegiatan sosial,
lingkungan, pemberdayaan, dan yang lainnya diabaikan dalam pelaporan keuangan
(Financial Reporting). Jika didasarkan pada realitas tersebut, maka perusahaan
hanya berorientasi pada pemegang kepentingan (stakeholders) saja dengan cara
memaksimalkan laba bagaimanapun caranya, tanpa memandang dampak yang
ditimbulkan dari proses maksimalisasi laba tersebut.
Berdasarkan kelemahan yang dimiliki oleh Financial Reporting, kemudian
muncul suatu laporan manajemen (Management Reporting) yang menyajikan
informasi keuangan dan informasi lain yang terkait dengan tata kelola perusahaan.
Kelemahan dari laporan manajemen ini adalah tidak menyajikan komitmen
perusahaan terhadap isu-isu sosial dan lingkungan yang menjadi salah satu pondasi
dalam keberlangsungan perusahaan tersebut. Selain itu, penerapan laporan
manajemen ini dapat meningkatkan eskalasi krisis sosial dan lingkungan dan dapat
merugikan kepentingan stakeholders.
Namun seiring perkembangan zaman, keilmuan turut mengalami
perkembangan tak terkecuali ilmu akuntansi. Perkembangan ilmu akuntansi terlihat
pada perubahan sudut pandang bisnis bahwa tujuan akhir organisasi telah berubah
bukan hanya melakukan maksimalisasi laba, melainkan juga mulai memandang
outcomes yang ditimbulkan dalam proses maksimalisasi laba tersebut melalui
Tanggungjawab Sosial Perusahaan / Corporate Social Responsibility (CSR).
Penerapan program CSR ini bertujuan untuk melakukan perubahan rencana strategis
(renstra) yang dilakukan oleh organisasi agar mampu bertahan dimasa mendatang.
Program CSR diungkapkan dalam sebuah laporan keberlanjutan (sustainability
report).
Tren pelaporan berkelanjutan (sustainability reporting) terbentuk karena
adanya kesadaran organisasi tentang manfaat dan kegunaan dari laporan tersebut,
seperti mendorong perusahaan untuk bersikap transparan mengenai rincian operasi
perusahaan tersebut. Dalam perspektif perusahaan, transparansi tersebut dapat
meningkatkan kepercayaan kepada kreditur, calon kreditur, investor dan calon
investor. Selain itu, pelaporan berkelanjutan dapat digunakan sebagai pembeda bagi
stakeholders yang berinvestasi diperusahaan tersebut. Namun, pelaporan
berkelanjutan yang digagas tersebut memiliki kelemahan karena tidak menyajikan
informasi strategi, tata kelola dan remunerasi, kinerja dan prospek suatu organisasi
sehingga menimbulkan penciptaan nilai jangka pendek, menengah dan panjang.
Selain itu, pelaporan berkelanjutan menyajikan informasi yang tidak lengkap
sehingga menyulitkan stakeholders dalam pengambilan keputusan.
Mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh pelaporan berkelanjutan,
maka diperlukan suatu inovasi dalam pelaporan yang mampu mengintegrasikan
semua jenis laporan baik laporan keuangan, laporan manajemen dan laporan
berkelanjutan sehingga terbentuk suatu laporan yang bernama laporan terintegrasi
(integrated reporting). Penerapan pelaporan terintegrasi menyajikan secara bersama
informasi material tentang strategi, tata kelola dan remunasi, kinerja, resiko dan
prospek perusahaan sehingga mencerminkan konteks komersial, sosial dan
lingkungan.
Dalam perkembangan akuntansi di Indonesia, pelaporan yang diterapkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia adalah pelaporan berkelanjutan (sustainability reporting).
Namun, penerapan pelaporan tersebut tidak dilakukan secara menyeluruh dari setiap
perusahaan, hanya beberapa perusahaan yang telah melakukan pelaporan
berkelanjutan khususnya perusahaan yang dimiliki oleh negara (BUMN). Hal
tersebut berbeda dengan perusahaan-perusahaan lain di luar negeri khususnya di
eropa yang mulai meninggalkan pelaporan berkelanjutan dan beralih pada pelaporan
terintegrasi bahkan turki mulai bersiap-siap beralih pada pelaporan terintegrasi
karena telah terbukti memberikan manfaat yang lebih banyak bagi perusahaan
(Mondovision, 2017).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, rumusan masalah
yang timbul antara lain :
a. Bagaimana penerapan pelaporan berkelanjutan (sustainability reporting) di
Indonesia?
b. Bagaimana penerapan pelaporan terintegrasi (integrated reporting) di dunia?
C. Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan diatas, maka tujuan
penyusunan makalah ini antara lain :
a. Mengetahui penerapan pelaporan berkelanjutan (sustainability reporting) di
Indonesia.
b. Mengetahui penerapan pelaporan terintegrasi (integrated reporting) di dunia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pelaporan Berkelanjutan (Sustainability Reporting)
Akuntansi merupakan suatu disiplin ilmu yang tidak dapat dilepaskan dari
lingkungan, karena secara prinsip ilmu akuntansi dapat mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh lingkungan. Kompleksitas dunia bisnis dan non-bisnis memaksa
akuntansi untuk berbenah diri dan menyesuaikan dengan lingkungan yang ada,
sehingga metode pencatatan hingga output akuntansi berupa laporan keuangan
senantiasa berkembang.
Pelaporan berkelanjutan (Sustainable Reporting) adalah pelaporan yang
dilakukan oleh perusahaan untuk mengukur, mengungkapkan (disclose), serta upaya
perusahaan untuk menjadi perusahaan yang akuntabel bagi seluruh pemangku
kepentingan (stakeholders) untuk tujuan kinerja perusahaan menuju pembangunan
keberlanjutan yang terdapat prinsip dan standar pengungkapan yang mampu
mencerminkan tingkat aktivitas perusahaan terkait dengan aspek ekonomi,
lingkungan dan sosial. Menurut Slater and Gilbert & et al dalam Daizy and Nilandri
Das mendefinisikan pelaporan berkelanjutan sebagai berikut :
Sustainability Reporting is a structured way an entity reports on its economic,
environmental and social performance which gives companies a means to
report on how nonfinancial factors affect the financial figures and how these
factors can ultimately drive the company’s values.
Pengembangan model sustainability reporting didasarkan pada teori Triple
Bottom-line of Business (3P) yang dikemukakan oleh John Elkington (1997) yang
mengatakan bahwa apabila suatu korporasi ingin tumbuh dan berkembang secara
berkelanjutan maka korporasi itu harus peduli dan bertanggungjawab terhadap alam
semesta (planet), masyarakat (people) dan pertumbuhan keuntungan bisnis itu
sendiri (profits).
P
r
o
P e ofip le
P la tn e t
gambar 1. Triple Bottom-line of Business (3P)
Penerapan pelaporan berkelanjutan dapat memberikan manfaat bagi
perusahaan karena dengan menggunakan laporan berkelanjutan dapat membantu
perusahaan untuk menetapkan tujuan, mengukur kinerja dan mengelola perubahan
sehingga kegiatan operasionalnya bias berkelanjutan. Melalui penerapan ini
diharapkan perusahaan dapat berkembang secara berkelanjutan (sustainable growth)
yang didasarkan atas etika bisnis (business ethics).
Berbagai peraturan ditetapkan untuk membuat organisasi atau perusahaan
menjalankan kegiatan operasionalnya tanpa mengorbankan lingkungan hidup.
Aturan-aturan tersebut meliputi :
1. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
UU ini mengatur tentang kewajiban setiap orang yang berusaha atau
berkegiatan untuk menjaga, mengelola, dan memberikan informasi yang benar
dan akurat mengenai lingkungan hidup. Akibat hukum juga telah ditentukan
bagi pelanggaran yang menyebabkan pencemaran dan perusakan lingkungan
hidup.
2. Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam UU ini
diatur kewajiban bagi setiap penanam modal berbentuk badan usaha atau
perorangan untuk melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan, menjaga
kelestarian lingkungan hidup dan menghormati tradisi budaya masyarakat
sekitar. Pelanggaran terhadap kewajiban tersebut dapat dikenai sanksi berupa
peringatan tertulis, pembatasan, pembekuan, dan pencabutan kegiatan
dan/atau fasilitas penanaman modal.
3. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. UU ini
mewajibkan bagi perseroan yang terkait dengan sumber daya alam untuk
memasukkan perhitungan tanggungjawab sosial dan lingkungan sebagai biaya
yang dianggarkan secara patut dan wajar. Pelanggaran terhadap hal tersebut
akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
4. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No:
KEP-134/BL/2006 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan bagi
Emiten atau Perusahaan Publik. UU ini mengatur mengenai kewajiban
laporan tahunan yang memuat Tata Kelola Perusahaan (Corporate
Governance) harus menguraikan aktivitas dan biaya yang dikeluarkan
berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan
lingkungan.
5. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 32 (Akuntansi
Kehutanan) dan No. 33 (Akuntansi Pertambangan Umum). Kedua PSAK ini
mengatur tentang kewajiban perusahaan dari sektor pertambangan dan
pemilik Hak Pengusaha Hutan (HPH) untuk melaporkan item-item
lingkungannya dalam laporan keuangan.
Banyak manfaat yang diberikan apabila perusahaan menerapkan pelaporan
berkelanjutan, menurut (Schaltegger, Bennet, dan Burrit, 2006:302), menjelaskan
beberapa manfaat tersebut antara lain :
1. Pengungkapan kegiatan perusahaan yang memiliki dampak terhadap
lingkungan dan sosial.
2. Meningkatkan reputasi dan nilai perusahaan.
3. Meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan.
4. Memperlihatkan perusahaan memiliki keunggulan lebih karena menggunakan
pendekatan keberlanjutan dalam kinerja perusahaannya.
5. Pembanding dan benchmarking kepada kompetitior.
6. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas perusahaan.
7. Membangun dan mendukung karyawan untuk memotivasi dalam memberikan
infomarsi internal dan kontrol proses yang baik.
Selain memiliki kelebihan, penerapan pelaporan berkelanjutan juga memiliki
kelemahan atau tantangan. Menurut Schaltegger, Bennet, dan Burrit, 2006:308
mengemukakan beberapa tantangan dalam pembuatan laporan berkelanjutan, sebagai
berikut :
1. Kesepakatan mengenai keberlanjutan keberlanjutan atau pembangunan yang
berkelanjutan sulit untuk didefinisikan secara eksplisit. Konsekuensinya,
fokus laporan keberlanjutan biasanya berubah-ubah dengan cepat. Ini
merupakan tantangan buat manajemen untuk mengindentifikasi prioritas
dalam laporan keberlanjutan dan bagaiman mengkomunikasikan pemahaman
mengenai keberlanjutan perusahaan.
2. Terkadang sulit untuk mengidentifikasi dan menganalisa issu mengenai
keberlanjutan. Manajemen memiliki tantangan untuk menghubungkan analisa
strategi dan manajemen dengan infomarsi manajemen, akunting, dan laporan
keberlanjutan.
3. Kompleksitas dari keberlanjutan perusahaan sebagai kumpulan tujuan-tujuan
yang saling berhubungan seringkali menimbulkan masalah, pengukuran, dan
komnukasi. Laporan keberlanjutan harus didukung oleh akunting yang
sistematis dan sistem informasi manajemen yang berhubungan dengan
masalah atau isu keberlanjutan.
4. Pengembangan solusi mengenai keberlanjutan memerlukan kerjasama dari
berbagai orang didalam organisasi. Hal ini memerlukan komunikasi yang efektif
didalam organisasi tersebut.
Beberapa tantangan eksternal yang berhubungan dengan pemangku
kepentingan :
1. Informasi mengenai keberlanjutan tidak selalu dapat diakses secara mudah
oleh pemangku kepentingan. Hal ini menimbulkan informasi asimetri antara
perusahaan dan pemangku kepentingan. Situtasi dari informasi asimetri inilah
yang membuat kredibilitas perusahaan ditanyakan, maka perusahaan
diharapkan mampu mengkomunikasikan, verifikasi, dan menjaminnya.
2. Perusahaan tidak selalu memiliki pengetahuan yang cukup tentang informasi
yang dibutuhkan oleh pemangku kepentingan. Akibatnya, terkadang laporan
keberlanjutan tidak selalu mengandung informasi yang dibutuhkan oleh
pemangku kepentingan.
3. Kebanyakan laporan keberlanjutan dibuat tidak spesifik, cenderung pembaca
dipenuhi banyak informasi dan ditargetkan kepada pembaca yang cakupannya
terlalu luas. Untuk menghindari hal ini, perusahaan mengkomunikasikan
kepada pembaca yang yang tepat. Oleh karena itu, hubungan antara ekonomi,
sosial, dan ekologikal bisnis sangat penting untuk dijelaskan.
4. Penyempurnaan standar dari laporan keberlanjutan harus dilakukan secara
terus menerus. Salah satu kritik pada laporan keberlanjutan mengenai
komparabilitas yang rendah atau format mengenai informasi standar yang
diberlakukan secara umum. GRI adalah salah satu pionir yang membuat
panduan dalam laporan keberlanjutan. Indikator kinerja yand dapat
diaplikasikan dalam berbagai organisasi dalam berbagai industri.
Penyempurnaan kualitas data dan kualitas prosedur pengumpulan data untuk
mendapatkan informasi keberlanjutan yang berkualitas dan komparabilitas.
B. Penerapan Sustainability Reporting di Indonesia
Sustainability reporting yang telah dikembangkan oleh Global Reporting
Initiative (GRI) sejak tahun 1999 hingga saat ini telah mendapatkan respon yang luar
biasa dari perusahaan dan telah diterapkan sekitar 1000an perusahaan global. Di
ASEAN, banyak perusahaan yang telah menggunakan sustainability reporting dalam
menyajikan laporan kepada pihak berkepentingan. Berikut adalah data penggunaan
sustainability reporting di ASEAN :
Table 1. perbandingan organisasi pengguna SR di kawasan ASEAN
Di indonesia, implementasi SR lebih banyak diterapkan di Badan Usaha Milik
Negara (BUMN). Berdasarkan data yang dihimpun dari situs BUMN terdapat 119
BUMN yang terdaftar, namun hanya sebanyak 28 BUMN yang telah melakukan
publikasi SR atau secara prosentasi dibawah 30% BUMN yang telah menggunakan
sustainability reporting.