Anda di halaman 1dari 44

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

ASUHAN KEPERAWATAN RHEUMATOID ARTHRITIS

Oleh:
Kelompok 17
Nama Anggota:

1. Kadek Hendra Guna Permana (20089014025)


2. Ni Putu Bella Maha Dewi (20089014057)
3. Kadek Ayu Sri Febryani (20089014059)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan rasa syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi


Wasa /Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, kami menyambut gembira
atas terselesaikannya makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Penyakit
Rheumatoid Arthritis” yang mempunyai sebuah peranan yang penting yang perlu
untuk kita telaah bersama dalam Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I.
Dalam kesempatan ini tak lupa kami sampaikan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang mendorong terbentuknya makalah ini. Ucapan terima kasih
kepada Ibu Ns. Ni Made Dwi Yunica Astriani S.Kep., M.Kep Selaku mentor dalam
menyelesaikan makalah ini.
Terakhir, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca sebagai
panduan dalam pembelajaran. Meskipun demikian, masih banyak makalah yang
lain disamping ini yang dapat juga membantu dalam mengetahui teori dalam
keperawatan.
Kritik dan saran dari segenap pembaca sangat kami harapkan demi
kesempurnaan tugas makalah ini pada pembuatan yang akan datang.

Singaraja, 19 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………….………………………i
DAFTAR ISI……………………………………………………….……………..ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………...1
1.1 Latar Belakang………………………………..…………………………....1
1.2 Rumusan Masalah…………..……………………………………………...3
1.3 Tujuan Penulisan…….…………………………………………………….3
1.4 Manfaat Penulisan……………………………….…………………...……4
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………...…….5
2.1 Pengertian Rheumatoid Arthritis…………………………….………….....5
2.2 Etiologi Rheumatoid Arthritis.…………...…………….……..……...…....5
2.3 Patofisiologi Rheumatoid Arthritis…………………………………….......6
2.4 Klasifikasi Rheumatoid Arthritis……………………………………...…...7
2.5 Manifestasi Klinis Rheumatoid Arthritis…...…………….…………..…....7
2.6 Pemeriksan Diagnostik Rheumatoid Arthritis…………………...…….......8
2.7 Penatalaksanaan Rheumatoid Arthritis...……………………………...…...9
2.8 Komplikasi Rheumatoid Arthritis……………………………….………..10
2.9 Pendidikan Kesehatan Rheumatoid Arthritis...………………….…..........12
2.10 Fase Penyembuhan Rheumatoid Arthritis…….………………………....14
2.11 Obat Yang Digunakan Rheumatoid Arthritis………………………........14
2.12 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Rheumatoid Arthritis…..…………16
2.13 Laporan Studi Kasus Asuhan Keperawatan Rheumatoid Arthritis……...22
BAB III PENUTUP……………………………………………………………..23
3.1 Kesimpulan…………………...………………………………………......23
3.2 Saran………...……………………………………………………………23
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rheumatoid Arthritis adalah penyakit autoimun dan sistem imun yang
menyebabkan peradangan kronis pada sendi (Majdah Zawawi1 and Noriah Ramli,
2016). Sebagian besar masyarakat Indonesia menganggap remeh penyakit Rematik,
karena sifatnya yang seolah-olah tidak menimbulkan kematian padahal rasa nyeri
yang ditimbulkan sangat menghambat seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-
hari (Nurwulan, 2017). Penyakit Rematik sering kita dengar di masyarakat, Namun
pemahaman yang benar tentang Rematik di keluarga belum memuaskan (Siahaan,
Siagian, & Elon, 2017). Menurut Isbagio (2006), masyarakat masih memiliki
pemahaman yang salah mengenai nyeri pada Rematik. Masyarakat menggangap
Rematik identik dengan tingginya kadar asam urat dalam darah. Padahal, tidak
semua penyebab Rematik adalah asam urat. Salah satunya ada pengapuran sendi,
sindrom metabolik, termasuk obesitas atau kegemukan (Riyanto, 2010).
Rhematoid Arthritis diakibatkan adanya inflamasi kronik mengenai sendi-
sendi sinovial seperti kemerahan, kekakuan sendi, dan pembengkakan. Proses
terjadinya kerusakan sendi diakibatkan karena kartilago menjadi nekrosis. Bila
kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi,
karena jaringan fibrosa dan tulang bersatu, kerusakan kartilago menyebabkan
tendon dan ligamen menjadi lemah dan bisa menimbulkan sublokasi atau dislokasi
dari persendian, invasi dari tulang bisa menyebabkan kerusakan sendi yang dapat
menimbulkan gangguan nyeri pada penderita Rematik (Siahaan et al., 2017). Angka
kejadian Rheumatoid Arthritis pada tahun 2016 yang disampaikan oleh WHO
adalah mencapai 20% dari penduduk dunia, 5-10% adalah mereka yang berusia 5-
20 tahun dan 20% adalah mereka yang berusia 55 tahun (Majdah Zawawi1 and
Noriah Ramli, 2016). Sedangkan hasil riset kesehatan dasar Indonesia tahun 2018
prevalensi penyakit Rheumatoid Arthritis adalah 7,3%. Prevalensi nyeri Rematik di
Indonesia mencapai 23,6% hingga 31,3% (Nurwulan, 2017). Prevalensi
berdasarkan diagnosis dokter tertinggi di Aceh (13,3%). Prevalensi yang
didiagnosa dokter lebih tinggi perempuan (8,5%) dibanding dengan laki-laki 6,1%

1
(Riskesdas, 2018). Prevalensi jumlah penyakit di Jawa Tengah 25,5% (Nurwulan,
2017). Prevalensi penyakit Rematik berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau
gejala di kota Magelang 28,9%, sedangkan di Kabupaten Magelang 11,7% (Fajri,
2019).
Timbulnya nyeri membuat penderita seringkali takut untuk bergerak
sehingga menganggu aktivitas sehari-hari dan dapat menurunkan produktivitasnya.
Disamping itu, dengan mengalami nyeri, sudah cukup membuat pasien frustasi
dalam menjalani hidupnya sehari-hari sehingga dapat menganggu kenyamanan
pasien. Karenanya terapi utama yang diarahkan adalah untuk menangani nyeri ini
(Ashari Lahemma, 2019). Dampak dari keadaan ini dapat mengancam jiwa
penderitanya atau hanya menimbulkan gangguan kenyamanan dan masalah yang
disebabkan oleh penyakit Rematik tidak hanya berupa keterbatasan yang tampak
jelas pada mobilitas hingga terjadi hal yang paling ditakuti yaitu menimbulkan
kecacatan seperti kelumpuhan dan gangguan aktivitas hidup sehari-hari (Nataria
Yanti Silaban, 2016).
Penanganan nyeri pada Rematik dapat dilakukan dengan dua metode yaitu
dengan farmakologi dan nonfarmakologi. Dengan farmakologi bisa menggunakan
obat-obatan analgesik, namun lansia pada proses penuaan mengalami
farmakodinamik, farmakokinetik serta metabolisme obat dalam tubuh lansia
sehingga sangat memberi resiko pada lansia. Selain itu efek yang dapat timbul
dalam jangka panjang dapat mengakibatkan perdarahan pada saluran cerna, tukak
peptik, perforasi dan gangguan ginjal (Mawarni, 2018).
Tindakan untuk mengatasi nyeri dengan menggunakan non farmakologi untuk
penatalaaksanan nyeri akut pedoman Agency for Health Care Police and Research
(AHCPR dalam (Mawarni, 2018) dapat dilakukan dengan stimulus kutaneus,
distraksi, relaksasi, imajinasi terbimbing dan hipnotis. Pada rematik umumnya
pengelolaan nyeri dilakukan dengan stimulasi kutaneus, salah satunya adalah terapi
modalitas Massage. Back Massage adalah salah satu teknik memberikan tindakan
masase pada punggung dengan usapan secara perlahan selama 1 menit (Ashari
Lahemma, 2019).

2
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan rheumatoid arthritis?

1.2.2 Apa saja etiologi rheumatoid arthritis?

1.2.3 Bagaimana patofisiologi rheumatoid arthritis?

1.2.4 Apa saja klasifikasi rheumatoid arthritis?

1.2.5 Apa saja manifestasi klinis rheumatoid arthritis?

1.2.6 Apa saja pemeriksaan diagnostik rheumatoid arthritis?

1.2.7 Apa saja penatalaksanaan rheumatoid arthritis?

1.2.8 Apa saja komplikasi rheumatoid arthritis?

1.2.9 Apa saja pendidikan kesehatan pada rheumatoid arthritis?

1.2.10 Apa saja fase penyembuhan pada rheumatoid arthritis?

1.2.11 Apa saja obat yang digunakan pada rheumatoid arthritis?

1.2.12 Apa saja konsep dasar asuhan keperawatan rheumatoid arthritis?

1.2.13 Bagaimana laporan kasus asuhan keperawatan rheumatoid arthritis?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui mengenai pengertian rheumatoid arthritis

1.3.2 Agar mengetahui mengenai apa saja etiologi dari rheumatoid arthritis

1.3.3 Untuk mengetahui mengenai patofisiologi dari rheumatoid arthritis

1.3.4 Untuk mengetahui mengenai klasifikasi pada rheumatoid arthritis

1.3.5 Untuk mengetahui mengenai manifestasi klinis pada klien rheumatoid


arthritis

3
1.3.6 Untuk mengetahui mengenai pemeriksaan Diagnostik pada rheumatoid
arthritis

1.3.7 Untuk mengetahui mengenai penatalaksanaan dari rheumatoid arthritis

1.3.8 Untuk mengetahui mengenai komplikasi dari rheumatoid arthritis

1.3.9 Untuk mengetahui mengenai pendidikan kesehatan pada rheumatoid


arthritis

1.3.10 Untuk mengetahui mengenai fase penyembuhan pada rheumatoid arthritis

1.3.11 Untuk megetahui mengenai obat yang digunakan pada pasien rheumatoid
arthritis

1.3.12 Untuk mengetahui mengenai konsep dasar asuhan keperawatan pada


rheumatoid arthritis

1.3.13 Untuk mengetahui mengenai laporan kasus asuhan keperawatan rheumatoid


arthritis

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan dan lebih mengembangkan pengetahuan
yang dimiliki mengenai Rheumatoid Arthritis
1.4.2 Bagi Pembaca
Semoga makalah ini bisa menjadi acuan atau panduan dalam
melakukan proses perawatan terhadap penderita Rheumatoid Arthritis
1.4.3 Bagi Instansi
Dapat menjadi acuan dalam pembelajaran proses keperawatan
terutama terhadap penderita Rheumatoid Arthritis dan bahan untuk
menyeleksi seorang perawat yang tangguh dan bertanggung jawab dan
sebagai sharing agar kita bisa mengoreksi diri kita sendiri.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Rheumatoid Arthritis

Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang etiologinya


belum diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif yang simetris dan pada beberapa
kasus disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular. Perjalanan penyakit RA ada 3
macam yaitu monosiklik, polisiklik dan progresif. Sebagian besar kasus
perjalananya kronik kematian dini (Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi
Indonesia,2014).
Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi, dan
“itis” yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang pada sendi.
Sedangkan Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana
persendian (biasanya tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan seringkali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam
sendi (Febriana,2015).
Penyakit ini sering menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan dan banyak
mengenai penduduk pada usia produktif sehingga memberi dampak sosial dan
ekonomi yang besar. Diagnosis dini sering menghadapai kendala karena pada masa
dini sering belum didapatkan gambaran karakteristik yang baru akan berkembang
sejalan dengan waktu dimana sering sudah terlambat untuk memulai pengobatan
yang adekuat (Febriana,2015).

2.2 Etiologi Rheumatoid Arthritis


Menurut (Noor Z., Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal, 2016) penyebab
rheumatoid arthritis tidak diketahui. Faktor genetik, lingkungan, hormon,
imunologi, dan faktor-faktor infeksi mungkin memainkan peran penting. Sementara
itu, faktor sosial ekonomi, psikologis, dan gaya hidup, dapat mempengaruhi
proresivitas penyakit.
a) Genetik : Sekitar 60% dari pasien dengan rheumatoid arthritis membawa
epitop bersama dari cluster HLA-DR4 yang merupakan salah satu situs

5
peningkatan peptida-molekul HLA-DR tertentu yang berkaitan dengan
rheumatoid arthritis.
b) Lingkungan : untuk beberapa dekade, sejumlah agen infeksi seperti
organisme Mycoplasma, Epstein-Barr dan virus rubella menjadi
predisposisi peningkatan rheumatoid arthritis.
c) Hormonal : hormon seks mungkin memainkan peran, terbukti dengan
jumlah perempuan yang tidak proporsional dengan rheumatoid arthritis,
ameliorasi selama kehamilan, kambuh dengan periode postpartum dini, dan
insiden berkurang pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral
d) Immunologi : Semua elemen immunologi utama memainkan peran penting
dalam propagasi inisiasi, dan pemeliharaan dari proses autoimun
rheumatoid arthritis. Pristiwa seluler dan sitokin yang mengakiatkan
konsekuensi patologis kompleks, seperti ploriferasi sinovia dan kerusakan
sendi berikutnya.

2.3 Patofisiologi Rheumatoid Arthritis


Rheumatoid arthritis tidak diketahui penyebabnya. Meskipun etiologi
infeksi telah berspekulasi bahwa penyebabnya adalah organisme Micoplasma, virus
Epstein-Barr, parvovirus, dan rubella, tetapi tidak ada organidsme yang terbukti
bertanggung jawab. Rheumatoid arthritis dikaitkan dengan banyak respons
autoimun, tetapi apakah autoimunitas merupakan peristiwa sekunder atau perifer
masih belum diketahui.
Rheumatoid arthritis memiliki komponen genetik yang signifikan dan
berbagai epitop dari cluster HLA-DR4/DR1 hadir pada 90% pasien dengan
rheumatoid arthritis. Hyperplasia sel cairan sendi dan aktivasi sel endotel adalah
kejadian pada awal proses patologis yang berkembang menjadi peradangan yang
tidak terkontrol dan berakibat pada kehancuran tulang dan tulang rawan. Faktor
genetik dan kelainan sistem kekebalan berkontribusi terhadap progresivitas
penyakit.
Sel T CD4, fagosit monokuler, fibroblast, osteoklas, dan neutrofil
memainkan peran selular utama dalam patofisiologi rheumatoid arthritis ,
sedangkan limfosit B memproduksi autoantibodi. Produksi sitokin abnormal,

6
kemokin, dan mediator inflamasi lain (misalnya TNF-alpha, interleukin(IL)-1,
IL6,IL-8, serta faktor pertumbuhan fibroblas) telah ditunjukkan pada pasien dengan
rheumatoid arthritis. Pada akhirnya, peradangan dan proliferasi sinovium (yaitu
pannus) ligament, dan pembuluh darah. Meskipun struktur artikular adalah tempat
utama yang terlibat oleh rheumatoid arthritis, tetapi jaringan lain juga terpengaruh
(Noor Z. , Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal, 2016).

2.4 Klasifikasi Rheumatoid Arthritis


Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
2. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
3. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 3 bulan.

2.5 Manifestasi Klinis Rheumatoid Arthritis


Keluhan biasanya mulai secara perlahan dalam beberapa minggu atau bulan.
Sering pada keadan awal tidak menunjukkan tanda yang jelas. Keluhan tersebut
dapat berupa keluhan umum, keluhan pada sendi dan keluhan diluar sendi (Putra
dkk,2013).
1. Keluhan umum Keluhan umum dapat berupa perasaan badan lemah, nafsu
makan menurun, peningkatan panas badan yang ringan atau penurunan
berat badan.
2. Kelainan sendi Terutama mengenai sendi kecil dan simetris yaitu sendi
pergelangan tangan, lutut dan kaki (sendi diartrosis). Sendi lainnya juga

7
dapat terkena seperti sendi siku, bahu sterno-klavikula, panggul,
pergelangan kaki. Kelainan tulang belakang terbatas pada leher. Keluhan
sering berupa kaku sendi di pagi hari, pembengkakan dan nyeri sendi.
3. Kelainan diluar sendi
a) Kulit : nodul subukutan (nodul rematoid)
b) Jantung : kelainan jantung yang simtomatis jarang didapatkan,
namun 40% pada autopsi RA didapatkan kelainan perikard
c) Paru : kelainan yang sering ditemukan berupa paru obstruktif dan
kelainan pleura (efusi pleura, nodul subpleura)
d) Saraf : berupa sindrom multiple neuritis akibat vaskulitis yang
sering terjadi berupa keluhan kehilangan rasa sensoris di ekstremitas
dengan gejala foot or wrist drop
e) Mata : terjadi sindrom sjogren (keratokonjungtivitis sika) berupa
kekeringan mata, skleritis atau eriskleritis dan skleromalase
perforans
f) Kelenjar limfe: sindrom Felty adalah RA dengan spleenomegali,
limpadenopati, anemia, trombositopeni, dan neutropenia

2.6 Pemeriksan Diagnostik Rheumatoid Arthritis


Pemeriksaan darah untuk mendeteksi:
a) Anemia, defisiensi sel darah merah.
b) Faktor rheumatoid arthritis, yaitu antibodi yang sering ditemukan dalam
darah individu yang mengalami rheumatoid arthritis.
c) Elevasi laju endap darah (LED), yaitu indikator proses inflamasi dalam
tubuh dan juga keparahan penyakit.
d) C-reactive protein (CRP) merupakan pemeriksaan tambahan yang
digunakan untuk mengkaji inflamasi dalam tubuh. Pada beberapa kasus,
LED tidak akan mengalami elevasi, tetapi CRP akan naik atau sebaliknya.
e) Sinar-X digunakan untuk mendeteksi kerusakan sendi dan melihat apakah
penyakit berkembang (Hurst, 2015).

8
2.7 Penatalaksanaan Rheumatoid Arthritis
Perawatan yang optimal pasien dengan rheumatoid arthritis membutuhkan
pendekatan yang terpadu dalam terapi farmakologis dan non farmakologis.
A. Farmakologis
1. DMARDs (disease-modifing anti-rheumatic drugs) adalah
perawataan awal yang diberikan untuk menghambat dan meredakan
gejala rheumatoid arthritis, serta mencegah kerusakan permanen
pada persendian dan jaringan lainnya. Beberapa DMARSs yang
biasa digunakan adalah hydroxychloroquine, methotrexate,
sulfasazine, dan leflunomide.
2. Glukokortikoid adalah obat antiinflamasi manjur dan biasanya
digunakan pada pasien dengan rheumatoid arthritis untuk
menjembatani waktu sampai DMARD’s efektif. Dosis prednisone
10 mg perhari biasanya digunakan, namun beberapa pasien mungkin
memerlukan dosis yang lebih tinggi. Pengurangan dosis tept waktu
dan penghentian obat merupkan hal penting terkait dengan efek
samping penggunaan steroid jangka panjang.
3. NSAID mengganggu sintesis prostaglandin melaui penghambatan
enzim siklooksigenase (COX) sehingga mengurangi pembengkakan
dan rasa sakit. Namun, mereka tidak menghambat kerusakan sendi
dan oleh karena itu tidak cukup untuk mengobati rheumatoid
arthritis ketika digunakan sendiri. Serupa dengan glukokortikoid,
mereka dapat dikurangi dalam dosis atau dihentikan dengan terapi
DMARDs sukses.
4. Analgesik, seperti asetaminofen/ parasetamol, tramadol, kodein,
opiate dan berbagai macam obat analgesic lainnya juga dapat
digunakan untuk mengurangi rasa sakit. Agen ini tidak mengobati
kerusakan bengkak atau sendi.

9
B. Nonfarmakologis
1. Pendidikan kesehatan penting untuk membantu pasien untuk
memahami penyakit mereka dan belajar bagaimana cara mengatasi
konsekuensinya.
2. Fisioterapi dan terapi fisik dimulai untuk membantu meningkatkan
dan mempertahankan berbagai gerakan, meningkatkan kekuatan
otot, serta mengurangi rasa sakit.
3. Terapi okupasi dimulai untuk membantu pasien untuk menggunakan
sendi dan tendon efisien tanpa menekankan struktur ini, membantu
mengurangi ketegangan pada sendi dengan splints dirancang
khusus, serta menghadapi kehidupan sehari-hari melalui adaptasi
kepada pasien dengan lingkungan dan penggunaan alat bantu yang
berbeda (Noor Z. , Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal, 2016).
4. Terapi kompres hangat menggunakan serei adalah terapi penghilang
nyeri nonfarmakologi biasanya mempunyai resiko lebih rendah.
Meskipun tindakan tersebut bukan merupakan pengganti untuk
obat-obatan, tindakan tersebut mungkin dapat mempersingkat
episode nyeri. Salah satu tindakan untuk menghilangkan nyeri
secara nonfarmakologi yaitu dengan menghangatkan persendian
yang sakit (Hyulita, 2013).

2.8 Komplikasi Rheumatoid Arthritis


Rheumatoid arthritis sendiri tidak fatal, tetapi komplikasi penyakit dapat
mempersingkat hidup beberapa individu. Secara umum, rheumatoid arthritis
progresif dan tidak bisa disembuhkan. Dalam beberapa waktu penyakit ini secara
bertahap menjadi kurang agresif. Namun, jika tulang dan ligamen mengalami
kehancuran dan perubahan bentuk apapun dapat menimbulkan efek yang permanen.
Deformitas dan rasa nyeri pada kegiatan sehari-hari akan menjadi sangat sulit atau
tidak mungkin dilakukan. Menurut satu survey, 70% dari pasien dengan penyakit
rheumatoid arthritis menyatakan bahwa rheumatoid arthritis menghambat
produktivitas. Pada tahun 2000, sebuah penelitian diinggris menemukan bahwa

10
sekitar sepertiga dari individu berhenti bekerja dalam waktu lima tahun setelah
timbulnya penyakit.
Rheumatoid arthritis adalah penyakit sistemis yang dapat mempengaruhi
bagian lain dari tubuh selain sendi, seperti berikut ini:
1. Neuropati perifer memengaruhi saraf yang paling sering terjadi ditangan
dan kaki. Hal ini dapat mengakibatkan kesemutan, mati rasa, atau rasa
terbakar.
2. Anemia.
3. Skleritis adalah suatu peradangan pada peembuluh darah di mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan kornea, skleromalasia dan dalam kasus yang
parah skleritis nodular atau perforasi.
4. Infeksi. Pasien dengan rheumatoid arthritis memiliki resiko lebih tinggi
untuk infeksi. Obat-obat imunosupresif perlu dipertimbangkan.
5. Masalah GI. Walaupun pasien dengan rheumatoid arthritis mungkin
mengalami gangguan usus atau perut atau bahkan kanker lambung dan
kolorektal.
6. Osteoporosis. Osteoporosis adalah lebih umum terjadi pada wanita post
menopause dengan rheumatoid arthritis, terutama pada area pinggul. Risiko
osteoporosis juga tampaknya lebih tinggi pada laki-laki riwayat rheumatoid
arthritis yang berusia lebih dari 60 tahun.
7. Penyakit paru. Satu studi kecil yang menemukan prevalensi yang sangat
tinggi terjadinya penyakit paru-paru (radang paru-paru dan fibrosis) pada
pasien yang baru didiagnosis rheumatoid arthritis. Namun, hubungan antara
riwayat merokok dan risiko rheumatoid arthritis masih perlu diteliti.
Bagaimanapun merokok dapat memperburuk kondisi penyakit.
8. Penyakit jantung. Rheumatoid arthritis dapat mempengaruhi pembuluh
darah dan independen meningkatkan risiko penyakit jantung koroner
iskemik.
9. Sindrom Sjogren. Sicca keratokonjungtivis adalah kondisi umum dari
rheumatoid arthritis. Selain itu, pembesaran kelenjar ludah juga berkurang
pada umumnya.

11
10. Sindrom Flety. Kondisi ini ditandai oleh kombinasi splenomegali,
leukopeni (neutropenia), dan infeksi bakteri berulang. Sindrom Flety
terkadang merespons terhadap terapi DMARD.
11. Linfoma dan kanker lainnya. Perubahaan dalam sistem kekebalan tubuh
yang terkait dengan rheumatoid arthritis mungkin memainkan peran dalam
risiko yang lebih tinggi untuk limfoma. Kanker lain mungkin terjadi pada
pasien dengan rheumatoid arthritis, termasuk kanker prostat dan paru-paru.
12. Sindrom aktivasi makrofag. Ini adalah komplikasi yang mengancam nyawa
rheumatoid arthritis dan membutuhkan pengobatan dengan steroid dosis
tinggi dan siklosporin A. pasien dengan rheumatoid arthritis harus
menyadari gejala, seperti demam terus menerus, kelemahan, mengantuk,
dan kelesuan (Noor Z. , Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal, 2016).

2.9 Pendidikan Kesehatan Rheumatoid Arthritis


Pendidikan kesehatan diberikan kepada klien untuk menambah
pemahamannya sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi akibat deficit
pengetahuannya. Dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal,
berbagai upaya kesehatan telah diselenggarakan salah satu bentuk upaya kesehatan
adalah pelayanan kesehatan Pemerintah dan Swasta. Pelayanan kesehatan
melaksanakan program-programnya untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat secara optimal salah satunya adalah pendidikan kesehatan. Pendidikan
kesehatan identik dengan penyuluhan kesehatan karena keduanya berorientasi pada
perilaku yang diharapkan yaitu perilaku sehat, sehingga mempunyai kemampuan
mengenal masalah kesehatan dirinya, keluarga dan kelompoknya dalam
meningkatkan kesehatannya (Marianti, 2016).

Pendidikan kesehatan yang diperlukan untuk pasien rheumatoid arthritis:


1. Perawat memberikan pendidikan kesehatan yang cukup kepada pasien dan
keluarganya. Pendidikan kesehatan yang diberikan meliputi pengertian
penyakit, pengertian tentang patofisiologinya, penyebab, prognosis
penyakit, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen
obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit,

12
dan metode-metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim
kesehatan.
2. Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus. Bantuan dapat
diperoleh dari penderita, badan-badan kemasyarakatan, dan dari orang-
orang lain yang juga menderita rheumatoid arthritis serta keluarganya.
3. Pendidikan kesehatan mengenai pentingnya istirahat karena rheumatoid
arthritis biasanya disertai rasa lelah yang berlebihan.
4. Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila beristirahat, hal
ini berarti bahwa pasien dapat mudah terbangun dari tidurnya pada malam
hari karena nyeri. Oleh karena itu perawat berperan dalam memberikan
pendidikan kesehatan mengenai penggunaan obat anti radang kerja lama
dan analgetik.
5. Pentingnya penatalaksanaan mengenai perencanaan aktivitas. Pasien harus
membagi waktu kesehariannya menjadi beberapa kali beraktivitas yang
diikuti oleh masa istirahat.
6. Latihan-latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi
sendi. Latihan ini mencangkup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi
yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Obat-obatan untuk menghilangkan
nyeri mungkin perlu diberikan sebelum memulai latihan.
7. Menginformasikan mengenai kompres panas pada sendi-sendi yang sakit
dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri.
8. Pendidikan kesehatan mengenai nutrisi sebenarnya tidak ada yang spesifik
dan khusus, yang terpenting prinsip umumnya adalah pentingnya diet
seimbang.
9. Karena penyakit ini rentang sekali pada penderitanya untuk mengalami
penurunan ataupun peningkatan berat badan. Penyakit ini dapat juga
menyerang sendi temporomandibular, sehingga membuat gerakan
mengunyah jadi sulit. Sejumlah obat yang dipakai untuk mengobati
penyakit ini dapat menyebabkan rasa tidak enak pada lambung dan
mengurangi nutrisi yang diperlukan. Mempertahankan berat badan pada
batas-batas yang sewajarnya adalah penting, biasanya pasien akan menjadi

13
mudah gemuk, sebab aktivitas penderita rheumatoid arthritis biasanya
rendah.
10. Perawat memberikan penjelasan mengenai mengurangi ketergantungan
terhadap obat analgetik seminimal mungkin. Ajarkan cara pengobatan
seperti kompres panas atau latihan fisik yang dapat dipakai untuk
menghilangkan nyeri.

2.10 Fase Penyembuhan Rheumatoid Arthritis


Penyakit rheumatoid arthritis tidak dapat disembuhkan. Tujuan dari
pengobatan adalah mengurangi peradangan sendi untuk mengurangi nyeri dan
mencegah atau memperlambat kerusakan sendi. Secara umum pengobatan yang
dapat dilakukan adalah pemberian obat-obatan dan operasi. Pembedahan menjadi
pilihan apabila pemberian obat-obatan tidak berhasil mencegah dan memperlambat
kerusakan sendi. Pembedahan dapat mengembalikan fungsi dari sendi yang telah
rusak. Prosedur yang dapat dilakukan adalah artroplasti, perbaikan tendon,
sinovektomi. Pemulihan akan membutuhkan waktu, tergantung dari kondisi
penyakit, upaya menghindari faktor risiko (seperti merokok), dan kedisplinan
mengonsumsi obat

2.11 Obat Yang Digunakan Rheumatoid Arthritis


1. Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
Obat NSAID berfungsi untuk mengurangi peradangan dan
meredakan nyeri pada persendian akibat rheumatoid arthritis. Sebagai
contoh obat NSAID rematik generik atau yang bisa di beli di apotek, yaitu
ibuprofen dan naproxen. Sementara itu, obat rematik NSAID yang lebih
kuat umumnya perlu mendapat resep dari dokter, seperti COX-2 inhibitor
(celecoxib atau etoricoxib). Meski demikian, obat NSAID memiliki resiko
efek samping, seperti iritasi pada perut, masalah jantung, serta kerusakan
hati dan ginjal.

14
2. Kortikosteroid
Obat kortikosteroid seperti prednison, mampu mengurangi
peradangan, meredakan nyeri dan kekakuan, serta memperlambat
kerusakan sendi. Dokter umumnya meresepkan obat ini untuk meredakan
gejala rematik akut pada jangka pendek atau saat kambuh (flare). Adapun
pemakaian obat steroid jangka panjang bisa menimbulkan efek samping
serius, seperti penipisan tulang (osteoporosis), penambahan berat badan,
diabetes, mudah memar, otot yang melemah, serta penipisan kulit.

3. Desease-modifying antirheumatic (DMARD)


Obat DMARD dapat memperlambat perkembangan penyakit
rematik dan membantu menyelamatkan sendi dan jaringan lainnya dari
kerusakan permanen. Jenis obat ini bekerja dengan memblokir efek dari zat
kimia yang dilepaskan ketika sistem kekebalan meyerang sendi. Sebagai
contoh obat DMARD, yaitu methotrexate, leflunomide,
hydroxychloroquine, dan sulfasalazine. Adapun efek samping yang
mungkin ditimbulkan meliputi kerusakan hati, gangguan pada sum-sum
tulang dan infeksi paru-paru.

4. Biologic agents
Obat rematik ini dikenal juga sebagai obat pengubah respons
biologis dan merupakan jenis DMARD baru (DMARD biologis). Jenis obat
ini biasanya diberikan bersamaan dengan methotrexate atau obat DMARD
lain, dan umumnya hanya digunakan bila DMARD saja belum efektif untuk
mengobati rheumatoid arthritis. DMARD biologis bekerja dengan
menargetkan bagian dari sistem imun yang memicu peradangan pada sendi
dan jaringan lainnya. Beberapa contoh obat DMARD biologis, yaitu
abatacept, adalimumab, anakinra, certolizumab, etanercept, golimumab,
infliximab, rituximab, tocilizumab, dan tofacitinib. Namun, obat jenis ini
juga dapat memberikan efek samping, berupa infeksi, demam, atau sakit
kepala. Pemberian obat tofacitinib dalam dosis tinggi juga dapat
meningkatkan resiko penggumpalan darah di paru-paru.

15
2.12 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Rheumatoid Arthritis
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan.
Untuk itu, diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam menangani masalah klien
sehingga dapat memberi arah terhadap tindakan keperawatan.
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk mengetahui identitas meliputi nama,
jenis kelamin (penderita rheumatoid arthritis lebih banyak di derita oleh
klien wanita), usia (resiko paling tinggi terjadi pada usia 40 – 60 tahun
keatas), alamat, agama, bahasa yang digunakan, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, dan diagnosis medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama rheumatoid arhtritis adalah nyeri
pada daerah sendi yang mengalami masalah. Untuk memperoleh pengkajian
yang lengkap tentang nyeri klien, perawat dapat menggunakan metode
PQRST.
1) Provoking Incident/ paliative : hal yang menjadi faktor presipitasi
nyeri adalah peradangan.
2) Quality of Pain: nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien
bersifat menusuk.
3) Region: nyeri dapat menjalar atau menyebar, dan nyeri terjadi di
sendi yang mengalami masalah.
4) Severity (scale) of Pain: nyeri yang dirasakan dapat diungkapkan
dengan memberikan skala 0 – 10. Skala 0 – 2 tidak nyeri/ nyeri
ringan, 3 – 5 nyeri sedang, 6 – 8 nyeri berat, 9 – 10 nyeri sangat
berat.
5) Time: kapan nyeri timbul dan berapa lama nyeri berlangsung. Pada
klien rheumatoid arthritis keluhan ini biasanya terjadi pada pagi hari
setelah bangun tidur.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data dilakukan sejak keluhan muncul. Pada klien
rheumatoid arthritis, biasanya ditandai dengan gangguan keadaan umum

16
berupa malaise, penurunan berat badan, rasa capek, sedikit panas, dan
anemia.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab yang
mendukung terjadinya rheumatoid arthritis.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji tentang adakah keluarga dari generasi terdahulu yang
mengalami keluhan yang sama dengan klien.
f. Riwayat Psikososial
Kaji respons emosi klien terhadap penyakit dan perannya dalam
keluarga dan masyarakat.
g. Pola Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena pergerakan, nyeri tekan, yang memperburuk
dengan stress pada sendi, kekakuan sendi pada pagi hari, biasanya terjadi
secara bilateral dan simetris. Keterbatasan fungsional yang berpengaruh
pada gaya hidup, aktivitas, istirahat, dan pekerjaan. Gejala lain adalah
keletihan dan kelelahan yang hebat.
Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit; kontraktur/
kelainan pada sendi dan otot.
h. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan dan kaki, misal pucat intermiten,
sianotik, kemudian kemerahan pada jari sebelum kembali normal.
i. Integritas Ego
Gejala : Faktor-faktor stress akut/kronis, misal financial, pekerjaan, ketidak
mampuan, faktor-faktor hubungan social, keputusasaan dan
ketidakberdayaan. Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas diri
missal ketergantungan pada orang lain, dan perubahan bentuk anggota
tubuh.
j. Makanan/ Cairan
Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengonsumsi
makanan/cairan adekuat; mual, anoreksia, dan kesulitan untuk mengunyah.
Tanda : Penurunan berat badan, dan membrane mukosa kering.

17
k. Hygiene
Gejala : berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi
secara mandiri. Ketergantunagn pada orang lain.
l. Neurosensori
Gejala : Kebas/ kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada
jari tangan.
Tanda : Pembengkakan sendi simetris.
m. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri (disertai/tidak disertai pembengkakan jaringan
lunak pada sendi). Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama di pagi hari).
n. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang; nodus subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki,
kesulitan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam
ringan menetap, kekeringan pada mata, dan membrane mukosa (Ningsih,
2012).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada rheumatoid arthritis:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis infeksi/ penyakit.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan enggan untuk memulai
gerakan, gangguan musculoskeletal; kerusakan sendi, nyeri, penurunan
ketahanan.
3. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
menggerakkan tungkai bawah, penurunan kekuatan otot, pasca-antroplati,
dan ketidaktahuan cara mobilisasi yang adekuat.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entree luka pasca-bedah.
5. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan, kondisi sakit,
perubahan peran keluarga, kondisi status sosioekonomi (Muttaqin, 2011).

18
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)

Nyeri akut berhubungan Kontrol nyeri: Manajemen nyeri :


dengan agens cedera 1) Melaporkan nyeri Independen
biologis (rheumatoid mereda atau 1) Selidiki laporan nyeri,
arthritis). terkendali. dengan mencatat
Definisi: Pengalaman 2) Mengikuti regimen lokasi dan intensitas
sensori dan emosi tidak farmakologis yang menggunakan skala
menyenangkan yang diresepkan. 0-10 atau skala
muncul akibat kerusakan 3) Memasukkan isyarat serupa. Catat
jaringan aktual atau keterampilan faktor pemicu dan
potensial atau yang relaksasi dan petunjuk nyeri non
digambarkan sebagai aktivitas pengalihan verbal.
kerusakan (internasional ke dalam program 2) Anjurkan klien
association for the study kendali nyeri. mengambil posisi
of pain); awitan yang Nyeri: perilaku yang nyaman
tiba-tiba atau lambat dari mengganggu sementara ditempat
intensitas ringan hingga 1) Tampak santai dan tidur atau duduk di
berat, dengan akhir yang rapat tidur atau kursi. Tingkatkan
dapat diantisipasi atau istirahat dengan tirah baring saat
diprediksi (nyeri akut) tepat. diindikasikan, tetapi
atau terjadi konstan atau 2) Mengikuti aktivitas kembali bergerka
berulang tanpa akhir harian pada tingkat segera mungkin.
yang dapat diantisipasi kemampuan. 3) Tempatkan dan
atau diprediksi dan pantau pemakaian
berlangsung lebih dari 3 bantal.
bulan (nyeri kronis). 4) Dorong perubahan
posisi sering.
5) Anjurkan bahwa klien
mandi siram atau
mandi pancur air

19
hangat pada saat
bangun dan/atau saat
mau tidur. Beri
kompres hangat
lembab ke sendi yang
sakit beberapa kali
sehari. Pantau suhu
air.
6) Beri pijatan lembut.
7) Beri medikasi
sebelum aktivitas
rencana dan olahraga
sesuai indikasi.
8) Dorong pemakaian
teknik manajemen
stres, mis, relaksasi
progresif, umpan
balik biologis, dan
pernapasan
terkendali. Beri
sentuhan terapi jika
memungkinkan.
9) Beri medikasi sesuai
indikasi: Analgesik ,
obat-obatan
antireumatik yang
memodifikasi
penyakit, inhibitor
faktor nekrosis tumor.
10) Bantu dengan terapi
fisik, misalnya sarung

20
tangan parafin atau
mandi dikolam air.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan bagian aktif dalam suatu asuhan keperawatan,
yaitu perawat melakukan tinakan sesuai rencana. Tindakan bersifat intelektual,
teknis dan interpersonal berupa berbagai upaya memenuhi kebutuhan dasar klien.
Tindakan keperawatan meliputi observasi keperawatan, pendidikan kesehatan atau
keperwatan dan tindakan medis yang dilakukan perawat (Sunaryo, Asuhan
Keperawatan Gerontik, 2015).
Implementasi:
Mandiri
a. Mengkaji keluhan nyeri, skala, serta catat lokasi dan intensitas, faktor-faktor
yang mempercepat dan respon rasa sakit nonverbal.
b. Memberikan matras/kasur keras, bantal kecil, tinggikan tempat tidur sesuai
kebutuhan.
c. Membiarkan pasien mengmbil posisi yang nyaman dalam waktu tidur atau
duduk dikursi, tingkatkan istirhat di tempat tidur sesuai indikasi.
d. Menganjurkan pasien untuk sering merubah posisi, bantu pasien untuk
bergerak ditempat tidur, sokong sendi yang sakit diatas dan dibawah, serta
hindari gerakan yang menyentak.
e. Menganjurkan paisen untuk mandi dengan air hangat, sediakan waslap
hangat untuk kompres sendi yang sakit.
f. Memberikan masase yang lembut.
g. Mendorong dan mengajari penggunaan teknik pengendalian stress, misal
dengan teknik nafas dalam.
h. Melibatkan hiburan di aktivitas pasien.
Kolaborasi
1. Memberikan obat sesuai petunjuk: asetilsalisilat (aspirin), NSAID
(ibuprofen, dll), D-penisilamin (cuprimine), antasida, produk kodein.
2. Membantu pasien dengan terapi fisik.
3. Memberikan kompres hangat.

21
5. Evaluasi Keperawatan
Kegiatan evaluasi meliputi mengkaji kemajuan status kesehatan klien,
membandingkan respon klien dengan kriteria hasil dan menyimpulkan hasil
kemajuan masalah dan kemajuan pencapaian tujuan keperawatan klien. Evaluasi
juga dapat disusun dengan menggunakan format SOAPIE. S (temuan perawat
secara subjektif), O (temuan perawat secara objektif), A (analisis), P (perencanaan),
I (implementasi), E (evaluasi) (Sunaryo, Asuhan Keperawatan Gerontik, 2015).
Dari hasil evaluasi penulis dengan masalah nyeri akut/ kronis pada pasien dengan
rheumatoid arthritis, setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
nyeri akut/kronis dapat teratasi atau berkurang dengan kriteria hasil yang telah
dicapai menurut (Wilkinson J. M., Buku Saku Diagnosis Keperawatan: diagnosis
NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC Edisi 9, 2011) yaitu:

1. Tingkat kenyamanan: tingkat pesepsi positif terhadap kemudahan fisik dan


psikologis.
2. Pengendalian nyeri: tindakan individu untuk mengendalikan nyeri.
3. Tingkat nyeri: keparahan nyeri yang dapat diamati atau dapat dilaporkan.

2.13 Laporan Studi Kasus Asuhan Keperawatan Rheumatoid Arthritis

PENGKAJIAN

1. Identitas Diri Klien


Nama : Tn. A
Umur : 64 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Kawin
Agama : Hindu
Pendidikan terakhir : SD
Sumber informasi :-
Keluarga yang dapat dihubungi : Tn. PS
Diagnosa medis : Rheumatoid Arthritis

22
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Keluhan Utama : Klien mengatakan saat ini merasa nyeri pada lutut,
nyeri dirasa saat klien duduk diam, namun nyeri terasa hilang saat
melakukan aktifitas, rasa nyeri seperti kaku pada daerah persendian
dengan skala nyeri sedang dan dirasa hilang timbul tidak pasti. Pada
bagian tubuh seperti lutut terlihat bengkak.
b) Kronologis keluhan
1) Faktor pencetus : Klien mengatakan pernah jatuh beberapa
tahun yang lalu, dan muncul keluhan ketika udara dingin
2) Timbulnya keluhan : Keluhan muncul secara bertahap
3) Upaya klien untuk mengatasi : Klien tidak melakukan apa-
apa terhadap keluhan yang dirasakan, baik mengkonsumsi
obat maupun membawa kepelayanan kesehatan terdekat
c) Alasan masuk Panti : -
d) Tanggal masuk Panti : -

3. Riawayat Kesehatan Masa Lalu


a) Riwayat alergi : Klien mengatakan ada riwayat alergi terhadap
makanan
b) Riwayat kecelakaan : Klien mengatakan pernah jatuh beberapa
tahun yang lalu namun tidak sempat

4. Riwayat di rawat di RS : Klien tidak pernah dirawat dengan penyakit


tertentu, klien cukup berobat ke Puskesmas terdekat dari rumah klien.
a) Orang terdekat dengan klien saat ini adalah mamak klien.
b) Riwayat pemakaian obat : Obat yang sering dikonsumsi klien adalah
Bodrex.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga


Dalam keluarga klien tidak ada masalah kesehatan seperti, kanker, diabetes
mellitus, penyakit jantung, epilepsi dan lainnya.

23
6. Riwayat Psikososial Dan Spiritual
Masalah yang mempengaruhi klien saat ini adalah kondisi pasien dengan
kesehatan saat ini. Dimana klien bergantung hidup dengan keluarga dekat
yaitu ibu klien.
a. Mekanisme koping terhadap stres : aktivitas yang dilakukan klien
adalah makan serta tidur yang cukup untuk mengurangi keluhan
yang dirasakan klien.
b. Persepsi klien terhadap penyakitnya : Saat ini klien pada dasarnya
tidak puas dengan kehidupannya, klien merasa bersedih dan ingin
keluhannya cepat hilang.
c. Harapan setelah menjalani pembinaan di Panti : -
d. Perubahan yang dirasakan setelah masuk Panti : -
e. Sistem nilai kepercayaan
1) Aktivitas agama/kepercayaan yang dilakukan : Bentuk
ibadah yang dilakukan klien adalah sembahyang 3 kali
sehari.
2) Kegiatan agama/kepercayaan yang ingin dilakukan di Panti
:-
3) Kepercayaan akan adanya kematian : Klien mengatakan
beriman pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan meyakini
bahwa kematian akan datang dimanapun dan kapanpun.

7. Pola Kebiasaan Sehari-hari


a) Nutrisi
Klien mengatakan makan 2 x sehari dengan menu yang bervariasi
dan klien terkadang makan diwarung dekat dari tempat klien tinggal.
Klien mengatakan alaergi terhadap makanan, sehingga selalu
memperhatikan apa yang dimakan. Klien mengatakan nafsu makan
kurang. BB/TB saat ini 53 Kg/ 157 cm. Adapun klien selalu menjaga
kebersihan dengan mencuci tangan saat sebelum dan setelahnya.
b) Eliminasi

24
Klien mengatakan berkemih sehari sebanyak 4 x dengan warna agak
kekuningan dan BAB sebanyak 3 x sehari dengan konsistensi keras
sehingga klien mngatakan pernah menggunakan obat untuk
mengurangi keluhan tersebut.
c) Hygien personal
Klien mengatakan selalu menjaga kebersihan badannya dengan
mandi 2 kali sehari dan gosol gigi.
d) Istirahat dan tidur
Klien tidur 6 jam sehari dan sering terbangun jika mengeluh nyeri
pada kaki klien.
e) Aktivitas dan latihan Setiap hari
Klien membiasakan diri untuk jalan pagi namun jika udara dingin
klien tidak melakukannya. Adapun keluhan dalam beraktifitas
adalah pergerakan tubuh serta sesak napas setelah aktifitas.
f) Kebiasaan
Klien saat ini seorang perokok dengan 15 batang perhari, klien tidak
pernah minum minuman keras dan ketergantungan obat dengan jenis
apapun.

8. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum baik dengan tanda-tanda vital dalam batas normal
dan sewaktu-waktu tampak memegang kaki yang sakit.
b) Rambut : rambut lurus dan sudah tampak sebagian beruban dan
kondisi bersih.
c) Mata : simetris kedua mata, konjunctiva merah muda, skelera sedikit
keruh. Dan tidak ada oedema
d) Hidung : penciuman baik
e) Telinga : tampak bersih dan pendengaran baik
f) Mulut dan bibir : mukosa mulut tampak sedikit kering, kebersihan
mulut tampak bersih.
g) Leher : tidak ada pembengkakan pada leher
h) Dada :

25
I : dada simetris, bentuk datar, tidak ada bekas luka
P : tidak ada pembengkakan, retraksi dinding dada
P : perkusi paru sonor, perkusi jantung pekak
A : pernafasan klien 14x/I, tidak ada bunyi tambahan, bunyi
jantung reguler
i) Abdomen : tidak ada pembengkakan
I : abdomen simetris, tidak ada asites
A : bising usus 15x/i
P : tidak ada pembengkakan, tidak ada pembesaran hepar
P : perkusi timpany
j) Genetalia : tidak terkaji, namun klien mengatakan tidak ada keluhan
k) Ekstremitas : klien mengatakan sedikit sulit bergarak pada bagian
yang sakit, dan tampak bengkak pada sendi klien.

9. Pengkajian Status Mental


a) Daya orientasi : klien mampu menyebutkan dengan tepat tentang
waktu, tempat serta beberapa orang yang dikenali klien.
b) Daya ingat klien sangat baik dan mampu mengulang beberapa
kejadian yang sudah berlalu.
c) Kontak mata saat berkomunikasi sangat baik dan dengan sekali-kali
mengalihkan.
d) Afek klien saat berinteraksi baik.

10. Pengkajian Status Fungsional


Tn. A dapat berkativitas secara mandiri tanpa pengawasan, pengarahan atau
bantuan bantuan aktif orang lain.

11. Pengkajian Psikososial


Tn. A mengatakan saat ini puas dengan kehidupan yang dijalaninya, klien
mengatakan dapat melakukan sosial dengan masyarakat sekitar saat
kondisinya sehat. Tn. A mengatakan selalu semangat dan lingkungan
disekitarnya selalu memberi dukungannya.

26
12. Pengkajian Lingkungan
Saat ini Tn. A tinggal dirumah miliknya yang cukup luas, dengan sirkulasi
dan ventilasi yang baik, namun dengan kondisi klien saat ini Tn. A tidak
mampu membersihkan lingkungan dirumahnya. Sumber minum PDAM dan
pembuangan sampah dengan dibakar belakang rumah.

13. Data Fokus


a) Data Subyektif
1) Tn. A mengatakan merasa nyeri pada persendian
2) Tn. A mengatakan nyeri dirasa saat duduk dan hilang saat
dibawa beraktifitas
3) Klien mengatakan nyeri hilang timbul dengan skala nyeri
sedang
4) Klien mengatakan tidur 6 jam sehari dan sering terbangun
jika mengeluh nyeri pada kaki klien.
b) Data Obyektif
1) Klien tampak sekali-kali meringis dan memegang bagian
yang sakit
2) Tampak sulit memulai pergerakan tubuh dengan bertumpu
pada alat bantu
3) Klien tampak lemah dan lesu
4) Klien tampak sering mengantuk

14. Analisis Data


Data Masalah Etiologi
DS: Nyeri kronis Ketidakberdayaan fisik
1. Tn. A mengatakan atau psikososial kronis
merasa nyeri pada
persendian

2. Tn. A mengatakan
nyeri dirasa saat
duduk dan hilang saat
dibawa beraktifitas

27
3. Klien mengatakan
nyeri hilang timbul
dengan skala nyeri
sedang

DO:
1. Klien tampak
sekali-kali meringis
dan memegang
bagian yang sakit

2. Tampak sulit
memulai pergerakan
tubuh dengan
bertumpu pada alat
bantu.

DS: Gangguan pola tidur Nyeri kronis


1. Klien mengatakan
tidur 6 jam sehari dan
sering terbangun jika
mengeluh nyeri pada
kaki klien.

DO:
1. Klien tampak
lemah dan lesu

2. Klien tampak
sering mengantuk

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik atau psikososial


kronis
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri kronis

28
INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa NOC NIC


1. Nyeri kronis berhubungan - Comfort level - Monitor kepuasan
dengan ketidakberdayaan fisik - Pain control pasien terhadap
atau psikososial kronis - Pain level manajemen nyeri

Domain : 12 Kenyamanan Setelah dilakukan - Tingkatkan istirahat


Kelas : 1 Kenyamanan fisik tindakan keperawatan dan tidur yang adekuat
Halaman : 446 NANDA selama nyeri kronis
pasien berkurang - Kolaborasi
Batasan karakteristik dengan kriteria hasil: pemberian analgetik
1. Hambatan kemampuan - Tidak ada gangguan
meneruskan aktivitas tidur - Jelaskan pada pasien
sebelumnya penyebab nyeri
2. Perubahan pola tidur - Tidak ada gangguan
3. Anoreksia konsentras - Lakukan tehnik
4. Bukti nyeri dengan nonfarmakologis
menggunakan standar - Tidak ada gangguan (relaksasi, masase
daftar periksa nyeri hubungan punggung)
untuk pasien yang tidak interpersonal
dapat
mengungkapkannya - Tidak ada ekspresi
5. Ekspresi wajah nyeri menahan nyeri dan
6. Laporan tentang perilaku ungkapan secara
nyeri/perubahan verbal
aktivitas
7. Fokus pada diri sendiri - Tidak ada tegangan
8. Keluhan tentang otot
intensitas meggunakan
standar skala nyeri
9. Keluhan tentang
karakteristik nyeri
dengan menggunakan
standar instrumen nyeri

2. Gangguan pola tidur - Anxiety control - Evaluasi efek-efek


berhubungan dengan nyeri - Comfort level medikasi terhadap
kronis - Pain level o rest : pola tidur
extent and pattern

29
Domain : 4 Aktivitas/istirahat - Sleep : extent ang - Jelaskan pentingnya
Kelas : 1 Tidur/istirahat pattern tidur yang adekuat
Halaman : 214 NANDA
Setelah dilakukan - Fasilitasi untuk
Batasan karakteristik tindakan keperawatan mempertahankan
1. Kesulitan berfungsi selama gangguan aktivitas sebelum tidur
sehari-hari pola tidur pasien (membaca)
2. Kesulitan memulai teratasi dengan
tertidur kriteria hasil: - Ciptakan lingkungan
3. Kesulitan - Jumlah jam tidur yang nyaman
mempertahankan tetap dalam batas normal
tidur 6-8 jam/hari - Kolaborasi
4. Ketidakpuasan tidur pemberian obat tidur
5. Tidak merasa cukup - Pola tidur, kualitas
istirahat dalam batas normal
6. Terjaga tanpa jelas
penyebabnya - Perasaan fresh
sesudah tidur/istirahat

- Mampu
mengidentifikasi hal-
hal yang
meningkatkan tidur

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

TGL/JAM DIAGNOSA IMPLEMENTASI JAM EVALUASI PARAF


11-10- Nyeri kronis 1. Memonitor 12.00 S : Klien
2021 Jam berhubungan kepuasan pasien mengatakan
09.00 dengan terhadap masih merasa
ketidakberdayaan manajemen nyeri nyeri pada
fisik atau persendia
psikososial kronis 2. Meningkatkan
istirahat dan tidur O : Sekali-kali
yang adekuat klien tampak
meringis
3. Melakukan
kolaborasi A : Masalah
pemberian nyeri kronik
analgetik belum teratasi

30
4. Menjelaskan P : Intervensi
pada pasien 1,2,3,4,5
penyebab nyeri dilanjutkan

5. Melakukan
tehnik
nonfarmakologis
(relaksasi, masase
punggung)

Jam 10.00 Gangguan pola 1. Mengevaluasi 13.00 S : Klien


tidur berhubungan efek-efek medikasi mengatakan
dengan nyeri terhadap pola tidur masih susah
kronis untuk tidur
2. Menjelaskan karena nyeri
pentingnya tidur yang dirasakan
yang adekuat
O : Klien
3. Memfasilitasi tampak kurang
untuk bersemangat
mempertahankan dan lesu
aktivitas sebelum
tidur (membaca) A : Masalah
gangguan pola
4. Menciptakan tidur belum
lingkungan yang teratasi
nyaman
P : Intervensi
5. Melakukan 1,2,3,4,5
kolaborasi dilanjutkan
pemberian obat
tidur

12-10- Nyeri kronis 1. Memonitor 12.00 S : Klien


2021 Jam berhubungan kepuasan pasien mengatakan
09.00 dengan terhadap nyeri pada
ketidakberdayaan manajemen nyeri persendian
fisik atau sudah mulai
psikososial kronis 2. Meningkatkan berkurang
istirahat dan tidur
yang adekuat O:
- Klien jarang
3. Melakukan meringis
kolaborasi - Klien tampak
pemberian lebih tenang
analgetik
A : Masalah
nyeri kronik

31
4. Menjelaskan teratasi
pada pasien sebagian
penyebab nyeri
P : Intervensi
5. Melakukan 2,3,5
tehnik dilanjutkan
nonfarmakologis
(relaksasi, masase
punggung)

Jam 10.30 Gangguan pola 1. Mengevaluasi 13.00 S : Klien


tidur berhubungan efek-efek medikasi mengatakan
dengan nyeri terhadap pola tidur sudah mulai
kronis bisa tidur
2. Menjelaskan
pentingnya tidur O:
yang adekuat - Klien tampak
lebih relaks
3. Memfasilitasi - Klien tampak
untuk mulai
mempertahankan bersemangat
aktivitas sebelum
tidur (membaca) A : Masalah
gangguan pola
4. Menciptakan tidur teratasi
lingkungan yang sebagian
nyaman
P : Intervensi
5. Melakukan 3,4,5
kolaborasi dilanjutkan
pemberian obat
tidur

13-10- Nyeri kronis 1. Meningkatkan 12.00 S : Klien


2021 Jam berhubungan istirahat dan tidur mengatakan
10.00 dengan yang adekuat nyeri pada
ketidakberdayaan persendian
fisik atau 2. Melakukan sudah mulai
psikososial kronis kolaborasi berkurang
pemberian
analgetik O:
- Klien jarang
3. Melakukan meringis
tehnik - Klien tampak
nonfarmakologis lebih tenang
(relaksasi, masase
punggung) A : Masalah
nyeri kronik

32
teratasi
sebagian

P : Intervensi
2,3,5
dilanjutkan

Jam 11.00 Gangguan pola 1. Memfasilitasi 13.00 S:


tidur berhubungan untuk - Klien
dengan nyeri mempertahankan mengatakan
kronis aktivitas sebelum sudah mulai
tidur (membaca) bisa tidur
- Klien
2. Menciptakan mengatakan
lingkungan yang kualitas tidur
nyaman sudah ada

3. Melakukan O:
kolaborasi - Klien tampak
pemberian obat lebih relaks
tidur - Klien tampak
mulai
bersemangat

A : Masalah
gangguan pola
tidur teratasi
sebagian

P : Intervensi
3,4,5
dilanjutkan

33
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian
(biasanya tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan sering kali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam
sendi. Penyakit ini sering menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan dan banyak
mengenai penduduk pada usia produktif sehingga memberi dampak sosial dan
ekonomi yang besar.

3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami memahami segala kekurangan dari apa
yang ada pada karya tulis kami sehingga kami sangat mengharapkan kritik atau
saran guna membangun karya tulisan kami ke depan.

34
DAFTAR PUSTAKA

Gloria M, B., Howard K, B., Joanne M, D., & Cheryl M, W. (2016). Nursing
Interventions Classification (NIC). (N. Intansari & D. T. Roxsana, Eds.)
(6th ed.). Elsevier (Singapore) Pte Ltd.
Brunner & Sudart. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Kumar, V., K, A., & C, J. (2015). Buku Ajar Patologi Robbins. Elsevier (Singapore)
Pte Ltd.
Noor, Z. (2016). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal (2nd ed.). Penerbit Salemba
Medika.

35
Soal

1. Senovial sendi, sarung tendo, dan bursa menebal akibat radang yang diikuti
oleh erosi tulang dan destruksi tulang disekitar sendi merupakan manifestasi
klinis pada penyakit…
a. Reumatoid Arthritis
b. Osteoartritis
c. Ostesis Deformans
d. Osteoporosis
e. Arthritis Gout

2. Faktor resiko yang paling rentan terkena rheumatoid arthritis…


a. Jenis kelamin
b. Genetik
c. Umur
d. Suku
e. Obesitas

3. Pada wanita area mana yang paling sering terkena rheumatoid arthritis…
a. Lutut dan sendi
b. Lutut dan pergelangan tangan
c. Pergelangan tangan dan leher
d. Paha dan leher
e. Paha, pergelangan tangan dan leher

4. Sedangkan pada laki-laki area mana yang paling sering terkena rheumatoid
arthritis…
a. Lutut dan sendi
b. Lutut dan pergelangan tangan
c. Pergelangan tangan dan leher
d. Paha dan leher
e. Paha, pergelangan tangan dan leher

36
5. Reaksi autoimun pada rheumatoid arthritis terutama terjadi pada…
a. Kartilago
b. Kartilago articuler
c. Jaringan synovial
d. Otot
e. Tendon

6. Pada pasien rheumatoid arthritis yang memiliki penyakit ringan, berapa


banyak sendi yang biasanya terlibat…
a. 6 – 20 sendi
b. Kurang dari 6 sendi
c. Lebih dari 6 sendi
d. Kurang dari 20 sendi
e. Lebih dari 20 sendi

7. Pasien datang dengan keluhan nyeri sendi di pergelangan tangan dan jari -
jari tangan kanan dan kiri terutama pada ibu jari, jari telunjuk, dan jari
tengah. Awal mula keluhan adalah rasa kaku di pangkal jari-jari tangan dan
pergelangan tangan kanan kiri yang muncul bersamaan pada pagi hari dan
berlangsung kurang dari 30 menit,pasien merasa sendi jari-jarinya menjadi
bengkak. Diagosis yang tepat pada kasus tersebut adalah...
a. Osteoartritis
b. Osteophorosis
c. Arthritis Septic
d. Frozen Shoulder
e. Rheumatoid Arthritis

8. Salah satu ciri dari problematika stadium 4 (terminal) pada kasus


rheumatoid arthritis yaitu...
a. Bukti osteoporosis mungkin terdapat secara roentgenologik
b. Tidak terdapat deformitas sendi
c. Terdapat ankilosis fribotik dan ankilosis oseosa

37
d. Terdapat atrofi pada otot – otot yang berdekatan
e. Terdapat bukti osteoporosis secara roentgenologik

9. Ditinjau dari stadium penyakit rheumatoid arthritis, Stadium yang


mengalami gangguan fungsi yang terjadi secara menetap. Merupakan
pengertian dari stadium...
a. Stadium Sinovitis
b. Stadium Destruksi
c. Stadium Deformitas
d. Stadium Artikular
e. Stadium Ekstraartikular

10. Suatu penyakit dimana si penderita mengalami kekakuan, nyeri dan


keterbatasan gerak serta fungsi dari banyak sendi merupakan penyakit...
a. Osteoporosis
b. Osteoarthritis
c. Rheumatoid Arthritis
d. Parkinson
e. Aterosklerosis

11. Usia yang paling rentan terkena penyakit rheumatoid arthritis adalah...
a. 10 – 15 tahun
b. 20 – 30 tahun
c. 40 tahun keatas
d. – 9 bulan
e. 1 – 5 tahun

12. Seorang wanita mengeluhkan nyeri pada persendian jarin-jarinya selain itu
dia terdapat kekakuan dan pembengkakan pada sendi tersebut sehingga ia
mengalami keterbatasan gerak. Diagnosis yang tepat untuk kasus diatas
adalah...
a. Rheumatoid Arthritis

38
b. Osteoarthritis
c. Osteophorosis
d. Frozen shoulder
e. Carpal tunnel sindrome

13. Salah satu faktor pemicu terjadinya rheumatoid arthritis adalah…


a. Kekurangan kalsium
b. Tulang mengalami keropos
c. Adanya trauma
d. Kelainan pada IgG
e. Fraktur

14. Terjadi inflamasi sendi, bursa, dan sarung tendon dapat menyebabkan nyeri,
bengkak, kekakuan sendi, serta hidrops ringan, merupakan ciri-ciri
maninfestasi rheumatoid arthritis, yaitu…
a. Maninfestasi ekstraartikular
b. Maninfestasi artikular
c. Maninfestasi konstusional
d. Maninfestasi nodul
e. Maninfestasi pulmonary

15. Pada pasien rheumatoid arthritis dapat diberikan Hydroterapi dengan


parafin yang bertujuan untuk…
a. Mengurangi nyeri
b. Mengurangi bengkak
c. Mengurangi tonus otot dan vasodilatasi
d. Menambah kekuatan otot
e. Mencegah atropi

16. Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis yang menyebabkan?


a. Nyeri, kekakuan, pembengkakan dan keterbatasan gerak serta fungsi
dari banyak sendi

39
b. Spame otot
c. Spastik, nyeri daerah lengan
d. Bengkak dan perdarahan
e. Demam, pusing, mual

17. yang bukan merupakan faktor resiko rheumatoid arthritis ialah?


a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Genetic
d. Obesitas
e. Agama

18. Stadium destruksi Ditandai adanya kontraksi tendon saat terjadi kerusakan
pada?
a. Jaringan synovial
b. Jaringan otot
c. Jaringan tulang
d. Jaringan kulit
e. Jaringan saraf

19. Stadium rheumatoid arthritis dimana Artritis yang terjadi pada rheumatoid
arthritis disebabkan oleh sinovitis, termasuk dalam stadium?
a. Stadium deformitas
b. Stadium destruksi
c. Stadium sinovitis
d. Stadium akut
e. Stadium kronis

20. Stadium rheumatoid arthritis dimana Ditandai adanya kontraksi tendon saat
terjadi kerusakan pada jaringan synovial, termasuk dalam stadium?
a. Stadium deformitas
b. Stadium destruksi

40
c. Stadium sinusitis
d. Stadium akut
e. Stadium kronis

41

Anda mungkin juga menyukai