Askep Paru Obstruksi Kronis

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 44

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

“ASKEP PPOK”

DISUSUN OLEH:

1. PUTU AGUS EKA DARMA PUTRA (20089014002)


2. I GUSTI PUTU ARIS WIRAPRASETYA (20089014006)
3. IDA BAGUS PUTU CANDRA ADI MANUABA (20089014014)
4. I GEDE OKA WIDHIARTANA (20089014031)

S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BULELENG
2021 /2022

1
KATA PENGATAR

Segala Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas semua limpahan rahmat dan
karunianya sehingga makalah dari kelompok kami dengan materi “Askep Keperawatan
PPOK Konsep Patofisiologi ” ini sanggup tersusun hingga selesai. Tak lupa penulis
sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yan mendorong terbentuknya makalah
ini, ucapan terima kasih kepada Ns.Ni Made Dwi Yunica Astriani , S.Kep.,M.Kep. sebagai
pengajar dalam kuliah ini.

Dan kita semua berharap semoga makalah ini mampu menambah pengalaman serta
ilmu bagi para pembaca maupun pendengar. Sehingga untuk ke depannya sanggup
memperbaiki bentuk maupun meningkatkan isi makalah sehingga menjadi makalah yang
memiliki wawasan yang luas dan lebih baik lagi.

Karena keterbatasan ilmu maupun pengetahuan kami, mungkin masih banyak


kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat berharap saran dan kritik yang
membangun dari pembaca atau pendengar demi kesempurnaan makalah ini.

Singaraja, 5 September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..3
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………..4
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………4
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………5
1.3 Tujuan………………………………………………………………………..5
1.4 Manfaat ……………………………………………………………………...6
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………...7
2.1 Pengertian ppok……………………………………………………………..7
2.2 Etiologi ppok………………………………………………………………...7
2.3 Patofisiologi ppok……………………………………………………………8
2.4 Klasifikasi ppok……………………………………………………………...9
2.5 Manifestasi klinis ……………………………………………………………9
2.6 Pemeriksaan diagnostic……………………………………………………...10
2.7 Pemeriksaan fisik……………………………………………………………11
2.8 Diagnosis banding…………………………………………………………...12
2.9 Pemeriksaan penunjang……………………………………………………...13
2.10 Penatalaksanaan dari ppok………………………………………………15
2.11 Komplikasi ppok ……………………………………………………..…15
2.12 Pendidikan kesehatan……………………………………………..……..16
2.13 Fase penyembuhan……………………………………………………....16
2.14 Konsep dasar asuhan keperawatan …………………………………......18
BAB III PENUTUP…………………………………………………….………..36
3.1 KESIMPULAN ………………………………………………………..…….36
3.2 SARAN………………………………………………………………….…...36
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………37
Soal soal PPOK…………………………………………………………………..38

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruksi Kronis atau PPOK sudah bukan suatu hal yang asing terdengar
di telinga masyarakat. PPOK adalah istilah yang menggambarkan sejumlah penyakit yang
menyerang paru paru dalam jangka waktu yang panjang dan ditandai dengan obstruksi
aliran udara dan hiperinflasi paru. PPOK tergolong penyakit tidak menular dan penyebab
kematian terbesar ke-4 di dunia, setelah penyakit kardiovaskuler, kanker, dan diabetes
(WHO,2010). Lebih dari 3 juta jiwa meninggal karena PPOK di tahun 2016 dan
menyumbang 6% dari seluruh kematian, sehingga diprediksi pada 2020 penyakit PPOK
akan menduduki peringkat ketiga sebagai penyebab utama kematian di dunia (Guide dan
Copd,2010).

Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 mencatat sebesar 3,7% penduduk Indonesia
menderita PPOK dimana prevalensilebih tinggi pada laki-laki. Hal ini berkaitan dengan
hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan adanya keterkaitan penderita PPOK dengan
kebiasaan merokok dan keterpaan asap rokok secara pasif di Indonesia, yang mana semakin
tinggi prevalensi merokok akan semakin tinggi resiko terjadinya PPOK.

Permasalahan yang kerap kali ditemui yaitu penurunan nilai Arus Puncak Ekspirasi
(APE). APE menjadi salah satu indicator fungsi paru yang dapat mendiagnosis adanya
PPOK melalui pemeriksa Peak Expiratory Flow Rate (PEFR), yaitu parameter pada
spirometri yang mengukur kecepatan aliran udara maksimal yang terjadi pada tiupan paksa
maksimal yang dimulai dari paru dengan keadaan inspirasin maksimal.

Intervensi fisioterapi yang dapat digunakan untuk memperbaiki postur thoraks sehingga
mampu memaksimalkan kapasitas inspirasi pada penderita PPOK adalah pemasangan
taping. Taping merupakan salah satu intervensi fisioterapi yang diberikan dengan metode
pembalutan elastis pada permukaan kulit dan didesain sedemikian rupa sehingga
mempunyai efek terapeutik dan pengobatan (widiarti dan sukadarwanto, 2016). Salah satu
manfaat dari taping yaitu sebagai fasilitas dalam koreksi postur (capecci et al., 2014). Hal
ini diharapkan mampu membantu postur dalam kondisi upright sehingga kapasitas inspirasi
meningkat.

4
Melihat permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai
pengaruh pemberian taping pada punggung atas terhadap arus puncak ekspirasi penderita
PPOK.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa Pengertian PPOK?

1.2.2 Apa Saja Etiologi PPOK?

1.2.3 Bagaimana Patofisiologi PPOK?

1.2.4 Apa Saja Klasifikasi PPOK?

1.2.5 Apa Saja Manifestasi Klinis PPOK?

1.2.6 Apa Saja Pemeriksaan Diagnostic PPOK?

1.2.7 Apa Saja Penatalaksanaan PPOK?

1.2.8 Apa Saja Komplikasi PPOK?

1.2.9 Apa Saja Pendidikan Kesehatan Pada PPOK?

1.2.10 Bagaimana Fase Penyembuhan Pada PPOK?

1.2.11 Apa Saja Konsep Dasar Asuhan Keperawatan PPOK?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk Mengetahui Pengertian PPOK

1.3.2 Agar Mengetahui Apa Saja Etiologi Dari PPOK

1.3.3 Untuk Mengetahui Patofisiologi dari PPOK

1.3.4 Untuk Mengetahui Klasifikasi pada PPOK

1.3.5 Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis pada Klien PPOK

1.3.6 Untuk Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik pada PPOK

1.3.7 Untuk Mengetahui Penatalaksanaan dari PPOK

1.3.8 Untuk Mengetahui Komplikasi dari PPOK

5
1.3.9 Untuk Mengetahui Pendidikan Kesehatan Pada PPOK

1.3.10 Untuk Mengetahui Fase Penyembuhan Pada PPOK

1.3.11 Untuk Mengetahui Konsep dasar Asuhan Keperawatan pada PPOK

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Penulis

Untuk menambah wawasan dan lebih mengembangkan pengetahuan yang dimiliki


mengenai PPOK.

1.4.2 Bagi Pembaca

Semoga makalah ini bisa menjadi acuan atau panduan dalam melakukan proses
perawatan terhadap penderita PPOK

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian PPOK

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah peradangan pada paru-paru yang
berkembang dalam jangka panjang. PPOK umumnya ditandai dengan sulit bernapas, batuk
berdahak, dan mengi (bengek). PPOK lebih sering menyerang orang berusia paruh baya
yang merokok. Seiring waktu, penyakit ini akan makin memburuk dan berisiko
menyebabkan penderitanya mengalami penyakit jantung dan kanker paru-paru. Selain itu,
penyakit paru obstruktif kronis juga bisa meningkatkan risiko penderitanya terkena
COVID-19. Menurut sebuah penelitian, orang yang menderita PPOK memiliki risiko 5 kali
lipat lebih tinggi terkena COVID-19 dibandingkan dengan orang yang tidak menderita
PPOK. Penyakit paru obstruktif kronis terjadi ketika saluran pernapasan dan paru-paru
rusak serta mengalami peradangan. PPOK berkembang secara perlahan dan tidak
menunjukkan gejala khusus pada tahap awal. Gejalanya baru muncul setelah bertahun-
tahun, ketika sudah terjadi kerusakan yang signifikan pada paru-paru.

2.2 Etiologi

1. Merokok
Merokok merangsang makrofag melepaskan fator kemotaktik netrofil dan
elastase yang akan menyebabkan destruksi jaringan. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa penurunnan fungsi paru dan perubahan struktur paru pada
pasien yang merokok telah terjadi jauh sebelum gejala klinis PPOK muncul.
2. Faktor Lingkungan
PPOK dapat muncul pada pasien yang tidak pernah merokok. Faktor
lingkungan dicurigai dapat menjadi penyebabnya namun mekanisme belum
diketahui pasti. Pada negara dengan penghasilan sedang hingga tinggi, merokok
merupakan penyebab utama PPOK, namun pada negara dengan penghasilan rendah
paparan terhadap polusi udara merupakan penyebabnya. Faktor risiko yang berasal
dari lingkungan antara lain adalah polusi dalam ruangan, polusi luar ruangan, zat
kimia dan debu pada lingkungan kerja, serta infeksi saluran nafas bagian bawah
yang berulang pada usia anak.

7
3. Defisiensi enzim Alpha1-antitrypsin (AAT)
AAT merupakan enzim yang berfungsi untuk menetralisir efek elastase
neutrophil dan melindungi parenkim paru dari efek elastase. Defisiensi AAT
merupakan faktor predisposisi pada Emfisema tipe panasinar. Defisiensi AAT yang
berat akan menyebabkan emfisema prematur pada usia rata-rata 53 tahun untuk
pasien bukan perokok dan 40 tahun pada pasien perokok.

2.3 Patofisiologi PPOK


Patofisiologi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau chronic obstructive
pulmonary disease utamanya adalah perubahan pada saluran nafas, tapi dapat juga
ditemukan perubahan pada jaringan parenkim paru dan pembuluh darah paru.
Sebagian besar kasus PPOK disebabkan karena paparan zat berbahaya, paling
sering disebabkan oleh asap rokok. Mekanisme patofisiologi masih belum jelas,
namun diperkirakan disebabkan oleh banyak faktor.
1. Kerusakan Jalan Nafas
Perubahan struktural jalan nafas yang terjadi adalah atrofi, metaplasia sel
skuamosa, abnormalitas siliar, hyperplasia sel otot polos, hiperplasia kelenjar
mukosa, inflamasi dan penebalan dinding bronkial.
2. Kerusakan Parenkim Paru
Emfisema menyebabkan kerusakan pada struktur distal dari bronkiolus
terminal. Struktur ini terdiri dari bronkiolus, duktus alveoulus, dan saccus alveoli
yang secara keseluruhan disebut asinus. Kerusakan alveoli akan menyebabkan
gangguan aliran udara melalui dua mekanisme, yaitu dengan berkurangnya
elastisitas dinding jalan nafas dan penyempitan jalan nafas. Terdapat 3 pola
morfologik Emfisema, yaitu :
a. Centracinar.
Ditandai dengan kerusakan pada bronkiolus dan bagian sentral dari asinus. Tipe
emfisema ini biasanya ditemukan pada perokok dan lobus paru atas merupakan
bagian yang rusak paling parah.
b. Panacinar.
Ditandai dengan kerusakan menyeluruh pada semua bagian asinus. Tipe ini
biasanya menyebabkan kerusakan parah pada lobus paru bawah dan biasanya
ditemukan pada pasien dengan defisiensi alfa 1 antitrypsin.
c. Distal Acinar.
8
Kerusakan terjadi pada struktur distal jalan nafas, duktus dan saccus alveolar.
Tipe emfisema ini terlokalisasi pada septa fibrous atau pleura dan akan
menyebabkan pembentukan bullae. Bullae apikal yang ruptur dapat menyebabkan
timbulnya pneumothoraks spontan.

3. Kerusakan pembuluh darah paru


Perubahan pada pembuluh darah paru berupa hyperplasia tunika intima dan otot
polos akibat vasokonstriksi kronik dari arteri kecil paru yang dipicu oleh hipoksia.

2.4 Klasifikasi PPOK


Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit paru kronik yang
ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya
reversibel dan bersifat progresif. Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lain. Kebiasaan merokok dapat
memperburuk progresivitas PPOK. Morbiditas dan mortalitas PPOK di Indonesia
sangat tinggi. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan terutama PPOK berhubungan
dengan merokok. Fakta bahwa peningkatan prevalensi PPOK adalah penyakit di
mana penyakit ini adalah penyakit masyarakat di sekitar kita dan sangat terkait
dengan merokok. Angka kesakitan penderita PPOK laki-laki mencapai 4%, angka
kematian mencapai 6% dan angka kesakitan wanita 2% , angka kematian 4%.
Klasifikasi pasien PPOK yaitu derajat 0 mempunyai hasil spirometri yang normal,
PPOK derajat I mempunyai nilai FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%, PPOK derajat
II mempunyai nilai FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%, pasien PPOK derajat
III mempunyai nilai FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%, dan pasien PPOK
derajat IV mempunyai nilai FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%. Beberapa
pemeriksaan dalam mendiagnosis pasien dengan PPOK adalah anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, tes spirometri dan pemeriksaan
radiografi, tetapi pemeriksaan spirometri wajib dilakukan kepada setiap orang yang
mengidap PPOK, namun kalangan praktisi kesehatan seringkali kesulitan
mengakses spirometri.

2.5 Manifestasi Klinis

9
Gejala dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah seperti susah bernapas,
kelemahan badan, batuk kronik, nafas berbunyi, mengi atau wheezing dan
terbentuknya sputum dalam saluran nafas dalam waktu yang lama.

2.6 Pemeriksaan diagnostik


Diagnosis penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau chronic obstructive
pulmonary disease (COPD) harus dibedakan dari gangguan sistem pernafasan
lainnya.
1. Anamnesis
Pada anamnesis, pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau chronic
obstructive pulmonary disease (COPD) biasanya datang dengan kombinasi gejala
dari bronkitis kronik, emfisema, dan asma. Gejala utama antara lain:
a. Batuk produktif, yang biasanya lebih berat pada pagi hari disertai produksi
sputum
b. Sesak nafas yang biasanya memberat pada usia 60 tahun ke atas
c. Wheezing dapat ditemukan pada beberapa pasien, terutama saat aktifitas.

Gejala tersebut berubah menjadi semakin berat, sehingga menyebabkan keluhan


sesak yang hebat, keterbatasan aktifitas fisik dan perubahan pada status mental.
Terkadang ditemukan gejala-gejala tambahan yang khas pada tipe PPOK tertentu.

Pada PPOK tipe bronkhitis kronik, gejala khas yang sering muncul adalah :

a. Batuk produktif yang semakin parah seiring waktu dan menyebabkan sesak yang
hilang timbul
b. Infeksi paru yang sering berulang
c. Gagal nafas/gagal jantung yang berkembang secara progresif disertai edema dan
peningkatan berat badan

Pada PPOK tipe emfisema, gejala khas yang sering muncul adalah:

a. Riwayat sesak nafas yang progresif disertai batuk nonproduktif


b. Sputum mukopurulent yang jarang kambuh
c. Cachexia
10
Merokok merupakan faktor risiko utama dari PPOK, sehingga perlu ditanyakan
riwayat merokok pada pasien. Riwayat merokok yang perlu ditanyakan adalah
jumlah dan lama merokok, termasuk usia mulai merokok dan usia berhenti
merokok. Riwayat terpapar zat iritan di tempat bekerja juga perlu ditanyakan.
Penyakit komorbid yang mungkin dapat ditenukan pada PPOK adalah kanker paru,
bronkiektasis, penyakit jantung, osteoporosis, sindrom metabolik, kelemahan otot,
anxietas, depresi, dan gangguan fungsi kognitif. Pasien dapat juga memiliki riwayat
keluarga penderita PPOK atau penyakit pernafasan kronik lainnya.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada PPOK fase awal umumnya normal atau hanya
menunjukkan ekspirasi yang memanjang. Pemeriksaan fisik akan semakin
bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan PPOK dan semakin bermakna pada
PPOK berat.
1. Inspeksi
Pada inspeksi dapat ditemukan :
a. Penampilan pink puffer (kurus, kulit kemerahan) atau blue bloater (gemuk,
sianosis, edema tungkai)
b. Bila telah terjadi gagal jantung kanan dapat terlihat denyut vena jugularis dan
edema tungkai.
c. Penggunaan dan hipertrofi otot bantu nafas
d. Pursed-lips breathing
e. Barrel chest( diameter antero-posterior dan transversal sebanding)
2. Palpasi
Pada tipe emfisema, fremitus paru dirasakan melemah dengan sela iga melebar.

3. Perkusi
Pada perkusi toraks akan ditemukan suara paru hipersonor, batas jantung mengecil,
dan letak diafragma rendah.
4. Auskultasi
Pada auskultasi toraks akan ditemukan ekspirasi memanjang, wheezing pada waktu
bernafas biasa atau ekspirasi paksa, penurunan suara nafas vesikuler, dan suara
jantung terdengar menjauh.

11
Diagnosis Banding
Diagnosis banding penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau chronic
obstructive pulmonary disease (COPD) bergantung dari presentasi klinis pasien.
Secara umum, PPOK dapat didiagnosis banding dengan:

1. Asma
Asma biasanya sudah muncul dari usia anak. Gejala asma biasanya muncul pada
malam atau dini hari dan bersifat reversibel. Dapat juga ditemukan alergi, rhinitis
dan/atau eczema. Namun dapat juga ditemukan kombinasi gejala dari PPOK dan
Asma.

2. Gagal Jantung Kongestif


Gagal jantung merupakan penyebab sesak nafas yang sering ditemui pada
pasien usia tua, dan beberapa pasien merasakan berat di dada dan wheezing dengan
penumpukan cairan. Pada gagal jantung biasanya ditemukan rhonki basah halus
pada basal paru. Pada foto thoraks ditemukan kardiomegali dan edema paru. Pada
pemeriksaan fungsi paru menunjukkan adanya restriksi volume, bukan keterbatasan
aliran udara. Peningkatan BNP juga dapat ditemukan pada gagal jantung kongestif.

3. Bronkiektasis
Merupakan pelebaran abnormal bronchus yang berhubungan dengan infeksi
kronik atau infeksi berulang. Gejala menyerupai PPOK, namun disertai dengan
sesak semakin berat dengan produksi sputum yang mukopurulen.

4. Tuberkulosis
Tuberkulosis dapat terjadi pada semua usia. Foto thoraks polos menunjukkan
gambaran infiltrat dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan mikrobiologis.

5. Bronkiolitis Konstriktif
Biasanya muncul pada usia muda, dan terjadi setelah trauma inhalasi,
transplantasi (sumsum tulang, paru), riwayat reumatoid arthritis atau inflammatory
bowel disease (IBS). Pasien akan mengalami batuk dan sesak yang dapat muncul
saat istirahat atau beraktifitas. Tes fungsi paru menunjukkan keterbatasan aliran
udara yang progresif dan ireversibel.
12
6. Panbronkiolitis Difusa
Biasanya ditemukan pada pasien dengan keturunan asia. Sebagian besar pasien
laki-laki dan tidak merokok. tes fungsi paru menunjukkan adanya gambaran
obstruktif, namun terkadang ditemukan juga campuan obstruktif-restriktif.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau
chronic obstructive pulmonary disease (COPD) yang bermanfaat diantaranya
adalah pemeriksaan fungsi paru dan pemeriksaan radiologis.

1. Pemeriksaan Fungsi Paru


Pemeriksaan fungsi paru sangat penting dalam menegakkan diagnosis,
menentukan tingkat keparahan PPOK dan untuk mengkaji ulang kondisi pasien
PPOK. Pemeriksaan dengan spirometri pada PPOK diutamakan untuk menentukan
nilai forced expiratory volume in 1 second (FEV1) dan the forced vital capacity
(FVC).
Pada PPOK ditemukan penurunan nilai FEV1 dengan penurunan rasio FEV1/FVC.
Dapat juga dilakukan uji bronkodilator. Jika Nilai rasio FEV1/FVC post pemberian
bronkodilator <0.70, ini menunjukkan adanya keterbatasan aliran udara yang
persisten.
Global Initiative Lung Disease (GOLD) melakukan klasifikasi tingkat keparahan
keterbatasan aliran udara pada PPOK. Klasifikasi ini berdasarkan pemeriksaan
spirometri setelah dilakukan pemberian bronkodilator inhalasi kerja pendek untuk
meminimalisir variabilitas. Berikut klasifikasinya berdasarkan nilai FEV1 post-
bronkodilator dengan rasio FEV1/FVC <70%:
GOLD 1 (Mild) : FEV1 > 80% predicted
GOLD 2 (Moderate) : 50% < FEV1 < 80% predicted
GOLD 3 (Severe) : 30% < FEV1 < 50% predicted
GOLD 4 (Very Severe) : FEV1 < 30% predicted
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan pada PPOK adalah foto rontgen
toraks dan CT Scan toraks.

13
Pada foto rontgen thoraks anteroposterior-lateral, dapat ditemukan hiperinflasi
paru, hiperlusensi, diafragma tampak datar, bayangan jantung yang sempit, dan
gambaran jantung seperti pendulum (tear drop appearance). Pada PPOK tipe
bronkitis kronis dapat ditemukan pertambahan corak vascular paru dan
kardiomegali.
Pemeriksaan CT scan toraks dapat membantu dalam mendiagnosis berbagai tipe
dari PPOK. CT Scan lebih spesifik dalam mendiagnosa emfisema jika
dibandingkan foto thoraks polos.

3. Pemeriksaan Echokardiografi
Pada pasien dengan PPOK lama, dapat menyebabkan timbulnya hipertensi
pulmonal dan gagal jantung kanan (cor pulmonale). Echocardiografi dapat
digunakan untuk menilai tekanan sistolik arteri pulmonal dan fungsi sitolik
ventrikel kanan.

4. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium sebetulnya tidak ada yang spesifik untuk PPOK.
Apabila dilakukan pemeriksaan laboratorium, maka akan didapatkan :
a. Pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) dapat digunakan untuk memprediksi
tingkat keparahan dan serangan akut dari PPOK. Secara umum. pH < 7.3
menandakan adanya gangguan pernafasan akut. Biasanya juga ditemukan
kompensasi ginjal sehingga nilai pH mendekati normal.
b. Pemeriksaan darah lengkap dapat digunakan untuk melihat apakah ada infeksi
sekunder pada PPOK yang ditandai dengan leukositosis
c. Pemeriksaan kimia darah pada pasien PPOK dapat menunjukkan retensi natrium.
Obat-obatan PPOK (agonis beta adrenergic, teofiline) memiliki efek penurunan
kadar kalium serum, sehingga harus dilakukan monitor berkala.
d. Pemeriksaan Sputum

Pada bronchitis kronis, biasanya sputum bersifat mukoid dan penuh dengan
makrofag. Pada PPOK eksaserbasi, sputum akan menjadi purulent dan penuh
dengan neutrofil. Perlu juga dilakukan pemeriksaan kultur mikroorganisme,
sehingga dapat diberikan antibiotik yang definitif.

14
a. Pemeriksaan Brain natriuretic peptide (BNP) dapat membantu dalam
membedakan sesak yang disebabkan oleh PPOK atau oleh gagal jantung kongestif.
Namun tetap harus memperhatikan gejala klinis pasien.
b. Pemeriksaan enzim alpha1-antitrypsin (AAT) dapat ditemukan defisiensi AAT.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien yang memiliki riwayat keluarga
menderita emfisema pada usia muda.

2.7 Penatalaksanaan dari PPOK


Penghentian merokok mempunyai pengaruh besar untuk mempengaruhi
riwayat dari PPOK. Kita sebagai dokter harus bisa membuat pasien untuk berhenti
merokok.
Konseling dengan dokter secara signifikan meningkatkan angka berhenti
merokok, konseling selama 3 menit dapat menghasilkan angka berhenti merokok
hingga 5-10%. Terapi penggantian nikotin (permen karet nikotin, inhaler, patch
transdermal, tablet sublingual atau lozenge) dan juga obat dengan varenicline,
bupropion atau nortriptyline dengan baik meningkatkan penghentian merokok
jangka panjang dan pengobatan ini lebih efektif daripada placebo.
Mendorong kontrol tembakau secara komprehensif dari pemerintah dan
membuat program dengan pesan anti merokok yang jelas, konsisten dan berulang.
Aktivitas fisik sangat berguna untuk penderita PPOK dan pasien harus didorong
untuk tetap aktif.
Melakukan pencegahan primer, dapat dilakukan dengan baik dengan
mengeleminasi atau menghilangkan eksposur pada tempat kerja. Pencegahan
sekunder dapat dilakukan dengan baik dengan deteksi dini. Kita menghindari atau
mengurangi polusi indoor berupa pembakaran bahan bakar biomass dan pemanasan
atau memasak diruangan yang ventilasinya buruk, sarankan pasien untuk
memperhatikan pengumuman publik tentang tingkat polusi udara. Semua pasien
PPOK mendapat keuntungan yang baik dari aktivitas fisik dan disarankan untuk
selalu aktif.

2.8 Komplikasi PPOK


Beberapa komplikasi PPOK yang mungkin muncul, antara lain:
1. Hipoksia

15
Hipoksia adalah kondisi dimana kurangnya oksigen bagi sel dan jaringan tubuh.
Kondisi ini dapat menyebabkan sejumlah komplikasi serius lainnya yang terkadang
bisa mengancam nyawa.
2. Infeksi Pernapasan
Infeksi influenza merupakan salah satu penyebab pneumia. Oleh karena itu, Ketika
pertahanan tubuh di system pernapasan melemah akibat PPOK, infeksi influenza
yang mungkin menyerang cenderung lebih mudah mengakibatkan pneumia.
3. Gagal Jantung
Salah satu komplikasi yang paling fatal dari PPOK adalah gagal jantung. Hal ini
terjadi karena fungsi paru-paru sangat berkaitan dengan fungsi jantung. Ketika
paru-paru bermasalah, jantung juga akan terpengaruh seiring berjalannya waktu.
4. Kanker paru-paru
Kanker paru-paru biasanya merupakan kondisi yang berakibat fatal. Itu sebabnya,
penting untuk melakukan pencegahan komplikasi PPOK agar penyakit tak meluas
dan merusak paru-paru. Salah satu cara utama untuk melakukan pencegahan PPOK
adalah berhenti merokok.

2.9 Pendidikan Kesehatan


Edukasi dan promosi kesehatan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau
chronic obstructive pulmonary disease (COPD) yang paling utama adalah
modifikasi gaya hidup. Modifikasi gaya hidup yang harus ditekankan adalah
mengenai merokok, bukan hanya edukasi mengenai bahaya dan berhenti merokok,
tapi juga mengenai peningkatan harapan hidup dan kualitas hidup setelah berhenti
merokok.
Pasien juga diminta untuk segera datang ke fasilitas kesehatan apabila terjadi
kekambuhan. Bagian yang jangan ditinggalkan saat edukasi adalah mengajarkan
kepada pasien untuk mengenali hal-hal yang dapat memicu eksaserbasi, seperti
infeksi saluran pernafasan atas. Hal ini penting agar pasien tidak menunggu sampai
terjadi distress dan baru mencari pertolongan.

2.10 Fase Penyembuhan


Sampai saat ini, penyakit paru obstruktif kronis belum bisa disembuhkan
sepenuhnya. Namun, pengobatan dapat membantu meredakan gejala dan

16
menghambat perkembangan penyakit ini, sehingga pasien dapat menjalani aktivitas
dengan normal.
Berikut ini adalah beberapa metode penanganan PPOK:
1. Obat-obatan
Obat yang biasanya digunakan untuk meredakan gejala PPOK adalah obat hirup
(inhaler) berupa:
a. Bronkodilator, seperti salbutamol, salmeterol dan terbutaline
b. Kortikosteroid, seperti fluticasone dan budesonide
Tergantung pada kondisi pasien, dokter dapat meresepkan obat-obatan di atas
sebagai obat tunggal atau obat kombinasi.
Jika obat hirup belum dapat meredakan gejala PPOK, dokter akan meresepkan obat
minum berupa kapsul atau tablet. Obat yang dapat diberikan antara lain:
a. Teofilin, untuk mengurangi pembengkakan di saluran napas
b. Mukolitik, untuk mengencerkan dahak atau lendir
c. Penghambat enzim fosfodiesterase-4, untuk melegakan saluran napas
d. Kortikosteroid, untuk mengurangi peradangan saluran pernapasan
e. Antibiotik, jika terjadi tanda-tanda infeksi paru
2. Terapi oksigen
Terapi ini bertujuan untuk memberikan pasokan oksigen ke paru-paru. Pasien bisa
menggunakan tabung oksigen portabel yang bisa dibawa ke mana saja.
Lamanya penggunaan tabung oksigen tergantung pada kondisi pasien. Sebagian
pasien hanya menggunakannya saat sedang beraktivitas atau saat tidur. Namun,
sebagian lain harus menggunakannya sepanjang hari.
3. Rehabilitasi paru
Rehabilitasi paru-paru atau fisioterapi dada bertujuan untuk mengajarkan pasien
terapi fisik yang sesuai dengan kondisinya, pola makan yang tepat, serta untuk
memberikan dukungan secara emosional dan psikologis.
4. Alat bantu napas
Jika gejalanya cukup serius, pasien harus menggunakan alat bantu napas yaitu
mesin ventilator. Ventilator adalah mesin pemompa udara yang akan membantu
pasien bernapas. Ventilator terhubung dengan saluran pernapasan pasien lewat
selang yang dimasukkan hingga ke trakea dengan cara intubasi.
5. Operasi

17
Operasi dilakukan pada pasien yang gejalanya tidak dapat diredakan dengan obat-
obatan atau terapi. Jenis operasi yang dapat dilakukan antara lain:
1. Operasi pengurangan volume paru-paru
Operasi ini bertujuan untuk mengangkat bagian paru-paru yang sudah rusak,
sehingga jaringan paru-paru yang sehat bisa berkembang.
2. Transplantasi paru-paru
Transplantasi paru-paru adalah operasi pengangkatan paru-paru yang rusak untuk
diganti dengan paru-paru sehat dari pendonor.
3. Bullektomi
Bullektomi adalah operasi untuk mengangkat kantong udara (bullae) yang
terbentuk akibat rusaknya alveolus, agar aliran udara menjadi lebih baik.

2.11 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini yang telah lalu. perawat
juga mengkaji keadaan pasien dan keluarganya. Kajian tersebut berfokus kepada
manisfestasi klinis keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi sekarang ini,
Riwayat kesehatan masa lalu, Riwayat Kesehatan keluarga dan Riwayat psikosisial.
Riwayat Kesehatan dimulai dari biografi pasien. Aspek yang sangat erat
hubungannya dengan gangguan system pernafasan adalah usia, jenis kelamin,
pekerjaan (terutama gambaran kondisi tempat kerja), dan tempat tinggal. Keadaan
tempat tinggal mencakup kondisi tempat tinggal, serta apakah pasien tinggal sendiri
atau dengan orang lain yang nantinya berguna bagi petrencanaan pulang.
a. keluhan utama
keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji
pengetahuan pasien tentang kondisinya saat ini. Keluhan yang bisa muncul
pada pasien yang mengalami gangguan siklus oksigen dan karbondioksida
antara lain batuk, peningkatan produksi sputum, dispnea, hemoptisis,
wheezing, stridor dan nyeri dada.
1. batuk
2. dispnea
3. peningkatan produksi sputum
4. hemoptisis
5. chest pain
18
b. Riwayat kesehatan masalalu
Riwayat menanyakan tentang Riwayat penyakit pernafasan pasien.
Secara umum perawat perlu menanyakan hal hal berikut:
1. Riwayat merokok
2. pengobatan saat ini dan masalalu
3. alergi
4. tempat tinggal
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tujuan menanyakan Riwayat keluarga dan social pasien penyakit paru paru
sekurang kurangnya ada tiga hal, yaitu:
1. penyakit infeksi
2. kelainan alergi
3. pasien bronchitis kronis
2. kajian sistem (head to toe)
a. inspeksi
Prosedur inspeksi yang dilakukan oleh perawat sebagai berikut:
1. pemeriksaan dada dimulai dari dada posterior dan pasien harus dalam
keadaan duduk.
2. dada diebservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya
3. tindakan dilakukan dari atas sampai ke bawah
4. inspeksi dada posterior terhadap warna kulit dan kondisinya (skar, lesi, dan
masa) dan gangguan tulang belakang (kifosis, scoliosis, lordosis)
5. catat jumlah, irama, kedalaman pernafasan dan kesimestrisan pergerakan
dada.
6. obsevasi tipe pernapasan seperti: pernafasan hidung atau pernafasan
diafragma serta penggunaan otot bantu pernapasan.
7. saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase
ekspirasi (E). rasio pada fase ini normalnya dalah 1 : 2. Fase ekspirasi yang
memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan nafas sering di
temukan pasien dengan charonic airflow limitation (CAL) / chronic
obstructive pulmonary disease (COPD).
8. kaji konfigurasi dada dan dibandingkan diameter ateroposterior (AP) dengan
diameter lateral / transversal (T). rasio normal berkisar antara 1 : 2 sampai 5 :
7, tergantung dari kondisi cairan tubuh pasien .
19
9. kelainan pada bentuk dada :
a. barreal chest
timbul akibat terjadinya overinplation paru paru. Terdapat
peningkatan diameter AP : T (1 : 1), sering terjadi pada pasien
enfisema.
b. Funnel chest (pectus excavatum)
Timbul jika terjadi depresi pada bagian bawah dari stemum. hal ini
akan menekan jantung dan pembuluh darah besar yang
mengakibatkan murmur. Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia,
marfan’s syndrome atau akibat kecelakaan kerja.
c. pigeon chest ( pectus carinatum)
Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan stermum yang
mengakibatkan terjadi peningkatan diameter AP. Terjadi pada pasien
dengan kifoskoliosis berat.
d. Kyphoscolisis
Terlihat dengan adanya elevasi skaapula yang akan mengganggu
pergerakan paru paru, kelainan ini dapat timbul pada pasien dengan
osteoporosis dan kelainan musukulosketal lain yang mengaruhi
toraks.
Kifosis : meningkatnya kelengkungan normal columna vertebrae
thoracalis menyebabkan pasien tampak bengkok.
Skoliosis : melengkungnya vertebrae thorachalis ke samping disertai
rotasi vertebral.
10. Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau tidak
kuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru paru atau
pleura.
11. Observasi retraksi abnormal ruang intercostal selama inspirasi, yang dapat
mengindikasikan obstruksi jalan napas.
b. Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit, dan mengetahui
vocal/tectile premitus (vibrasi). Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas
yang terkaji saat inspeksi seperti massa, lesi dan nyeri. Perhatikan adanya getaran
dinding dada yang dihasilkan Ketika berbicara (vocal premitus).
20
c. Perkusi
Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang
ada disekitarnya dan pengembangan (ekskursi) diafragma.
Jenis suara perkusi ada dua jenis yaitu :
1) Suara perkusi normal :
a. Resonan (sonor) : dihasilkan pada jaringan paru paru normal
umumnya bergaung dan bernada rendah.
b. Dullnes : dihasilkan diatas bagian jantung atau paru paru
c. Tympany : dihasilkan diatas perut yang berisi udara umumnya bersifat
musical
2) Suara perkusi abnormal :
a. Hiperresonan : bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan
dan timbul pada bagian paru paru yang abnormal berisi udara.
b. Flatness : nadanya lebih tinggi dari dullnes dan dapat didengar pada
perkusi daerah paha, dimana seluruh areanya berisi jaringan.
d. Auskultasi
Auskultasi merupakan pengkajian yang sangat bermakna mencakup
mendengarkan suara napas normal dan suara tambahan (abnormal) sura napas
normal dihasilkan dari getaran udara Ketika melalui jalur napas dari laring ke
alveoli dan bersifat bersih.
1. Jenis suara napas normal adalah :
a) Bronchial : sering juga disebut dengan “tubular sound” karena suara
yang dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya
terdengar keras, nyaring dengan hembusan yang lembut. Fase
ekspirasinya lebih Panjang daripada inspirasi dan tidak ada jeda
diantara kedua fase tersebut. Normal terdengar diatas trachea atau
daerah lekuk supranetral.
b) Bronkovesikullar merupakan gabungan dari suara nafas bronchial
dan vesicular. Suaranya terdengar nyaring dengan intensitas sedang.
Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. Suara ini terdengar di
daerah dada, dimana bronkus tertutup oleh dinding dada
c) Vesicular itu terdengar lembut, seperti angin spoi – spoi, inspirasi
lebih Panjang dari ekspirasi terdengar seperti tiupan.

21
2. Jenis suara nafas tambahan adalan :

a) Wheezing

b) Ronchi

c) Pleura friction rub

d) Crakles

- Fine crakles

- Coars crakles

3. Pengkajian psikososial

Pengkajian psikososial meliputi kajian tentang aspek kebiasaan hidup


pasien yang secara signifikan berpengaruh terhadap fungsi respirasi. Beberapa
kondisi respiratori timbul akibat stress. Penyakit pernafasan kronis dapat
menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan hubungan dengan orang lain.
Isolasi social, masalah keuangan, pekerjaan, atau ketidakmampuan. Dengan
mendiskusikan mekanisme pengobatan, perawatan dapat mengkaji reaksi pasien
terhadap masalah stress psikosocial dan mencari jalan keluarnya

2.12 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Pengkajian

1. DATA UMUM

1. Identitas Pasien

Nama : Tn.Y

Umur : 64 Tahun

TTL : Singaraja, 10 November 1957

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Hindu

Suku : Bali

Pekerjaan : Pensiunan

22
Dx Medis : Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)

Alamat : Jalan Kartini

Tanggal MRS :-

Ruangan :-

Gol. Darah :-

Sumber Info : Dari klien dan keluarga klien

2. Identitas Penanggung Jawab

Hub. Dengan klien : Anak Kandung

Umur : 33 Tahun

Nama : Tn.D

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jalan Kartini

Telp :-

II RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI

a) Keluhan utama : Pasien mengatakan sesak semakin meningkat yang disertai


batuk berdahak sejak 5 hari, sesak juga bertambah seiring adanya aktivitas ringan.
Pasien mengatakan nyeri pada dada.

b) Riwayat Kesehatan sekarang : Pasien tampak sesak, pasien mengtakan batuk


yang disertai dahak yang sulit untuk dikeluarkan berwarna putih.

III RIWAYAT KESEHATAN DAHULU

a) Riwayat Kesehatan dahulu : Pasien merupakan perokok berat selama 31 tahun,


pasien berhenti merokok sekitar 3 tahun yang lalu. Pasien mengatakan beliau
seorang petani yang sering terpapar asap pembakaran.

b) Riwayat Kesehatan keluarga : Tn.D mengatakan tidak ada anggota keluarga


yang menderita penyakit yang sama dengan pasien. Tn.D juga mengatakan tidak
ada anggota keluarganya yang menderita penyakit keturunan seperti diabetes
militus, jantung, asma, hipertensi.

23
IV POLA FUNGSI KESEHATAN

a) Pola Nutrisi : Terjadi penurunan berat badan yang cukup drastic sebagai akibat
dan hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin melimpah

b) Pola Eliminasi : Klien PPOK umumnya mengalami penurunan kemampuan


pencernaan sekunder karena tidak tercukupinya oksigenasi sel dalam sistem
gastrointestinal.

c) Pola Istirahat : Insomnia dan pada saat tidur dalam posisi duduk tinggi.

d) Pola Aktivitas : Keletihan, kelelahan, malaise sehingga perlu bantuan dalam

melakukan aktivitas sehari – hari.

PEMERIKSAAN FISIK

a) Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat


Kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai secara
berurutan dari kepala sampai ujung kaki.

1. Keadaan Umum

A. Kesadaran : Composmentis, E = 4, V = 5, M = 6

B. Penampilan dihubungkan dengan usia : Klen tampak sesuai dengan


usianya

C. Ekspresi wajah : Klien tampak lemah

D. Kebersihan secara umum : Klien tampakm bersih

E. Tanda-tanda vital : TD : 120/80 mmHg, N=80x/mnt, Rr=24x/mnt,


S=36,7℃

F. Hygine : Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan


melakukan aktivitas sehari-hari.

Tanda : Bau badan

2. Head to toe

a) Kepala

Inspeksi: simetris pada kepala, rambut terlihat kering dan kusam, warna
24
rambut hitam atau beruban, tidak adanya hematom pada kepala, tidak adanya
pedarahan pada kepala.
Palpasi: tidak teraba benjolan pada kepala, rambut teraba kasar.

b) Mata

Inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada mata, reaksi pupil

terhadap cahaya baik, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada

pembengkakan pada mata, tidak memakai kaca mata.

Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan lepas pada daerah mata, tidak teraba benjolan

disekitar mata

c) Telinga

Inspeksi : simetris kiri dan kanan pada telinga, tidak terjadi perdarahan, tidak ada

pembengkakan, dan pendengaran masih baik.

Palpasi : tidak teraba benjolan pada daun telinga, tidak ada nyeri saat diraba

bagian telinga, tidak ada perdarahan pada telinga baik luar maupun dalam.

d) Hidung

Inspeksi : simetris pada hidung, tidak ada kelainan bentuk pada hidung, tidak ada

perdarahan, ada cuping hidung, terpasang oksigen.

Palpasi : tidak teraba benjolan pada hidung dan tidak ada perdarahan pada

hidung.

e) Mulut dan tenggorokan

Inspeksi : mulut terlihat bersih, gigi lengkap atau sesuai dengan usia,

mukosa lembab/ kering, tidak ada stomatitis, dan terjadi kesulitan menelan.

f) Thoraks

Pemeriksaan paru

25
Inspeksi : batuk produktif non produktif, terdapat sputum yang kental dan sulit
dikeluarkan, bernafas menggunakan otot-otot tambahan, ada sianosis, Pernafasan
cuping hidung, penggunaan oksigen, sulit bicara karena sesak nafas.

Palpasi : bernafas menggunakan otot-otot nafas tambahan. Takikardi akan timbul


diawal serangan, kemudian diikuti dengan sianosis sentral.

Perkusi : lapang paru yang hipersonor pada perkusi.

Auskultasi : respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada fase
respirasi semakin menonjol.

g) Jantung

Inspeksi : ictus cordis terlihat, arteri carotis terlihat dengan jelas di leher.

Palpasi: denyut nadi meningkat, CRT > 3 detik

Perkusi : pekak

Auskultasi : BJ1 dan BJ2 reguler atau terdapat suara tambahan seperti mur-mur
dan gallop.

h) Abdomen

Inspeksi : abdomen tampak datar, tidak ada pembesaran, tidak ada bekas operasi,

dan tidak adanya lesi pada abdomen. Auskultasi : bising usus 12x/mnt

Perkusi : saat diperkusi terdengar bunyi tympani

Palpasi : tidak teraba adanya massa/ pembengkakan, hepar dan limpa tidak teraba,
tidak ada nyeri tekan dan lepas didaerah abdomen. pada kaki, akral teraba hangat.

i) Integumen

Inspeksi : Struktur kulit halus, kulit sawo matang, tidak ada benjolan

Pemeriksaan Penunjang

1) Spirometri

2) Analisis Gas Darah untuk mengetahui kadar pH dalam darah

3) Radiografi

26
Therapy

1) Bronkhodilator bekerja dengan melebarkan jalan nafas sehingga dapat


menurunkan resistensi jalan nafas.

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini, sesuai dengan Nanda :

1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas : ketidak mampuan untuk


membersihkan secret atau obstruksi saluran pernafasan guna mempertahankan
jalan nafas yang bersih.

Domain : 11 Keamanan/perlindungan, kelas : 2 Cedera fisik, Halaman : 384


NANDA

2) Gangguan gas, gangguan: kelebihan atau kekurangan oksigenasi atau eminasi


karbondioksida di membrane kapiler – alveolar

Domain: 3 Eliminasi dan pertukaran, Kelas: 4 Fungsi Respirasi, Halaman:


207 NANDA

3) Intoleransi aktivitas, resiko : berisiko mengalami ketidakcukupan energi


fisiologi atau psikologi untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas sehari
– hari yang harus dan ingin dilakukan.

Domain : 4 Aktivitas/istirahat, Kelas : 4 Respons Kardiovaskular/Pulmonal,


Halaman 226 NANDA

4) Nutrisi, ketidak seimbangan : Kurang dari kebutuhan tubuh : asupan nutrisi


tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metallic.

Domain : 2 Nutrisi, Kelas : 1 Makan, Halaman 153 NANDA

2.13 Intervensi Keperawatan

Intervensi dan rasional PPOK berdasarkan konsep Nursing Intervention


Classification (NIC) dan Nursing Outcome Classification (NOC).

27
Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan
N (NANDA)
Tujuan dan Intervensi Rasional
O Kriteria (NIC)
Hasil
(NOC)
1 Ketidak efektifan Status a) Manajemen - Memonitor
pembersihan respirasi; jalan nafas bersihan jalan
kepatenan b) Penurunan napas efektif
jalan nafas yang jalan nafas kecemasan - Membantu
berhubungan dengan : dengan skala c) Pencegahan untuk melakukan
3 setelah aspirasi batuk efektif dan
Domain : 11
diberikan d) Melakukan suara napas yang
Keamanan/perlindungan, perawatan fisioterapi dada bersih
kelas : 2 Cedera fisik, selama 4 hari e)
dengan Menginstrusika
Halaman : 384 NANDA kriteria: n cara
a) Bronkospasme d) tidak ada melakukan
demam batuk efektif
b)Peningkatan
e) tidak ada f) Terapi
produksi secret ( secret cemas oksigen
yang ter tahan, kental) f) respiratory g) Pemberian
rate dalam posisi
c) Menurunnya energi atau batas normal h) Memonitor
fatigue g) irama tanda vital
nafas dalam
data – data:
batas normal
a) pasien mengeluh sulit h)
untuk bernafas pergerakan
sputum
b) perubahan kedalam atau keluar dari
jumlah nafas dan jalan nafas
i) bebas dari
penggunaan otot bantu
suara
pernafasan j) nafas
c) suara nafas abnormal tambahan
seperti: wheezing, ronchi,
dan crakles
d) batuk (parsisten) dengan
atau tanpa produksi sputum

28
2 Gangguan pertukaran gas Status a) Manajemen - Memonitor
yang berhubungan dengan; respirasi: asam dan basa peningkatan
Pertukaran tubuh ventilasi dan
Domain: 3 Eliminasi dan gas dengan b) Manajemen oksigen yang
pertukaran, Kelas: 4 skala 3 jalan nafas adekuat
diberikan c) Latihan batuk - batuk afektif
Fungsi Respirasi,
perawatan d) Peningkatan dan suara suara
Halaman: 207 NANDA selama 4 hari aktivitas napas yang
a) Kurangnya suplai O²: dengan e) Terapi bersih, tidak ada
kriteria : oksigen sianosis dan
(obstruksi jalan nafas oleh a) status f) Memonitor dispnea
secret, bronkospasme dan mental dalam respirasi - Membantu
batas normal g) Memonitor pemasangan alat
terperangkapnya udara)
b) bernafas tanda vital jalan napas
b) Destruksi alveoli dengan bantuan
Data – data: mudah
c) tidak ada
a) Dispnea sipnosis
b) Bingung, lemah d) P02 dan
POC2 dalam
c) Tidak mampu
batas normal
mengeluarakan secret e) saturasi
d) Nilai ABGs abnormal O2 dalam
rentang
e) Perubahan tanda vital normal
f) Menurunnya toleransi
aktivitas

29
3 Ketidak seimbangan nutrisi Klien akan 1. Kaji 1. Pasien distress
kurang dari kebutuhan menunjukan kebiasaan diit. pernapasan
kemajuan Catat derajat sering anoreksia
tubuh yang berhubungan atau kesulitan dan juga sering
dengan : peningkatan makan. mempunyai pola
status nutrisi Evaluasi BB. makan yang
Domain : 4
2. Berikan buruk sehingga
Aktivitas/istirahat, Kelas Kriteria hasil perawatan oral. cenderung BB
: 4 Respons a) Klien 3. Hindari menurun.
tidak makanan 2. Kebersihan
Kardiovaskular/Pulmona mengalami penghasil gas oral bau mulut
l, Halaman 226 NANDA kehilangan dan meminum dan
BB lebih karbont. meningkatkan
a) Penyakit kronis
lanjut 4. Sajikan menu ransangan atau
b) Kesulitan mengunyah b) Masukan dalam keadaan nafsu makan.
atau menelan makanan dan hangat. 3. Menimbulkan
cairan 5. Anjurkan distensia
c) Intoleransi makanan meningkat makan sedikit abdomen dan
d) Hilang nafsu makan c) Urine tapi sering. meningkatkan
tidak pekat 6. Kaloborasi dispnea.
e) Mual muntah
d) Output tim medis untuk 4. Menu hangat
urine menentukan mempengaruhi
meningkat diet. relaksasi
e) Membran spingter/saluran
mukosa pencernaan
lembab sehingga respon
f) Kulit tidak mual muntah
kering berkurang.
g) Tonus otot 5. Mencegah
membaik perut penuh dan
menurunkan
resiko mual.
6. Menentukan
diet yang tepat
sesuai
perhitungan ahli
gizi
4. Intoleransi aktivitas, yang - Energy 1. Jelaskan 1. Merokok, suhu
berhubungan dengan : conservation aktivitas dan ekstream dan
- Activity factor yang stress
Domain : 2 Nutrisi, Kelas tolerance dapat menyebabkan
: 1 Makan, Halaman 153 - Self care : meningkatkan vasokontriksi
ADLs kebutuhan pembuluh darah
NANDA
Kriteria oksigen. dan
a) Kelemahan umum Hasil : meningkatkan
beban jantung.

30
b) Ketidak seimbangan a) 2. Ajarkan 2. Mencegah
antara suplai dan Berpartisipas program hemat penggunaan
i dalam energy. energi
kebutuhan oksigen aktivitas fisik 3. Buat jadwal berlebihan.
tanpa disertai aktivitas harian, 3.
peningkatan tingkatkan Mempertahankan
tekanan secara bertahap.
darah, nadi, 4. Ajarkan pernafasan
dan RR. 31atiha nafas lambat dengan
b) Mampu efektif.
tetap
melakukan 5. Pertahankan
aktivitas terapi oksigen memperhatikan
sehari hari tambahan. 31atihan fisik
(ADLs) 6. Kaji respons
secara abnormal yang
mandiri. setelah memungkinkan
c) Tanda aktivitas.
peningkatan
tanda vital 7. Beri waktu
normal istirahat yang kemampuan otot
cukup. bantu.
4. Meningkatkan
oksigenasi tanpa
mengorbankan
banyak energi.
5.
Mempertahankan
, memperbaiki
dan
meningkatkan
konsentrasi
oksigen darah.
6. Respon
abnormal
meliputi nadi,
tekanan darah,
dan
pernafasanyang
meningkat.

31
7. Meningkatkan
daya tahan klien,
mencegah
kelelahan.

2.14 Implementasi Keperawatan

Tanggal Diagnosa Tindakan Keperawatan Respon Klien


Keperawatan
1 Ketidak efektifan 1. Memberikan O2 menggunakan DS : Pasien
Oktober pembersihan nasal kanul. mengatakan
2021 2. Memonitor status oksigen dahak susah
jalan nafas yang pasien. untuk
berhubungan dengan : 3. Memberikan posisi yang dikeluarkan.
memaksimalkan ventilasi.
a) Bronkospasme
DO : Dahak
b)Peningkatan klien tampak
produksi secret ( banyak

secret yang tertahan,


kental)
c) Menurunnya energi
atau fatigue
data – data:
a) pasien mengeluh
sulit untuk bernafas
b) perubahan kedalam
atau jumlah nafas dan
penggunaan otot bantu
pernafasan
c) suara nafas
abnormal seperti:

32
wheezing, ronchi, dan
crakles
d) batuk (parsisten)
dengan atau tanpa
produksi sputum
2 Gangguan pertukaran 1. Posisikan klien untuk DS : Pasien
Oktober gas yang berhubungan mendapatkan ventilasi yang mengatakan
2021 perlu
dengan; adekuat menggunakkan
a) Kurangnya suplai 2. Monitor pola pernafasan alat bantu nafas.
O²: (obstruksi jalan 3. Berikan oksigen tambahan
DO : Pasien
nafas oleh secret, seperti yang diperintahkan terlihat perlu
bronkospasme dan 4. Monitor aliran oksigen alat bantu nafas.

terperangkapnya
udara)
b) Destruksi alveoli
Data – data:
a) Dispnea
b) Bingung, lemah
c) Tidak mampu
mengeluarakan secret
d) Nilai ABGs
abnormal
e) Perubahan tanda
vital
f) Menurunnya
toleransi aktivitas
3 Ketidak seimbangan 1. Mengkaji adanya alergi DS : - Klien
Oktober nutrisi kurang dari makanan. mengatakan
2021 2. Berkolaborasi dengan ahli gizi nafsu makannya
kebutuhan tubuh yang untuk menentukan jumlah kalori berkurang
berhubungan dengan : dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. karena batuk.
3. Berikan informasi tentang - Klien
a) Penyakit kronis
kebutuhan nutrisi. mengatakan
b) Kesulitan tidak dapat
mengunyah atau menghabiskan
makanan karena
menelan tidak nafsu
c) Intoleransi makanan makan.

33
d) Hilang nafsu makan DO : Klien
e) Mual muntah tampak tidak
menghabiskan
makanan.

4 Intoleransi aktivitas, 1. Membantu klien untuk DS : Klien


Oktober yang berhubungan mengidentifikasi aktivitas yang mengatakan
2021 mampu dilakukan. kedua tungkai
dengan : 2. Membantu untuk masih lemah
a) Kelemahan umum mengidentifikasikan aktivitas yang
sesuai. DO : Klien
b) Ketidak
3. Bantu pasien/keluarga untuk tampak masih
seimbangan antara mengidentifikasi kekurangan kesulitan
suplai dan kebutuhan dalam beraktivitas. menggerakkan
kaki
oksigen

2.15 Evaluasi

Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi


1 Oktober Ketidak efektifan pembersihan S : Klien mengatakan dahak
2021 jalan nafas yang berhubungan sudah bisa dikeluarkan
dengan: O : Klien tampak sudah bisa
a) Bronkospasme mengeluarkan dahak
b)Peningkatan A : Masalah teratasi
produksi secret ( secret yang tertahan, P : Pertahankan kondisi pasien
kental)
c) Menurunnya energi atau fatigue

2 Oktober Gangguan pertukaran gas yang DO : Klien mengatakan nafas


2021 berhubungan dengan; sesak sudah berukurang
a) Kurangnya suplai O²: (obstruksi DS : Klien tampak lebih tenang
jalan nafas oleh secret, bronkospasme A : Masalah teratasi
dan terperangkapnya udara) P : Pertahankan kondisi pasien
b) Destruksi alveoli

34
3 Oktober Ketidak seimbangan nutrisi kurang DS : Klien mengatakan sudah
2021 dari kebutuhan tubuh yang tidak merasakan hilang nafsu
berhubungan dengan : makan
a) Penyakit kronis DO : Klien tampak sudah bisa
b) Kesulitan mengunyah atau menelan makan seperti biasa
c) Intoleransi makanan A : Masalah teratasi
d) Hilang nafsu makan P : Pertahankan kondisi pasien
e) Mual muntah
4 Oktober Intoleransi aktivitas, yang DS : Klien sudah bisa
2021 berhubungan dengan : melakukan aktivitas ringan
a) Kelemahan umum DO : Klien sudah bisa
b) Ketidak seimbangan antara suplai melakukan aktivitas ringan
dan kebutuhan oksigen A : Masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien

35
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit kronik yang


ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran nafas yang tidak sepenuhnya
reversible dan biasanya menimbulkan obstruksi. Gangguan yang bersifat progresif (cepat
dan berat) ini disebabkan karena terjadinya Radang kronik akibat pajanan partikel atau gas
beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak
nafas, batuk, dan produksi sputum dan keterbatasan aktifitas.

Penyebab dari penyakit ini yaitu dari kebiasaan sehari – hari seperti merokok,
lingkungan yang tidak bersih, mempunyai penyakit saluran pernafasan, dll. Penyakit ini
tidak dapat disembuhkan secara total karena penyakit ini merupakan penyakit komplikasi
asma, ephiema, bronkus kritis, dll. Hanya saja akan berkurang secara bertahap apabila
rutin berkunsultasi dengan dokter, mengubah pola hidup sehari – hari dan sering/rajin
berolahraga.

B. Saran

Agar dapat mencari informasi dan memperluas wawasan mengenai Penyakit


Paru Obtruktif Kronik (PPOK) karena dengan adanya pengetahuan dan wawasan yang luas
mahasiswa akan mampu mengembangkan diri dalam masyarakat dan memberikan
pendidikan kesehatan bagi masyarakat mengenai Penyakit Paru Obtruktif Kronik (PPOK)
dan fakor –faktor pencetusnya serta bagaimana pencegahan untuk kasus tersebut. Untuk
mencegah meningkatnya Penyakit Paru Obtruktif Kronik (PPOK) sebaiknya pasien di beri
informasi yang memadai mengenai Acute Kidney Injuri itu sendiri dan aspek-aspeknya.
Dengan di perolehnya informasi yang cukup maka pencegahan pun dapat dilakukan dengan
segera. Adapun untuk pasien yang telah mengalami atau menderita Penyakit Paru Obtruktif
Kronik (PPOK) maka harus segera di lakukan perawatan yang intensif.

36
Daftar Pustaka

Johnson, Marlon. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC). Ed. 5.

Somantri, Irman. 2008 . Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

37
Soal-Soal PPOK
1. perempuan 38 th datang ke puskesmas dg keluhan demam tinggi , batukberdahak kekuningan
dan sesak nafas selama 3 hari sebelumnya. Apakemungkinan diferential diagnosis pasien ini?
E
a. kanker paru
b. tumor mediastinum
c. tuberculosis (TB) paru
d. pneumothoraks
e. pneumonia

2. Seorang pasien laki – laki berusia 48 tahun menderita penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK) sejak 8 tahun yang lalu datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Mawardi dengan
keluhan sesak nafas. Klien mengatakan sesaknya semakin bertambah berat sejak 1 minggu
terakhir sehingga menyebabkan klien sulit bernafas dan saat beraktivitas. Hasil pemeriksaan
faal paru diketahui hasil VEP1/KVP < 70% VEP1<30% prediksi, hasil pemeriksaan X- Ray
tampak hipertrofi ventrikel kanan. Dari data diatas, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
yang diderita pasien termasuk dalam derajat berapa ?

a.Derajat I

b.Derajat II

c.Derajat III

d.Derajat IV

e.Derajat V

JAWABAN : d. Derajat IV

3.Seorang ibu berusia 60 tahun di antar ke klinik dengan keluhan batuk dan sesak nafas yang
semakin berat sejak 2 hari terakhir. Pada anamnesa didapatkan riwayat merokok dan di
diagnose PPOK. Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/90mmHg. Nadi 97 x/menit,
frekuensi pernafasan 34x/menit, dan edema tungkai kaki. Manakah dari data diatas yang
menunjukkan pasien mengalami komplikasi lanjutan ?

a.Edema tungkai

b.Peningkatan frekuensi nafas

c.Tekanan darah tinggi

d.Batuk Produktif

e.Peningkatan nadi.

38
JAWABAN : a. Edema Tungkai

4.Seorang pasien berusia 44 tahun yang menderita penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
sejak 4 tahun yang lalu datang ke Puskesmas dengan keluhan sesak nafas yang semakin berat
saat klien bekerja. Klien mendapatkan terapi farmakologi dengan obat bronkodilator golongan
agonis beta – 2 untuk jangka panjang. Dari obat – obatan di bawah ini manakah yang termasuk
kedalam jenis golongan agonis beta – 2 jangka Panjang ?

a. Prokaterol

b. Terbutalin

c. Aminofillin

d. Salbutamol

e. Indacaterol

JAWABAN : e. Indacaterol

5. Saat dilakukan penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh 2 orang perawat puskesmas X di kampung
Wonorejo terkait bahaya merokok didapatkan data 70% pria dewasa di kampung tersebut adalah
perokok aktif dan 30 % diantaranya mengidap penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Setelah
dilakukan penyuluhan hampir semua pria dewasa yang merokok ingin berusaha berhenti merokok
setelah mengetahui bahaya merokok. Kegiatan perawat tersebut dalam penatalaksaan PPOK termasuk
dalam strategi apa ?
a. Ask
b. Assess
c. Advice
d. Assist
e. Arrange

JAWABAN : c. advice

6.Tn. F adalah karyawan di sebuah pabrik rokok selama 10 tahun. Hampir semua karyawan
adalah perokok aktif. Setiap hari hampir sebagian karyawan mengalami batuk tidak terkecuali
Tn. F. bagi karyawan pabrik rokok tersebut batuk merupakan hal yang biasa karena sudah
sering terjadi dan mereka tidak menggunakan masker. 2 hari yang lalu Tn. F dibawa oleh
istrinya ke puskesmas karena batuk yang dialami pasien secara terus menerus selama 3 bulan
terakhir dan sesak nafas yang dirasakan klien selama 1 bulan ini. Sesak dirasakan semakin
berat apabila klien beraktivitas. Saat dilakukan pemeriksaan klien didiagnosa mengidap PPOK.
Dari data diatas, manakan faktor yang paling mempengaruhi klien mengidap penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK) ?

a.Lamanya klien bekerja

b.Banyaknya karyawan yang merokok

39
c.Paparan lingkungan kerja

d.Tidak menggunakan masker

e.Semua benar

JAWABAN : e. semua benar

7. Seorang laki-laki berusia 44 tahun dirawat dengan PPOK. Klien mengeluh sesak napas,
batuk berdahak, lemas. Dari hasil pengkajian didapatkan data seperti pernapasan 24 x/menit,
terdapat bunyi ronchi pada paru-paru kanan dan kiri, produksi sputum banyak. Indeks massa
tubuh 16, pucat dan terlihat sesak serta kelelahan. Apakah prioritas diagnosa keperawatan yang
tepat dari kasus di atas?

a.Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi

b.Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan akumulasi secret

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan infeksi bronchial

d.Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan dan kekurangan energy

e.Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipermetabolik

JAWABAN : b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan akumulasi secret

8. Seorang ibu usia 45 tahun dating ke poli paru dengan keluhan batuk berdahak dan
mengatakan susah sekali untuk mengeluarkan dahaknya. Dari hasil pengkajian di dapatkan
frekuensi pernapasan 23x/menit, terdengan suara napas tambahan yaitu ronchi, suhu 36,3oC,
TD 120/90 mmHg. Apakah tindakan keperawatan yang tepat dilakukan pada pasien ?

a.Mengajarkan teknik nafas dalam

b.Mengajarkan teknik relaksasi

c.Mengajarkan teknik distraksi

d.Mengajarkan batuk efektif

e.Menganjurkan bed rest

Kunci Jawaban : d. Mengajarkan batuk efektif

9. Tn. W berusia 67 tahun dirawat di Rumah Sakit Siloam Hospital dengan diagnose PPOK.
Tn. W mengeluh batuk berdahak dan dahaknya sulit untuk dikeluarkan. Data dari hasil
pengkajian di dapatkan hasil seperti tekanan darah 110/80 mmHg, suhu 36,3oC, frekuensi napas
22x/menit, terdapat suara napas tambahan ronchi pada lapang paru. Setelah dikaji mengenai
tindakan apa yang telah dilakukan Tn. W untuk mengeluarkan dahaknya, Tn. W pun menjawab
bahwa dirinya hanya batuk biasa saja karena sulit mengeluarkan dahaknya. Akhirnya perawat

40
telah melakukan tindakan keperawatan berupa mengajarkan teknik batuk efektif. Kriteria
evaluasi apa yang menunjukkan bahwa klien paham terkait dengan teknik batuk efekti?

a.Klien mampu mendemonstrasikan kembali teknik batuk efektif dengan benar

b.Klien mampu menunjukkan cara bagaimana teknik napas dalam dengan benar

c.Klien mampu mengeluarkan dahaknya

d.Tidak terdengar suara napas tambahan

e.Klien tidak menunjukkan adanya pursed lips breathing

JAWABAN : a. Klien mampu mendemonstrasikan kembali teknik batuk efektif dengan benar

10. Ny.R berusia 54 tahun memiliki riwayat penyakit PPOK di bawa ke IGD. Pernapasan
tampak dangkal, pireksia, batuk produktif terdapat pernapasan cuping hidung, terdapat suara
napas tambahan yaitu crackles dan mengi pada lobus paru bawah, frekuensi nadi 91x/menit.
Dari hasil pemeriksaan AGD didapat hasil sebagai berikut pH 7,3 PaCO2 68 mmHg PaO2 60
mmHg HCO3 28 mmol/L. Apakah interpretasi dari hasil tersebut?

a.Asidosis respiratorik

b.Asidosis respiratori terkompensasi sebagian

c.Alkalosis metabolic

d.Alkalosis metabolic terkompensasi sebagian

e.Alkalosis metabolic terkompensasi penuh

JAWABAN: a. Asidosis respiratorik

11. Seorang laki-laki berusia 40 tahun dirawat di Ruang Penyakit Dalam dengan keluhan sesak
nafas dan batuk. Hasil pengkajian didapatkan dahak tidak bisa keluar, badan terasa lemas, mual
dan nafsu makan turun, belum tahu tentang penyakitnya, suhu : 37,5 oC, tekanan darah : 130/70
mmHg, frekuensi nadi 90x/menit, frekuensi nafas 30 kali /menit, terdapat bunyi napas
tambahaan yaitu wheezing. Apa kriteria hasil yang tepat terkait masalah keperawatan pada
pasien tersebut?

a.Pasien mengerti penyakitnya

b.Nafsu makan meningkat

c.Sesak nafas berkurang

d.Pasien dapat beraktifitas

e.Suhu tubuh normal

41
JAWABAN : c. Sesak napas berkurang

12.perempuan 24 tahun datang ke IGD puskesmas rawat inap dengankeluhan batuk bercampur
darah merah segar dan berbuih. Selama 1 bulanterakhir, perempuan tersebut mengeluh batuk
berdahak, disertai keringatmalam dan penurunan berat badan. Apa kemungkinan
kumanpenyebabnya ? e
a.staphylococcu
b.himfilus influenza
c.mycobacterium lepra
d.legionall SPP
e.mycobacterium tuberculosis
13. Seorang laki-laki berusia 40 tahun dirawat di ruang interna dengan keluhan sesak nafas, batuk
berdahak, dahak tidak bisa keluar. Pada pengkajian ditemukan pasien merasa nyaman dengan posisi
duduk, tidak ada nafsu makan dan cepat lelah. Dari pemeriksaan fisik terdengar ronchi paru lobus
kanan atas, pernafasan 28 kali permenit, nadi 90 kali permenit, tekanan darah 130/80mm Hg. Hasil
pemeriksaan AGD : pH 7,40, pO2 80 mmHg, pCO2 35 mmHg, HCO3 26
mmol.Apakah masalah keperawatan utama pada pasien?
a. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif
c. Gangguan pertukaran gas
d. Pola nafas tidak efektif
e. Intoleransi aktivitas

14.Seorang laki-laki berusia 38 tahun dirawat diruang interna dengan diagnosa medis asma. Pada
pengkajian ditemukan saat ini kondisinya sudah membaik dan diperbolehkan untuk pulang. Pada saat
perawatan, didapatkan data faktor penyebab timbulnya asma adalah karena alergi dan merokok sudah
10 tahun. Apakah pendidikan kesehatan yang perlu diberikan pada pasien sebelum pulang ?
a. Hindari stress
b. Berolah raga, makan secara teratur
c. Berhenti merokok, menghindari alergen
d. Berolah raga, menghindari makanan merangsang
e. Melakukan kontrol dan minum obat secara teratur

15. Seorang laki-laki berusia 47 tahun dirawat diruang interna dengan keluhan sesak nafas, batuk
berdahak, lemah dan banyak mengeluarkan keringat. Pada pengkajian ditemukan pasien mengatakan
batuk lebih dari satu bulan, selama dirumah pasien pernah batuk bercampur darah, mual dan tidak nafsu
makan. Hasil pemeriksaan fisik pernafasan 26 kali permenit, nadi 88 kali permenit, tekanan darah
130/80 mmHg. Apakah pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan untuk melengkapi data
pengkajian pasien?

42
a. Foto thorak
b. Darah rutin
c. CT scan
d. MRI
e. BTA

16. Seorang laki-laki berusia 55 tahun dirawat di ruang interna dengan diagnosis medis TBC Paru. Pada
pengkajian ditemukan adanya batuk berdahak, demam, keringat dingin, dan tidak nafsu makan.
Pemeriksaan fisik ditemukan BB 50 kg, TB 155 cm, pernafasan 26 kali permenit, suhu 27.8ºC, tekanan
darah 110/70 mmHg, hasil BTA +. Pasien sedang dilakukan pemeriksaan laboratorium darah.Apakah
hasil pemeriksaan darah yang mungkin muncul pada pasien tersebut?
a. Trombosit menurun
b. Elektrolit meningkat
c. Sel darah putih meningkat
d. Sel darah merah menurun
e. Laju endap darah meningkat

17. Seorang perempuan berusia 35 tahun, dirawat di ruang interna dengan keluhan batuk berdahak dan
sesak nafas. Dari pengkajian didapat dahak tidak bisa keluar, ronchi pada paru kanan, pernafasan 26
kali permenit. Menurut rencana pasien akan dilakukan tindakan fisioterapi dada untuk membantu
mengeluarkan dahak.
Apakah tindakan pertama yang dilakukan perawat pada pasien tersebut?
a. Memberikan posisi duduk
b. Memberikan minum air hangat
c. Meletakan kepala pasien lebih tinggi dari kaki
d. Memeriksa nadi dan tekanan darah setiap 30 menit
e. Meletakan dua bantal pada pergelangan kaki dan leher

18.Seorang laki-laki berusia 35 tahun di rawat diruang interna dengan keluhan sesak nafas sejak dua
hari yang lalu dan didiagnosis bronchitis. RR : 24 kali per menit, saturasi 92%. Apakah teknik
pemberian oksigen yang tepat diberikan kepada pasien tersebut?
a. Masker
b. Nasal kanul
c. Masker venturi
d. Rebreathing masker
e. Nonrebreathing masker

43
19. Seorang laki-laki berusia 77 datang ke IGD mengeluh sesak napas walaupun dengan aktifitas
ringan, tidur dengan 3 bantal,batuk pada malam hari,pasien mengatakan sudah seminggu tidak makan
obat furosemide dan lanoxin, karena tidak ada biaya untuk membeli obat. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan kesadaran kompos mentis, tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 110 kali/menit, pernapasan
22 kali/menit, edema pada kedua tungkai, peningkatan tekanan vena jugularis, terdengar ronkhie, Dari
data foto thoraks ditemukan adanya bendungan paru. Apa diagnosa keperawatan utama dari kasus
diatas?
a. Penurunan curah jantung
b. Kelebihan volume cairan
c. Gangguan oksigenisasi
d. Penurunan kemampuan aktifitas
e. Gangguan bersihan jalan napas

20. Seorang laki-laki di rawat dengan diagnosa medis Bronchopneumonia. Hasil pengkajian didapatkan
pasien batuk disertai dahak, bernafas dengan otot bantu pernafasan, pernafasan cuping hidung,
terdengar suara ronkhi dilobus bagian kanan, frekuensi nafas 35 x/menit, Suhu 38,8°C. Apakah tindakan
mandiri perawat pada pasien tersebut?
a. Melakukan suction
b. Melakukan nebulizer
c. Pemberian obat mukolitik
d. Pemberian obat ekspetoran
e. Melakukan Fisioterapi dada

44

Anda mungkin juga menyukai