Anda di halaman 1dari 6

MI My Noteglass “Inspirasi Pena Terakhir”

By : Tiara Anggarani Sunil Wahidah

Pagi hari itu, suasana Nampak sangat ramai,


“Cekrik…..krik….cekrik..cekrik” begitulah bunyi yang terdengar saat pengambilan gambar pada
salah seseorang yang dijadikan topik kala itu,
“Bagaimana pak perasaan anda saat anda menemukan barang antik nan indah itu pak??” kata
salah seseorang yang nampaknya sedang mewancarai orang itu.
“Saya sangat senang sekali setelah menemukan benda ini di pabrik saya, Saya sungguh tidak
menyangkanya, rupanya ini akan menambah daftar benda antik koleksiku di rumah, saya sudah
melihat, komposisi bahan, nilai intrinsik, serta unility dan comfortable-gelas ini. Sungguh sangat
indah dan setiap tulisan yang melekat pada permukaannya tak dapat dipungkiri lagi keelokannya,
dan siapapun yang membuatnya patut mendapat perhatian khusus dari para arsitektur menjadi
salah satu bahan uji coba…” Jelas salah seseorang yang dijadikan pembicaraan, yang rupanya ia
adalah salah satu arsitektur perancang konstruksi benda yang sudah terkenal itu, ia memang
seorang yang kritis dan salah satu pengoleksi barang-barang antik yang terkenal, dan gelas itu
kini menjadi daftarnya yang paling terbaru dan berharga.
“Namun sayangnya saya sudah berbulan-bulan bahkan hampir genap 1 tahun, tak dapat
menemukan siapa pencipta dari gelas yang indah ini…” tambahnya secara rinci kala itu sambil
terus membayangkan seseorang yang membuatnya…
“Lalu apa julukan yang kau kau berikan pada gelas penemuanmu ini dan kejadian ini akan kau
kenla dengan sebutan apa ???” kata salah seorang wartawan sambil mengcheck-list daftar
pertanyaanya.
“Saya rasa saya akan memberikan nama dengan MI My Noteglass, saya akan menjelaskannya,
M dan I adalah kepanjangan dari My Ideal yang artinya adalah ambisiku, dan Noteglass yang
artinya catatan dalam gelas, My Ideal disini maksudnya adalah ambisi dari penulis yang
menuangkan cita ambisinya ketika dewasa nanti, dan noteglass yang awalnya dari kata notebook
yang artinya catatan dalam buku, namun berbeda dengan kali ini dan peristiwa ini akan saya
kenang dengan nama inspirasi pena terakhir, yang saya rasa siapapun yang membaca akan
terbawa untuk terus berkarya tanpa mengenal batas dan ini adalah karya yang selalu
menginspirasi sepanjang masa…”
…..
9 tahun yang lalu…
Cahaya pagi menunjukkan berkasnya, udara panas mengepung suasana, dahi ini seakan
memaksa keringat dingin tuk keluar. Serasa membuat kedua mata lemah ini tak mampu melihat

1
cerahnya dunia, gemparan debu menggebul, menunjukkan kesibukan semua orang berlalu lalang
tertarget waktu dunia. Lampu lalu lintas berubah silih berganti tiap menitnya, Kini hanya
kayuhan sepeda tua yang tampak bergoyang santai menyusuri setiap jalan, tiap konstruksinya
hanya tersusun dari besi tua berkarat, bel kuning bengkok menambah kesan buruknya, ban tua
yang anmapak auspun masih memaksanya tuk berjalan
***
banyak burung surga berterbangan, langit biru cerah membuatnya yakin bahwa dunia ini
miliknya, logam-logam emas menanti depan mata, berkalung medali emas, bertopi wisuda,
sertifikat penghargaan siap menantinya dan tak lupa dompet tebal menyesakkan celana, rupanya
jutaan uang dimiliki olehnya…
Lalu …
“Heii….nak, hati-hati kalau berkendara, lihatlah apa yang kau bawa!!!” kata kakek paruh baya
itu mengingatkan.
“ehh…..nggeh enggeh pak…ngapunten!!!” kata gadis berambut pirang itu dengan lecutan rem
berhenti mendadak membuat badannya terdorong kedepan.
Ternyata, eh ternyata, kejadian ini membuyarkan lamunan seorang gadis muda dengan rambut
kepang dua yang Nampak masih berstatus sebagai pelajar, berkalung foto potret yang
nampaknya itu merupakan hobinya. ya…namanya adalah NikhHam Rash…gadis Kalimantan
yang berketurunan India ini baru saja tersadar, tampak olehnya pipi merah lucu dengan bibir
mungil memanjakan mata, namun satu hal mengganjal yang didapatkan orang dari sorot matanya
Nampak memerah namun rupanya ia masih bersemangat seandai-andai ada yang akan ia tunggu
nanti, memang tadinya ia begitu kaget terbangun dari alam mimpi pengandaian…ehh
lupakan!!!, Langsung saja ia membenahkan arah setir sepedanya yang menempel pada tong
sampah kertas itu, sambil melanjutkan tujuan perjalanannya, ia nampak sangat riang sekali,
tersenyum pada siapapun yang lewat dan mulutnya itu lo…selalu saja berkomat-kamit
malantunkan lirik lagu “Laskar Pelangi” dengan versi nyanyiannya, suara kayuhan sepeda
seakan menambah instrument nyanyiannya, biasa… sepeda tua saat berjalan pasti akan
mengeluarkan suara unik setiap bagiannya!!, tanpa ada beban dibawa olehnya gelas-gelas kaca
cantik memantulkan cahaya indah di mata, cahaya yang awalnya berwarna kuning sengit itu kini
dirubah menjadi cahaya putih cantik kemilau, balutan pita merah muda dan bentuknya yang unik
dan menarik, membuat setiap mata yang melihat tertarik untuk membelinya…
“Ikriekkkk….krieekkkk….krieeekkkk…” suara rantai sepeda itu menggema dan ia terus saja
mengayuh pedal tua dengan berat.
Tak membutuhkan waktu yang lama, ia sudah bertemu dengan bakul servis jam tangan itu di
pertigaan jalan trotoar, ya…ini artinya tujuannya hampir sampai, seperti biasanya sebelum ia
harus menghabiskan waktu paginya ke tempat itu, ada satu kebiasaan yang sudah menjadi guling
hidup baginya, pasti sangat berat rasanya bila tak melakukannya. Ya, ia begitu senang sekali
melihat karnaval seni dan Bahasa yang selalu diadakan di depan alun-alun itu, tak pernah ia
lewatkan pengisi acara mading Bahasa dan pertunjukan seni budaya local yang sepertinya

2
memiliki magnet yang luar biasa memikat baginya, sayangnya, karnaval itu hanya bisa diisi bagi
penulis berpengalaman, mahasiswa perguruan tinggi dan segala yang berbau high success man.
Bagaimana bisa??? Sedangkan ia sendiri hanya bisa menikmati pemandangan kertas-kertas yang
sudah bernilai instrintik level dewa dipajang disana. Walaupun begitu perjuangannya bagai
semut menyebrangi lautan…yang mana it’s very impossible. Ya…ia hanya duduk pada tempat
favoritnya, berada di anak tangga nomor 3 dari atas di ekskalator tak beroperasi itu sambil
menyantap udang crispy sambal mayonnaise dan es daging cincang kesukaannya. Namun ini
adalah kesempatan terakhirnya untuk menulis, karena memang dari awal ia sudah tak diijinkan
oleh ibunya dan fokus pada pekerjaannya yang tergolong sampingan itu, tapi selain itu , ia
memang sudah terbatas dengan persediaan kertas buramnya, memnag tak dapat dipungkiri lagi,
takdir tak berpihak padanya, dia memang tinggal di suku pedalaman daerah Kalimantan. Yang
tak menutup kemungkinan memalsa putra putri generasinya tak sekolah karena keterbatasan.
“Kali ini judul apa yang akan aku buat ya???” tanyanya dalam hati sambil memegang secuil
kayu grafit sebagi alat tulisnya dan kertas buram miliknya.
“Oh ya…. Mungkin 00.00 AM ataukah in the midnight ya???” batinnya sambil terus berpikir
memikirkan judul tulisannya itu.
Sungguh sayang seribu sayang, setiap harinya ia hanya bisa menuangkan pikirannya tentang
kejadian yang ia alami dalam kertas buram, tanpa ada tangan yang mau menghargainya karya
tulisnya itu, yah…setidaknya ia bisa merasa terbayarkan keinginannya untuk menulis dan
menulis, dan membawanya pulang sebagai buah tangan untuk dibaca sesampainya di rumah.
Lanjut….tak bisa lama-lama berada disana, ia memang sudah terpatok oleh pekerjaannya, ia
kembali menaiki sepeda tuanya itu dengan berat hati sambil memakan sisa caramel coklat yang
baru ia beli tadi. Lagi dan lagi NikhHam menyetir sepeda tuanya dengan santai sambil sesekali ia
tersenyum sendiri membayangkan amibisinya kelak ketika dewasa, pancalan pertamanya
menaiki sepeda sangat tak dapat ditolerir yah….tampaknya ia begitu kesusahan membawa gelas-
gelas kaca itu di belakang sepedanya. Berkali-kali ia hampir jatuh, namun akhirnya ia
memutuskan untuk menuntun sepeda tuanya itu.
Ketika ia sampai di depan pagar coklat penuh lumut nampak sebagai hiasan eksterior alaminya,
ia langsung memarkirkannya di bagasi belakang café malam, yang merupakan tetangga bisnis
toko gelas ini.
“Ehhh… ladalaa….Bull Bull udah datang ya….!!!” Kata gadis muda dengan rambut terurai
menutupi bahunya, Nampak sebaya dengan NikhHam.
“Ehh….brownis... ngapain disini??? Udah selesai pekerjaanmu a…???” katanya menimpali.
“Hey…Bull Bull, kenapa kau mesti terlambat??? Pasti kau ke tempat itu lagi kan???” katanya
sinis mengira-ngira apa yang barusan ia lakukan.
“Ummmm… gak tau ahh…. Aku pingin aja, lagian bosen tau disini terus!!!” kata NikhHam
dengan ekspresi galaunya itu langsung masuk membuka ruang infrastruktur gelas instrintik 2,
tanpa menghiraukan apa yang dikatakan si Brownis ucapkan.

3
Memang tak heran jika merka berdua memanggil dengan sebutan yang tak biasa, si Brownis dan
si Bull Bull, yah …ini semua dari postur fisiknya, Bull Bull sangat cocok untuk
menggamabarkan muka imut seperti NikhHam dan Brownis yang tak kalah bersejarahnya, yaitu
postur tubuh teman NikhHam yang gundek dan kulitnya yang coklat, Eitsss….tapi jangan salah
sangka dulu…toko ini memang bagus dari eksterior maupun interior bangunannya, tapi, yang
dimaksud dengan ruang infrastruktur gelas intristik ini adalah ruang khusus pembuangan sisa
gelas-gelas yang memang sudah tak terpakai lagi, dan ruang ini bisa dikatakan masuk kedalam
tipe gudang, segala jenis ruang infrastruktur pasti pekerja yang dipekerjakan adalah remaja-
remaja putus sekolah, yang mana sangat tertekan dengan kondisi ekonominya sehingga memaksa
mereka semua untuk bekerja disini, karena mau bagaimana lagi, pasti tidak ada pabrik ataupun
lapangan pekerjaan lainnya yang mau menerima anak-anak yang masih berusia di bawah umur
ini.
“Jangan sampai kau melakukan hal itu lagi lho yah!!! Bull…Bulll… dengarkan aku!” kata
temannya yang mendapatkan julukan si Brownis itu, yah memang ia selalu memnaggil dengan
julukan itu karena postur tubuhnya yang gendut dan kultnya yang hitam.
“Iya Iya…” dengan wajah murung Bull Bull… ehhh…. Maksutku NikhHam Rash menjawabnya
dengan mengerutkan bibirnya itu.
Tidak sama dengan teman yang lainnya, saat waktu menunjukkan jam pulang kerja, ia selalu
pulang terlambat, dan mngunci dirinya pada pojokan ruang kerjanya…. Sambil membayangkan
apa yang ia lakukan ketika ia dewasa nantinya??? Memang gadis yang berbeda dengan yang
lainnya, tak ada penerangan melainkan korek api yang benar-benar memang ia sudah persiapkan
sebelumnya di rumah. Ia mengambil sebuah pena dan ia menulis pada kertas yang ia ambil di
tong sampah pasar tadinya sepulang dari karnaval, yang ia lakukan hanyalah menggambar dan
menulis macam-macam pola gelas yang ia tak sadar dapatkan dari benaknya itu, entah karya apa
dari dunia yang dapat ia jadikan inspirasi untuk ia jadikan sebagai buah tulis dari dirinya ini,
entah kenapa ia selalu dipaksa oleh jati dirinya…. Tangannya yang selalu memaksanya untuk
mecorat-coret kertas kosong tak peduli nantinya akan berbuah atau tidak…namun ini semua
memaksanya untuk bekerja keras mengeluarkan segala unek-unek yang dari dulu
mengganggunya, bahkan hampir tiap malamnya ia harus menghabiskan sisa hidupnya perdetik,
menit, bahkan jamya, berlaam-lama di tempat kerjanya itu. Memang tidak ada yang tahu bahwa
selama ini ia selalu bersembunyi di pojokan ruang kerja di sela-sela ruang bawah tumpukan-
tumpukan gelas kaca. Kadangkala ia harus memukuli kepalanya sendiri, ia memang benar-benar
bingung, ia ingin menulis apa dan untuk apa, ia sendiri merupakan salah satu korban ekonomi
rendahan yang menyebabkan ia harus putus sekolah.
“Apa ya??? Aku tadi mau ngapain??? Haduhh…apa???” katanya sendiri sambil mengigit-gigit
pucuk tangan yang tak bersalah itu.
Ia terus memandangi kameranya sambil berkaca-kaca, di satu sisi ia bosan dengan kerjanya
sehari-hari yang memang harus ia jalani untuk kehidupannya, di sisi lain ia ingin terus berkarya,
namun ilmunya yang tak mampu menyukupi dirinya untuk berkarya.

4
Sambil merenung lama tak sadar bahwa ia sudah di bawah sana selama kurang lebih 3 jam, dan
suara jam dindingpun seakan semakin keras di telinga, embunan udara pagipun tampaknya sudah
mulai terasa di kulit ini, ia terus berusaha keras menegakkan dan memiringkan pensilnya sambil
menutup satu matanya pada gelas-gelas kaca di depannya saat itu, seakan-akan ia sedang
menghitung ukuran gelas-gelas itu hingga membuat suatu koordinat terhadap bidang datarnya,
lalu ia tersenyum sinis sambil menuliskan apa yang ia dapatkan barusan ia terus menulisnya di
kertas bekasnya itu, lalu tak lama ia memindahkan letak posisi tangan kanan ke tangan kiri, dan
mulai lagi ia mengukur dari atas ke bawah dan dari sudut ke sudut, rupanya ia makin bergegas
menulis dan menggambar hal apa yang ia dapatkan, mulai dari menghitung, menggarisi bahkan
ia sendiri dengan beraninya membuka kunci loker bos nya untuk mengambil formula dan
perhitungan gelas dengan sedikit trik nakal dan kucing-kucingan. Memang nampaknya kali ini
takdir memang telah berpihak padanya, satpam penjaga ruanganpun merupakan salah satu
temannya, ia terus memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, kali ini ia tak akan lewatkan
kesempatan ini.
“Ahahahhhh….. silica, soda abu, asam borat, feldspar, cullet serta bahan sekundernya refining
agent, decolorant dan lain-lain” katanya semangat setelah menemukan formula gelas kaca itu,
kali ini nampaknya ia memnag benar-benar mengetahui hal yang akan ia tulis dalam kertasnya
itu.
Lalu ia memanfaatkan beberapa waktu yang tersisa sebelum jam kerja kembali beraktivitas, dan
tak hanya itu ia juga menambahkan formula-formula terbaik di dunia yang ia campurkan dengan
bahan-bahan pelebur yang tertera pada formula itu.
Setelah nampak perhitungan komposisinya telah siap, ia langsung berdiri dan mengambil bahan-
bahan yang ia perlukan di ruang perbelanjaan gelas kaca, tak lupa ia juga mengambil beberapa
sampel pecahan gelas kaca yang terbuang dan gelas-gelas produk lain, lalu ia kombinasikan
menjadi satu. Tanpa menunggu waktu lagi ia membuatnya dengan teliti. Dan kini gelasnya itu
telah jadi, ia berinisiatif lagi menulis segala ambisi, cita-cita, dan visinya ketika besar,
menginspirasi pelajar untuk berkarya di permukaan gelas itu dengan amat indah yang
dikombinasi 5 bahasa daerah dan gambar unik nan lucu, kertas rancangannya itu ia masukkan
dalam gelas dan betapa sangat senangnya ia, karena begitu senang yang tak terduga, tak sadar ia
langsung tidur seketika di tempat.
Keesokannya…
“Apa ini…!!! Gelas yang amat cantik, aku harus menjualnya!!!” kata atasannya yang nampak
sudah memplaning-kannya.
Tak lama dengan cara licik itu, perusahannya kini bangkrut karena harga gelas yang ia tawarkan
amat melonjak dari sebelumnya. Dan perusahannya itu telah dibeli dengan salah seorang
arsitektur terkenal…
Entah kemana lagi kabar para pelajar putus sekolah itu, termasuk NikhHam rash, tak pernah lagi
terlihat sampai sekarangpun, kabarnya mereka semua sudah diungsikan pada SLB karena
memang sudah tak ada lagi yang mau merawatnya…

5

Seketika itu pula, ( )
“Yah… ada apalagi sih ini, aku belum liat ending-nya malah lampu mati, ada apa sih dengan
PLN ini??” tanyanya dengan wajah merah nan kesal.
“Endak tau ahh…. Ada apa ini padahal sepertinya film ini sangat bagus untuk dijadikan
pelajaran!!!” kata salah satu temannya menyambungnya.
“Padahal ini salah satu film yang rilis lho….” Abainya,
Seketika ruag hening hanya terdengar sambaran petir yang memekak telinga, dan ditemani
dengan secangkir teh manis dan empuknya sofa ruang tamu…

THE END

Anda mungkin juga menyukai